Nurva Ringga Romadhona BAB I

  1 BAB ,

  PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

  Bahasa sebagai alat komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena dengan bahasa, seseorang dapat menyampaikan perasaan dan pikiran kepada orang lain. Dengan bahasa, manusia dapat berbicara mengenai apa saja, baik yang disenangi maupun yang tidak disenangi. Manusia dapat berbicara tentang masa silam, tentang agama, kejahatan, dan mengenai hal

  • – hal yang jenaka, bahkan manusia dapat berbohong dengan menggunakan bahasa yang diucapkannya. Dengan bahasa pula, manusia dapat mencerminkan perasaan sehingga pembicaraan dapat menimbulkan suasana gembira, marah, sedih, merayu, dan sebagainya (Soenardji 1989 : 5).

  Pengungkapan gagasan dan perasaan dapat dilakukan melalui humor atau sindiran. Tetapi, cara tersebut cenderung kurang terpuji atau menyinggung perasaan karena sering menggunakan kata

  • – kata yang tidak sopan. Salah satu bentuk alternatif untuk menghindari kejadian di atas adalah menggunakan cerita-cerita bergambar yang disebut cerita kartun. Kartun yang cenderung sebagai media humor merupakan sarana mengekpresikan pikiran atau ide kepada penikmat melalui gambar dan kata
  • – kata. Melalui wujud gambar yang berupa tulisan tangan, disertai dengan pesan atau dialog, ternyata kartun dapat

  1

  1 merangkum berbagai masalah atau informasi. Hal ini merupakan ajakan kepada penikmat atau pembaca untuk bermain

  • – main dengan pikiran dan terkaan. Kartun dalam media cetak di Indonesia memperoleh tempat yang
  • – terhormat, buktinya gambar visual ini sering dimuat untuk melengkapi artikel artikel di media tersebut. Pers Indonesia menampilkan kartun sebagai ungkapan kritis terhadap berbagai masalah yang berkembang secara tersamar dan tersembunyi. Pembaca diajak untuk berpikir, merenungkan dan memahami pesan
  • – pesan yang tersurat dan tersirat melalui gambar. Pejabat pemerintah atau tokoh masyarakat yang menjadi objek kartun pun tidak tersinggung, tetapi justru sebaliknya, merasa senang karena dirinya diangkat ke permukaan oleh kartunis.

  Noerhadi (1989 : 129

  • – 155) berpendapat bahwa penciptaan wacana humor, termasuk kartun, bertujuan untuk menghibur pembaca di samping sebagai wacana kritik sosial terhadap segala bentuk ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat. Dalam hal ini humor merupakan salah satu sarana yang efektif disaat saluran kritik tidak dapat menjalankan fungsinya. Sementara itu, Dananjaya (1989 : 498) menyatakan bahwa humor dapat membebaskan diri manusia dari beban kencaman, kebingungan, kekejaman dan kesengsaraan bahkan dapat menghadapi ketimpangan masyarakat dengan canda dan tawa. Berdasarkan peran humor tersebut, kartun, sebagai media humor dapat menjadi alat psikoterapi bagi masyarakat yang sedang di dalam proses perubahan kebudayaan secara cepat seperti Indonesia. Masyarakat Indonesia dapat
mengambil tindakan penting untuk memperoleh kejernihan pandangan sehingga dapat membedakan antara yang benar dan yang buruk.

  Tindakan tertawa yang dilakukan oleh penikmat kartun mempunyai konteks sosial budaya. Yustinadi (1996 : 16) berpendapat bahwa tertawa selalu muncul dalam fenomologis kultural, artinya tertawa senantiasa berkaitan erat dengan kebudayaan manusia. Selain itu, tertawa merupakan reaksi spontan terhadap segala sesuatu yang sesungguhnya bertolak belakang dengan suatu kebudayaan yang dapat diperluas sehingga ada juga sebuah humor bersifat universal seperti Charlie Chaplin. Hal ini senada dengan pendapat Wijana (1996 : 13) yang menyatakan tertawa selalu berada di dalam sebuah lingkup kebudayaan tertentu sehingga humor tidak dapat diterjemahkan dalam bahasa yang berbeda.

  Dari bahasa tertentu pada humor, penggunaan bahasa kartun pun sangat bergantung pada konteks. Pembaca tidak hanya dituntut menguasai kaidah gramatikal, namun juga menguasai makna bahasa dalam konteks percakapan agar komunikasi dapat berjalan lancar melalui prinsip

  • – prinsip percakapan. Pembaca dapat memahami maksud dari wacana kartun tanpa perlu adanya penjelasan dari pembuat kartun.

  Kartun adalah gambar atau film yang menciptakan khayalan sebagai hasil pemotretan rangkaian gambar yang melukiskan perubahan posisi atau lukisan tangan. Dalam wacana percakapan atau dialog kartun banyak dijumpai pelanggaran

  • – pelanggaran prinsip percakapan yang disengaja agar
menimbulkan bahan sindiran, kritikan, ejekan lucu melalui humor dan gambar menarik. Kartun dapat menghibur pembaca untuk menghilangkan kejenuhan dan memberikan hiburan, serta untuk mengungkapkan kejadian baik logis

  • – maupun tidak logis. Penulis kartun mengungkapkan kritik melalui humor humor, diungkapkan secara verbal yang tidak hanya mempermasalahkan persoalan politik tetapi permasalahan ketimpangan sosial, seks, ekonomi dan lain – lain.

  Surat kabar Kompas adalah salah satu media cetak yang memuat kartun sebagai bentuk hiburan pada pembaca. Kompas memuat kartun setiap edisi hari minggu yaitu pada rubrik TTS DAN KARTUN. Melalui kartun,

  Kompas hendak mengajak pembaca tertawa dengan humor

  • – humor satire yang diangkat melalui gambar
  • – gambar lucu. Misalnya pada Kompas edisi 1 September 2013, memuat kartun dengan macam Panji Koming, Mice Cartoon, Timun, dan Sukribo. Berikut petikannya : (1) Konteks : Sekumpulan wanita yang membicarakan kontes bergengsi dan mereka menyamakan kontes itu dengan kasus yang sedang marak terjadi.

  A : Miss Word? Pameran wanita cantik? NO!!! B : Gimana kalau pameran koruptor cantik??? C : Atau pameran koruptor intelektual??? D : Atau pameran koruptor yang jenderal???

  Dalam tuturan (1) peneliti melihat bahwa wacana di atas melanggar maksim penghargaan (Approbation Maxim) karena tuturan - tuturannya menambah cacian pada orang lain dan mengurangi pujian pada orang lain. Padahal di dalam maksim penghargaan disebutkan bahwa orang akan dianggap santun apabila tuturannya selalu berusaha memberikan penghargaan kepada orang lain. Namun dalam tuturan wacana di atas mengejek bahkan merendahkan martabat kalangan model, intelektual, pangkat jenderal sekalipun. Karena tuturan yaitu koruptor cantik, koruptor intelektual, koruptor yang jenderal memaksimalkan ejekan pada orang lain, karena ejekan yang dimunculkan itu, tuturannya termasuk melanggar prinsip kesantunan maksim penghargaan akan tetapi memunculkan kesan menyindir yang lucu. Fenomena yang sama juga terdapat pada kartun Kompas edisi 8 September 2013, berikut kutipan tuturannya : ( 2 ) Konteks : Pada jaman dahulu ada dua orang bapak sedang mengantri periksa gigi. kedua orang itu tidak saling kenal. tetapi ketika duduk terlihat sangat akrab bersenda gurau, pada hal mereka tidak saling mengenal. jika dibandingkan dengan jaman sekarang orang akan asyik dengan gadgetnya sendiri. tidak mau bertegur sapa dengan orang lain di sebelahnya. Dulu : Dua orang tidak saling mengenal satu sama lain tetapi dua orang itu saling bertegur sapa ketika menunggu giliran untuk dipanggil masuk ke ruang dokter gigi. Sekarang : Suasana hening ketika dua orang menunggu giliran untuk dipanggil masuk ke ruang praktek dokter; dengan asyik membuka gadgetnya masing

  • – masing dan salah seorang berkata dalam hatinya. Paling
  • – paling juga Cuma mau nyetel kawat gigi ?!

  Peneliti melihat bahwa wacana pada tuturan (2) di atas melanggar maksim kesimpatian (Sympath Maxim) karena mengurangi simpati antara diri sendiri dengan orang lain dan memperbesar antipati antara diri sendiri dengan orang lain. Orang zaman dulu walaupun tidak saling mengenal satu sama lain, mereka saling tegur sapa. Berbeda pada zaman sekarang ini, orang lebih asyik dengan gadget yang dimilikinya dari pada bertegur sapa. Orang pun kini sangat kurang rasa kesimpatiannya terhadap orang lain di dalam komunikasi keseharian. Dalam tuturan Paling

  • – paling juga Cuma mau nyetel kawat gigi?!

  menggambarkan bagaimana orang itu lebih memilih berantipati terhadap orang lain dan memainkan gadgetnya daripada bersimpati walaupun orang lain yang bersangkutan sama

  • – sama sedang menunggu giliran. Fenomena sama dengan fenomena sebelumnya yang peneliti temukan pada wacana kartun edisi 15 September 2013, yaitu : ( 3 ) Konteks : Di jalan, pak RT mendapati seorang nenek sedang kesusahan. dengan sigap dia membantu sang nenek itu. tetapi bantuan pak rt disalah artikan oleh pak lurah. dia mengira pak rt hanyalah dalam masa pencitraan menjelang pemilihan lurah.

  Pak RT : Sini nek, saya bantuin…

  Nenek : Wah, makasih banget pak erte…. Jadi repot…

  Pak Lurah : Kalau mau maju pilihan lurah tuh nggak Cuma modal pencitraan… Sukribo : Tuh pak, dengar sendiri pengalaman nyata, kalau mau maju pilihan Lurah, selain pencitraan juga butuh bohong

  

sana sini, mungkin perlu bikin album juga

  … Pada tuturan (3) peneliti melihat adanya pelanggaran maksim kebijaksanaan (Tact Maxim) karena mengurangi keuntungan orang lain dan menambah kerugian orang lain. Dari tuturan di atas juga tampak dengan jelas bahwa apa yang dituturkan Sukribo sungguh merugikan Pak Lurah. Tuturan semacam itu menggambarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap

  • – sikap lain yang kurang santun terhadap mitra tutur. Seharusnya Sukribo akan bertutur baik terlebih orang itu adalah Pak Lurah yang jabatannya masih lingkup desa. Tuturan itu tidak bermaksud untuk menyinggung dan membuat Pak Lurah tidak enak hati.
Fenomena selanjutnya yang peneliti temukan pada wacana kartun edisi 22 September 2013, yaitu : ( 4 ) Konteks : Orang kaya yang berpura

  • – pura menjadi orang miskin namun terlihat berbohong karena orang itu sudah mengenalnya.

  Orang kaya : Permisi… mohon bantuannya mas, orang miskin…

  Sukribo : Eh, maaf bu… Anda ini beneran miskin apa enggak??

  Orang kaya : Yaa ampuun mas (kaget) Sukribo :

  Lhaaa manaa…?? Kok nggak pakai mobil yang LCGC itu..?? Orang Kaya : Mas ini ngomongin apa sih...?? (wajah pucat)

  Dalam tuturan (4) peneliti melihat maksim permufakatan (Agreement Maxim) dilanggar karena meningkatkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan mengurangi persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Dalam tuturan wacana di atas tampak bahwa apa yang dituturkan orang kaya itu tidak sesuai dengan apa yang diketahui oleh Sukribo. Tuturan wacana yang berbeda kesesuaian antara orang kaya yang mengaku orang miskin kepada orang lain menyebabkan pelanggaran maksim permufakatan yang dituturkan.

  Fenomena lain yang sama dengan fenomena sebelumnya, peneliti temukan pada wacana kartun edisi 29 September 2013, yaitu : ( 5 ) Konteks : Pemerintah mementingkan sebuah keputusan antara makanan atau barang mewah yang murah untuk semua kalangan rakyat yang belum tentu mampu mendapatkan. Sukribo : Kalau sayur asem berapaan bu? Penjual :

  Terserah tapi paling sedikit 3 ribu yaa… Sukribo : Kalau Tahu bulat ini?? Penjual : Satu 500 Sukribo : Getuk ini? Penjual : Seribuan Sukribo :

  Lumpia…?? Penjual : Seribuan Sukribo : Yang lebih murah apa ya? Penjual : Kalau yang murah mobil itu mas, ada disediain pemerintah, kalau makanan nggak ada Peneliti lihat dalam tuturan (5) terjadi pelanggaran maksim penghargaan (Approbation Maxim) karena menambahkan cacian pada orang lain dan mengurangi pujian pada orang lain. Tuturan penjual yang menyatakan bahwa pemerintah lebih menyediakan mobil murah dari pada pangan murah yang memang dibutuhkan oleh masyarakatnya merupakan tuturan yang menambah cacian pada orang lain. Yang terjadi tuturan penjual mengurangi pujian kepada pemerintah. Jadi, tuturan wacana kartun di atas melanggar maksim penghargaan karena mengurangi pujian orang lain, karena dianggap tidak santun dalam bertutur dan tindakan tidak menghargai orang lain.

  Dari beberapa fenomena yang dijumpai, peneliti berasumsi bahwa wacana kartun terbitan Kompas banyak menggunakan pelanggaran kesantunan.

  Fenomena tersebut dapat dikaji dengan menggunakan teori pragmatik, khususnya pada kajian prinsip kesantunan berbahasa. Untuk membuktikan bagaimanakah pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa pada wacana kartun terbitan Kompas, peneliti perlu melaksanakan kajian empirik. Oleh sebab itu penulis melakukan penelitian dengan judul Pelanggaran Prinsip Kesantunan

  • Berbahasa dalam Wacana Kartun Terbitan Kompas Periode Oktober Desember 2013 . Pemilihan periode Okt
  • – Desember 2013 diambil karena peneliti menemukan fenomena di atas terjadi pada bulan September 2013.
  • >– Selanjutnya peneliti membuat rancangan penelitian periode Oktober Desember 2013 sehingga pengambilan data penelitian bulan Oktober hingga Desember 2013. Data pada periode tersebut diharapkan dapat mewakili pelanggaran
  • – pelanggaran kesantunan yang peneliti asumsikan di atas
diinginkan oleh peneliti untuk mendapat wacana kartun terbitan Kompas. Ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2010: 57) bahwa kepedulian bagi peneliti kualitatif adalah “tuntasnya” perolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan banyaknya sampel sumber data.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pelanggaran prinsip kesantunan

  • – berbahasa dalam wacana kartun terbitan kompas periode Oktober Desember 2013 ?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan : Mendeskripsi pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa di dalam wacana kartun terbitan Kompas periode Oktober

  • – Desember 2013.

  D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

  1) Menambah dan menguatkan teori

  • – teori yang sudah ada dalam pragmatik, khususnya dalam prinsip kesantunan berbahasa.

  2) Memperkaya dan memperluas pengetahuan tentang prinsip kesantunan berbahasa dalam dunia periklanan, khususnya pada rubrik TTS dan

  Kartun dalam terbitan Kompas.

2. Manfaat Praktis

  1) Penelitian ini bermanfaat dalam upaya pembinaan penggunaan bahasa yang santun sehingga dapat meminimalkan pelanggaran kesantunan berbahasa dalam pembuatan wacana kartun. 2) Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan kepada para pembaca sehingga kesantunan berbahasa mereka meningkat..

  3) Penelitian ini menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, terutama untuk penelitian yang berkaitan dengan kesantunan berbahasa.

E. Sistematika Penulisan

  Pembuatan sistematika penulisan dicantumkan dalam skripsi karena bertujuan untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi skripsi. Skripsi in i berjudul “Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa dalam Wacana Kartun Terbitan Kompas Periode Oktober

  • – Desember 2013”. Pembahasan dari skripsi ini terdiri atas lima bab yang masing
  • – masing bab mengandung satu pokok pembicaraan yang ber
  • – beda, tetapi secara keseluruhan saling berhubungan. Ada pun isi dari setiap bab adalah sebagai berikut.

  Bab I atau bab pendahuluan, bab ini pada dasarnya memberi gambaran umum tentang keseluruhan penulisan yang akan penulis lakukan. Oleh sebab itu di dalamnya disertai subbab penjelasan

  • – penjelasan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang masalah merupakan uraian dari hal
  • – hal yang menyebabkan perlunya dilakukan suatu penelitian
terhadap suatu masalah kemudian ditulis dalam suatu paparan yang jelas. Selain itu dalam bab pertama juga dipaparkan rumusan masalah berupa pertanyaan yang hendak dicari jawabannya oleh peneliti. Tujuan penelitian berisi tentang tujuan dilakukannya penelitian tersebut. Kemudian manfaat yang diperoleh setelah melakukan penelitian, serta sistematika penulisan yang dilanjutkan mengenai gambaran langkah penelitian juga dijabarkan dalam bab I.

  Bab II, atau landasan teori, bab ini berisi penelitian yang relevan dan landasan teori. Penelitian yang relevan diperlukan sebagai penjelasan bahwa dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian

  • – penelitian sebelumnya, dan dalam penelitian ini akan ditemukan hal yang baru. Landasan teori mendeskripsikan teori
  • – teori yang penulis gunakan untuk menganalisis dan tentunya dianggap cocok oleh peneliti untuk dijadikan landasan dalam penelitian tentang terjadinya pelanggaran prinsip kesantunan dalam wacana kartun. Teori – teori tersebut meliputi pengertian pragmatik, pengertian kesantunan berbahasa dan prinsip kesantunan berbahasa Leech, konteks, pengertian wacana dan jenis wacana, pengertian kartun dan jenis - jenis kartun, dan surat kabar.

  Bab III, berisi tentang metodologi penelitian. Keterangan yang dibuat dalam metodologi penelitian secara rinci, lengkap dan jelas agar peneliti, pembimbing dan pembaca dapat memahami proses penelitian yang akan dilakukan. Aspek

  • – aspek yang ada dalam metodologi penelitian meliputi;
jenis penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data dalam penelitian. Semua bagian

  • – bagian tersebut juga akan dijabarkan lebih detail dalam bagian ini.

  Bab IV merupakan hasil analisis dan pembahasan. Pada bab ini berisi inti penelitian yang tentunya memuat data yang telah diperoleh setelah penelitian dilakukan. Dalam bab empat ini mendeskripsikan tuturan

  • – tuturan yang melanggar prinsip kesantunan berbahasa dalam wacana kartun terbitan

  Kompas edisi Oktober

  • – Desember 2013, meliputi : (1) maksim kebijaksanaan (tact maxim), (2) maksim kedermawanan (generosity maxim), (3) maksim penghargaan (approbation maxim), (4) maksim kesederhanaan (modesty

  maxim) , (5) maksim pemufakatan (agreement maxim), dan (6) maksim simpati (sympath maxim) .

  Bab V berisi penutup. Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran peneliti setelah melakukan penelitian. Kesimpulan merupakan rangkuman yang dibuat secara ringkas dan jelas dari keseluruhan hasil analisis yang lengkap pada bab pembahasan. Kesimpulan sendiri berisi mengenai simpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan guna menjawab tujuan diadakannya penelitian tersebut. Selain simpulan, juga berisi mengenai saran yang berupa suatu nasihat yang terkait dengan penelitian yang telah dilakukan. Pada akhir skripsi ini juga akan dicantumkan daftar pustaka dan lampiran – lampiran yang berkaitan dengan penelitian.