Analisis Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Tingkat Sekolah Menengah Atas Kurikulum 2013 - Test Repository

  

NILAI-NILAI KESETARAAN GENDER

DALAM BUKU TEKS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN

BUDI PEKERTI TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS

KURIKULUM 2013

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan (S. Pd.)

Oleh:

Umi Khoiriyah

  

NIM: 111-14-385

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

  MOTTO

        

      

     

Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-

laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka

sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang

baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka

dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka

kerjakan. (QS. An-Nahl [16],97)

  

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

  Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1.

  Orang tuaku tercinta bapak Mahfud dan Ibu Sri Yatimah yang selalu memberikan dukungan dan doa restu kepada penulis.

  2. Kakak-kakakku yang senantiasa memberikan semangat, motivasi, dukungan dan doa kepada penulis.

  3. Keluarga besar penulis, atas segala motivasi, dukungan, do‟a restu kepada penulis, sehingga dapat terselesaikan.

  4. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan dukungan dan bantuanya.

  5. Teman-teman satu angkatan tahun 2014 yang telah memberikan semangat belajar dan motivasi.

KATA PENGANTAR

  Assalamu‟alaikum wr. wb

  Alhamdulillah irabbil‟alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada uswah hasanah Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di YaumulAkhir. Amin

  Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Nilai-nilai Kesetaraan Gender dalam Buku

  Teks Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Tingkat Sekolah Menengah Atas Kurikulum 2013”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana progam studi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

  Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  ABSTRAK

  Khoiriyah, Umi. Analisis Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama

  Islam dan Budi Pekerti Tingkat Sekolah Menengah Atas Kurikulum 2013 . Skripsi. Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama

  Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. Tahun 2018. Pembimbing: Dr. Imam Sutomo, M.Ag.

  Kata kunci: Gender, Buku Teks, Pendidikan Agama Islam, SMA

  Meskipun lembaga konstitusi negara kita telah mengakui adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, namun dalam kenyataannya masih sering terjadi kasus ketidak setaraan. Kesetaraan gender masih jauh dari yang diharapkan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menebitkan buku teks PAI dan Budi Pekerti sebagai buku acuan peserta didik dan guru secara nasional dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Penulisan ini bertujuan mendiskripsikan dan menganalisis isi buku PAI dan Budi Pekerti berdasarkan perspektif gender. Skripsi ini mempertanyakan 1.) bagaimana nilai-nilai kesetaraan gender dalam buku teks Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tingkat SMA?

  Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan/library research, yaitu data-data yang mendukung penelitian ini berasal dari sumber pustaka. Dalam menghimpun data, penelitian ini mendapatkan dari dua macam sumber, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Penelitian bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan konsep gender kemudian digunakan untuk menganalisis isi buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa materi yang disajikan dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk jenjang SMA/SMK secara umum menunjukkan kesesuaian dengan perspektif gender. Skripsi ini menyimpulkan: 1.) nilai-nilai kesetaraan gender yang ada dalam buku teks Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti terbitan Kemendikbud: a. Kewajiban menuntut ilmu dan keutamaannya dalam buku teks PAI dan Budi Pekerti kelas X, b. Kesetaraan dan keadilan tentang larangan berzina dalam buku teks PAI dan Budi Pekerti kelas X, c. Beberapa gambar menunjukkan potensi yang sama antara laki-laki dan perempuan.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i HALAMAN BERLOGO ................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... v MOTTO .............................................................................................................. vi PERSEMBAHAN .............................................................................................. vii KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii ABSTRAK .......................................................................................................... x DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv

  BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6 D. Kegunaa Penelitian ................................................................................. 6 E. Kajian Pustaka ....................................................................................... 7 F. Metode Penelitian ............................................................................... 24 G. Sistematika Pembahasan ........................................................................ 26 BAB II: BIOGRAFI NASKAH ....................................................................... 27 BAB III: DESKRIPSI ANATOMI MAUATAN NASKAH ............................... 36 BAB IV: PEMBAHASAN ................................................................................. 62 A. Nilai-nilai Kesetaraan Gender dalam Buku Teks PAI dan Budi Pekerti62 BAB V: PENUTUP ............................................................................................ 95

  A.

  Kesimpulan ............................................................................................ 95 B. Saran ...................................................................................................... 95

  DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 97 LAMPIRAN ...................................................................................................... 100

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin .............................. ................ 11Tabel 3.1 Identitas Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas X .................. ............... 30Tabel 3.2 Identitas Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas XI ................................. 31Tabel 3.3 Identitas Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas XII ............................... 32Tabel 4.1 Ringkasan Analisis Gender Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas X ...... 74Tabel 4.2 Ringkasan Analisis Gender Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas XI .... 85Tabel 4.3 Ringkasan Analisis Gender Buku PAI dan Budi Pekerti Kelas XII . ..92

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Lembar Konsultasi Lampiran 2 Nota Pembimbing Lampiran 3 Daftar SKK Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebenaran mutlak memang menjadi milik Allah, yang telah

  menjadikan kaidah berpasang-pasang sebagai dasar hukum alam raya dan perkembangannya. Allah menghendaki penciptaan manusia dengan jenis laki-laki dan perempuan adalah supaya keduanya saling cenderung dan saling menenteramkan, sehingga tercipta kelangsungan jenis manusia tersebut. Allah memberikan potensi yang sama dalam mengarungi kehidupan ini, yaitu fitrah (kebutuhan-kebutuhan hidup), indra dan akal.

  Akan tetapi, pada kehidupan manusia, perubahan-perubahan, apakah ke arah yang lebih baik ataupun kearah yang lebih buruk, senantiasa terjadi. Akal manusia telah memungkinkan perjalanan kehidupannya selalu melalui proses konstruksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi. Kita bisa menyaksikan bagaimana pola-pola relasi dan pembagian peran tanggung jawab antara dua jenis kelamin yang berbeda ini, yang telah mapan dalam sebuah masyarakat pada suatu masa menjadi sesuatu yang layak diperdebatkan pada masyarakat lain pada masa yang lain, sehingga terbentuk pola-pola yang baru, begitu pula seterusnya (Muslikhati, 2004:12).

  Gender merupakan suatu sifat yang diletakkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Karena hal tersebut bersifat bentukan sosial maka gender tidak berlaku untuk selama- lamanya. Artinya gender dapat berubah-ubah, serta berbeda-beda satu dengan yang lainnya dan bukan merupakan kodrat dari Tuhan (Umar, 1999:40). Di sini perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki merupakan hasil konstruksi sosial dan dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan bukan merupakan kodrat Tuhan.

  Keterlibatan perempuan dan anak-anak dalam aksi bom bunuh diri di Surabaya pada hari Minggu, 15 Mei 2018 menunjukkan perempuan berperan aktif dan sangat mungkin memanipulasi anak untuk menjadi pelaku Solahudin, seorang peneliti yang terlibat dalam kajian Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia (UI), menyebut para pelaku sengaja menggunakan perempuan dan anak untuk menciptakan bias gender Akibat budaya patriarki yang masih mengental di masyarakat, perempuan selain dipandang sebagai kelompok rentan dan tak berdaya, mereka juga dianggap sebagai simbol kemurnian sebuah kelompok.

  Asumsi ini membuat kelompok-kelompok teroris memilih mereka sebagai sandera atau korban berbagai bentuk kekerasan seksual untuk menyebarkan rasa takut dan memicu penyerahan diri target-target sebenarnya. Seperti yang dilakukan Boko Haram di Nigeria, kelompok 2018:2).

  Al-Quran telah manjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dalam hal hak dan kewajiban, sebagaimana firman Allah:

                        

  Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

  

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat [49], 13)

  Al-Quran juga telah menjelaskan bahwa hak dan kewajiban itu setara, sebagai contoh dalam melakukan kebaikan maka itu boleh dilakukan oleh kaum laki-laki maupun kaum perempuan, karena siapa pun yang berbuat baik maka akan mendapat ganjaran pahala dari Allah, firmannya:

  

            

      

  Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki

  

maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan

Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan

Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari

apa yang telah mereka kerjakan. ( QS. An-Nahl [16], 97)

  Ayat-ayat tersebut diatas mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karier profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi optimal (Umar, 1999:265).

  Pendidikan dan gender merupakan rangkaian erat dan saling mengisi. Karena kebutuhan belajar dasar dalam pelaksanaan pendidikan adalah kebutuhan setiap manusia, baik laki-laki dan perempuan, dengan berbagai tingkatan usia. Di sisi lain, pendidikan sebagai proses transformasi yang dibangun atas budaya, bahasa dan nilai-nilai spiritualitas kelompok mampu mendorong pendidikan, keadilan sosial, perlindungan lingkungan, sistem religius, politik dan sosial yang toleran, menerima nilai-nilai humanis dan hak asasi manusia.

  Pendidikan bagi laki-laki dan perempuan adalah gerbang pembebasan dari kebodohan. Mereka yang berilmu atau berpendidikan baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan penghargaan dari Allah sejajar kedudukannya dengan malaikat. Akhirnya keduanya berkewajiban untuk mencari ilmu (Istibsyaroh, 2004:82).

  Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Dalam era millenium menuntut adanya perubahan besar yang berkaitan dengan relasi gender, yaitu suatu hubungan yang mengharuskan kesetaraan peran laki- bernegara. Shirin (2003:31) menulis:

  Gender mainstreaming is the process of assessing the implications for women and men of any planned action, including legislation, policies or programmes, in all areas and at all levels. It is a strategy of making women‟s as well as men‟s concerns and experiences an

  integral dimension of the design, implementation, monitoring and evaluation of policies and programmes in all political, economic and societal spheres so that women and men benefit equally and inequality is not perpetuated.

  Keadilan gender adalah suatu perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Perbedaan biologis tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi mengenai hak sosial, budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin tertentu. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

  Bias gender yang terdapat dalam buku teks atau bahan ajar dapat ditemukan dalam berbagai mata pelajaran di sekolah, termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Penyusunan buku teks mengacu pada kurikulum 2013 yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai peserta didik yaitu pada Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang telah disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

  Pendidikan Agama Islam yang merupakan instrumen transfer nilai-nilai agama sesuai dengan al- Qur‟an dan hadis, haruslah menanamkan nilai keadilan, demokrasi dan menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.

  Berdasarkan latar belakang tersebut dan beberapa masalah-masalah yang muncul dalam bidang pendidikan tentang gender, maka peneliti mengangkat judul “Nilai-nilai Kesetaraan Gender dalam Buku Teks

  Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Tingkat Sekolah Menengah Atas Kurikulum 2013 ” sebagai judul penelitian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana nilai-nilai kesetaraan gender dalam buku teks Pendidikan

  Agama Islam dan Budi Pekerti tingkat SMA? C.

   Tujuan 1.

  Untuk mengetahui nilai-nilai kesetaraan gender dalam buku teks Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tingkat SMA.

D. Kegunaan Penelitian 1.

  Manfaat Teoretik Secara teoretik, penelitian ini diharapkan memberikan dampak positif serta kontribusi bagi pendidikan agama Islam guna meningkatkan mutu pendidikan pada era sekarang dan menambah wawasan mengenai gender.

2. Manfaat praktis

  Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang berguna terutama bagi penulis, serta bagi calon pendidik dan pembaca lainnya untuk memperluas pengetahuan mengenai gender.

E. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu

  Untuk mendukung penelaahan penelitian yang lebih komprehensif, maka peneliti berusaha melakukan kajian terhadap beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dengan topik yang peneliti mengkaji berbagai pustaka yang berkaitan dengan gender dan analisis gender.

  Diantara karya-karya yang mendukung kerelevansian penelitian adalah: a.

  Penelitian berjudul: Bias Gender dalam Kurikulum Mata Pelajaran Fikihdi Madrasah Aliyah Negeri Klaten oleh Iin Saroh Faiqoh, 2009. Dalam tesis ini peneliti meneliti khusus pada bagian kurikulum dalam mata pelajaran fikih saja di kelas XI semester genap dan penelitiannya dilakukan di sebuah Madrasah Aliyah Negeri Klaten.

  b.

  Penelitian berjudul: Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristenoleh Ali Murfi, Jurnal Pendidikan Islam, Volume III Nomor 2 (Desember 2014). Dalam jurnal ini peneliti menjelaskan tentang bias gender yang terdapat dalam buku teks Pendidikan agama Islam 13 secara umum dan termasuk juga di dalamnya pembahasan tentang bias gender yang terdapat dalam buku teks pendidikan agama Kristen.

  c.

  Penelitian yang berjudul: “Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam (Analisis Konten Pada Buku Teks Pendidikan Agama Islam Kelas XII SMA/SMK) oleh Nurfadhlina, 2016. Dalam tesis ini penelitian ini khusus meneliti bias gender yang terdapat dalam buku teks Pendidikan Agama Islam pada dan disimpulkan menjadi suatu kesimpulan secara umum mengenai bias gender yang terdapat dalam buku teks tersebut dan latar belakang yang mempengaruhi penulis buku teks tersebut.

  Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian relevan diatas adalah penelitian ini khusus meneliti isi buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tingkat SMA terbitan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2014.

2. Kerangka Teori a. Gender 1) Pengertian Gender

  Pengertian gender secara etimologis berasal dari bahasa Inggris

  gender berarti jenis kelamin. Dalam The New Lexicon Webster‟s Dictionary (1994:395), gender diartikan sebagai perbedaan yang

  tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.

  Sementara gender secara terminologis adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

  The term „gender‟ was first used in linguistics and other areas of social sciences. In linguistics, the term referred to the grammatical categories that indexed sex in the structure of human languages. Feminist theorists of the 1960s and 1970s used the term „gender‟ to refer to the construction of the categories „masculine‟ and „feminine‟ in society(Sadiqi, 2003:2).

  Menurut Aan Oakley dalam Istibsyaroh (2004:59) genderadalah masalah budaya,merujuk kepada klasifikasi sosial dari laki-laki dan perempuan menjadi maskulin dan feminin, berbeda karena waktu dan tempat. Sifat tetap dan jenis kelamin harus diakui, demikian juga sifat tidak tetap dari gender.

  Menurut Robinson (2009:12) Gender is the structure of social

relations that centres on the reproductive arena, and the set of practices

(governed by this structure) that bring reproductive distinctions between

bodies into social processes.

  Sedangkan menurut Umar (1999:35)gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya. Genderdalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis.

  Sementara menurut Bacchi dan Eveline (2010:68)

  Gender‟ is

most often referred to as a social and cultural product. However, the

emphasis on sex-disaggregated statistics means that gender tends to get

produced as a part of a person rather than as a „principle of social

organization.

  Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa gender merupakan cara pandang yang membedakan laki-laki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang dikonstruksikan oleh manusia, melalui proses yang panjang dalam sejarah peradaban manusia. Gender juga tidak bersifat menetap dan bukan kodrat Tuhan, sehingga dengan demikian gender dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan dan tuntutan manusia pada zamannya.

  Dalam kenyataannya masih banyak masyarakat yang memahami gender dengan jenis kelamin, padahal keduanya sangat berbeda. Gender hanya membicarakan tugas dan fungsi serta tanggung jawab yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, sementara jenis kelamin (sex) membicarakan masalah seks laki-laki dan perempuan dari aspek anatomi biologi meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karateristik biologi lainnya, serta bersifat menetap dan kodrat dari Tuhan (Umar, 1999:35).

  Tabel 2.1 Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin

  No Jenis kelamin Gender

  1. Jenis kelamin bersifat alamiah Gender bersifat sosial budaya dan merupakan buatan manusia

  2. Jenis kelamin bersifat biologis. Gender bersifat sosial budaya, dan Ia merujuk kepada perbedaan merujuk kepada tanggung jawab, yang nyata dari alat kelamin peran, pola perilaku, kualitas, dan dan perbedaan terkait dalam lain-lain yang bersifat maskuliin fungsi kelahiran dan feminim.

  3. Jenis kelamin bersifat tetap, ia Gender besifat tidak tetap, ia akan sama dimana saja berubah dari waktu ke waktu, dari satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya, bahkan dari satu keluarga ke keluarga lainnya

  4. Jenis kelamin tidak dapat Gender dapat diubah diubah

  Sumber: Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan, (Jakarta, 2004)

  Dari tabel di atas jelas sangat berbeda antara seks dan gender, karena seks hanya membicarakan konsep manusia secara biologis dan bersifat menetap (kodrat), sementara gender adalah konsep manusia dari sudut pandang peran, fungsi dantanggung jawab berdasarkan kultur sosial dan budaya masyarakat, serta mempunyai sifat yang berubah-ubah karena gender bukanlah kodrat dari Allah.

2) Kesetaraan Gender

  Permasalahan gender sebenarnya bukan hanya ditujukan kepada kaum perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki, walau demikian yang dianggap mengalami posisi termarginalkan adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidangpendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan sosial.

  Agama Islam mempersamakan status pria dengan wanita dalam aspek-aspek spiritual dan kewajiban-kewajiban keagamaan, mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Tidak ada perbedaan antara wanita dengan pria kecuali dengan akhlak yang baik dan yang buruk.

  Demikian pula wanita itu mendapat bagian yang sama dalam mendapat Menurut Anwar (2006:20)

  the Qur‟mn speaks of equality of men and women in their origin, in their responsibility as created beings in their life on this earth and in their preparation for eventual resurrection. One may argue that while the Qur‟mn treats and recompenses men and women equally when dealing

  

with ethico-religious responsibilities, it appears to discriminate against women

when dealing with social and legal obligations.

  Sedangkan menurut Abdurrahman Wahid (2000:94) Al-Qur'an memberikan konsep kesetaraan gender. Konsep tersebut adalah pertama, Al-Qur'an mengakui martabat laki-laki dan perempuan dalam kesejajaran tanpa membedakan jenis kelamin. Kedua, laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama di segala bidang kehidupan.

  Kesamaan antara perempuan dan laki-laki itu terutama dapat dilihat dari tiga dimensi: pertama dari segi hakikat kemanusiaannya.

  Ditinjau dari sudut kemanusiaan, bahwa Islam memberikan kepada perempuan sejumlah hak untuk meningkatkan kualitas kemanusiaannya, seperti hak untuk mendapatkan pendidikan,hak berpolitik (political

  

education ), dan hak-hak lainnya yang berkenaan denganurusan publik

(public sector).

  , dari segi ajaran agama Islam mengajarkan bahwa laki-laki

  Kedua

  dan perempuan akan mendapatkan balasan ketika melakukan amal sholeh, dan begitu pulasebaliknya.

  Ketiga, dari segi hak-hak dalam keluarga Islam yang memberikan

  hak untuk mendapatkan nafkah dan hak waris kepada perempuan, meskipun jumlahnya tidaksebanyak yang didapatkan oleh laki-laki. Selain itu perempuan juga mendapat hakuntuk saksi dan mendapatkan mahar. Perempuan juga mempunyai hak untukmengajukan tuntutan cerai bila ia menginginkan dan hak untuk menolak poligamikarena merasa tidak diperlakukan dengan adil (Wahid, 1999:170).

  Islam telah memberikan hak-hak kaum perempuan secara adil, kaum perempuan tidak perlu meminta apalagi menuntut atau memperjuangkannya, sebagaimana dalam Al-

  Qur‟an surat Al Ahzab ayat 35.

  

     

     

    

     

         

  Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki

  

dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam

ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan

perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu´, laki-laki

dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,

laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan

perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan

  . (Q.S. Al- Ahzab[33], 35)

  untuk mereka ampunan dan pahala yang besar

  Maksud dari ayat di atas, sebagai manusia kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang sama, pahala dan kebaikan di hari akhir pun juga demikian. Setiap individu akan dihisab berdasarkan perbuatan yang mereka lakukan di dunia.

  Jadi kesetaraan gender adalah suatu keadaan dimana perempuan dan laki-laki sama-sama menikmati status, kondisi atau kedudukan yang setara sehingga terwujud secara penuh hak-hak dan potensinya bagi pembangunan di segala aspek kehidupan berkeluarga, berbangsa dan bernegara.

  3) Bias Gender

  Darwin dan Kusumasari dalam Nurhaeni (2009:4) mengemukakan bahwa birokrasi pemerintah belum responsif gender karena menempatkan perempuan dalam posisi yang marginal, dan salah satu penyebabnya adalah belum adanya kesadaraan dari pembuat kebijakan ataupun pimpinan birokrasi publik akan pentingnya pengarusutamaan gender dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat. Komitmen yang yang tidak konsisten ini dikhawatirkan akan berimplikasi terhadap upaya strategis yang perlu dilakukan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

  Gender sebagai konstruksi sosial budaya berkaitan dengan pembagian peran, tugas dantanggung jawab antara perempuan dan laki- laki dalam masyarakat yang patriarki cenderung menempatkan perempuan dalam posisi subordinat laki-laki. Hal tersebut telah tertanam melalui proses pembiasaan yang terus menerusbaik tingkat keluarga, masyarakat, media, sekolah maupun kebijakan-kebijakan negara dan diperkuat dengan interpretasi terhadap agama sehingga pada akhirnya gender dipandang sebagai ideologi yang diyakini kebenarannya (Nurhaeni, 2009:10).

  4) Bias Gender dalam Pendidikan

  hal itu mengingat bahwa melalui pendidikan seseorang dapat memperoleh pemahaman tentang berbagai hal yang disampaikan melalui kegiatan atauproses selama belajar mengajar.

  Ketimpangan pada hasil pendidikan adalah perbedaan akhir pendidikan. Ketimpangan pada hasil pendidikan menunjukkan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada prestasi pendidikan. Pendidikan selain berfungsi untuk mentransformasikan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, juga berfungsi untuk mengubah perilaku menuju ke arah yang lebih baik. Pendidikan Islam yang seringkali ditempatkan pada posisi tertuduh sebagai lembaga yang melestarikan ketidakadilan gender, berkepentingan untuk menampilkan kembali rumusan keadilan gender dalam ajaran Islam. Ketimpangan akses pendidikan dapat berdampak pada feminisasi dalam pendidikan (Tafsir, 2008:148).

  Berbagai bentuk bias gender yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk terpresentasi juga dalam dunia pendidikan. Bahkan proses dan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam mensosialisasikan dan melestrikan nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat.

  Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), contoh dari bias gender dapat ditemukan pemisahan gender dalam jurusan atau program studi sebagai salah satu bentuk diskriminasi gender secara sukarela ke dalam dikaitkan dengan fungsi domestik, sementara itu anak laki-laki diharapkan berperan dalam menopang ekonomi keluarga sehingga harus lebih banyak memilih keahlian-keahlian ilmu keras, teknologi dan industri. Penjurusan pada pendidikan menengah kejuruan menunjukkan masih terdapatnya stereotype dalam sistem pendidikan yang mengakibatkan tidak berkembangnya pola persaingan sehat menurut gender. Sebagai contoh, bidang ilmu sosial pada umumnya didominasi siswa perempuan, sementara bidang ilmu teknis umumnya didominasi siswa laki-laki.

  Dalam kenyataannya masih banyak contoh bias gender yang bisa ditemukan dalam bidang pendidikan, baik secara lembaga, manajemen, SDM, kurikulum, dalam proses pembelajaran, bahkan pada buku teks pelajaran yang digunakan. Atau dengankata lain bahwa dalam pendidikan disekolah yang dengan seperangkat alat ajar mulai dari media, metode, serta buku ajar yang menjadi pegangan siswa ternyata masih sarat dengan bias gender. Dalam buku ajar misalnya sering kita temukan gambar atau kalimat yang menunjukan ketidak setaraan gender.

5) Kategori Kesetaraan Gender dalam Pembelajaran

  Ada 3 (tiga) kategori dalam melihat persoalan terkait dengan relasi kesetaraan gender dalam pembelajaran, diantaranya: a.

  Bias gender yaitu kondisi yang menguntungkan pada salah satu jenis kelamin yang berakibat munculnya permasalahan gender.

  b.

  Netral gender adalah kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin.

  Responsif gender adalah kegiatan pembangunan yang sudah memperhatikan berbagai pertimbangan untuk terwujudnya kesetaraan dan keadilan pada berbagai aspek kehidupan antara laki-laki dan perempuan.

b. Pendidikan Agama Islam 1) Pengertian Pendidikan Agama Islam

  Pendidikan Islam secara etimologi berasal dari kata-kata bahasa Arab yang umumnya digunakan untuk menujukkan istilah pendidikan, yaitu:

  tarbiyah , ta‟lim, dan ta‟dib.

  Istilah tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: pertama, rabba yarbu yang artinya bertambah dan tumbuh. Kedua, rabiya yarba yang artinya menjadi besar. Ketiga, rabba yarubbu yang artinya memperbaiki, menguasahi urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara (Nahlawi, 1992:31).

  Istilah

  ta‟lim berasal dari kata „allama yang berarti mengajar

  (pengajaran), yaitu transfer ilmu pengetahuan (Bawani dan Anshori, 1991:72). Menurut Jalal (1988:27), proses

  ta‟lim lebih universal dibanding dengan proses tarbiyah. Ta‟lim merupakan proses yang membawa kepada tazkiah (pensucian), yaitu pensucian dan pembersihan diri manusia dari

  segala kotoran dan menjadikan diri itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala hal yang bermanfaat untuk diketahui.

  Ta‟lim tidak hanya berhenti pada pengetahuan berdasarkan prasangka atau yang lahir dari taklid.

  Ta‟lim

  mencakup pengetahuan teoritis, mengulang kajian secara lisan, dan Istilah

  ta‟dib berasal dari kata addaba yang artinya mendidik yang

  lebih tertuju pada penyempurnaan akhlak atau budi pekerti (Achmadi, 1987:4). Attas (1996:61-62) mendefinisikan

  ta‟dib sebagai pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dari tatanan penciptaan sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.

  Berdasarkan pada ketiga pengertian pendidikan Islam secara etimologi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah upaya untuk menumbuh kembangkan potensi atas fitrah manusia dalam aspek pengetahuan, sikap, praktis dan akhlak agar mencapai kesempurnaan.

  Pengertian Pendidikan Agama Islam menurutSahilun A. Nasir dalam Syafaat, dkk. (2008:15), Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang sistematis dan pragmatis dalam membimbing anak didik yang beragama Islam dengancara sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu benar- benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam dirinya. Yakni, ajaran Islam itu benar-benar dipahami, diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran, dan sikap mental.

  Sedangkan menurut silabus Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2016:1) Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merupakan pendidikan yang secara mendasar menumbuhkembangkan akhlak peserta didik melalui

  Jadi Pendidikan Agama Islam, yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat secara menyeluruh.

2) Landasan Dasar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

  Landasan dasar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dalam Silabus Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2016:1), berlandaskan pada aqidah Islam yang berisi tentang keesaan Allah Swt. sebagai sumber utama nilai-nilai kehidupan bagi manusia dan alam semesta. Sumber lainnya adalah akhlak yang merupakan manifestasi dari aqidah, yang sekaligus merupakan landasan pengembangan nilai-nilai karakter bangsa Indonesia. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merupakan pendidikan yang ditujukan untuk dapat menserasikan, menselaraskan dan menyeimbangkan antara iman, Islam, dan ihsan yang diwujudkan dalam: a)

  Membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. serta berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur (Hubungan manusia dengan Allah Swt.).

  b) Menghargai, menghormati dan mengembangkan potensi diri yang berlandaskan pada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan (Hubungan manusia dengan diri sendiri).

  c) Menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat luhur (Hubungan manusia dengan sesama).

  d) Penyesuaian mental keislaman terhadap lingkungan fisik dan social (Hubungan manusia dengan lingkungan alam).

  Berdasarkan penjelasan di atas, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dikembangkan dengan memperhatikan nilai-nilai Islam rahmatan lilalamin yang mengedepankan prinsip-prinsipIslam yang humanis, toleran, demokratis, dan multikultural.

3) Tujuan Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

  Pendidikan Agam Islam dan Budi Pekerti dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam hal keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari- hari. Tujuan pendidikan ini kemudian dirumuskan secara khusus dalam Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti sebagai berikut:

  a) Menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pembinaan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt.

  b) Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam kehidupan sebagai warga masyarakat, warga negara, dan 2016:1).

c. Buku Teks Pendidikan Agama Islam 1) Pengertian Buku Teks Pelajaran

  Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas (SMA) danSekolah Menengah Kejuruan (SMK) selama ini di duga belum berjalan secara optimal. Hal ini terlihat dari masih banyaknya kasus-kasus siswa yang melanggar norma agama, maka dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikannasional dan tujuan pendidikan agama Islam secara bersamaan, pihak sekolah harus mampu melakukan perubahan-perubahan, salah satunya adalah dengan melakukan berbagai inovasi melalui pengembangan kurikulum Agama Islam.

  Salah satu komponen yang juga ikut menentukan keberhasilan pendidikan adalah penggunaan buku teks pelajaran yang tepat dan memenuhi unsur-unsur kurikulum, harga yang terjangkau, serta dalam bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Menurut Suwardi, dkk.

  (2017:2), isi buku teks perlu disusun secara baik, termasuk gambar yang ditampilkan dalam buku teks.

  Menurut KBBI (2007:172), buku adalah sedangkan ajar adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong. Ajar adalah petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui.

  Adapun pengertian buku teks/buku ajar menurut para ahli adalah sebagai berikut: a)

  A.J. Loveridge buku sekolah yang memuat bahan yang telah diseleksi mengenai bidang studi tertentu, dalam bentuk tertulis yang memenuhi syarat tertentu dalam kegiatan belajar mengajar dan disusun secara sistematis dan diasimilasikan.

  b) Dedi Supriyadi

  Sedangkan menurut Dedi (2001:46), buku teks merupakan media instruksional yang perannya sangat dominan dikelas dan merupakan alat yang penting untuk menyampaikan materi kurikulum, dari sinilah buku sekolah menduduki peranan sentral pada semua tingkatan.

  Dari uraian di atas dapat dipahami buku merupakan salah satu komponen dari berbagai bahan ajar yang sangat berperan penting dalam pembelajaran.

2) Buku Teks PAI di SMA/SMK

  Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan megamalakan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati orang lain dalam hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Dengan kata lain, buku teks yang berkualitas adalah buku sekolah, buku pengajaran, buku ajar, atau buku pelajaran yang digunakan di sekolah atau lembaga pendidikan dan dilengkapi dengan bahan-bahan untuk latihan, atau lebih tegasnya di sini adalah buku kurikulum yang tersedia. Menurut Suwardi, dkk. (2017:221), buku teks memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan kognitif dan pemahaman siswa.

  Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti tingkat SMA merupakan buku teks utama yang digunakan sebagai bahan ajar di tingkat sekolah menengah atas, khususnya sekolah-sekolah menengah atas di Salatiga, hal ini menunjukan bahwa buku tersebut memang sebagai sumber bahan ajar dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam, di mana materi-materi yang dibutuhkan terdapat dalam buku tersebut.

F. Metode Penelitian 1.

  Jenis penelitian Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). penelitian kepustakaan (library research) adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mengolah bahan penelitian.