"Peranan Pekerja Sosial Medis Dalam Meningkatkan Kualitas Keselamatan Pasien Di Indonesia" "The Role Of Medical Social Worker In Improving Quality Of Patient Safety In Indonesia".

“PERANAN PEKERJA SOSIAL MEDIS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
KESELAMATAN PASIEN DI INDONESIA”
“THE ROLE OF MEDICAL SOCIAL WORKER IN IMPROVING QUALITY OF
PATIENT SAFETY IN INDONESIA”

MAKALAH YANG DISAMPAIKAN PADA KEGIATAN
“INTERNATIONAL NURSING CONFERENCE
EXCELLENT QUALITY OF NURSING CARE THROUGH COMMITMENT ON
PATIENT SAFETY”
4-6 Oktober HORISON Hotel Bandung, Indonesia

Dr. Soni A. Nulhaqim, S.Sos., M.Si.
Ramadhan Pancasilawan, S.Sos., M.Si.
Nurliana Cipta Apsari, S.Sos., MSW.

ABSTRAK
Perkembangan isu keselamatan pasien terus berkembang terutama setelah sering
terjadinya kesalahan praktik dalam melakukan pelayanan medis. Keselamatan pasien
(patient safety) adalah disiplin ilmu baru dalam bidang ilmu kesehatan yang menekankan
pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error guna mencegah terjadinya efek
medikasi yang tidak dikehendaki. Keselamatan pasien adalah tidak adanya kesalahan atau

bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn, Corrigan & Donaldson, 2000). Dengan
demikian keselamatan pasien sebagai suatu sistem diharapkan memberikan asuhan kepada
pasien lebih aman, mencegah cedera akibat kesalahan karena melakukan tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Saat ini dalam dunia internasional
sendiri sudah mulai terfokus pada penanganan keselamatan pasien seperti organisasi
kesehatan dunia (WHO) menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada
pasien (World Alliance for Patient Safety Forward Programme WHO, 2004), Isu
keselamatan pasien di Indonesia masih relatif baru, bahkan masyarakat baru terhenyak
dengan ditemukannya kasus-kasus kesalahan dalam praktik medis, seperti kasus belum
lama ini yaitu kasus dua anak kembar Juliana, yang diduga menjadi korban mal praktik
RS.Omni
Internasional rakyatmerdeka.co.id/news/2010/06/23/96821/PDIP-Dorong(
Regulasi-Malpraktek-dan-Keselamatan-Pasien). Pemerintah sudah berupaya untuk
menjamin keselamatan pasien dengan mengeluarkan UU kesehatan terbaru No 36 Tahun
2009 mengenai Kesehatan, namun peratuan khusus mengenai keselamatan pasien belum
ada hanya terbatas peraturan yang dibuat oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI).
Kurangnya kualitas keselamatan pasien seharusnya bisa dicegah pada saat proses
pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Peran yang terlibat dalam menjaga
keselamatan pasien tidak hanya pada peran medis tetapi peran non medis juga menjadi

bagian penting dalam pelayanan rumah sakit untuk menjaga keselamatan pasien.
Pekerjaan sosial medis adalah profesi penting di dalam lingkungan rumah sakit, terutama
dengan dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan baru-baru ini bahwa rumah sakit dengan
tipe-A wajib menyertakan pekerja sosial dalam penyediaan layannya. Peran yang dapat
dilakukan oleh pekerja sosial medis dalam setting rumah sakit adalah melakukan
konseling individu dan keluarga, melakukan lawatan ke ruangan, melakukan home visit,
melakukan evaluasi sosial, bekerjasama dengan dinas sosial, bekerja sama dengan panti
sosial, melakukan bimbingan sosial, membantu tim rehabilitasi dan pelaksanaan terapi,
melakukan persiapan pulang terhadap klien, melakukan after care. Melihat peran tersebut
keselamatan pasien dapat tercapai dengan selalu termonitornya perkembangan si pasien itu
sendiri.
Peran pekerja sosial seharusnya mendapatkan tempat yang layak dalam pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Selama ini peran pekerja sosial medis di
Indonesia dalam perkembangannya hanya dalam penanganan bagi pasien yang kesulitan
dalam pembayaran biaya rumah sakit. Maka peranannya sangat administratif. Seperti di
beberapa rumah sakit besar di Bandung pekerja sosial medis berperan hanya pada kasuskasus sosial seperti HIV AIDS, pengguna narkoba dan mengurus administratif pasienpasien yang dianggap kurang mampu. Seharusnya pekerjaan sosial medis adalah
pelayanan yang bercirikan pada bantuan sosial dan emosional yang mempengaruhi pasien
dalam hubungannya dengan penyakit dan penyembuhannya.
Keyword: Pekerja Sosial Medis, Keselamatan Pasien


“Peranan Pekerja Sosial Medis Dalam Meningkatkan Kualitas Keselamatan Pasien
di Indonesia”
Pendahuluan
Pelayanan kesehatan menjadi sorotan dalam pembangunan sosial di Indonesia,
seiring dengan anyaknya kasus-kasu yang terjadi dalam pelayanan kesehatan. Kesehatan
merupakan indikator pengukuran dari IPM yang sangat penting bagi suatu negara, hingga
pelayanan kesehatan menjadi fokus utama bagi negara Indonesia yang harus ditingkatkan.
Pelayanan yang sangat terasa langsung adalah pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
Pelayanan ini harus memberikan yang terbaik kepada pasien sebab pasien mengharapkan
kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Dalam proses pelayanan yang diberikan oleh
rumah sakit, keselamatan pasien masih belum dianggap suatu kondisi yang diperhatikan.
Terlihat begitu banyak kasus yang terjadi di Indonesia, akibat dari ketidakseriusan dalam
menjaga keselamatan pasien itu sendiri, seperti yang terrjadi akhir-akhir ini di Indonesia,
masih sering terjadi mal praktik yang justru merugikan pasien itu sendiri. Sedangkan
dalam proses hukum kasus mal praktik, pihak rumah sakit atau bahkan pemberi pelayanan
langsung kepada pasien (dokter) tidak terkena sanksi hukum. Permasalahan yang sangat
merugikan pasien ini terus menjadi perbincangan dan dikaji agar pasien tidak dirugikan.
Pasien yang mengharapkan keselamatannya dalam proses penyembuhan, justru menjadi
tidak selamat setelah mendapatkan pelayanan dari rumah sakit.
Perkembangan isu keselamatan pasien terus berkembang terutama setelah sering

terjadinya kesalahan praktik dalam melakukan pelayanan medis. Keselamatan pasien
(patient safety) adalah disiplin ilmu baru dalam bidang ilmu kesehatan yang menekankan
pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error guna mencegah terjadinya efek
medikasi yang tidak dikehendaki. Keselamatan pasien adalah tidak adanya kesalahan atau
bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn, Corrigan & Donaldson, 2000). Dengan
demikian keselamatan pasien sebagai suatu sistem diharapkan memberikan asuhan kepada
pasien lebih aman, mencegah cedera akibat kesalahan karena melakukan tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Saat ini dalam dunia internasional
sendiri sudah mulai terfokus pada penanganan keselamatan pasien seperti organisasi
kesehatan dunia (WHO) menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada
pasien (World Alliance for Patient Safety Forward Programme WHO, 2004).
Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom
from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi

kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan.
Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Sedangkan

pengertian


Keselamat
an

pasien

rumah

sakit

(http://www.litbang.depkes.go.id/download/Lokakarya/LoknasBandung/BLU-PatientSafety.pdf) adalah suatu proses alam pemberian pelayanan RS terhadap pasien yang lebih
aman. Keselamatan pasien ini terdiri dari: Asssesmen esiko, Identifikasi dan Manajemen
risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, Kemempauan untuk belajar dan
menindaklanjuti insiden pasien, menerapkan solusi untuk mengurangi dan meminimalisir
risiko.

Kebijakan Dalam Keselamatan Pasien
Organisasi kesehatan internsaional/World Health Organisation (WHO) terus
melakukan kajian-kajian mengenai keselamatan pasien. Kemudian tersusun kurikulum
khusus kepada sekolah-sekolah kesehatan untuk keselamatan pasien. Sebelumnya pada

November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan
sebuah prioritas strategik.
Sedangkan di Indonesia, data mengenai KDT (Kejadian tidak diinginkan) atau mal
praktik masih sangat minim, karena masih banyaknya pasien yang belum memahami
mengenai keselamatan pasien atau bahkan masih ada pula rumah sakit atau klinik yang
menutup-nutupi kasus-kasus yang terkait dengan keselamatan pasien. Hal menyebabkan
masih minimnya upaya untuk meningkatkan kualitas amatan pasien di Indonesia.
Kebijakan di Indonesia belum ada yang khusus mengenai keselamatan pasien,
walaupun sudah ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga
pelayanan kesehatan pada umumnya yang juga memberikan efek dalam menjaga
keselamatan pasien, seperti telah dikeluarkan UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, walaupun isinya masih general namun memberikan arahan agar pelayanan
kesehatan kepada masyarakat harus prima. Kemudian UU No 44 tahun 2009 mengenai
Rumah Sakit yang didalamnya sudah mengatur mengenai keselamatan pasien yaitu pada
pasal 2 yang berisi Rumah Sakit menekankan nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas,
manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Kemudian pada pasal 13 juga

menuntut bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja

sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien. Kemudian pada pasal 43 yang secara khusus menekankan peran
rumah

sakit

dalam

keselamatan pasien. Selain

itu ada

pula Kepmen

nomor

496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan
utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari
medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien.

Sedangkan dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan
Sosial, juga memperlihatkan pentingnya untuk menjaga keselamatan manusia secara
umum. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; memulihkan fungsi sosial dalam rangka
mencapai kemandirian. Kemudian upaya kesejahteraan sosial diantaranya dengan
rehabilitasi sosial yang bertujuan memulihkan dan mengembangkan kemampuan
seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar.
Tabel 1.1.
Peraturan Perundangan di Indonesia yang Mengatur Keselamatan Pasien
No
UU
Pasal
1
No 36 Tahun 2009 Pasal 1
Tentang Kesehatan
Bab
Tanggung
Jawab
Pemerintah

Pasal 15
2

UU no 44 tahun 2009 Pasal 2
mengenai Rumah Sakit
pasal 13

pasal 43
3

Nomor 11 Tahun 2009
Tentang
Kesejahteraan sosial

Pasal 3

Resume Isi
Pelayanan kesehatan rehabilitatif,
merupakan upaya mengembalikan
fungsi social pasien di masyarakat

IV Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan lingkungan, tatanan,
fasilitas kesehatan baik fisik maupun
sosial bagi masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya
Rumah Sakit menekankan nilai
keselamatan
pasien,
serta
mempunyai fungsi sosial
Setiap tenaga kesehatan bekerja
menghormati
hak
pasien
dan
mengutamakan keselamatan pasien
Kewajiban
rumah
sakit

untuk
merapkan keselamatan pasien
Penyelnggaraan kesejahteraan sosial
untuk meningkatkan keberfungsian
sosial

Pasal 5

Beberapa kriteria masalah dalam
penyelnggaraan kesejahteraan sosial
adalah
rehabilitasi
sosial
dan
perlindungan sosial

Kemudian upaya-upaya konkrit lainnya yang khusus mengatur mengenai
keselamatan

pasien sudah dilakukan oleh organisasi profesi/perkumpulan

yaitu

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang telah membentuk Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), kemudian komite ini telah menyusun
Panduan

Tujuh

Langkah

Menuju

K
eselamatan

Pasien bagi

staf

RS

untuk

mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Kemudian KARS (Komisi
Akreditasi Rumah Sakit) Depatemen Kesehatan RI telah menyusun Standar Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi Rumah Sakit. Hal
ini mendorong rumah sakit untuk lebih memfokuskan ada keselamatan pasien itu sendiri,
selama pasien itu masih menerima pelayanan kesehatan.
Namun bagi pasien, peraturan mengenai keselamatan pasien bukan menjadi
prioritas untuk diketahui. Kesembuhan dari penyakit yang dideritanya menjadi tujuan
utama bagi pasien, maka dari itu pelayanan yang diharapkan adalah pelayanan kesehatan
yang dapat memberikan kesembuhan bagi pasien. Maka peraturan yang sudah disusun
oleh pemerintah seharusnya dapat disosialisasikan secara operasional seperti peraturan di
rumah sakit atau klinik yang telah disusun oleh KKP-RS.

Peran Pekerja Sosial Medis dalam Keselamatan Pasien
Pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial baik secara langsung maupun tidak
langsung sangat sesuai dengan kebutuhan individu, karena usaha atau pelayanan tersebut
diarahkan untuk membantu individu, kelompok ataupun masyarakat dalam menjalankan
fungsinya. Namun demikian, terdapat pula profesi-perofesi lain yang bergerak dalam
upaya pemberian bantuan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan akibat
adanya interaksi diantara orang yang satu dengan yang lainnya. Maka seiring dengan
berkembangnya permasalahan sosial di masyarakat, pekerja sosial juga harus berinteraksi
dengan berbagai profesi lainnya sesuai dengan setting profesinya.
Arthur E. Fink (1974) dalam Adi (1994:370-40), memberikan uraian mengenai
bidang-bidang pekerjaan sosial, yang diantaranya adalah bidang yang terkait dengan
pelayanan di bidang perawatan kesehatan (health care). Praktik pekerjaan sosial di bidang

medis berusaha menangani pasien yang menderita penyakit yang bersifat akut, atau
menangani masalah-masalah referral (rujukan).
Pekerja sosial memegang peranan penting dalam menginterpretasi individu yang
sakit dan dalam membantu mereka meningkatkan dan menggunakan kemampuan pribadi
dan sumber-sumber sosial untuk mencapai kesehatan secara fisik dan mental. Dengan
menggunakan pendekatan tim, pekerja sosial bekerja sama dengan dokter, perawat,
psikiater, psikolog, dan profesi kesehatan lainnya, dalam rangka perawatan pasien,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Achlis (1990:53) yaitu: “Pekerja sosial dalam relasi
profesional yang berkaitan dengan pelayanan sosial medis yang bertanggung jawab atas
penyembuhan sosial pasien di rumah sakit atau sebagai mitra kerja profesi kedokteran
penyembuhan yang efisien”.
Maka sudah seharusnya pekerja sosial medis dan profesi medis lainnya harus
saling berkolaborasi dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pasien, terutama
berkolaborasi dengan dokter dengan berperan ikut membantu dokter dalam mendiagnosa
dan proses penyembuhan/pengobatan dengan caa meneliti pasien dan kondisi sosialnya
serta menganalisis tingkah laku pasien dan kondisi dalam lingkungannya. Selain itu
pekerja sosial medis ikut membantu dokter dengan mengorganisir sumber-sumber yang
dapat mempergunakan di dalam rumah sakit, lingkungan keluarganya, dan masyarakatnya
dalam proses penyembuhan, agar proses pengobatan medis dapat dilaksanakan secara
efektif.
Menurut Lindau at. al. (2003) dalam Gehlert and Browne (2006:24) bahwa
“interactive biopsychosocial model expands Engel’s model to include general health
status rather than illness alone and consideration of the important role of social networks
and cultural contexts in health”. Maka dijelaskan bahwa model biopsikososial menjadi
peran yang sangat penting karena meliputi status kesehatan secara menyeluruh bukan
hanya melihat penyakit itu sendiri.
Dengan pendekatan ini memperluas model pendekatan dalam medis, yang
sebelumnya hanya terfokus pada permsalahan biologis/medis saja, namun pendekatan ini
memperlihatkan bahwa faktor-faktor penentu suatu penyakit tidak hanya pada faktor
medis tetapi juga faktor non medis, yang dapat memberikan pengaruh pada proses
pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, model biopsikososial, pelayanan kesehatan
memperhitungkan kemampuan pasien untuk membeli suatu obat yang direkomendasikan
oleh ahli medis untuk suatu penyakit saat membuat rencana perawatan untuk pasien

tersebut sedangkan pendekatan medis hanya terfokus pada hasil laboratorium mengenai
status fisik dari pasien tersebut.
Maka dengan pendekatan ini pelayanan kesehatan melibatkan interdisiplin lainnya
untuk mendukung pelayanan kesehatan yang lebih baik dan meingkatkan kualitas
keselamatan pasien. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Beder (2010)
bahwa
Sociak work’s biopsychosocial approach provides a carefully balanced
perspective, which takes into account the entire person in his or her environment
and helps social worker in screening and assessing the needs of an an individual
from a multidimensional point of view (p. 4)
Menurut Beder, profesi pekerja sosial medis tertuju juga pada lingkungan sosial
sang pasien sebab dengan melihat lingkungan sosial pasien dapat membantu dalam proses
penyembuhan pasien,seperti yang diungkapkan Gehlert and Browne (2006:24) “Patients’
social support networks can influence their health status significantly”. Dalam
meningkatkan peran lingkungan sosial pasien, pekerja sosial memiliki proses pelayanan
yang berbeda dengan proses pelayanan yang diberikan oleh dokter atau perawat.
Selama ini peran tersebut belum optimal, sebab rumah sakit di Indonesia belum
memiliki pemahaman kebutuhan akan pekerja sosial di rumah sakit. Pemerintah telah
memberikan kewajiban bagi rumah sakit tipe A untuk memiliki pekerja sosial, namun
walaupun ada perannya terbatas pada peran administrasi seperti mengurus pasien yang
tidak bisa membayar pelayanan rumah sakit atau khusus menangani pasien-pasien yang
memiliki masalah-masalah sosial seperti HIV-AIDS atau narkotika. Sehingga peran
pekerja sosial medis di Indonesia belum optimal terutama dalam mendukung pelayanan
rumah sakit kepada pasien yang berlandaskan keselamatan pasien.
Namun, ada rumah sakit yang mempekerjakan pekerja sosial medis yang sudah
memberikan proses pelayanan sesuai dengan tahapan-tahapan pekerja sosial medis, seperti
Seperti di Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. RA. Habiebie Bandung, pekerja sosial medis
telah diberikan perannya, yaitu:
a. Mengadakan konsultasi sosial
b. Mengatasi masalah sosial
c. Melayat pasien-pasien yang meninggal
d. Menerima keluhan-keluhan pasien yang meminta keringanan biaya cuci darah
e. Bekerjasama dengan Kepala Bagian Keuangan dan Personalia mengenai pasien yang
menerima keringanan biaya cuci darah

f. Melakukan home visit kepada pasien sebagai bahan pertimbangan pengajuan
keringanan biaya cuci darah
g. Melakukan evaluasi untuk pasien DO, yaitu mereka yang sudah tidak cuci darah lagi
selama 8 kali
h. Melakukan evaluasi untuk pasien yang memutuskan tisak cuci daah lagi di RSKG
dan pindah ke rumah sakit lain
Dari peran yang sudah diatur, peran pekerja sosial yang menonjol adalah peran untuk
mengatasi masalah administrasi (keuangan) terutama bagi pasien-pasien yang meminta
keringanan untuk biaya. Walaupun demikian pekerja sosial medis di RSK Ginjal telah
berperan penting sebab dapat mengatasi permasalahan psikologis maupun sosial pasien
seperti perasaan minder, rendah diri, ataupun gangguan dalam menjalani aktivitasnya,
kesulitan ekonomi yang disebabkan biaya pengobatan, ataupun masalah diskriminasi yang
dialami pasien di lingkungan masyarakatnya ataupun kerabat pasien.
Kemudian di Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat, pada proses penyembuhan, tiap pasien
ditangani suatu tim penyembuhan yang terdiri dari berbagai macam profesi petolongan
(psikiater, psikolog, pekerja sosial medis, dan perawat) yang dipimpin oleh seorang dokter
ahli jiwa yang menjadi penanggung jawab pasien selama perawatan dalam rangka proses
penyembuhan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Proses
penyembuhan pasien gangguan jiwa oleh pekerja sosial medis di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jawa Barat terdiri dari tiga tahap. Yaitu tahap awal (terdiri dari intake, assesment
dan diagnosis sosial, penentuan tujuan perubahan, penyeleksian rencana kegiatan, serta
pembuatan kesepakatan), tahap pertengahan (yaitu pelaksanaan treatment sosial), dan
tahap akhir (terdiri dari evaluasi, terminasi dan aftercare).
Dalam proses pelayanan rumah sakit, peran pekerja sosial medis di Rumah Sakit
Jiwa, mendapatkan porsi penting, sebab pasien lebih banyak diberikan pelayanan
rekreasional yang diperankan oleh pekerja sosial medis, sedangkan profesi medis (dokter
dan perawat) hanya berperan pada masalah medis yang hanya dilakukan rutin pada waktuwaktu yang singkat, seperti saat pemberian obat atau cek rut
in untuk melihat
perkembangan kesehatan pasien.
Dari beberapa rumah sakit tersebut, peran yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial
medis dalam setting rumah sakit adalah melakukan konseling individu dan keluarga. Hal
ini melakukan konseling kepada pasien mengenai permasalahan-permasalahan sosial yang

dapat mendukung kesembuhan pasien, maka hal ini dilakukan pula ke lingkungan pasien
seperti keluaga pasien.
Peran-peran yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial dalam setting rumah sakit
dapat sebagai sebagai pembimbing sekaligus pendorong (motivator). Dimana pekerja
sosial melakukan kegiatan yang mencakup penumbuhan kesadaran, pemberian motivasi,
pemberian kemampuan dan kesempatan, serta memobilisasi sumber-sumber yang
mendukung proses pertolongan Kegiatannya meliputi konseling perseorangan, intervensi
terhadap keluarga, pertemuan kelompok maupun pendekatan lainnya. Dalam melakukan
intervensi proses partisipasi pasien sangat

penting

guna

proses pen
gembangan

kemampuan sehingga klien dapat berfungsi kembali secara sosial.
Dalam melakukan intervensi pekerja sosial juga harus aktif dan dalam memberikan
pelayanan seperti melakukan lawatan ke ruangan hal ini untuk menggali perkembangan
pasien. Melakukan home visit, melakukan evaluasi sosial, bekerjasama dengan dinas
sosial, bekerja sama dengan panti sosial, melakukan bimbingan sosial, membantu tim
rehabilitasi dan pelaksanaan terapi, melakukan persiapan pulang terhadap klien, dan
melakukan after care.
Mary Johnston (1988:46) mengemukakan beberapa peran pekerja sosial medis di
rumah sakit antara lain:
1. Pembimbing perseorangan dan kelompok. Dalam bimbingan perseorangan, pekerja
sosial membantu seorang pasien menyelesaikan persoalan karena tidak dapat
menerima keterbatasan yang disebabkan oleh penyakitnya. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengunjungi pasien (room visit) untuk memberikan konseling, motivasi dan
semangat kepada pasien agar lebih memahami kondisi dirinya. Bahkan dengan
konseling ini pekerja sosial dapat mendapatkan informasi yang dapat digunakan bagi
dokter dalam memberikan treatmen pada masalah medisnya .
Dalam bimbingan kelompok, pekerja sosial
membantu

keluarga

pasien

dapat melakukan peranannya dalam

untuk membuat

rencana

pulang sesuai dengan

perkembangan kondisi pasien. Bahkan lebih jauh lagi bimbingan keluarga ini untuk
meningkatkan peran keluarga dalam membantu pasien dalam kesembuhannya.
2. Pendorong. Klien dibantu mengemukakan persoalan yang dihadapinya. Pekerja sosial
juga membantu klien menemukan beberapa alternatif penyelesaian masalah. Pada
setting rumah sakit, klien pekerja sosial medis tidak hanya pasien, dapat pula keluarga
pasien. Sebab keluarga juga mengalami permasalahan yang harus dihadapi dengan

peningkatan keselamatan pasien, seperti dalam pembiayaan pengobatan, atau
penerimaan keluarga mengenai kondisi pasien yang mungkin tidak bisa lebih optimal
sebelum sakit dan harus siap menerima kondisi pasien setelah dia pulang dari rumah
sakit.
3. Penghubung. Pekerja sosial meningkatkan pemahaman staf lain tentang kapan
sebaiknya dia diajak membantu penderita, misalnya penderita sering menangis, tidak
pernah membeli obat, atau tidak dikunjungi. Maka informasi yang didapatkan oleh
pekerja sosial medis dalam konseling yang dilakukan kepada pasien dapat membantu
profesi lainnya dalam melakukan treatment. Bahkan error yang disebabkan oleh
pemberi pelayanan medis dapat ditekan dengan banyaknya informasi yang diperoleh
mengenai kondisi pasien secara medis maupun non medis.
Bahkan dalam peran ini pekerja sosial dapat menghubungkan sumber-sumber yang
dapat membantu pasien yang mengalami permasalahan dalam masalah keuangan.
Seperti ke instansi pemerintah (dinas-dinas) atau panti-panti yang memiliki pelayanan
sama terhadap masalah pasien.
4. Konsultan. Pekerja sosial memberi informasi ke lembaga di luar rumah sakit. Pekerja
sosial memberi nasehat kepada karyawan rumah sakit sehubungan dengan masalah
pasiennya.
5. Pendidik. Pekerja sosial membimbing praktek calon pekerja sosial, memberi kuliah
dalam kursus perawat. Hal ini untuk berikan keterampilan-keterampilan pekerja sosial
kepada profesi lainnya untuk mendukung poses pelayanan medis lebih baik dan terjaga
keselamatan pasien.
Peran dan fungsi dalam proses pelayanan yang diberikan pekerja sosial dalam
meningkatkan kualitas keselamatan pasien sangat penting, sebab informasi yang
didapatkan dari dokter atau perawat berupa informasi medik dari pasien. Sedangkan
informasi mengenai kondisi sosial pasien yang

sebenarnya dapat mempercepat

kesembuhan pasien\tidak tergali dengan optimal. Maka disinilah peran pekerja sosial
medis dibutuhkan. Selama ini proses pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial masih
belum terfokus pada fungsinya, namun pekerja sosial medis justru menjadi profesi yang
mengurus pasien-pasien yang tidak mampu membayar atau pasien yang membayar dengan
menggunakan kartu miskin, hingga perannya sangat sempit bahkan tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap keselamatan pasien.

Peran-peran yang seperti diungkapkan sebelumnya masih belum dilakukan secara
menyeluruh, masih banyak pemahaman yang kurang benar mengenai pekerja sosial medis,
yang menyebabkan pelayanan rumah sakit tidak komprehensif. Rumah sakit cenderung
memfokuskan pada pelayanan medis.
Sedangkan jika melihat pemahaman keselamatan pasien adalah freedom from
accidental injury. Maka error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai
rencana yang salah dalam mencapai tujuan harus dihindarkan dengan lebih melihat
berbagai aspek sebelum pasien diberikan pelayanan. Accidental injury juga akibat dari
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission). Hal ini disebabkan kekurangan informasi mengenai
kondisi pasien terutama kondisi non medis seperti lingkungan keluarganya. Hal ini jika
tidak diperhatikan dapat memberikan pengaruh terhadap keselamatan pasien.

Kesimpulan
Pada dasarnya pekerja sosial medis merupakan penerapan ilmu, ketrampilan, sikap
dan nilai-nilai pekerja sosial dalam pelayanan kesehatan. Perhatiannya adalah masalah
sakit yang berhubungan dengan aspek-aspek sosial dan lingkungan sekitar yang
mengakibatkan gangguan fungsi-fungsi sosial dan membantu pasien agar dapat mencapai
tingkat kesejahteraan sosial yang optimum, atau dapat difokuskan pada faktor-faktor sosial
yang

dapat

membantu

penyembuhan

pasien

atau

masalah-masalah

sosial

yang

menyebabkan orang-orang menjadi sakit atau yang menghambat seseorang menggunakan
perawatan yang diberikan kepadanya. Maka pekerja sosial medis menjadi bagian dalam
sistem pelayanan kesehatan dan bagian dari tim medis yang saling bermitra yaitu dengan
dokter, perawat maupun farmakolog dalam melakukan penelitian, diagnosis dan
penyembuhan yang menyangkut aspek psikologis, sosial dan aspek lingkungannya
Pekerja sosial menjadi bagian penting dalam pelayanan yang diberikan rumah
sakit. Dalam pelayanan tersebut bentuknya kemitraan maka pekerja sosial dan profesi
lainnya di rumah sakit harus saling mendukung yang memiliki tujuan sama untuk
keselamatan pasien. Maka pemahaman mengenai pekerja sosial medis harus diperluas
terutama mengenai perannya yang begitu penting dalam keselamatan pasien. Rumah sakit
sudah sepatutnya memberikan tempat khusus bagi pekerja sosial medis.
Pemerintah lebih baik memasukan pula peran pekerja sosial medis dalam peraturan
mengenai pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Selama ini pekerja sosial

medis lebih banyak memilih berperan dalam organisasi-organisasi sosial yang bergerak di
bidang mesdis, bukan secara langsung terikat dalam pemberian pelayanan kesehatan
rumah sakit. Hal ni dikarenakan peran mereka jika masuk dalam ganisasi pemerintah
dalam kesehatan (rumah sakit umum) maka perannya menjadi sempit dan tidak optimal,
sebab masih banyaknya anggapan pekerja sosial hanya mengurus pasien yang tidak bisa
membayar biaya kesehatan.
Maka diperlukan upaya-upaya teknis dalam meningkatkan peran pekerja sosial
medis, seperti rumah sakit memiliki panduan tersendiri mengenai peran pekerja sosial di
rumah sakit, ataiu bahkan pekerja sosial medis sudah dimasukan dalam pelayanan rumah
sakit secara menyeluruh dengan dibuatkan suatu pelayanan yang didalamnya terdapat
kolaborasi antara profesi dokter, pekerja sosial, perawat, ataui profesi lainnya yang
mendukung peningkatan keselamatan pasien.

Bahan Bacaan

Buku
Achlis. 1990. Pekerjaan Sosial Sebagai Profesi dan Praktek Pertolongan. Bandung :
STKS.
Adi, Isbandi Rukminto. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial.
Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Beder, J. 2010. Hospital Social Work: The Interface of Medicine and Caring. Routledge.
Johnston, Mary. 1988. Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting
Rumah Sakit. Surakarta : Rumah Sakit Orthopaedi dan Prothese.
Gehlert, Sarah and Teri Arthur Browne. 2006. Handbook of Health Social Work. Canada.
John Miley and Sons, Inc.
Pincus dan Minahan. 1977. Social Work Practice : Model and Method. Peacock
Publishers, Inc.
Siporin, Max. 1975. Introduction to Social Work Practice. New York. Macmillan
Publishing.
Skidmore, Rex, A., 1994. Introduction to Social Work. University of Utah, USA.
Soetarso. 1982. Pekerja Sosial di Bidang Medis. Bandung : STKS.
Soetarso. 1999. Metode-Metode Penyembuhan Sosial Dalam Praktek Pekerjaan Sosial.
Bandung : STKS.
Sukoco, Dwi Heru. 1995. Profesi pekerjaan sosial dan proses pertolongannya. Bandung :
Koperasi Mahasiswa STKS.
Whittaker, J.K. 1974. Social Treatment (An Approach To Helping Interpersonal ) Chicago
: Aldine
Zastrow, Charles. 1992. The Practice of Social Work. California : Wadsworth Publishing
Company.
Internet:
http://www.litbang.depkes.go.id/download/Lokakarya/LoknasBandung/BLU-PatientSafety.pdf
http://www.pdpersi.co.id/persi/
Hasil Penelitian
Lintang Dini Prafitra. 2009 Proses Penyembuhan Sosial Pasien Gangguan Jiwa Oleh
Pekerja Sosial Medis Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Skripsi.
Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad.
Lusita Dewi. 2008. Needs Assesment Pengembangan Pelayanan Pekerja Sosial Medis
Terhadap Pasien Gagal Ginjal Terminal Di Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. RA.
Habibie Bandung. Skripsi. Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad.