PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ICARE (INTRODUCTION, CONNECT, APPLY, REFLECT AND EXTEND) DAN TUTORIAL BASED INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS HASYIM ASY’ARI KALIPUCANG WETAN WELAHAN JEPARA

BAB II
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ICARE (INTRODUCTION,
CONNECT, APPLY, REFLECT AND EXTEND) DAN TUTORIAL BASED
INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN FIQIH

A. Deskripsi Teori
1. Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran
Fiqih
a. Kemampuan Berpikir Kritis Fiqih
Kemampuan (ability) merupakan keterampilan melakukan
suatu tugas tertentu yang diperoleh dengan cara berlatih terusmenerus. Berpikir adalah melatih ide-ide, dengan cara yang tepat dan
seksama, yang dimulai dengan adanya masalah. Berpikir merupakan
sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui
transformasi informasi dengan interaksi yang kompleks atribut-atribut
mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imaginasi, dan pemecahan
masalah.1 Dengan demikian, kemampuan berpikir adalah suatu proses
keterampilan yang diperoleh dengan adanya melatih ide-ide yang
dimulai dengan adanya masalah.
Kemampuan berpikir menggunakan alat yaitu akal, dan
melalui proses-proses seperti berikut.2

1) Pembentukan pengertian. Pengertian ini harus mempunyai isi yang
tepat. Kalau perlu dibantu dengan hal-hal yang nyata. Ada tiga
macam pengertian dalam hal ini adalah pengalaman, kepercayaan
dan pengertian logis.
2) Pembentukan pendapat. Di sini pikiran kita menggabungkan
beberapa pengertian, yang menjadi tanda khas.
3) Pembentukan keputusan.
1

Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 103.
Mohamad Mustari, Nilai Karakter : Refleksi untuk Pendidikan, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2014, hlm. 71.
2

10

11

4) Pembentukan kesimpulan. Dari keputusan-keputusan dapat diambil
suatu kesimpulan. Ada tiga kesimpulan:3

a) Induksi : kesimpulan yang ditarik dari keputusan yang khusus
untuk memperoleh pengertian yang umum
b) Deduksi : kesimpulan yang ditarik dari keputusan yang umum
untuk memperoleh pengertian yang khusus
c) Analogi : kesimpulan yang ada kesamaannya.
Dapat peneliti simpulkan bahwa kemampuan berpikir dilakukan
dengan melalui proses pembentukan pengertian, pendapat, keputusan,
dan pembentukan kesimpulan yang mana menggunakan induksi,
deduksi serta analogi.
Sebagaimana firman Allah SWT

QS Q.S. Asy-Syu’ara: 28

terkait akal manusia sebagai kegiatan atau proses berpikir (tafakkur).

          
Artinya : Musa berkata: Tuhan yang menguasai timur dan barat dan
apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu
mempergunakan akal.4
Ayat tersebut menjelaskan bahwa jika kita menggunakan akal

untuk berpikir kita bisa mengetahui bahwa Allah adalah Rab
(pengatur) timur dan barat dan yang ada diantara keduanya.
Berdasarkan uraian ini jelaslah bahwa peran akal manusia itu
terkait dengan kemampuan berpikir dan memikirkan sesuatu secara
mendalam. Jadi peneliti menyimpulkan dari beberapa pengertian
diatas bahwa kemampuan berpikir Fiqih adalah suatu keterampilan
atau proses aktivitas akal yang menghubungkan satu pengertian
dengan pengertian

yang lain dalam pikiran individu untuk

memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya terhadap
penerimaan informasi, seperti membentuk konsep, terlibat dalam
3

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 57.
Departemen Agama, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia (Ayat Pojok),
Menara Kudus, Kudus, 2006, hlm. 368.
4


12

pemecahan masalah, melakukan penalaran, dan membuat keputusan
yang terdapat dalam mata pelajaran Fiqih.
Terdapat enam pola berpikir, yaitu:5
a) Berpikir konkret, yaitu berpikir dalam dimensi ruang-waktu-tempat
tertentu
b) Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab
bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya
c) Berpikir klarifikasi, yaitu berpikir mengenal klasifikasi atau
pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu
d) Berpikir analogis, yaitu berpikir untuk mencari hubungan antar
peristiwa atas dasar kemiripannya
e) Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas, dengan
pengertian yang lebih kompleks disertai pembuktian-pembuktian
f) Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara
lebih cepat, lebih dangkal, dan seringkali tidak logis.
Dari uraian tersebut, berpikir yang dimaksud peneliti disini
adalah berpikir ilmiah yang bisa disebut dengan berpikir kritis yang
menjelaskan pengertian yang lebih kompleks disertai pembuktianpembuktian.

Kritis merupakan cara pandang yang mampu mengkritisi apa
yang dipahami, yang kemudian dengan adanya kritis inilah akan lahir
sebuah perubahan struktur pengetahuan yang lebih baik dari
sebelumnya.6 Dalam perspektif deskriptif, berpikir kritis merupakan
analisis situasi masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah,
dan sintesis informasi untuk menentukan keputusan. Keputusan
dilakukan secara parsial dengan cara membuat daftar isian informasi
yang selanjutnya dievaluasi, disintesis dan pemecahan masalah yang

5

Nyayu Khodijah, Terdapat enam pola berpikir Fiqih, Op. Cit., hlm. 104.
Nur Fadhilah, 108082, Implementasi Konsep Pendidikan Kritis Transformatif Muhammad
Karim Pada Pembelajaran Fiqih (Studi Analisis di MA Wahid Hasyim Salafiyah Kecamatan
Jekulo Kabupaten Kudus), 2012, STAIN, Kudus, hlm. 5.
6

13

akhirnya menjadi sebuah keputusan.7 Berpikir kritis merupakan proses

mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses
mengambil keputusan untuk memecahkan masalah.8 Oleh karena itu,
berpikir kritis merupakan cara mengambil keputusan dalam kehidupan
dengan menganalisis data dalam kegiatan inkuiri ilmiah.
Kemampuan berpikir kritis merupakan berpikir reflektif yang
berfokus pada memutuskan adanya sesuatu yang kritis, yang
menggalakkan individu dalam menganalisis pernyataan dengan
berhati-hati, mencari bukti yang sah sebelum membuat kesimpulan.9
Dengan demikian, kemampuan berpikir kritis Fiqih merupakan suatu
proses keterampilan yang diperoleh dengan adanya melatih ide-ide
dan kemampuan peserta didik untuk menggunakan alasan yang tepat,
untuk memecahkan masalah dan menjawab berbagai pertanyaan,
menganalisis data dalam kegiatan inkuiri ilmiah yang terdapat dalam
mata pelajaran Fiqih.
Terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yang disingkat
dengan FRISCO, yaitu Focus (fokus), Reason (alasan), Inference
(menyimpulkan), Situation (situasi), Clarity (kejelasan), dan Overview
(pandangan menyeluruh). Hal ini sangat berkaitan dengan lima kunci
dalam berpikir kritis, yaitu : praktis, reflektif, masuk akal, keyakinan,
dan tindakan.10 Maka dari itu, berpikir kritis Fiqih dapat dilakukan

dengan mengaplikasikan rasional, berpikir yang tinggi meliputi
menganalisis materi haji tentang pengertian, hukum, laranganlarangan dan lain-lain, mengenal permasalahan yang terjadi ketika haji
dan hingga mengevaluasi materi haji.

7

Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Kognitif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012,
hlm. 19.
8
Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan Inovatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm. 67.
9
Rusdiana dan Yeti Heryati, Pendidikan Profesi Keguruan (Menjadi Guru Inspiratif dan
Inovatif), CV Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm. 54.
10
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Prenadamedia Group,
Jakarta, 2013, hlm. 121.

14

Kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran

Fiqih dapat dilihat dari perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik
ketika mengikuti pembelajaran Fiqih, apakah melalui pembelajaran
peserta didik mampu untuk menganalisis, mengenal permasalahan
materi pelajaran Fiqih yang telah disampaikan pendidik, bahkan
mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila peserta
didik mampu melakukan itu semua maka peserta didik dapat
dikatakan berpikir kritis dalam materi Fiqih.
b. Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Fiqih
Klasifikasi kemampuan berpikir kritis Fiqih dibagi ke dalam dua
bagian, yaitu aspek umum dan aspek yang berkaitan dengan materi
pelajaran Fiqih. Pertama, yang berkaitan dengan umum, terdiri atas:11
1) Aspek kemampuan (abilities), yang meliputi: (a) memfokuskan
pada suatu isu spesifik; memfokuskan materi tentang haji; (b)
menyimpan maksud utama dalam pikiran (apa itu haji, hukumnya
bagaimana); (c) mengklasifikasi dengan pertanyaan-pertanyaan
(pengertian, dalil haji, tata cara pelaksanaan, dan menyebutkan
syarat dan rukun haji); (d) menjelaskan pertanyaan-pertanyaan
yang dimaksud, (e) memerhatikan pendapat peserta didik, baik
salah maupun benar dan mendiskusikannya; jika peserta didik yang
satu dengan yang lain ada presentasi maka harus diperhatikan dan

mengeluarkan pendapat mengenai larangan-larangan ketika berhaji
(f) mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan yang baru;
menghubungkan materi haji dengan materi sebelumnya (g) secara
tepat menggunakan pernyataan dan simbol; jika bertanya maupun
menjawab berdasarkan sumber yang jelas (h) menyediakan
informasi dalam suatu cara yang sistematis, menekankan pada
urutan logis; jawaban tentang haji disusun secara sistematis dan

11

Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Klasifikasi berpikir
kritis Fiqih dibagi ke dalam dua bagian, Ibid, hlm. 124.

15

dicermati benar untuk menghasilkan informasi yang lebih akurat
dan (i) kekonsistenan dalam pertanyaan-pertanyaan.
2) Aspek disposisi (disposition), yang meliputi: (a) menekankan
kebutuhan mengidentifikasi tujuan dan apa yang harus dikerjakan
sebelum


menjawab;

dengan

cara

menyiapkan

pertanyaan-

pertanyaan tentang haji (b) menekankan kebutuhan untuk
mengidentifikasi informasi yang diberikan sebelum menjawab; (c)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari informasi
yang diperlukan; (d) memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menguji solusi yang diperoleh; dan (e) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan informasi
dengan menggunakan tabel, grafik, dan lain-lain.
Pada aspek disposisi ini, penerapan kemampuan berpikir
kritis Fiqih dilakukan dengan cara menyiapkan sejumlah

pertanyaan haji yang belum pernah ditanyakan, jenis dam (denda)
yang harus dibayar saat melanggar.
Kedua, aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran,
dalam hal ini adalah materi pelajaran Fiqih tentang haji yang
meliputi: konsep, generalisasi, dan algoritme, serta pemecahan
masalah. Berikut merupakan indikator-indikator masing-masing
aspek, yaitu:12
1) Memberikan penjelasan sederhana bab haji, yang meliputi:
a) Memfokuskan pertanyaan tentang pengertian, hukum dan
dalil tentang haji
b) Menganalisis pertanyaan tentang pengertian haji apakah
sudah sesuai dengan realita atau tidak
c) Bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau
tantangan yang berkaitan dengan dalil haji
2) Membangun keterampilan dasar, yang meliputi:
12

Ahmad Susanto, Berikut merupakan indikator-indikator masing-masing aspek,Op. Cit.,
hlm. 125.

16

a) Mempertimbangkan

apakah

sumber

dapat

dipercaya.

Sumber berasal dari buku atau dalil-dalil Al-Qur’an dan Assunnah.
b) Mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil
observasi. Ketika peserta didik mempraktikkan manasik haji
maka diamati lalu dianalisis
3) Menyimpulkan pelajaran bab haji, yang meliputi:
a) Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
b) Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, dan
c) Membuat dan menentukan nilai pertimbangan
4) Memberikan penjelasan lanjut, yang meliputi:
Mengidentifikasi asumsi dengan bahasa peserta didik yang
lebih mudah tentang haji.
5) Mengatur strategi dan taktik, yang meliputi:
a) Menentukan tindakan setelah belajar bab haji
a) Berinteraksi dengan orang lain yang ahli dalam masalah
haji.
Dapat peneliti simpulkan bahwa aspek yang berkaitan dengan
mata pelajaran Fiqih adalah aspek memberikan penjelasan dasar
seperti tanya jawab di kelas tentang haji, membangun keterampilan
dasar seperti mengamati laporan observasi peserta didik ketika telah
melakukan

suatu

observasi/pengamatan

manasik

haji.

Aspek

menyimpulkan dan memberi penjelasan lanjut misalnya ketika
pelajaran Fiqih di akhir pembelajaran, memberikan penjelasan yang
sekiranya belum dimengerti peserta didik lalu menyimpulkannya. Dan
aspek mengatur strategik dan taktik seperti interaksi peserta didik di
kelas saat diskusi maupun kerja kelompok atau kegiatan bertanya
dengan orang yang ahli dalam masalah haji.
Menurut Yasin dan Solikhul Hadi, Fiqih adalah suatu disiplin
ilmu yang membahas hukum-hukum Islam yang bersumber pada Al-

17

Qur’an dan As-sunnah dan dalil-dalil syar’i lain.13 Secara etimologis,
fiqih artinya memahami sesuatu secara mendalam. Adapun secara
terminologis fiqih adalah hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis
(amaliyah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci.14 Fiqih
merupakan sebuah ilmu yang diderivasi dari Al-Quran dan As-sunnah
dengan menggunakan kerangka sebuah metode yang disebut usul fiqih.
Obyek kajian fiqih adalah perilaku orang mukallaf. Perilaku
mencakup perilaku hati, seperti niat, mencakup perkataan seperti
bacaan dan mencakup tindakan. Perilaku mukallaf di sini bisa berarti
perilaku yang berlandaskan syara’ baik berupa kewajiban atau anjuran
untuk melakukan (wajib dan mandub), kewajiban atau anjuran untuk
meninggalkan (haram dan makruh) ataupun yang bersifat pilihan,
boleh melakukan atau meninggalkan (mubah).15 Fiqih adalah
pengetahuan atau pemahaman terhadap hukum-hukum syara’ yang
sifatnya amaliyah. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui dalil yang
sudah terperinci atau yang tidak bersifat global.
Para ulama membagi fiqih sesuai ruang lingkup bahasan
menjadi dua bagian besar, yaitu : fiqih ibadah dan fiqih muamalah.16
1) Fiqih ibadah : norma-norma ajaran agama Allah yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya (vertikal).
Fiqih ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahzhah dan ibadah
ghairu mahzhah. Ibadah mahzhah adalah ajaran agama yang
mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang murni mencerminkan
hubungan manusia itu dengan Allah. Sedangkan ibadah ghairu
mahzhah adalah ajaran agama yang mengatur perbuatan antar
manusia itu sendiri.

13

Yasin dan Solikhul Hadi, Buku Daros; Fiqh Ibadah, DIPA STAIN, Kudus, 2008, hlm. 6.
Ahmad Falah, Buku Daros: Materi dan Pembelajaran Fiqih MTs-MA, STAIN, Kudus,
2009, hlm. 2.
15
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Kaukaba Dipantara, Yogyakarta, 2015,
hlm. 4.
16
Yasin dan Solikhul Hadi, Para ulama membagi fiqih sesuai ruang lingkup bahasan menjadi
dua, Op. Cit., hlm. 9.
14

18

2) Fiqih muamalah : norma-norma ajaran agama Allah yang mengatur
hubungan manusia dengan sesama dan lingkungannya (horizontal).
Fiqih muamalah terbagi ke dalam banyak bidang, yaitu:17
a) Fiqih munakahat adalah pengetahuan tentang norma-norma
ajaran Islam yang mengurai tentang pernikahan sejak dari
norma tentang melihat calon suami/istri, tata cara melamar
(khitbah), mas kawin, akad nikah, wali, saksi, pencatatan nikah
dan lain-lain.
b) Fiqih Jinayat adalah pengetahuan tentang norma-norma ajaran
Islam yang mengatur mengenai tindak pidana yang dilakukan
seseorang terhadap orang atau lembaga lain, seperti melukai
orang lain, memfitnah, mencuri, meminum minuman keras atau
membunuh.
c) Fiqih Siyasat adalah pengetahuan yang membicarakan ajaran
Islam yang berkaitan dengan pemerintahan, misalnya tata cara
pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif dll.
d) Fiqih muamalat adalah pengetahuan yang membicarakan
norma-norma ajaran Islam yang berkaitan dengan transaksi
yang dilakukan masyarakat manusia, baik itu jual beli, hutang
piutang, sewa menyewa, pinjam meminjam dll.
Al-Ghayah al-Maqshudah (tujuan yang ingin dicapai) ilmu fiqih
pada hakikatnya adalah terimplementasinya norma-norma hukum
syara’ oleh manusia baik dalam perilaku atau pun ucapannya.
Berkenaan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik pada mata pelajaran Fiqih, maka diperlukan sarana
khusus agar kemampuan berpikir kritis peserta didik tersebut bisa
berjalan sesuai yang diharapkan. Adapun langkah atau cara yang dapat
ditempuh diantaranya yaitu melalui suatu pembelajaran, khususnya
pada pembelajaran Fiqih. Maka dari itu, kemampuan berpikir kritis
17

10.

Yasin dan Solikhul Hadi, Fiqih Muamalah Terbagi ke dalam Banyak Bidang, Ibid., hlm.

19

merupakan hal penting yang harus dimiliki peserta didik karena
dengan peserta didik berpikir kritis mengenai materi yang diberikan
oleh pendidik akan menjadi bekal dalam hidupnya nanti.
Untuk mengajarkan atau melatih peserta didik agar mampu
berpikir kritis Fiqih harus ditempuh melalui beberapa tahapan.
Tahapan-tahapan ini adalah sebagai berikut: 18
1) Keterampilan menganalisis materi Fiqih, yaitu suatu keterampilan
menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar
mengetahui

pengorganisasian

struktur

tersebut.

Kata-kata

operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis,
di antaranya: menguraikan, mengidentifikasi, menggambarkan,
menghubungkan dan memerinci materi Fiqih bab haji, hukum,
dalil, sunah-sunah hingga tata cara mengerjakan haji.
2) Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah merupakan
keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru.
Tujuannya

adalah

agar

pembaca

mampu

memahami

dan

menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang
lingkup baru. Peserta didik mampu mengaplikasikan apabila sudah
belajar dan memahami haji.
3) Keterampilan menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia
berdasarkan penegertian atau pengetahuan yang dimilikinya, dapat
beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan (kebenaran) baru
yang lain. Setelah peserta didik memhami pelajaran haji maka di
akhir pembelajaran, peserta didik menyimpulkan dengan bahasa
mereka sendiri agar mudah dipahami.
4) Keterampilan mengevaluasi atau menilai. Keterampilan ini yang
menuntut pemikiran yang matang dalam mennetukan nilai sesuatu
dengan berbagai kriteria yang ada.

18

Ahmad Susanto, Untuk mengajarkan atau melatih peserta didik agar mampu berpikir kritis
dalam mata pelajaran Fiqih harus ditempuh melalui beberapa tahapan, Op. Cit., hlm. 129.

20

Dengan

adanya

tahapan-tahapan

tersebut,

yang

perlu

diperhatikan dalam keterampilan berpikir kritis pada Fiqih ini adalah
bahwa keterampilan tersebut harus dilakukan melalui latihan yang
sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif anak. Pada saat
pembelajaran Fiqih pendidik bukan hanya memberi informasi saja
tetapi juga memberi petunjuk agar peserta didik dapat berpikir secara
kritis sehingga mereka mampu menyelesaikan setiap permasalahannya
dengan melalui tahapan-tahapan keterampilan berpikir kritis.
2. Model Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect,
and Extend)
a.

Model Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply,
Reflect, and Extend)
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membangun kurikulum, untuk merancang bahan
pembelajaran yang diperlukan serta untuk memandu pengajaran di
dalam kelas atau pada situasi pembelajaran yang lain.19 Dengan
demikian, model pembelajaran adalah tentang bagaimana cara setiap
individu dapat belajar.
ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend)
diadopsi

dari

Sistem

pembelajaran

“ICARE”

yang

pernah

dikembangkan oleh Department of Educational Technology, San
Diago State University (SDSU) Amerika Serikat.20
Secara digramatik, model pembelajaran ICARE ini adalah
sebagai berikut:

19

Suyono dan Hariyanto, Implementasi Belajar dan Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2015, hlm. 148.
20
Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2013, hlm. 252.

21

Gambar 2.1 Pemikiran model pembelajaran ICARE

I

Sesuai

C

dengan

A

namanya,

R

“ICARE”,

merupakan singkatan dari lima kata,

E

pembelajaran

yaitu: 1)

ini

Introduction

(pengenalan), 2) Connect (menghubungkan); 3) Apply (menerapkan
dan mempraktikkan); 4) Reflect (merefleksikan), dan 5) Extend
(memperluas dan evaluasi).21
Jadi, dapat peneliti simpulkan bahwa model pembelajaran
ICARE adalah cara yang dilakukan oleh pendidik dalam suatu
pembelajaran

melalui

menghubungkan,

berbagai

tahapan

mengaplikasikan,

yakni

pengenalan,

merefleksikan,

dan

melanjutkan/mengevaluasi.
Model pembelajaran ICARE ini tertuang dalam firman Allah SWT:

          

             

    

Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (bendabenda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! Mereka
menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. AlBaqarah : 31-32)22
Tim Pengembang MKDP, Sesuai dengan namanya, “ICARE”,Op. Cit., hlm. 252.
Departemen Agama, Allah Mengajarkan Kepadanya Nama-Nama Benda Yang Ada Di
Alam Ini, Op. Cit., hlm. 6.
21
22

22

Allah mengajarkan kepadanya nama-nama benda yang ada di
alam ini sehingga Adam beserta anak cucunya dapat memahami dan
mengenal segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi dan di
alam ini serta mampu membentuk pengalaman dan penalarannya
menjadi suatu ilmu pengetahuan.23
Berdasarkan uraian di atas dapat peneliti simpulkan ayat di atas
menunjukkan

bahwa

menganjurkan

kepada

pendidik

untuk

menyampaikan apa yang akan dipelajari dengan memperkenalkan
materinya

dahulu,

memahaminya,

lalu

mengenalnya

dengan

mempraktikan materi yang telah disampaikan, dilanjutkan untuk
bertanya apabila dalam pembelajaran ada yang kurang paham. Apabila
dikaitkan dengan model pembelajaran ICARE hal ini sangat tepat,
karena dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran Fiqih dilalui
dengan berbagai tahapan agar proses pembelajaran dapat berjalan
sesuai harapan.
b. Tahapan Model Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect,
Apply, Reflect, and Extend)
Sesuai dengan kata kuncinya, maka model pembelajaran ini
memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Tahap pertama, Introduction (pengenalan)
Pada tahap pengenalan ini ada dua hal penting, yaitu: pertama,
menginformasikan rumusan tujuan (objective) yang ingin dicapai
dalam suatu kegiatan pembelajaran. Kedua, menginformasikan
bagaimana bahan yang akan disajikan sesuai dengan bahan secara
keseluruhan (context). Pada tahap pengantar ini sangat penting
sebagai langkah awal keberhasilan pembelajaran sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai selain juga dimaksudkan untuk
mengetahui sejauhmana pemahaman dan minat peserta didik dalam
mengikuti pembelajaran yang akan di berikan.

23

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hlm. 107.

23

Kegiatan ini meliputi pemberitahuan tujuan, ruang lingkup materi
(jika perlu dibuatkan bagan atau peta konsep yang menggambarkan
struktur atau jalinan antar materi), manfaat atau kegunaan
mempelajari suatu topik baik untuk keperluan belajar sekarang
maupun belajar di kemudian hari, dan sebagainya.24 Dalam mata
pelajaran Fiqih, pendidik mengenalkan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai, manfaat mempelajarinya, dan menginformasikan
bahan materi pelajaran.
2) Tahap kedua: Connect (menghubungkan)
Pada tahap ini menghubungkan informasi dan pengetahuan yang
telah dimiliki peserta didik dengan informasi yang akan disajikan
atau informasi baru. Model ini memfokuskan dengan membuat
hubungan-hubungan secara eksplisit di dalam setiap wilayah mata
pelajaran, hubungan satu topik dengan yang lainnya, hubungan
satu

keterampilan dengan keterampilan lainnya, hubungan

sekarang dengan yang akan datang.25
Ada empat langkah agar informasi baru mata pelajaran Fiqih yang
akan diajarkan bisa secara mudah dipahami oleh peserta didik.
Pertama, information chunking (potongan informasi). Yaitu
membagi/mengelompokkan bahan atau materi yang akan disajikan
dalam sub-sub topik. Suatu konsep dapat dibagi dalam beberapa
subbagian. Melalui tahapan penyajian materi tersebut akan
mempermudah proses pembelajaran kepada peserta didik. Peserta
didik dapat memahami informasi baru yang diberikan secara lebih
bermakna dan dapat dicerna secara lebih mudah. Kedua,
contextulize. Yaitu menghubungkan materi yang akan diajarkan
dengan kegiatan nyata yang bisa dipahami oleh peserta didik sesuai
dengan kehidupan sehari-hari. Ketiga, prior knowledge, yaitu
24

Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan, Prenada
Media, Jakarta, 2004, hlm. 21.
25
Sunaryo Kartadinata, Idrus Affandi dkk, Pendidikan Kedamaian, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2015, hlm. 130.

24

bagaimana pendidik dapat mengetahui sampai sejauhmana
pengetahuan awal peserta didik, dan kemudian memfasilitasi
mereka dengan informasi secara bertahap dan berkesinambungan
sehingga merupakan rangkaian pengalaman belajar yang bermakna
(meaningfull learning experience). Keempat, accomodate learners,
yaitu menyajikan bahan yang akan diberikan secara lebih
menyenangkan dengan ragam pendekatan dan ragam media
sehingga peserta didik dapat memahami konsep atau bahan baru
tersebut secara lebih menyeluruh.26
Keunggulan model ini adalah konsep-konsep utama saling
terhubung,

mengarah

pada

pengulangan

(review),

rekonseptualisasi, dan asimilasi gagasan dalam suatu disiplin.
Sedangkan, kelemahannya adalah disiplin-disiplin ilmu yang tidak
berkaitan dan konten tetap berfokus pada satu disiplin.27
Dengan berbagai tahapan tersebut, agar dalam pembelajaran Fiqih
berjalan efektif, maka tahapan tersebut harus disesuaikan dengan
kondisi peserta didik. Yang pada intinya pendidik menghubungkan
informasi dan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik
dengan informasi yang akan disajikan atau informasi baru.
3) Tahap ketiga: Apply (mengaplikasikan)28
Pada tahap ini pembelajaran dilakukan dengan interaktif dan
mengaplikasikan bahan/materi yang diajarkan dengan persoalanpersoalan nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
4) Tahap keempat: Reflect (refleksi) yaitu bagaimana membantu
peserta didik mengorganisasikan pikiran dan pemahaman bahan
yang telah dicapainya dengan memberi kesempatan untuk
memperluas informasi yang telah diperoleh. Waktu reflektif ini

26

Tim Pengembang MKDP, Keempat, accomodate learners, yaitu menyajikan bahan yang
akan diberikan secara lebih menyenangkan, Op. Cit., hlm. 253.
27
Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik, Diva Press, Yogyakarta, 2013, hlm.
110.
28
Tim Pengembang MKDP, Tahap ketiga: Apply (mengaplikasikan), Op. Cit., hlm. 253.

25

memberikan peserta didik kesempatan mengekspresikan secara
verbal pengetahuan mereka.29
Kegiatan refleksi ini terdapat beberapa tahapan yakni:30
a) Tahap menghadirkan kembali pengalaman
b) Tahap mengelola perasaan
c) Tahap mengevaluasi kembali pengalaman
Pada tahap refleksi ini, peserta didik di beri kesempatan
untuk

bertanya

pada

mata

pelajaran

Fiqih,

maupun

mengekspresikan apa yang ingin dilakukan dalam pembelajaran
tersebut. sehingga dalam tahap ini pendidik perlu menghadirkan
kembali pengalaman yang dimiliki peserta didik.
5) Tahap kelima: Extend (melanjutkan)
Ada dua kegiatan utama dalam tahap akhir ini. Pertama, pendidik
melakukan serangkaian pengalaman belajar tambahan yang bisa
memperkaya pengetahuan yang telah dicapai peserta didik
(enrichment), terutama bagi peserta didik yang diyakini telah
menguasai bahan/materi yang telah diajarkan. Pada tahap ini, para
peserta didik diberi kesempatan menerapkan pengetahuan barunya
dan secara berkesinambungan melakukan eksplorasi dari implikasi
ini.31 Sedangkan bagi kelompok peserta didik yang diyakini masih
memiliki kesulitan dan belum menguasai bahan secara penuh,
tahap ini bisa dianggap sebagai kegiatan remedial. Kedua, sebagai
bentuk kegiatan evaluasi, yaitu sampai sejauhmana para peserta
didik dapat menguasai bahan yang telah diajarkan.32 Selain itu,
pendidik pun bisa mengevaluasi sampai sejauhmana bahan yang
disiapkan bisa dilaksanakan dengan baik, dan bila diperlukan hasil

29

Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto, Strategi Pembelajaran Holistik di Sekolah, Prestasi
Pustakaraya, Jakarta, 2010, hlm. 48.
30
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, hlm. 63.
31
Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012,
hlm. 101.
32
Tim Pengembang MKDP, Kedua, sebagai bentuk kegiatan evaluasi,Op. Cit., hlm. 254.

26

evaluasi ini bisa dianggap sebagai dasar revisi bahan/materi yang
akan diajarkan.
c.

Kelebihan

dan

Kekurangan

Model

Pembelajaran

ICARE

(Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend)
Kelebihan dari model pembelajaran ICARE adalah sebagai berikut:33
1) Peserta didik dapat memperoleh gambaran yang luas sebagaimana
suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu
2) Peserta didik dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara
terus-menerus sehingga terjadilah proses internalisasi
3) Peserta didik dapat mengkaji, mengonseptualisasi, memperbaiki
serta mengasimilasi ide-ide sehingga memudahkan terjadinya
proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.
4) Pendidik hanya sebagai fasilitator dan motivator yang menstimulasi
peserta didik.
5) Penilaian dilakukan selama dan akhir proses pembelajaran untuk
mengetahui

sejauhmana

peserta

didik

membangun

suatu

pengetahuan.34
Berdasarkan beberapa kelebihan di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa model pembelajaran ICARE (Introduction,
Connect, Apply, Reflect, and Extend) ini memiliki kelebihan yaitu
peserta didik menjadi aktif, mengajarkan peserta didik untuk berpikir
kritis, menganalisis sebuah masalah dan peserta didik menjadi lebih
percaya diri.
Sedangkan kelemahannya adalah:
1) Dalam memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha
untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi
terabaikan.35

33

Sunaryo Kartadinata, Idrus Affandi, dkk., Pendidikan Kedamaian, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2015, hlm. 132.
34
Abdul Majid, Penilaian dilakukan selama dan akhir proses pembelajaran, Op. Cit., hlm. 67.
35
Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010,
hlm. 47.

27

2) Membutuhkan waktu yang agak lama
3) Pendidik harus benar-benar melakukan persiapan dengan matang
4) Tidak semua peserta didik terampil bertanya.36
Berdasarkan beberapa kelemahan di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa ini model pembelajaran ICARE (Introduction,
Connect, Apply, Reflect, and Extend) memiliki kelemahan yaitu
membutuhkan waktu yang lama sehingga pembelajaran kurang
efektif, tidak semua peserta didik berani untuk mengungkapkan
pertanyaan dari apa yang belum dipahaminya.
3. Tutorial Based Instruction
a.

Pengertian Model Tutorial Based Instruction
Model ini merupakan temuan dari tim peneliti Jurusan
Kurikulum, dan Tekmologi Pendidikan. Model ini merupakan
redesain dari model pembelajaran berbasis komputer yang ditujukan
untuk mempelajari dan mengembangkan pembelajaran berbasis
komputer itu sendiri. Alur atau tahapan pembelajaran dari model ini
berisi tahapan tutorial yang didesain dengan petunjuk-petunjuk belajar
secara audio-visual.37 Model tutorial berbentuk pemberian bahan
belajar yang telah dikembangkan untuk dipelajari peserta didik secara
mandiri dan kesempatan berkonsultasi secara periodik tentang
kemajuan dan masalah yang dialaminya.38
Sebagaimana firman Allah SWT QS. Yunus : 57.

          
   

36

M. Thobroni, Belajar Dan Pembelajaran Teori Dan Praktik, Ar-Ruzzmedia, Yogyakarta,
2015, hlm. 287.
37
Tim Pengembang MKDP, Alur atau tahapan pembelajaran dari model ini berisi tahapan
tutorial, Op. Cit., hlm. 255.
38
Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik Scientific untuk Pendidikan Agama di
Sekolah/Madrasah; Teori, Aplikasi dan Riset Terkait, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015,
hlm. 247.

28

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman.39
Penjelasan ayat tersebut adalah bahwa Al-Qur’an diturunkan
untuk membimbing dan menasehati manusia sehingga dapat
memperoleh kehidupan batin yang tenang, sehat serta bebas dari segala
konflik kejiwaan. Dengan model ini manusia akan mampu mengatasi
segala bentuk kesulitan hidup yang dihadapi atas dasar iman dan
taqwanya kepada Yang Maha Menjadikan.40
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa model tutorial pada
dasarnya

sama

dengan

program

bimbingan

yang

bertujuan

memberikan bantuan kepada peserta didik agar dapat mencapai hasil
belajar secara optimal. Tutorial adalah bimbingan pembelajaran dalam
bentuk pemberian arahan, bantuan, petunjuk, dan motivasi agar para
peserta didik belajar secara efisien dan efektif.
Fungsi Tutorial Based Instruction adalah sebagai berikut: 1)
kurikuler, yakni sebagai pelaksana kurikulum sebagaimana telah
dibutuhkan bagi masing-masing modul dan mengomunikasikannya
kepada peserta didik; 2) pembelajaran, yakni melaksanakan proses
pembelajaran agar aktif belajar mandiri melalui program interaktif
yang telah dirancang dan ditetapkan; 3) diagnosis-bimbingan, yakni
membantu para peserta didik yang mengalami kesalahan, kekeliruan,
kelambanan, masalah dalam mempelajari berbasis komputer, dll. 4)
administratif, yakni melaksanakan pencatatan, pelaporan, penilaian,
dan teknis administratif lainnya; 5) personal, yakni memberikan
keteladanan

kepada

peserta

didik

seperti

penguasaan

mengorganisasikan materi, cara belajar, sikap, dan perilaku yang

39

Departemen Agama, Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu, Op. Cit., hlm. 215.
40
M. Arifin, Dengan model ini manusia akan mampu mengatasi segala bentuk kesulitan
hidup, Op. Cit., hlm. 72.

29

secara tak langsung menggugah motivasi belajar mandiri dan motif
berprestasi yang tinggi.
Sedangkan tujuan pembelajaran tutorial, yaitu: 1) untuk
meningkatkan penguasaan pengetahuan para peserta didik sesuai
dengan yang dimuat dalam software pembelajaran; 2) untuk
meningkatkan

kemampuan

dan

keterampilan

tentang

cara

memecahkan masalah, mangatasi kesulitan, dll. 3) untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik tentang cara belajar mandiri.41 Dengan
demikian Tutorial dalam program pembelajaran berbasis komputer
ditujukan

sebagai

pengganti

sumber

belajar

yang

proses

pembelajarannya diberikan lewat teks, grafik, animasi, audio yang
tampak pada monitor yang menyediakan pengorganisasian materi,
soal-soal latihan, dan pemecahan masalah.
b. Tahapan atau langkah-langkah model Tutorial Based Instruction
Tahapan model tutorial adalah sebagai berikut:42
1) Penyajian informasi (presentation of information), yaitu berupa
materi pelajaran yang akan dipelajari peserta didik
2) Pertanyaan dan respons (question of responses), yaitu berupa soalsoal latihan yang harus dikerjakan peserta didik
3) Penilaian respon (judging of responses), yaitu komputer akan
memberikan respons terhadap kinerja dan jawaban peserta didik
4) Pemberian balikan respons (providing feedback about responses),
yaitu setelah selesai, program akan memerikan balikan. Apakah
telah sukses/berhasil atau harus mengulang
5) Pengulangan (remediation)
6) Segmen pengaturan pelajaran (sequencing lesson segment)

41
42

Rusman, Manajemen Kurikulum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 291.
Rusman, Tahapan model tutorial, Ibid., hlm. 292.

30

Gambar 2.2 Tahapan Tutorial Based Instruction

Introduction Section

Closing

present information

feedback & remediation

question&response

judge response

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pembelajaran
tutorial bertujuan untuk memberikan kepuasan/pemahaman secara
tuntas kepada peserta didik mengenai materi atau bahan pelajaran yang
sedang dipelajarinya. Terdapat beberapa hal yang menjadi identitas dari
tutorial, yaitu:43
1) Pengenalan
2) Penyajian informasi
3) Pertanyaan dan respons
Adanya pertanyaan dalam program tutorial dimaksudkan agar siswa
selalu memperhatikan materi yang dipelajarinya, serta untuk menilai
sejauhmana kemampuan siswa untuk mengingat dan memahami
pelajaran tersebut.44
4) Pemberian feedback tentang respons
5) Pembetulan
6) Segmen pengaturan pengajaran, dan
7) Penutup
Dalam model tutorial ini pola dasarnya mengikuti pelajaran
berprogram tipe bercabang di mana informasi/mata pelajaran disajikan
dalam unit-unit kecil, lalu disusul dengan pertanyaan. Respons peserta
didik dianalisis dan disajikan umpan balik.45

43

Ishak Abdulhak dan Deni Darmawan, Teknologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2015, hlm. 237.
44
Deni Darnawan, Teknologi Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm.
148.
45
Nana Sudjana, Teknologi Pengajaran, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2001, hlm. 139.

31

Secara tekniknya model Tutorial Based Instruction dapat
membantu peserta didik belajar di setiap mata pelajaran, khususnya
mata pelajaran Fiqih dimana peserta didik dikenalkan dengan
materinya bisa dibagi menjadi kelompok dimana masing-masing
kelompok terdiri dari tiga orang, lalu peserta didik bersama dengan
kelompoknya masing-masing berdiskusi tentang pertanyaan yang
diajukan oleh guru, setiap kelompok perwakilan satu untuk
mengemukakan jawaban atau solusi dari pertanyaan tadi secara
bergantian sampai semua kelompok memiliki kesempatan untuk
mengemukakan

jawabannya,

selanjutnya

semua

kelompok

menganalisis jawaban-jawaban tadi mana yang lebih benar dan
efektif, pemberian balikan respons (providing feedback about
responses), yaitu setelah selesai, program akan memberikan balikan.
apakah telah sukses/berhasil atau harus mengulang. Jika peserta didik
belum berhasil maka akan diadakan pengulangan (remediation).
Setelah itu bersama dengan pendidik, peserta didik menyimpulkan
atas apa yang dipelajari, untuk menguji sampai mana pemahaman
peserta didik atas pelajaran tadi guru memberikan tugas individu yang
berisi pertanyaan-pertanyaan seputar apa yang telah dipelajari.
Dengan adanya identitas dari tutorial akan membuat kemudahan
tersendiri bagi pendidik dalam menerapkan model tutorial dalam
pelajaran Fiqih sehingga sudah jelas dan dapat dipahami.
c.

Kelebihan dan kekurangan tutorial based instruction:46
Kelebihan:
1) Bekerja mandiri. Para peserta didik bisa bekerja mandiri mengenai
materi baru dan menerima umpan balik tentang kemajuan mereka
2) Menakar sendiri kemajuan. Para peserta didik bisa bekerja berdasar
tingkat kemajuan mereka sendiri, mengulang informasi jika mereka
harus menelaahnya sebelum berlanjut ke bagian materi berikutnya.

46

Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, dkk., Instructional Technology & Media For
Learning; Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar, Kencana Prenadamedia Group,
Jakarta, 2014, hlm. 35.

32

3) Individualisasi. Tutorial yang berbasis komputer bisa merespons
masukan (input) para peserta didik dan mengarahkan proses belajar
mereka menuju topik baru untuk meneruskan proses belajar mereka
4) Meningkatkan pengembangan pemahaman peserta didik terhadap
materi yang disajikan
5) Peserta didik mendapat pengalaman yang bersifat konkrit, retensi
peserta didik meningkat
6) Menyediakan presentasi yang menarik dengan animasi
Berdasarkan penjelasan dari beberapa kelebihan di atas, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa model Tutorial Based Instruction
memiliki kelebihan yaitu peserta didik bisa bekerja berdasar tingkat
kemajuan mereka sendiri, mengulang informasi jika mereka harus
menelaahnya sebelum berlanjut ke bagian materi berikutnya.selain itu
peserta didik memiliki berbagai cara dalam menanggapi pertanyaan
dengan kemampuan masing-masing peserta didik, dengan melihat cara
yang digunakan dari masing-masing peserta didik membuat banyak
pengalaman dalam menjawab permasalahan.
Kekurangan:
1) Berpotensi

membosankan.

Pengulangan

bisa

menjadi

membosankan jika penyajian materi hanya dilakukan satu pola.
2) Berpotensi membuat frustasi. Para peserta didik bisa menjadi
frustasi jika mereka merasa tidak menghasilkan kemajuan saat
terus berupaya dalam tutorial tersebut.
3) Berpotensi kekurangan panduan. Kurangnya panduan pendidik saat
bekerja bisa berarti bahwa seorang peserta didik tidak menguasai
materi tersebut secara efektif.
4) Jika tampilan fisik isi pembelajaran tidak dirancang dengan baik
maka pembelajaran tidak akan mampu meningkatkan motivasi
belajar peserta didik.47
47

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2013,
hlm. 205.

33

Berdasarkan penjelasan dari beberapa kekurangan di atas, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa model Tutorial Based Instruction
memiliki kekurangan yaitu jika tampilan fisik isi pembelajaran tidak
dirancang dengan baik maka pembelajaran tidak akan mampu
meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
4. Pengaruh Model Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply,
Reflect, and Extend) dan Tutorial Based Instruction terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis
Usaha-usaha pendidik dalam membelajarkan peserta didik
merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan
tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu, pemilihan
berbagai

komponen

pembelajaran

termasuk

model

pembelajaran

merupakan suatu hal yang utama. Jika model pembelajaran yang
digunakan sudah tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan maka
hasilnya pun akan maksimal. Seperti halnya yang jadi fokus penelitian ini,
model pembelajaran berpengaruh pada kemampuan berpikir kritis Fiqih.
Adapun dasar dari pengaruh model pembelajaran model pembelajaran
ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) dan Tutorial
Based Instruction terhadap kemampuan berpikir kritis materi Fiqih,
peneliti paparkan dibawah ini:
a. Model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect,
and Extend) menjadi model pembelajaran dimana dengan salah
satunya adalah peserta didik mengorganisasikan pikiran dan
pemahaman

bahan

yang

telah

dicapainya

dengan

memberi

kesempatan untuk memperluas informasi yang telah diperoleh.48 Jadi
dapat dikatakan model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect,
Apply, Reflect, and Extend) adalah dengan adanya pemahaman secara
luas atau mendalami tersebut dapat melatih peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
48

Tim Pengembang MKDP, Model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply,
Reflect, and Extend) menjadi model pembelajaran, Op.Cit., hlm. 253.

34

Penerapan

model

pembelajaran

ICARE

(Introduction,

Connect, Apply, Reflect, and Extend) dalam pembelajaran Fiqih yaitu
melatih semua peserta didik untuk ikut berperan aktif dalam
pembelajaran dan dituntut untuk bertanya. Dalam hal ini peserta didik
mengambil waktu untuk memikirkan suatu masalah secara mendalam,
menganalisis semua komponennya sambil menimbang dengan cermat
tiap kemungkinan tindakan yang dapat diambil.49 Dalam pembelajaran
ICARE,

peserta

didik

memberikan

kebebasan

berpikir

dan

keleluasaan bertindak kepada peserta didik dalam memahami
pengetahuan serta dalam menyelesaikan masalahnya. Pendidik tidak
lagi mendoktrin peserta didik untuk menyelesaikan masalah hanya
dengan cara yang telah ia ajarkan, namun juga memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk menemukan
cara-cara baru. Dalam hal ini, peserta didik diberi kesempatan untuk
mengkonstruksi pengetahuan oleh dirinya sendiri, tidak hanya
menunggu transfer dari pendidik. Seperti halnya dalam materi Fiqih.
Pada prinsipnya, peserta didik yang mampu berpikir kritis adalah yang
tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu. Mereka akan
mencermati teori bab ibadah haji, menganalisis, dan mengevaluasi
informasi sebelum menentukan apakah mereka akan menerima atau
menolak informasi. Jika sudah memiliki cukup pengetahuan maka
mereka akan menerapkan teori tersebut ke dalam sebuah kegiatan
praktik. Setelah itu, pendidik melakukan refleksi terhadap peserta
didik untuk memperluas informasi, kemudian pendidik melakukan
pengalaman belajar tambahan dan remdial jika dirasa perlu. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran ICARE
(Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) itu berpengaruh
terhadap kemampuan berpikir kritis materi Fiqih.
b. Model Tutorial Based Instruction yang menjadi dasar model ini salah
satunya adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan
49

Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, PT Bumi Aksara, Jakarta, 1989, hlm. 118.

35

tentang

cara

memecahkan

masalah,

mangatasi

kesulitan.50

Pembelajaran ini dilakukan agar peserta didik mampu menyelesaikan
permasalahan dan akan membuat peserta didik memahami materi
Fiqih.
Berdasarkan pelaksanaannya model Tutorial Based Instruction
adalah peserta didik dibagi kelompok kecil dimana masing-masing
kelompok terdiri dari tiga orang, lalu peserta didik bersama dengan
kelompoknya masing-masing berdiskusi tentang pertanyaan yang
diajukan oleh guru, setiap kelompok perwakilan satu untuk
mengemukakan jawaban atau solusi dari pertanyaan tadi secara
bergantian sampai semua kelompok memiliki kesempatan untuk
mengemukakan

jawabannya,

selanjutnya

semua

kelompok

menganalisis jawaban-jawaban tadi mana yang lebih benar dan
efektif, pemberian balikan respons (providing feedback about
responses), yaitu setelah selesai, program akan memberikan balikan.
apakah telah sukses/berhasil atau harus mengulang. Jika peserta didik
belum berhasil maka akan diadakan pengulangan (remediation).
Setelah

itu

bersama

dengan

pendidik,

peserta

didik

menyimpulkan atas apa yang dipelajari, untuk menguji sampai mana
pemahaman peserta didik atas pelajaran tadi guru memberikan tugas
individu yang berisi pertanyaan-pertanyaan seputar apa yang telah
dipelajari. Dengan adanya kegiatan tersebut yang terdapat bimbingan
atau tutorial di dalamnya maka kemampuan berpikir kritis peserta
didik materi Fiqih akan terbangun dengan adanya menganalisis
pertanyaan, memecahkan masalah hingga mengevaluasi.
c. Kemampuan

berpikir

kritis,

aspek

ini

berhubungan

dengan

kemampuan memecahkan masalah.51 Sehingga untuk mencapai tujuan
dalam tingkatan kemampuan berpikir kritis ini dituntut untuk
50

Rusman, Model Tutorial Based Instruction yang menjadi dasar model ini salah satunya
adalah untuk meningkatkan, Op. Cit., hlm. 291.
51
Ahmad Susanto, Kemampuan berpikir kritis, aspek ini berhubungan dengan kemampuan
memecahkan masalah, Op.Cit., hlm. 131.

36

mengembangkan empat pendekatan yaitu kemampuan berpikir kreatif,
kritis, memecahkan masalah dan mengambil keputisan.52 Jadi
penggunaan model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect,
Apply, Reflect, and Extend) dan Tutorial Based Instruction sangatlah
tepat digunakan dalam meningkatkan kemampuan peserta didik
karena kedua model ini menuntut banyak peserta didik untuk aktif
dalam bertanya dan menyelesaikan persoalan.
Selain itu kedua model ini juga menumbuhkan respon dari
peserta didik untuk berkomunikasi dengan peserta didik lainya dalam
mencapai tujuan yaitu terciptanya kemampuan berpikir kritis pada
mata pelajaran Fiqih dengan cara bertanya apabila ada yang kurang
dipahami, menganalisis, memecahkan masalah dan mengevaluasi
maka akan tercapai tujuan dalam kemampuan berpikir kritis pada
mata pelajaran Fiqih.
Model pembelajaran ICARE merupakan model pemrosesan
informasi. Dikatakan seperti itu, dikarenakan dalam tahapan model
ICARE membutuhkan pengumpulan informasi-informasi lebih lanjut
agar berkesinambungan. Dasar temuan mengenai kecepatan berpikir
dengan stimulus berupa tutorial yang dikemas dalam programprogram komputer atau model-model pemrosesan informasi dapat
dijadikan dasar dalam membantu peserta didik untuk memunculkan
suatu langkah pemikiran baru selama belajarnya. Dengan begitu dapat
membantu kecepatan dan melatih berpikir kritis peserta didik dan
dapat memberikan pengalaman berpikir kritis dalam pengembangan
stimulus-stimulus pembelajaran.53
Berdasarkan hal di atas, maka diharapkan dalam proses
pembelajaran pendidik berperan penting untuk

meningkatkan

kemampuan berpikir kritis peserta didik di dalam kelas. Peserta didik
52

Ahmad Susanto, Sehingga untuk mencapai tujuan dalam tingkatan kemampuan berpikir
kritis, Ibid, hlm. 129.
53
Tim Pengembang MKDP, Dasar temuan mengenai kecepatan berpikir dengan stimulus
berupa tutorial, Op. Cit., hlm. 249.

37

diharuskan

untuk

mampu

berinteraksi

dengan

teman

dan

kelompoknya untuk saling tukar pendapat atau pikiran tentang materi
Fiqih yang telah dibahasnya.
Melalui penerapan model pembelajaran ICARE (Introduction,
Connect, Apply, Reflect, and Extend) dan Tutorial Based Instruction
guna membantu peserta didik untuk turut terlibat secara langsung dan
aktif berpartisipasi dalam pembelajaran di kelas sehingga dapat
memunculkan

kemampuan

menganalisis,

mengumpulkan

data,

memecahkan masalah dan mengambil keputusan tentang materi
tentang materi belum dipahami antar peserta didik dan peserta didik
juga akan termotivasi untuk saling membantu menyelesaikan masalah
maka

dapat

menjadikan

peserta

didik

berpikir

kritis

pada

pembelajaran Fiqih. Dengan peserta didik mampu menganalisis,
mengumpulkan data, memecahkan masalah dan mengambil keputusan
inilah dapat menjadikan tingkat kemampuan berpikir kritis peserta
didik.54 Dengan demikian, dalam proses pembelajaran Fiqih dapat
dijadikan sarana yang tepat dal

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) PADA MATA KULIAH FILSAFAT SAINS

2 2 8

PENGARUH METODE INQUIRY DAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MA DARUL ULUM PURWOGONDO KALINYAMATAN JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 8

PENGARUH METODE INQUIRY DAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MA DARUL ULUM PURWOGONDO KALINYAMATAN JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 36

PENGARUH METODE INQUIRY DAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MA DARUL ULUM PURWOGONDO KALINYAMATAN JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 25

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN ICARE (INTRODUCTION, CONNECTION, APPLICATION, REFLECTION, EXTENSION) PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS NEGERI 2 KUDUS TAHUNPELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

1 3 10

PENGARUH METODE INQUIRY DAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MA DARUL ULUM PURWOGONDO KALINYAMATAN JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 36

PENGARUH METODE INQUIRY DAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MA DARUL ULUM PURWOGONDO KALINYAMATAN JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 1 25

PENGARUH TEKNIK PREDICT OBSERVE EXPLAIN (POE) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS NU HASYIM ASY’ARI 01 KUDUS TAHUN PELAJARAN 2017/2018 - STAIN Kudus Repository

0 0 24

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi - PENGARUH TEKNIK PREDICT OBSERVE EXPLAIN (POE) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS NU HASYIM ASY’ARI 01 KUDUS TAHUN PELAJARAN 2017/2018 - STAIN Kudus Repository

1 1 21

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ICARE (INTRODUCTION, CONNECT, APPLY, REFLECT AND EXTEND) DAN TUTORIAL BASED INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS HASYIM

0 0 9