BAB II LANDASAN TEORI - EVALUASI SISTEM PENGENDALIAi\ INTERN PIUTA}IG PADA PT PRIMA DINAIVIIS SARANA JAYA - UMBY repository

BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem Akuntansi 1. Pengertian Sistem Akuntansi Sistem akuntansi adalah metode dan prosedur untuk mencatat

  dan melaporkan informasi keuangan yang disediakan bagi perusahaan atau suatu organisasi bisnis. Sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan besar sangat kompleks. Kompleksitas sistem tersebut disebabkan oleh kekhususan dari sistem yang dirancang untuk suatu organisasi bisnis sebagai akibat dari adanya perbedaan kebutuhan akan informasi oleh manajer, bentuk dan jalan transaksi laporan keuangan. Sistem akuntansi terdiri atas dokumen bukti transaksi, alat-alat pencatatan, laporan dan prosedur yang digunakan perusahaan untuk mencatat transaksi-transaksi serta melaporkan hasilnya. Operasi suatu sistem akuntansi meliputi tiga tahapan : a.

  Harus mengenal dokumen bukti transaksi yang digunakan oleh perusahaan, baik mengenai jumlah fisik maupun jumlah rupiahnya, sertaa data penting lainnya yang berkaitan dengan transaksi perusahaan. b.

  Harus mengelompokkan dan mencatat data yang tercantum dalam dokumen bukti transaksi kedalam catatan-catatan akuntansi.

  c.

  Harus meringkas informasi yang tercantum dalam catatan- catatan akuntansi menjadi laporan-laporan untuk manajemen Sistem akuntansi harus dirancang untuk memenuhi spesifikasi informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan, asalkan informasi tersebut tidak terlalu mahal. Dengan demikian, pertimbangan utama dalam merancang sistem akuntansi adalah keseimbangan antara manfaat dan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh informasi tersebut.

  Agar efektif, laporan yang disajikan oleh sistem akuntansi harus dibuat secara tepat waktu, jelas dan konsisten. Laporan yang disajikan dengan pengetahuan dan kebutuhan pemakai agar dapat digunakan sebagai pertimbangan di dalam pengambilan keputusan.

  Desainer (perancang) sistem harus memiliki pengetahuan untuk membedakan sistem akuntansi dan metode pemrosesan data baik pemrosesan data secara manual maupun dengan menggunakan komputerisasi. Kemampuan untuk membedakan pemrosesan transaksi secara manual dan komputer cukup penting, karena pada organisasi bisnis tertentu tidak semua transaksi dapat di proses dengan komputer dan kemampuan desainer sistem dalam mengevaluasi alternative-alternatif yang dipertimbangkan pengetahuan akan prinsip-prinsip dasar sistem akuntansi. Singkatnya, prinsip dasar yang terkandung dalam sistem akuntansi yang baik kemungkinan besar sistem yang dirancang pada Dan sistem akuntansi harus sesuai dasar dan bentuknya. Implementasi sistem bukan hanya merupakan tanggung jawab personel yang ada pada bagian tertentu, tetapi semua personel harus bertanggung jawab terhadap pengoperasian sistem. Pengoperasian sistem harus secara hati-hati dan selalu dilakukan supervisi atas sistem tersebut sebelum dioperasikan sepenuhnya.

2. Elemen Sistem Akuntansi a.

  Formulir Formulir merupakan dokumen yang digunakan untuk merekam terjadinya transaksi. Formulir sering disebut dengan istilah dokumen, karena dengan formulir ini peristiwa yang terjadi dalam organisasi direkam (didokumentasikan) di atas secarik kertas. Formulir sering pula disebut dengan istilah media, karena formulir merupakan media untuk mencatat peristiwa yang terjadi dalam organisasi ke dalam catatan. Dengan formulir ini, data yang bersangkutan dengan transaksi direkam pertama kalinya sebagai dasar pencatatan dalam catatan. Contoh formulir adalah faktur penjualan, bukti kas keluar dan cek. Dalam sistem akuntansi secara manual (manual system), media yang digunakan untuk merekam pertama kali data (paper form). Dalam sistem akuntansi keuangan dengan computer (computerized system) digunakan berbagai macam media untuk memasukkan data ke dalam sistem pengolahan data seperti: papan ketik (keyboard), optical and magnetic

  

characters and code, mice, voice, touch sensors, dan cats.

  b.

  Jurnal Jurnal merupakan catatan akuntansi pertama yang digunakan untuk mencatat, mengklasifikasikan, dan meringkas data keuangan dan data lainnya. Seperti telah disebutkan di atas, sumber informasi pencatatan dalam jurnal ini adalah formulir. Dalam jurnal ini data keuangan untuk pertama kalinya diklasifikasikan menurut penggolongan yang sesuai dengan informasi yang akan disajikan dalam laporan keuangan. Dalam jurnal ini pula terdapat kegiatan peringkasan data, yang hasil peringkasannya (berupa jumlah rupiah transaksi tertentu) kemudian di-posting ke rekening yang bersangkutan dalam buku besar. Contoh jurnal adalah jurnal penerimaan kas, jurnal pembelian, jurnal penjualan dan jurnal umum.

  c.

  Buku Besar Buku besar (general ledger) terdiri dari rekening-rekening yang digunakan untuk meringkas data keuangan yang telah buku besar ini disediakan sesuai dengan unsur-unsur informasi yang akan disajikan dalam laporan keuangan. Rekening buku besar ini di satu pihak dapat dipandang sebagai wadah untuk menggolongkan data keuangan, di pihak lain dapat dipandang pula sebagai sumber informasi keuangan untuk penyajian laporan keuangan.

  d.

  Buku Pembantu Jika data keuangan yang digolongkan dalam buku besar diperlukan rinciannya lebih lanjut, dapat dibentuk buku pembantu (subsidiary ledger). Buku pembantu ini terdiri dari rekening-rekening pembantu yang merinci data keuangan yang tercantum dalam rekening tertentu dalam buku besar. Sebagai contoh, jika rekening piutang dagang yang tercantum dalam neraca perlu dirinci lebih lanjut menurut nama debitur yang jumlahnya 60 orang, dapat dibentuk buku pembantu piutang yang berisi rekening-rekening pembantu piutang kepada tiap- tiap debitur tersebut. Buku besar dan buku pembantu merupakan catatan akuntansi akhir (books of final entry), yang berarti tidak ada catatan akuntansi lain lagi sesudah data akuntansi diringkas dan digolongkan dalam rekening buku besar dan buku pembantu. Buku besar dan buku pembantu disebut sebagai catatan akuntansi akhir juga karena setelah data akuntansi selanjutnya adalah penyajian laporan keuangan, bukan pencatatan lagi ke dalam catatan akuntansi.

  e.

  Laporan Hasil akhir proses akuntansi adalah laporan keuangan yang dapat berupa neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan laba yang ditahan, laporan harga pokok produksi, laporan biaya pemasaran, laporan harga pokok penjualan, daftar umur piutang, daftar utang yang akan dibayar, daftar saldo persediaan yang lambat penjualannya. Laporan berisi informasi yang merupakan keluaran sistem akuntansi. Laporan dapat berbentuk hasil cetak komputer dan tayangan pada layar monitor komputer.

3. Tujuan Sistem Akuntansi a.

  Untuk menyediakan informasi bagi pengelolaan kegiatan usaha baru.

  Kebutuhan pengembangan sistem akuntansi terjadi jika perusahaan baru didirikan atau suatu perusahaan menciptakan usaha baru yang berbeda dengan usaha yang telah dijalankan selama ini.

  b.

  Untuk memperbaiki informasi yang dihasilkan oleh sistem maupun struktur informasinya.

  Adakalanya sistem akuntansi yang berlaku tidak dapat memenuhi kebutuhan manajemen, baik dalam hal mutu, ketepatan penyajian maupun struktur informasi yang terdapat dalam laporan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perkembangan usaha perusahaan, sehingga menuntut sistem akuntansi untuk dapat menghasilkan laporan dengan mutu informasi yang lebih baik dan tepat penyajiannya, dengan struktur informasi yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan manajemen.

  c.

  Untuk memperbaiki pengendalian akuntansi dan pengecekan intern, yaitu untuk memperbaiki tingkat keandalan (reliability) informasi akuntansi dan untuk menyediakan catatan lengkap mengenai pertanggungjawaban dan perlindungan kekayaan perusahaan. Akuntansi merupakan alat pertanggungjawaban kekayaan suatu organisasi. Pengembangan sistem akuntansi seringkali ditujukan untuk memperbaiki perlindungan terhadap kekayaan organisasi sehingga pertanggungjawaban terhadap penggunaan kekayaan organisasi dapat dilaksanakan dengan baik. Pengembangan sistem akuntansi dapat pula ditujukan untuk memperbaiki pengecekan intern agar informasi yang dihasilkan d.

  Untuk mengurangi biaya klerikal dalam penyelenggaraan catatan akuntansi.

  Pengembangan sistem akuntansi seringkali ditujukan untuk menghemat biaya. Informasi merupakan barang ekonomi.

  Untuk memperolehnya diperlukan pengorbanan sumber ekonomi yang lain. Oleh karena itu dalam menghasilkan informasi perlu dipertimbangkan besarnya manfaat yang diperoleh dengan pengorbanan yang dilakukan.

B. Piutang Usaha 1.

  Pengertian Piutang Piutang usaha (account receivable) timbul akibat adanya penjualan kredit. Sebagian besar perusahaan menjual secara kredit agar dapat menjual lebih banyak produk atau jasa. Istilah piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya.

  Fahmi (2016 : 137) menyatakan piutang merupakan bentuk penjualan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dimana pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, namun bersifat bertahap. Pontoh (2013 : 287), menyatakan piutang adalah sebuah hak tagih dari sebuah organisasi (dalam hal ini perusahaan) atas karena transaksi masa kini.

  Piutang usaha umumnya adalah kategori yang paling signifikan dari piutang, dan merupakan hasil dari aktivitas normal perusahaan atau entitas, yaitu penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan. Piutang usaha dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Piutang usaha umumnya merupakan jumlah yang material di neraca bila dibandingkan dengan piutang non usaha. Piutang non usaha timbul dari transaksi selain penjualan barang dan jasa kepada pihak luar, seperti misalnya piutang kepada karyawan, piutang penjualan saham, piutang klaim asuransi, piutang pengembalian pajak, piutang deviden dan bunga. Piutang non usaha biasanya disajikan di neraca secara terpisah. Jika piutang non usaha tersebut diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar dan dilaporkan di bawah judul Investasi.

  Penyajian piutang di necara menurut Mulyadi (2002 : 88) a.

  Piutang usaha harus disajikan di neraca sebesar jumlah yang diperkirakan dapat ditagih dari debitur pada tanggal neraca. dikurangi dengan taksiran kerugian tidak tertagihnya piutang.

  b.

  Jika perusahaan tidak membentuk cadangan kerugian piutang usaha, harus dicantumkan pengungkapannya di neraca bahwa saldo piutang usaha tersebut adalah jumlah bersih (netto).

  c.

  Jika piutang usaha bersaldo material pada tanggal neraca, harus disajikan rinciannya di neraca.

  d.

  Piutang usaha yang bersaldo kredit (terdapat di dalam kartu piutang) pada tanggal neraca harus disajikan dalam kelompok utang lancar.

  e.

  Jika jumlahnya material, piutang non usaha harus disajikan terpisah dari piutang usaha.

2. Akuntansi Piutang Usaha

  Transaksi yang mempengaruhi piutang usaha merupakan bagian dari siklus pendapatan. Siklus pendapatan tersebut adalah transaksi penjualan kredit barang dan jasa kepada pelanggan, transaksi retur penjualan, transaksi penerimaan kas dari debitur, dan transaksi penghapusan piutang. Transaksi-transaksi tersebut dicatat ke dalam jurnal sebagai berikut : Transaksi penjualan kredit barang dan jasa kepada pelanggan. Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah :

  Piutang usaha xxx Transaksi retur penjualan. Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah : Retur penjualan dan pengurangan harga xxx

  Piutang usaha xxx Transaksi penerimaan kas dari debitur. Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah : Kas xxx

  Piutang usaha xxx Transaksi penghapusan piutang. Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah : Cadangan kerugian piutang xxx

  Piutang usaha xxx 3.

  Penilaian Piutang Usaha Secara teori, semua piutang dinilai dalam jumlah yang mewakili nilai sekarang dari perkiraan penerimaan kas di masa mendatang. Oleh karena piutang usaha berjangka pendek, biasanya ditagih dalam 30 hingga 90 hari, bunganya akan relatif lebih kecil dari jumlah piutangnya. Sebagai ganti dari penilaian piutang usaha pada nilai sekarang yang didiskontokan, piutang dilaporkan sebagai nilai realisasi bersih (net realizable value), yaitu nilai kas yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa piutang usaha harus dicatat potongan dagang. Tujuannya adalah untuk melaporkan piutang sejumlah klaim dari pelanggan uang benar-benar diperkirakan dapat diterima secara tunai.

  Menurut Hery (2013 : 187) Terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih. Metode penyisihan akuntansi (allowance method) dan metode penghapusan langsung (direct ).

  write-of method

4. Prosedur Penerimaan Kas dari Piutang

  Bagian Piutang

Gambar 2.1 Sistem Penerimaan Kas dari Piutang

  Mulai

  Membuat daftar piutang yang ditagih

  DSP

  Surat Pemberitahuan (SP)

  3

  2 Daftar Piutang 1

  yang ditagih (DPD)

  1

  2 N

  4 N

  Kartu Piutang Bagian Penagihan A

  1 DPD

  Menerima cek dan surat pemberitahuan Melakukan

  DPD 1

  penagihan ke

  SP

  debitur

  Cek DSP 2

  Menerima cek dan

  DSP 1

  surat pemberitahuan

  N Cek

  DSP

  4

  3 A

Gambar 2.2 Prosedur Penerimaan Kas dari Piutang ( Lanjutan )

  Bagian Kasa

  2

  2 Cek DPD 2 DSP

  Membanding kan

  Membuat Bukti Setoran

  Cek DPD 2 DSP 2

  Bukti Setor

  Disetorkan ke Bank

  5 Gambar 2.3 Prosedur Penerimaan Kas dari Piutang ( Lanjutan ) Bagian Jurnal

Gambar 2.4 Prosedur Penerimaan Kas dari Piutang ( Lanjutan )

  DPD 2

  2 DSP 2 Bukti Setor Bank

  Jurnal Penerimaan Kas

  N Selesai

C. Konsep Pengendalian Intern 1.

  Pengertian Pengendalian Intern Pengendalian intern merupakan kegiatan yang sangat penting sekali dalam pencapaian tujuan usaha. Demikian pula dunia usaha mempunyai perhatian yang makin meningkat terhadap pengendalian intern “suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang didesain untuk memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : kehandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.

  Menurut Mulyadi (2001 : 167) “sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan kehandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”. Sistem pengendalian intern pada hakekatnya adalah suatu mekanisme yang didesain untuk menjaga (preventif), mendeteksi (detectif), dan memberikan mekanisme pembetulan (correctif) terhadap potensi terjadinya kesalahan (kekeliruan, kelalaian, error) maupun penyalahgunaan (kecurangan, fraud). Pengendalian intern dapat dibedakan dalam berbagai segi pandang. Menurut Sanyoto (2007 : 250) a.

  Preventif controls, yaitu pengendalian intern yang dirancang dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan dan penyalahgunaan. Contoh jenis pengendalian ini serta user training atau pelatihan kepada orang-orang yang berkaitan dengan input sistem, sehingga mereka tidak melakukan kesalahan.

  b.

  Detection control, adalah pengendalian yang didesain dengan tujuan agar apabila data direkam / dikonversi dari media sumber untuk ditransfer ke sistem komputer dapat dideteksi bila terjadi kesalahan (maksudnya tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan). Contoh jenis pengendalian ini adalah misalnya jika seseorang mengambil uang di ATM, maka seharusnya program komputer mendeteksi jika dana tidak cukup, atau saldo minimum tidak mencukupi, atau melebihi jumlah maksimal yang diijinkan untuk pengambilan tiap harinya.

  c.

  Corrective control, ialah pengendalian yang sifatnya jika terdapat data yang sebenarnya error tetapi tidak terdeteksi oleh

  detection control , atau data yang error yang terdeteksi oleh

  program validasi, harus ada prosedur yang jelas tentang bagaimana melakukan pembetulan terhadap data yang salah dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan kerugian kalau kesalahan / penyalahgunaan tersebut sudah benar-benar terjadi.

  Prinsip Dasar Pengendalian Intern Ada beberapa asumsi dasar yang perlu dipahami mengenai pengendalian intern bagi suatu entitas organisasi atau perusahaan.

  Menurut Sanyoto (2007 : 256) a.

  Sistem pengendalian intern merupakan management

  responsibility . Bahwa sesungguhnya yang paling

  berkepentingan terhadap sistem pengendalian intern suatu entitas organisasi / perusahaan adalah manajemen (lebih tegasnya lagi ialah top management / direksi), karena dengan sistem pengendalian intern yang baik itulah top

  management dapat mengharapkan kebjakannya dipatuhi,

  aktiva atau harta perusahaan dilindungi, dan penyelenggaraan pencatatan berjalan baik.

  b.

  Top management bertanggungjawab menyusun sistem pengendalian intern, tentu saja dilaksanakan oleh para stafnya. Dalam penyusunan team yang akan ditugaskan untuk merancang sistem pengendalian intern, harus dipilih anggotanya dari para ahli / kompeten, termasuk yang berkaitan dengan teknologi informasi (mengingat pada saat ini sistem lazimnya didesain dengan berbasis teknologi informasi).

  c.

  Sistem pengendalian intern seharusnya bersifat generic, mendasar, dan dapat diterapkan pada tiap perusahaan pada perusahaan tertentu saja, melainkan harus ada hal-hal yang bersifat dasar yang berlaku umum).

  d.

  Sifat sistem pengendalian intern adalah reasonable

  assurance , artinya tingkat rancangan yang kita desain

  adalah yang paling optimal. Sistem pengendalian yang paling baik ialah bukan yang paling maksimal, apalagi harus dipertimbangkan keseimbangan cost benefit-nya.

  e.

  Sistem pengendalian intern mempunyai keterbatasan- keterbatasan atau constraints, misalnya adalah sebaik- baiknya kontrol tetapi kalau para pegawai yang melaksanakannya tidak cakap, atau kolusi, maka tujuan pengendalian itu mungkin tidak tercapai.

  f.

  Sistem pengendalian intern harus selalu dan terus menerus dievaluasi, diperbaiki, disesuaikan dengan perkembangan kondisi dan teknologi. Menurut Alvin (2001 : 290) Terdapat empat konsep dasar yang mendasari telaah atas struktur pengendalian intern dan penetapan resiko pengendalian, diantaranya tanggung jawab manajemen, kepastian yang wajar, keterbatasan yang melekat (inheren) dan metode pengolahan data.

  a.

  Tanggung jawab manajemen memonitor struktur pengendalian internnya. Konsep ini sesuai dengan ketentuan yang menyatakan bahwa manajemen, dan bukan auditor yang bertanggungjawab dalam menyusun laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.

  b.

  Kepastian yang wajar Suatu perusahaan harus mengusahakan struktur pengendalian intern yang memberikan kepastian yang wajar tetapi bukan mutlak, bahwa laporan keuangannya telah disajikan dengan wajar. Struktur pengendalian intern disusun oleh manajemen setelah mempertimbangkan baik biaya maupun manfaat pengendalian tersebut. Sering kali, manajemen enggan untuk menerapkan system yang ideal karena mungkin biayanya terlalu tinggi. Sebagai contoh, auditor tidak selayaknya mengharapkan manajemen dari perusahaan kecil untuk mempekerjakan beberapa personil tambahan pada bagian akuntansi bila hanya untuk perbaikan kecil saja pada penyediaan data akuntansi yang lebih terhandalkan. Adakalanya, jauh lebih murah jika auditor menyelenggarakan pemeriksaan yang lebih luas dari pada harus mengeluarkan biaya pengendalian intern yang tinggi.

  c.

  Keterbatasan yang melekat (inheren) sepenuhnya efektif, meskipun telah dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya. Bahkan, meskipun sistem yang ideal telah dirancang, keberhasilannya tetap bergantung pada kompetensi dan kehandalan oleh pelaksananya. Sebagai contoh, misalkan prosedur penghitungan persediaan telah disusun dengan seksama dan dibutuhkan dua orang karyawan yang harus menghitung secara terpisah. Apabila kedua karyawan yang bertugas tidak memahami petunjuk-petunjuk yang mereka terima atau keduanya bekerja ceroboh, penghitungan persediaan itu pun cenderung tidak benar. Bahkan apabila hasil penghitungan itu benar, manajemen mungkin mengabaikan prosedurnya dan memerintahkan karyawannya untuk menaikkan jumlah perhitungan barang-barang yang telah dibuat, untuk menaikkan laba yang dilaporkan. Sama halnya bila karyawan yang bersangkutan, mungkin dengan sengaja menaikkan jumlah perhitungannya untuk menutupi pencurian barang-barang tersebut oleh salah seorang atau keduanya. Inilah yang disebut persekongkolan (collusion).

  Karena keterbatasan yang melekat pada struktur pengendalian tersebut dan karena auditor tidak dapat mengharapkan kepastian yang wajar dari keefektifannya, beberapa tingkat resiko pengendalian. Karena itu, untuk merancang struktur pengendalian intern yang efektif, auditor harus memperoleh bukti audit yang cukup dalam menguji pengendalian intern. Selalu ada kemungkinan bahwa sistem pengendalian tidak dapat melacak seluruh kesalahan yang material.

  d.

  Metode pengolahan data Konsep pengendalian intern berlaku sama dengan sistem manual maupun komputerisasi (EDP). Terdapat perbedaan besar antara sistem manual yang sederhana bagi sebuah perusahaan kecil dan sistem EDP yang sangat rumit untuk perusahaan industri bertaraf internasional. Meskipun demikian, tujuan pengendalian intern adalah sama.

3. Tujuan Pengendalian Intern

  Tujuan pertama dirancangnya pengendalian intern dari segi pandang manajemen ialah untuk dapat diperolehnya data yang dapat dipercaya, yaitu jika data lengkap, akurat, unik, reasonable, dan kesalahan-kesalahan data dideteksi. Tujuan berikutnya adalah dipatuhinya kebijakan akuntansi, yang akan dicapai jika data diolah tepat waktu, penilaian, klasifikasi dan pisah batas waktu terjadinya transaksi akuntansi tepat. Tujuan selanjutnya ialah data valid dan diolah serta disimpan secara aman.

  Tujuan dirancangnya sistem pengendalian intern dari kaca pandang terkini dan yang sudah mencakup lingkup yang lebih luas pada hakekatnya adalah untuk melindungi harta milik perusahaan, mendorong kecermatan dan kehandalan data dan pelaporan akuntansi, meningkatkan efektivitas dan efisiensi usaha, serta mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan dan aturan-aturan yang ada.

  a.

  Pencatatan, pengolahan data dan penyajian informasi yang dapat dipercaya pimpinan hendaklah memiliki informasi yang benar / tepat dalam rangka melaksanakan kegiatannya. Mengingat bahwa berbagai jenis informasi digunakan untuk bahan mengambil keputusan sangat penting artinya, karena itu suatu mekanisme atau sistem yang dapat mendukung penyajian informasi yang akurat sangat diperlukan oleh pimpinan perusahaan.

  b.

  Mengamankan aktiva perusahaan

  Pengamanan atas berbagai harta benda termasuk catatan pembukuan / file / database menjadi semakin penting dengan adanya computer. Data / informasi yang begitu banyaknya yang disimpan di dalam media komputer seperti magnetic tape, disket, USB, yang dapat dirusak apabila tidak diperhatikan c.

  Meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional Pengawasan dalam suatu organisasi merupakan alat untuk mencegah penyimpangan tujuan / rencana organisasi, mencegah penghamburan usaha, menghindari pemborosan dalam setiap segi dunia usaha dan mengurangi setiap jenis penggunaan sumber-sumber yang ada secara tidak efisien.

  d.

  Mendorong pelaksanaan kebijakan dan peraturan yang ada Pimpinan menyusun kebijakan dan peraturan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian intern berarti memberikan jaminan yang layak bahwa kesemuanya itu telah dilaksanakan oleh karyawan perusahaan.

4. Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern

  Perlu diingat bahwa sistem pengendalian intern yang terbaik adalah bukan struktur pengendalian yang seketat mungkin secara maksimal, sistem pengendalian intern juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Kelemahan atau keterbatasan yang melekat pada sistem pengendalian intern menurut Sanyoto (2007 : 253) a.

  Persekongkolan (kolusi) Pengendalian intern mengusahakan agar persekongkolan dapat giliran bertugas, larangan dalam menjalankan tugas-tugas yang bertentangan oleh mereka yang mempunyai hubungan kekeluargaan, keharusan mengambil cuti dan seterusnya. Akan tetapi pengendalian intern tidak dapat menjamin bahwa persekongkolan tidak terjadi.

  b.

  Perubahan Struktur pengendalian intern pada suatu organisasi harus selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan kondisi dan teknologi.

  c.

  Kelemahan manusia Banyak kebobolan terjadi pada sistem pengendalian intern yang secara teoritis sudah baik. Hal tersebut dapat terjadi karena lemahnya pelaksanaan yang dilakukan oleh personil yang bersangkutan. Oleh karena itu, personil yang paham dan kompeten untuk menjalankannya merupakan salah satu unsur terpenting dalam pengendalian intern.

  d.

  Azas biaya manfaat

  Pengendalian juga harus mempertimbangkan biaya dan kegunaannya. Biaya untuk mengendalikan hal-hal tertentu mungkin melebihi kegunaannya, atau manfaat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan (cost-benefit analysis).

  Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Menurut Mulyadi (2009 : 166) untuk menciptakan sistem pengendalian intern yang baik dalam perusahaan maka ada empat unsur pokok yang harus dipenuhi antara lain: a.

  Struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional secara tegas.

  Struktur organisasi merupakan kerangka (framework) pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan pokok perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur misalnya, kegiatan pokoknya adalah memproduksi dan menjual produk. Untuk melaksanakan kegiatan pokok tersebut dibentuk departemen produksi, departemen pemasaran, dan departemen keuangan dan umum. Departemen-departemen ini kemudian terbagi-bagi lebih lanjut menjadi unit-unit organisasi yang lebih kecil untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahaan. Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini :

  1) Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan misalnya pembelian. Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer fungsi yang memiliki penyimpanan adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk menyimpan aktiva perusahaan. Fungsi akuntansi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan.

  2) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh semua tahap suatu transaksi b.

  Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya Dalam organisasi setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi dalam organisasi. Oleh karena itu penggunaan formulir harus diawasi sedemikian rupa guna mengawasi pelaksanaan otorisasi.

  Di pihak lain, formulir merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk pencatatan transaksi dalam catatan akuntansi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam dalam formulir dicatat dalam catatan akuntansi dengan ketelitian dan keandalan (realibility) yang tinggi. dihasilkannya dokumen pembukuan yang dapat dipercaya, sehingga akan menjadi masukan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi. Selanjutnya, prosedur pencatatan yang baik akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya suatu organisasi.

  c.

  Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah 1)

  Penggunaan formulir bernomor urut bercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang. Karena formulir merupakan alat yang memberikan otorisasi terlaksananya transasksi.

  2) Pemeriksaan mendadak (surprised audit). Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur.

  3) Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai campur tangan dari orang atau unit organisasi lain.

  4) Perputaran jabatan (job rotation). Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan diantara mereka dapat dihindari.

5) Keharusan mengambil cuti bagi karyawan yang berhak.

  Karyawan perusahaan diwajibkan mengambil cuti yang menjadi haknya.

  6) Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatan. Untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan catatan akuntansinya.

  7) Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian yang lain.

  d.

  Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya Untuk mendapatkan karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya berbagai cara berikut ini dapat ditempuh :

  1) Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaannya. Untuk memperoleh karyawan yang mempunyai kecakapan sesuai dengan tuntutan tanggung jawab yang akan dipikulnya, manajemen harus mengadakan analisis jabatan yang ada dalam perusahaan karyawan yang menduduki jabatan tersebut.

  2) Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan, sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya.

  Misalnya untuk menjamin transaksi penjualan dilaksanakan oleh karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya, pada saat seleksi karyawan untuk mengisi jabatan masing-masing kepala fungsi pembelian, kepala fungsi penerimaan dan fungsi akuntansi, manajemen puncak membuat uraian jabatan (job

  

description ) dan telah menetapkan persyaratan jabatan (job

requirements ). Dengan demikian pada seleksi karyawan untuk

  jabatan-jabatan tersebut telah digunakan persyaratan jabatan tersebut sebagai kriteria seleksi.

D. Sistem Pengendalian Intern Atas Piutang 1.

  Tujuan Sistem Pengendalian Intern atas Piutang Pemberian piutang dimaksudkan untuk meningkatkan volume penjualan bagi sebuah perusahaan. Diharapkan dengan meningkatnya volume penjualan, maka sebuah perusahaan dapat keberadaan piutang itu sendiri yang dapat merugikan perusahaan.

  Oleh karena itu perlu adanya pengendalian terhadap piutang tersebut.

  Untuk mengendalikan piutang, sebuah perusahaan perlu menetapkan kebijakan kreditnya. Kebijakan ini kemudian berfungsi sebagai standar. Apabila kemudian dalam pelaksanaan penjualan kredit dan pengumpulan piutang tidak dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu melakukan perbaikan.

  Adapun tujuan melakukan pengendalian intern piutang adalah sebagai berikut : a.

  Meyakini kebenaran jumlah piutang yang ada yang benar-benar menjadi hak milik perusahaan.

  b.

  Meyakini bahwa piutang yang ada dapat ditagih (collectable).

  c.

  Ditaatinya kebijakan-kebijakan mengenai piutang.

  d.

  Piutang aman dari penyelewengan.

2. Karakteristik Sistem Pengendalian Intern atas Piutang

  Output dari sistem pengendalian intern piutang adalah berupa informasi dalam bentuk laporan keuangan atau laporan manajemen lain, sehingga karakteristik sistem pengendalian intern piutang identik dengan karateristik informasi. Seperti yang telah yang baik adalah : a.

  Relevan b. Reliable c. Complete d. Timelines e. Understandable f. Verrifyable 3. Sistem Pengendalian Intern atas Piutang

  Pada prinsipnya sistem pengendalian harus meminimalkan dan mendeteksi serta memperbaiki kesalahan ketika terjadi.

  Pelaksanaan sistem pengendalian intern untuk piutang harus menghasilkan suatu kepastian bahwa semua transaksi piutang telah dibukukan dan dapat dipertanggung jawabkan. Pengendalian intern terhadap piutang dimulai dari penerimaan order penjualan, persetujuan atas order, persetujuan pemberian kredit, pengiriman barang, pembuatan faktur, verifikasi faktur, pembukuan piutang, penagihan piutang, yang akhirnya akan mempengaruhi saldo kas atau bank. Dalam hal ini harus diperhatikan pula retur penjualan, secara periodik harus dibuat perincian piutang menurut golongan usianya untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan dan menilai apakah bagian kredit dan bagian inkaso telah bekerja dengan efisien. keseluruhan antara laian sebagai berikut : a.

  Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan (operasi) dari fungsi akuntansi untuk piutang.

  b.

  Pegawai yang menangani akuntansi piutang, harus dipisahkan dari fungsi penerimaan hasil tagihan piutang.

  c.

  Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan piutang, harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.

  d.

  Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang (Accounts Receivable Subsidiasry Ledger).

  e.

  Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (Aging Schedule)

E. Hasil Penelitian Sebelumnya

  Penelitian mengenai analisis sistem pengendalian intern piutang telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Dari setiap penelitian yang berbeda objek penelitian, berbeda periode penelitian serta berbeda variabel yang digunakan maka hasil penelitiannya berbeda-beda pula.

  Hasil penelitian dari beberapa peneliti disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu

  Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

  (Tahun) Hartati Analisis Secara keseluruhan, (2009) Pengendalian pengendalian intern terhadap

  Intern Piutang piutang usaha pada PT. SFI Usaha pada PT. Medan berjalan cukup efektif, SFI Medan dimana manajemen perusahaan sudah menerapkan konsep dasar dan prinsip-prinsip pengendalian intern, namun di sisi lain terdapat beberapa prosedur yang belum mencerminkan konsep pengendalian intern. Gary Hamel Evaluasi Sistem Sistem pengendalian unsur

  (2013) Pengendalian lingkungan dan aktivitas Intern Terhadap pengendalian pada PT Nusantara Piutang pada Surya Sakti kurang efektif, unsur PT. Nusantara penilaian resiko telah berjalan Surya Sakti dengan efektif, sedangkan unsure informasi dan komunikasi mengenai piutang usaha telah diterapkan dengan cukup efektif. Christian Analisis Pengendalian intern piutang

  Richo Singal, Pengendalian usaha pada developer Grand Victorina Z. Intern Piutang kawanua international city Tirayoh Usaha pada berjalan dengan baik.

  (2015) Developer Perusahaan memiliki SOP yang Grand Kawanua sangat jelas dan terarah. Selain International itu perusahaan juga ditunjang City dengan karyawan yang kompeten sehingga tidak pernah terdapat kesalahan yang signifikan pada pencatatan piutang. Selain itu penagihan juga berjalan dengan lancar terbukti dari kecilnya bad debt perusahaan. J.R. Taroreh, Evaluasi Secara keseluruhan, sistem

  J.D.L Penerapan pengendalian internal piutang Warongan, Sistem usaha PT Mandiri Tunas Finance

  T. Runtu Pengendalian Cabang Manado sudah berjalan (2016) Internal Piutang dengan baik, dimana perusahaan pada PT Mandiri sudah menerapkan konsep dasar

  Tunas Finance dan prinsip-prinsip pengendalian Cabang Manado internal menurut kerangka

  COSO. Perusahaan juga ditunjang dengan karyawan yang kompeten sehingga kurangnya terdapat kesalahan yang signifikan pada pencatatan piutang namun disisi lain terdapat beberapa prosedur yang belum mencerminkan pengendalian internal.