Danny Rosyadi BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gembili (Dioscorea esculenta) Species : Dioscorea esculenta Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta. Divisi : Magnoliophyta. Kelas : Liliopsida. Ordo : Liliales. Famili : Dioscoreaceae. Genus : Dioscorea. Nama indonesia : Gembili, gembili (Jawa), huwi butul (Sunda).

   Uraian Tanaman Gembili (Dioscorea esculenta) merupakan tanaman perdu memanjat, dan dapat mencapai tinggi antara 3-5 m. Daun berbentuk seperti ginjal. Warna kulit umbi keabu-abuan, sedangkan warna daging putih kekuningan (Sastrapraja et al., 1977). Susunan senyawa umbi gembili bervariasi menurut spesies dan varietas. Onwueme (1984), menyatakan bahwa komponen terbesar dari umbi gembili adalah karbohidrat 27-33%.

  Tanaman gembili dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daratan Indo- Cina. Di negara tropis basah, gembili bersama dengan ubi kayu menjadi makanan berkarbohidrat dari berjuta penduduk (Sastrahidayat dan Soemamo, 1991). Nilai gizi gembili tidak jauh berbeda dibanding dengan ubi kayu segar. Gembili mempunyai nilai kalori 95 kaVI00 g atau sekitar dua per lima bagian dari nilai kalori ubi kayu dan sekitar seperlima bagian dari nilai kalori tepung beras (Suhardi dkk, 2002).

  4 Tanaman gembili mempunyai kadar amilosa yang cukup tinggi, yang dimana kadar amilosa yang tinggi dapat meningkatkan absorbsi air. Jika jumlah air dalam sistem dibatasi maka amilosa tidak dapat meninggalkan granula. Granula pati dapat menyerap air dan membengkak tetapi tidak dapat kembali seperti semula (Fennema, 1985). Kulp (1973) menyatakan bahwa air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen mempunyai peranan untuk mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Disamping itu nisbah penyerapan air dan minyak juga dipengaruhi oleh keberadaan serat, karena sifat serat yang mudah menyerap air

  .

  B. Tablet

  Tablet merupakan obat dalam sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai antara lain bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur, dan bahan pelincin (Ansel, 1989:244-246).

  Kriteria umum dalam mendisain sediaan tablet : 1. Ketelitian dalam keseragaman kandungan obat dalam setiap takaran.

  2. Stabilitas, termasuk stabilitas bahan aktif, formulasi tablet secara menyeluruh, waktu hancur.

  3. Meningkatkan penerimaan pasien (Agoes, 2406:173).

  4. Tablet harus merupakan produk yang menarik, bebas dari sepihan, keretakan, kontaminasi. Tablet juga harus tahan guncangan mekanik selama produksi, pengepakan (Lachman, 1994:647). Keuntungan tablet antara lain:

  1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah.

  2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.

  3. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.

  4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan paling murah untukdikemas serta dikirim.

  5. Pemberian tanda pengenal produk pada tabel paling mudah dan murah, tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.

  6. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan hancurnya tablet tidak segera terjadi.

  7. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti pelepasan di usus atau produk lepas lambat.

  8. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi secara besar-besaran.

  9. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik (Lachman, 1994:645)

  Tablet juga kurang disukai karena antara lain:

  1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung pada keadaan amrofnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.

  2. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukup atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat tersebut, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioaviabilitas obat cukup.

  3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa atau memerlukan penyalutan dulu (Lachman, 1994 : 645-646)

  C. Bahan Tambahan dalam Pembuatan Tablet

  Pada dasarnya bahan tambahan dapat dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelicin, bahan penghancur atau bahan tambahan lain yang cocok.

  1. Bahan Pengisi (Diluents)

  Bahan pengisi ditambahkan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk dan memperbaiki daya kohesi. Bahan pengisi harus mempunyai beberapa kriteria yaitu: harus non toksik, tersedia dalam jumlah yang cukup disemua negara tempat produk obat tersebut dibuat, harganya cukup murah, bebas dari mikroba, tidak boleh mengganggu warna obat (Lachman, 1994:698).

  Bahan pengisi yang sering digunakan yaitu Laktosa yang dapat dikombinasi dengan zat aktif sebanyak 20-25%, tepung gandum, jagung atau kentang (Lachman, 1994:699).

  2. Bahan Pengikat (Binders)

  Bahan pengikat yaitu mempunyai sifat adhesif, sehingga merupakan variabel yang kritis dalam metode granulasi basah sehingga jumlah yang harus ditambahkan perlu diperhatikan umumnya dalam bentuk larutan. Untuk menghasilkan granul yang kekerasannya sama, diperlukan bahan pengikat lebih sedikit jumlahnya daripada jika memakai bahan pengikat dalam bentuk serbuk kering. Sebagai bahan pengikat digunakan amilum, gelatin, gula, akasia dan bahan lain yang cocok dengan serbuk, dapat mengubah serbuk menjadi granul, selanjutnya jika granul dikempa akan menjadi kompak. Gelatin merupakan protein alam, kadang-kadang digunakan bersama-sama dengan akasia (Lachman dkk, 1994: 701).Pasta amilum merupakan bahan pembuat granul yang paling banyak dipakai. Dibuat dengan mendispersikan amilum ke dalam air, kemudian dipanaskan beberapa waktu.Polimer-polimer alam yang telah dimodifikasi seperti alginat, derivat-derivat selulosa (metil selulosa, hidroksi propil metil selulosa dan hidroksi propil selulosa) adalah pengikat dan perekat yang umum dipakai (Lachman dkk, 1994: 701).

  Bahan pengikat dalam jumlah yang memadai ditambahkan dalam bahan yang akan ditabletasi melalui bahan pelarut atau larutan bahan perekat yang digunakan pada saat granulasi. Bahan pengikat bekerja menghambat pelepasan zat aktif adalah polietilen (pada umumnya polietilen tekanan rendah). Dengan adanya tekanan pencetakan, akan terjadi deformasi plastis, sehingga hasil cetakan akan mengalami pengelasan dingin (deformasi plastis partikel). Polietilenglikol (bobot molekul 4000-7000) juga memiliki sifat bahan pengikat yang baik, meskipun menunjukkan banyak peristiwa tak tersatukan dengan bahan obat. Sebagai bahan pengikat, yang digunakan untuk membuat granulat adalah polivinil pirolidon (Voigt, 1995:202). Contoh dari bahan pengikat adalah amilum, gelatin, turunan selulosa (Solusio Metilsellulosa 5%), mucilago gummi Arabici 10-20%, PVP 5-10% dalam air atau dalam alkohol(Anief, 2000 : 211).

3. Bahan Pelicin (lubricant, anti adherent dan glidant)

  Fungsi utama dari lubrikan adalah untuk meredukasi gesekan yang timbul antara muka dari tablet dan dinding die, selama kompresi dan ejeksi. Lubrikan juga mempunyai sifat antiadherent atau glidant. Selain itu juga ditujukan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan mengurangi gesekan di antara partikel-partikel. Dasar mekanisme pelicinan adalah suatu proses penyalutan maka makin halus ukuran partikelnya, makin tinggi efek pelicinnya. Macam-macam lubrikan yang sering digunakan antara lain asam stearat, zink stearat dan bahan lain yang cocok. (Voigt, 1995:204).

  Bahan pelincin berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu: a. Lubricant

  Bahan pelincin berfungsi untuk mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan dinding ruang cetak (die) pada saat tablet ditekan keluar (Lachman, 1994:703). Bahan pelicin yang sering digunakan adalah Asam Stearat, Magnesium Stearat dengan konsentrasi 0,2-2,0%, PEG, Kalsium Stearat (Agoes, 2006:191).

  b. Glidant bahan yang diperlukan untuk memperbaiki sifat alir dari granul dengan cara mengurangi gesekan antar partikel. Glidant dalam jumlah cukup akan memberi aliran yang baik.

  c. Anti Adherent Berfungsi untuk mencegah granul tablet atau bahan lainnya melekat pada dinding cetakan (Agoes, 2006) Bahan pelicin yang sangat menonjol digunakan talk. Talk mempunyai tiga keunggulan yaitu bisa sebagai bahan pelicin, sebagai bahan pemisah hasil cetakan dan sebagai bahan pengatur aliran. Talk merupakan kristal dengan bentuk papan datar yang sangat mudah mengalir pada saat terjadi gesekan. Pada umumnya talk ditambahkan dalam granul sebanyak 2% dan dianjurkan untuk menambah magnesium stearatdalam serbuk sebanyak 0,2-0,3% (Voigt, 1995:205).

4. Bahan Penghancur (Disintegrant)

  Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan pencernaan. Dapat berfungsi menarik air kedalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah. Fragmen-fragmen itu mungkin sangat menentukan kelarutannya selanjutnya dari obat dan dari obat dapat tercapai bioaviabilitas yang diharapkan. Fungsi bahan penghancur adalah memudahkan tablet hancur setelah pemberian obat, sehingga dapat diabsorbsi. Bahan penghancur yang sering dipakai adalah amilum, gom,

  CMC-Na , Natrium amilum glikolat dan bahan lain yang cocok. Amilum

  USP dan jenis-jenis lainnya adalah jenis bahan penghancur yang paling umum dipakai, harganya juga paling murah. Biasanya digunakan dengan konsentrasi 5-20% dari berat tablet. Modifikasi amilum seperti primogel dan explotab, sebagai pengganti yang murah dari karboksimetil, digunakan dengan konsentrasi rendah (4% adalah yang optimum). Macam-macam kanji sebelum gelatinisasi juga dipakai sebagai bahan penghancur biasanya dengan konsentrasi 5% (Lachman dkk, 1994:702)

  Cara penambahan bahan penghancur :

  a. Penambahan Eksternal Bahan penghancur ditambah bersama bahan pelicin pada granul kering yang sudah diayak dan ditambahkan pada saat granul akan dikempa.

  b. Penambahan Internal Bahan penghancur ditambah obat, bahan pengisi dan bahan pengikat sebelum dibuat granul penambahan bahan penghancur memakai kombinasi kedua cara tersebut, yaitu sebagian bahan penghancur ditambah secara eksternal dan sebagian secara internal, dengan jalan ini diharapkan efektifitas penghancur tablet dapat lebih baik.

  c. Kombinasi antara penambahan eksternal dan internal Penambahan bahan penghancur memakai kombinasi kedua cara tersebut, yaitu sebagian bahan penghancur ditambah secara eksternal dan sebagian secara internal, dengan jalan ini diharapkan efektifitas penghancur tablet dapat lebih baik karena penambahan dengan cara kombinasi dimaksudkan agar ikatan antar granul cepat terpisah (eksternal) dan cepat menjadi partikel-partikel kasar (internal) (Sulaeman, 2007 :95).

  Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan. Bahan penghancur digunakan bila diinginkan pemisahan yang cepat dari bahan-bahan tabletkempa. Hal ini menjamin pelepasan segera dari partikel-partikel obat ke dalam proses melarut yang akan meningkatkan absorbsi obat (Ansel,2005:257). Bahan penghancur berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi suatu agregat dan akhirnya obat di absorbsi oleh tubuh. Amilum sebagai bahan penghancur merupakan bahan penghidrofil, yang artinya meningkatkan porositas dan pembasahan tablet sehingga memudahkan penetrasi air melalui pori-pori ke dalam tablet, yang menyebabkan waktu hancur menjadi lebih cepat (Voigt, 1995 : 210).

  D. Metode Pembuatan Tablet

  Sebelum pentabletan dilakukan bahan obat dan bahan tambahan yang diperlukan digranulasi terlabih dahulu. Granulasi berarti partikel-partikel serbuk diubah menjadi butiran granulat (Voigt, 1995:171). Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar (Ansel, 1985:212). Tablet kempa dirancang untuk dapat langsung ditelan sehingga kebanyakanmengandung obat yang diharapkan berefek lokal dalam saluran cerna (Lachman, 1994:706-706).

  Ada 3 metode dalam pembuatan tablet kompresi yaitu metode granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung (Voigt, 1995:259).

1. Granulasi basah

  Granulasi basah merupakan metode yang banyak digunakan dalam produksi tablet kompresi. Umumnya kerja produksi tablet kompresi. Granul diperoleh dengan cara mengikat serbuk dengan suatu perekat sebagai pengganti pengempakan. Umumnya kerja pengikat akan lebih efektif apabila serbuk dicampur dengan perekat dalam bentuk cair. Bahan pengikat yang ditambahkan harus memberikan kelembaban yang cukup. Jika dibasahi secara berlebihan akan menghasilkan granul yang terlalu keras dan pembasahan yang kurang akan menghasilkan tablet yang lunak dan cenderung mudah remuk (Ansel,2005: 263).

  Pembuatan granul dengan cara granulasi basah dibuat : zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur dicampur homogen, kemudian dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul dan dikerigkan dalam almari pengering pada suhu 40-50

  C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dikempa menjadi tablet dengan mesin tablet (Anief, 2000 : 211)

  Secara umum semakin besar ukuran partikel maka semakin baik sifat alirnya. Dengan adanya granulasi basah maka bisa menambah ukuran diameter dari serbuk dan secara otomatis akan meningkatkan sifat alirnya.

  Keuntungan granulasi basah yaitu:

  a. Meningkatkan fluiditas dan kompaktibilitas, sesuai untuk tablet dosis tinggi dengan sifat aliran/kompaktibilitas buruk.

  b. Mengurangi penjeratan udara

  c. Meningkatkan keterbatasan serbuk melalui hidrofilisasi (granulasi basah).

  d. Memungkinkan penanganan serbuk tanpa kehilangan kualitas campuran (Agoes, 2006:195).

2. Granulasi kering

  Pada metode granulasi kering, granul dibentuk oleh pelembaban atau penambahan bahan pengikat kedalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya dan menjadikan pecahan- pecahan yang lebih kecil.

  Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaanya pada uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikan (Ansel, 1989:269).

3. Kempa langsung

  Metode kempa langsung dilakukan terutama pada keadaan dosis efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung dan obatnya peka tehadap pemanasan,kelembaban, yang dapat mengganggu dalam proses granulasi basah. Sedangkan obat yang berdosis kecil dan berdosis sedang dengan proses ini menjadi praktis karena waktu yang diperlukan dalam pembuatan tablet menjadi singkat. Walaupun kempa langsung mempunyai beberapa keuntungan penting (tenaga kerja yang sedikit, proses kering, tahapan proses sedikit), tetapi adanya beberapa keterbatasan dalam proses ini:

  a. Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara obat dengan pengisi dapat menimbulkan peningkatan jumlah garnul sehingga dapat menimbulkan ketidakseragaman isi obat dalam tablet.

  b. Obat dosis besar dapat menimbulkan masalah dengan kempa langsung bila tidak dikempa dengan obatnya sendiri.

  c. Dalam beberapa keadaan, pengisi dapat berinteraksi dengan obat.

  d. Karena kempa langsung keadaannya kering, sehingga tidak terjadi pencampuran, hal ini dapat mencegah keragaman distribusi obat garnul (Ansel, 2005 : 687).

  Bahan tambahan untuk metode kempa langsung harus mempunyai sifat khusus, yaitu: (Lachman dkk, 1994:710).

  a. Harus mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang baik.

  b. Inert.

  c. Stabil terhadap lembab udara dan panas.

  d. Kapasitas tinggi.

  e. Homogen bila dicampur dengan zat warna. f. Memberikan rasa yang enak terutama untuk tablet kunyah.

  g. Tidak berpengaruh jelek terhadap ketersediaan hayati.

  h. Rentan ukuran partikel tidak berbeda banyak dengan ukuran partikel obat. i. Relatif tidak mahal.

E. Problema-problema dalam pentabletan 1. Binding

  

Binding adalah suatu keadaan dimana terjadi pelekatan antara

tablet dengan dinding ruang cetak pada saat pengeluran tablet (ejection).

  umumnya binding disebabkan karena material yang dikempa lembab, kurangnya lubrikan dan die kurang bersih serta temperaturnya tinggi (Sulaeman, 2007:183).

  2. Sticking dan Picking Sticking adalah melekatnya material yang dikempa pada dinding die , bila berlanjutnya menjadi lekatan yang tebal (sticking). Penyebab

  utama yaitu granulnya lembab atau lubrikasinya tidak baik. Picking adalah istilah yang digunakan untuk tablet yang permukaannya hilang karena sejumlah kecil material yang dikempa melekat pada permukaan punch (Sulaeman, 2007:183).

  3. Capping

Capping terjadi bila bagian atas tablet dikempa memisah dari

  bagian induknya kemudian lepas seperti sebuah topi (cap). Problem ini kemungkinan dikarenakan banyak fines dalam granul dan atau kurang bersihnya punch atau die. Bisa juga karena punch yang baru, kelebihan bahan pelicin (Lachman dkk, 1994 : 675).

F. Uraian Bahan Aktif dan Bahan Tambahan 1. Paracetamol

  HO NHCOCH Gambar 1 Rumus Bangun Parasetamol

  4- Hidroksiasetanilida C H NO

  8

  9

2 BM 151.16 Khasiatnya analgetis dan antiparetis, tetapi tidak anti radang.

  Umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman (Tan dan Rahardja, 2002:318). Pemerian serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit, kelarutan larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol. Tablet parasetamol mengandungparasetamol C H NO tidak kurang dari 90,0% dan tidak

  8

9 2,

  lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995:649-650).

2. Pati Gembili

  Bahan penghancur adalah bahan yang dapat membantu penghancuran dan membantu memecah atau menghancurkan tablet setelah pemberian sampai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, sehingga mudah diabsorbsi (Ansel, 2008:247). Granula pati dapat menyerap air dan membengkak tetapi tidak dapat kembali seperti semula (Fennema, 1985). Kulp (1973) menyatakan bahwa air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen mempunyai peranan untuk mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Kadar amilosa yang tinggi juga dapat meningkatkan absorbsi air. Jika jumlah air dalam sistem dibatasi maka amilosa tidak dapat meninggalkan granula.

  3. Gelatin

  Pemerian lembaran kepingan serbuk atau butiran, tidak berwarna atau kekuningan pucat bau dan rasa lemah (Depkes RI, 1979). Gelatin diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat putih dari tulang hewan. Gelatin tidak larut dalam air dingin, mudah larut dalam air panas, sukar larut dalam etanol, kloroform, eter (Depkes RI, 1995).

  4. Magnesium Stearat

  Magnesium stearat mengandug tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 8,5% MgO, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk halus, putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas. Kelarutan praktis tidak larut air, etanol p, eter p (Depkes RI, 1979:354). Disarankan ditambahkan Mg stearat dalam bentuk serbuk dengan konsentrasi 0,2-0,3% (Voigt, 1995:205).

  5. Laktosa Pemerian serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa agak manis.

  Kelarutan larut dalam 6 bagian air, larut dalam satu bagian air mendidih, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Laktosa adalah bahan pengisi yang sering dipakai karena tidak berinteraksi dengn hampir semua bahan obat. Dapat dikombinasi dengan zat aktif sebanyak 20-25% (Lachman, 1994:699).