ANALISIS EKONOMI REGIONAL SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN GRESIK, KABUPATEN MADIUN DAN KABUPATEN PACITAN.
ANALISIS EKONOMI REGIONAL SEKTOR BASIS DAN NON BASIS
DI KABUPATEN GRESIK, KABUPATEN MADIUN DAN
KABUPATEN PACITAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Per syaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
J urusan Ekonomi Pembangungan
Oleh :
SURIANI PURWONEGORO
NPM 1011010040 / FEB / EP
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2014
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
SKRIPSI
ANALISIS EKONOMI REGIONAL SEKTOR BASIS DAN NON BASIS
DI KABUPATEN GRESIK, KABUPATEN MADIUN DAN
KABUPATEN PACITAN
Disusun oleh :
SURIANI PURWONEGORO
NPM 1011010040 / FEB/ EP
Telah Dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Univer sitas Pembangunan Nasional " Veteran" J awa Timur
Pada tanggal 15 Maret 2014
Pembimbing :
Tim Penguji
Pembimbing Utama
Ketua
Prof. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS
Prof. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS
Sekretaris
Ir. Hamidah Hendrarini, MSi
Anggota
Dra.Ec. Wiwin Priana, MT
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pembangunan Nasional "Veteran"
Jawa Timur
Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, ME
NIP. 196309241989031001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan mengambil judul “ANALISIS
EKONOMI
REGIONAL
SEKTOR
BASIS
DAN
NON
BASIS
DI
KABUPATEN GRESIK, KABUPATEN MADIUN DAN KABUPATEN
PACITAN”. Penyusunan skripsi ini dilakukan dengan maksud untuk melengkapi
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar sarjana ekonomi pada
jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta pengarahan
dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini peneliti dengan kerendahan hati
yang tulus ikhlas mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang
terhormat dosen pembimbing bapak Pr of. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS yang
telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dan terima kasih kepada banyak pihak, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah memberikan
banyak bantuan berupa sarana fasilitas dan perijinan guna pelaksanaan skripsi
ini.
i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra. Ec. Niniek Imaningsih, MP, selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Ec. Wiwin Priana, MT selaku dosen wali yang mana telah
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
5. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah dengan
ikhlas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan
dan pelayanan akademik bagi peneliti.
6. Terucap hormat khusus kepada kedua orangtuaku yang senantiasa
memberikan do’a restu dan dorongan baik moril maupun materiil yang tak
terhingga.
7. Terimakasih kepada para teman-teman saya angkatan 2010 khususnya yang
telah memberi semangat dan dukungan kepada saya yang telah mengerjakan
skripsi hingga selesai.
ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
demikian skripsi ini diusahakan sesuai dengan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi yang membutuhkan serta bagi pembaca untukpenelitian
selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surabaya, April 2014
Peneliti
iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………….
i
Daftar Isi ……………………………………………………………
iv
Daftar Tabel ………………………………………………………..
viii
Daftar Gambar …………………………………………………….
ix
Daftar Lampir an …………………………………………………..
x
Abstr aksi …………………………………………………………...
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………..
1
1.2 Perumusan Masalah …………………………………………..
7
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………..
8
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………
8
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu ……………………………………..….
9
2.2 Landasan Teori Ekonomi Pembangunan ………………… ...
13
2.2.1 Teori Ekonomi Regional ………………………………
13
2.2.2 Produk Domestik Regional Bruto …………………….
20
2.2.3 Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) ……………………………………….…
22
2.2.4 Produk Domestik Regional Bruto per kapita ……….. ...
24
iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.5 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Konstan (PDRBADHK) ............................................... ...
25
2.2.6 Pergeseran Tahun Dasar dan Perubahan Kalsifikasi
Sektor ……………………………………………….….
BAB III
BAB IV
26
2.2.7 Sektor Ekonomi …………………………………….…
27
2.2.8 Kerangka Pikir …………………………………………
33
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional ……………………………………….…
35
3.2 Jenis dan Sumber Data ……………………………………….
35
3.3 Metode Analisis ………………………………………………
36
3.3.1 Location Quotient …………………………………….
36
3.3.2 Indeks Fungsi Sektoral ………………………………..
38
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi obyek Penelitian ………………………………………….
40
4.1.1 Kondisi Umum Kabupaten Gresik …………………...
40
4.1.1.1 Letak Geografis ……………………………….
40
4.1.2 Kondisi Umum Kabupaten Madiun ………………….
42
4.1.2.1 Letak Geografis ……………………………….
42
4.1.3 Kondisi Umum Kabupaten Pacitan …………………..
43
4.1.3.1 Letak Geografis ……………………………….
43
4.1.4 Kondisi Umum Jawa Timur ……………………….….
44
4.1.4.1 Letak Geografis ………………………………..
44
v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian …………………………………….
45
4.2.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Provinsi Jawa Timur ………………………………….
45
4.2.2 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Sektoral Jawa Timur ……………………………………. 47
4.2.3 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Gresik …………………………………….
49
4.2.4 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Madiun ……………………………………
50
4.2.5 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Pacitan …………………………………….
51
4.3 Hasil Dan Pembahasan ……………………………………….
52
4.3.1 Analisis Location Quotient (LQ) …………………….
52
4.3.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten
Gresik …………………………………….... ..
54
4.3.1.2 Analisis Location Quotient (LQ)
Kabupaten Madiun………………………….. ..
56
4.3.1.3 Analisis Location Quotient (LQ)
Kabupaten Pacitan ……………………………
58
4.3.2 Indeks Fungsi Sektoral ………………………………
59
4.3.2.1 Analisis Indeks Fungsi sektoral Kabupaten
Gresik …………………………………………
vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
60
4.3.2.2 Analisis Indeks Fungsi Sektoral Kabupaten
Madiun ……………………………………….
62
4.3.2.3 Analisis Indeks Fungsi Sektor Kabupaten
Pacitan …………………………………………
BAB V
64
KESIMPULAN DAN SARAN
5.3 Kesimpulan ……………………………………………….….
66
5.2 Saran …………………………………………………………
68
DAFTAR PUSTAKA
vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALISIS EKONOMI REGIONAL SEKTOR BASIS DAN NON BASIS
DI KABUPATEN GRESIK, KABUPATEN MADIUN DAN
KABUPATEN PACITAN
Oleh Suriani Purwonegoro
ABSTRAKSI
Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari
kondisi dan potensi sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah.
Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada pembangunan dan
memperkuat sektor-sektor dibidang ekonomi dengan mengembangkan,
meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor yang menjadi sektor
basis dan sektor unggulan di Kabupaten Gresik, Kabupaten Madiun dan
Kabupaten Pacitan, Penelitian ini adalah penelitian deskriftif yang tujuannya
adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta , sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Penelitian ini merupakan penelitian perpustakaan, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mneghimpun data dari berbagai literatur, baik dari perpustakaan
maupun tempat-tempat lain. Untuk menganalisa pertumbuhan ekonomi daerah
dalam penelitian ini maka digunakan analisis Location Quoetient (LQ).
Berdasarkan hasil penelitian untuk Kabupaten Gresik terdapat dua sektor
yang merupakan sektor basis, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran serta
sektor Industri pengolahan. Sedangkan untuk Kabupaten Madiun terdapat tiga
sektor basis, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta
sektor jasa-jasa. Dan di kabupaten Pacitan terdapat dua sektor basis, yaitu sektor
pertanian dan sektor jasa-jasa. Untuk sektor unggulannya, di kabupaten gresik
adalah sektor industri pengolahan, Sedangkan di kabupaten Madiun sektor
unggulannya adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Dan kabupaten Pacitan sektor unggulannya adalah sektor sektor pertanian
Kata kunci : sektor basis, sektor non basis, location quotient.
xi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALYZE OF REGIONAL ECONOMIC SECTORS BASED AND SECTORS
NON BASED IN REGENCY GRESIK, REGENCY MADISON AND
REGENCY PACITAN
Oleh Suriani Purwonegoro
ABSTRACK
The development of regional economic development depends on the
condition and potential resources of each region. The regional development a
higher priority to the development and strengthening the sectors in the economy to
develop, improve and utilize existing resources in an optimal.
The purpose of this study was to determine the sectors into are sectors based and
leading sectors in Gresik, Madison Regency and Pacitan, this study is a
descriptive study whose goal is to create a description or picture of systematic,
factual, and accurate information on the facts, nature properties, and the
relationship between the phenomena investigated. This study is a research library,
the research done by collecting data from a variety of literature, both from the
library and other places. To analyze the economic growth of the region in this
study used analysis Quoetient Location (LQ).
Based on the results of research to Gresik, there are two sectors which is a
sector base, the trade, hotel and restaurant sector and processing industry sector.
As for Madison Regency there are three bases sectors, agriculture sector, trade,
hotels and restaurants sector as well as the services sector. And there are two
sectors Pacitan district base, agriculture sector and services sector. For superior
sector, in Gresik regency is the manufacturing sector, while in Madiun district
superior sector is the agricultural sector and trade, hotels and restaurants sector.
Pacitan superior and district sector is agriculture sector.
Keywords: sectors based, sectors non based, location quotient
xi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan berbagai
aspek termasuk didalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta
institusi nasional dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang baik.
Menurut Martono (2008), proses pembangunan secara filosofis dapat
diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan. Proses ini
bertujuan menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai
alternatif untuk pencapaian aspirasi warga.
Pertumbuhan
ekonomi
merupakan
proses
bagaimana
suatu
perekonomian berkembang dari waktu ke waktu. Proses perkembangan
tersebut terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana dapat terjadi
penurunan
atau
kenaikan
perekonomian,
namun
secara
umum
menunjukkan kecenderungan untuk meningkatkan perekonomian wilayah.
Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari
kondisi dan potensi sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah.
Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada pembangunan dan
memperkuat sektor-sektor dibidang ekonomi dengan mengembangkan,
meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal
dengan
tetap
memperhatikan
kesinergisan
antar
perekonomian. ( Arsyad, 1999:108)
1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
sektor-sektor
2
Unsur utama pembangunan terletak pada usaha melakukan kombinasi
baru dalam kegiatan perekonomian yang didalamnya terkandung berbagai
kemungkinan yang ada dalam keadaan yang berkembang dan mantap yang
disebut sebagai inovasi. (Anonim, 2000 :103)
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan
yang dilakukan secara terus menerus dan meliputi seluruh aspek
kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Tujuan utama pembangunan
nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata
berdasarkan
Pancasila
dan
Undang-Undang
Dasar
1945.
Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh seluruh komponen,
yakni masyarakat dan pemerintah.
Pembangunan nasional adalah dari, oleh dan untuk rakyat yang
dilaksanakan di semua aspek kehidupan dan diarahkan untuk mencapai
kemajuan dan kesejahteraan. Pembangunan dilakukan secara berencana,
menyeluruh, terarah, terpadu, dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan
taraf hidup masyarakat.
Salah
satu
indikasi
dari
pembangunan
adalah
terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang ditunjukan oleh pertambahan produksi atau
pendapatan
nasional.
Keberhasilan
pembangunan
akan
dapat
mempertinggi kemampuan bangsa dalam perubahan dibidangnya. Salah
satu tujuan pembangunan jangka panjang bidang pertumbuhan ekonomi
adalah terciptanya stabilitas ekonomi dibidang pertanian dan industri.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3
Pembangunan daerah merupakan sub-sistem dari pembangunan
nasional dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
pembangunan nasional. Oleh karena itu pembangunan daerah dilaksanakan
pada berbagai aspek kehidupan, yang antara lain diupayakan dengan
melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. (Anonim : 2006 : 2)
Permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber
daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatifinisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan
ekonomi. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan
ekonomi regional di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat
menguasai dan mengendalikan hampir sebagian besar pendapatan daerah
yang ditetapkan sebagai penerimaan Negara, termasuk pendapatan dari
hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan
dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya sumber daya
alam tidak dapat menikmati hasilnya secara layak.(Arsyad,1999:108)
Pembangunan daerah agar tujuan dan usahanya dapat berhasil dengan
baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Dengan
mengembangkan metode untuk menganalisa perekonomian suatu daerah
penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4
mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses
pertumbuhan ekonomi daerah. labih lanjut Menurut (Sukirno;1994;10),
Pertumbuhan ekonomi dalah salah satu tolak ukur yang dapat dipakai
untuk meningkatkan adanya pembangunan suatu daerah dari berbagai
macam sektor ekonomi secara tidak langsung menggambarkan tingkat
perubahan ekonomi. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi diartikan
sebagai kenaikkan dalam PDRB tanpa memandang apakah kenaikkan
lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk dan apakah
ada perubahan atau tidak dalam struktur ekonomi. Tingkat pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan yang dihitung dari Produk Domestik Bruto,
merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya.
Artinya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi besar dan
pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat tingkat
perekonomian secara keseluruhan, sebaiknya apabila sebuah sektor
mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian,
sehingga bila sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi,
maka sektor tersebut akan dapat menjadi lokomotif pertumbuhan yang
secara total sehingga menjadikan tingkat pertumbuhannya menjadi besar
bagi sebuah daerah.
Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di
daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya
lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin akan sumber daya
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5
alam. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dalam artian
sumber daya alam harus dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan
yang selanjutnya harus dikembangkan terus. Dan untuk ini diperlukan
faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan
sumber daya manusia. (Tambunan, 2001:198).
Pembangunan sektor ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan
selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan
berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Penentuan
sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan
pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah
memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang
sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi
daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat.
Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah
berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena
mempunyai keunggulan-keunggulan. Selanjutnya faktor ini berkembang
lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan
ekonomi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut
dalam perekonomian daerah.
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju
pertumbuhan
ekonomi
peningkatan
ekspor
suatu
dari
wilayah
wilayah
ditentukan
tersebut.
oleh
besarnya
Kegiatan
ekonomi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6
dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis
adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang
mendatangkan uang dari luar wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di
sektor basis adalah fungsi permintaan yang bersifat endogenous (tidak
tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan
non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu
permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikkan
pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian sektor ini terikat
terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi
pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan di atas, satu-satunya
sektor
yang
bisa
meningkatkan perekonomian
wilayah
melebihi
pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu analisis basis
sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi
wilayah. (Tarigan, 2004:6).
Penggunaan pendekatan model basis ekonomi pada umumnya
didasarkan
atas
nilai
tambah
maupun
lapangan
kerja.
Namun
menggunakan data pendapatan (nilai tambah) adalah lebih tepat
dibandingkan menggunakan data lapangan kerja. Hal ini dikarenakan
lapangan kerja memiliki bobot yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya
Dengan berbagai pendekatan itu, pembangunan nasional dengan
pembangunan daerah telah mancatat kemajuan yang berarti. Namun dalam
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7
kenyataannya ada perbedaan cukup tajam antar kemajuan suatu daerah
dengan daerah lainnya. Perbedaan laju pembangunan antara daerah
menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar
daerah, terutama antara Jawa dan Luar Jawa, antara kawasan barat dan
kawasan timur, antara perkota dan pedesaan.
Sebagai akibat dari tingkat dan laju perkembangan yang tidak
seimbang itu, meskipun semua daerah akan memperoleh kemajuan sebagai
hasil dari pembangunan, tetapi karena tingkat landasannya sudah berbeda,
maka tanpa usaha khusus, dengan kecenderungan yang ada, kesenjangan
akan membesar. Mengatasi keadaan ini bukan pekerjaan mudah karena
upaya itu akan menentang “arus” yang kuat yang menjadi kendala yang
tidak mudah diatasi.
1.2
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang diangkat sebagai berikut :
1.
Sektor-sektor apakah yang menjadi Sektor Basis dan Non Basis di
Kabupaten Gresik, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Pacitan?
2.
Sektor Ekonomi apakah yang menjadi Sektor Unggulan di Kabupaten
Gresik, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Pacitan?
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8
1.3
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui sektor ekonomi apa yang menjadi Sektor Basis dan
Non Basis di Kabupaten Gresik, Kabupaten Madiun dan Kabupaten
Pacitan.
2.
Untuk mengetahui Sektor Ekonomi apa yang menjadi Sektor
Unggulan di Kabupaten Gresik, Kabupaten Madiun dan Kabupaten
Pacitan.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini
adalah:
1.
Sebagai sumbangan informasi dan sumbangan pemikiran bagi pihakpihak
yang
memerlukan,
maupun
peneliti
lain
yang
ingin
mengembangkan dan melanjutkan penelitian ini.
2.
Sebagai bahan-bahan informasi yang mampu menjadikan acuan
kebijakan, perencanaan pembangunan, khususnya dibidang ekonomi
yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah
pusat/daerah maupun swasta.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1
Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah
ekonomi regional pernah disampaikan oleh :
a. Septian Bayu Prastyo dengan judul penelitian “Analisis Ekonomi
Regional pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) IX Provinsi
J awa Timur Tahun 2008-2009”. Dapat ditarik kesimpulan : pertama,
dengan analisis shift share diketahui bahwa sektor yang banyak
menyumbang tamabahan Produk Domestik Regional Bruto di
kabupaten Bojonegoro adalah sektor pertambangan dan penggalian.
Kedua, dengan menggunakan rumus Potensi Regional (PR) maka
kabupaten Bojonegoro memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya
cenderung untuk mempercepat laju pertumbuhan Jawa timur yaitu
sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas
dan
air
bersih,
kontruksi,
perdagangan,
hotel
dan
restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa, dan jasajasa. Untuk kabupaten Tuban sektor-sektor yang pertumbuhannya
cenderung untuk mempercepat laju pertumbuhan yaitu pertambangan
dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, industri pengolahan,
kontruksi, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan
9
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
10
komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa, dan jasa-jasa. Ketiga
dengan menggunakan rumus Propotional Shift (PS) maka kabupaten
Bojonegoro memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih
cepat yaitu : sektor pertambangan, listrik, gas dan air bersih,
perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa. Untuk kabupaten
Tuban sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat yaitu : sektor
pertambangan, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, pengangkutan,
keuangan, dan jasa-jasa. Keempat dengan menggunakan rumus
Differential Share (DS) maka kabupaten Bojonegoro sektor yang
pertumbuhannya lebih cepat yaitu : sektor pertambangan, industri
pengolahan, kontruksi, keuangan, dan jasa-jasa. untuk kabupaten Tuban
sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat yaitu : sektor pertanian,
industri pengolahan, kontruksi, perdagangan, dan keuangan.
b. Made Antara (2002). Dengan judul “Kebutuhan Investasi sektor
Basis dan Non Basis Dalam Perekonomian Regional Bali”. Dengan
menggunakan
analisis
Location
Quetient
maka
dapat
ditarik
kesimpulan: Ada empat sektor teridentifikasi sebagai sektor basis yang
ditunjukkan oleh nilai LQ (rata-rata 6 tahun) > 1, yaitu sektor petanian,
sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor jasa-jasa. Sedangkan lima sektor adalah non basis
yang ditunjukkan oleh LQ < 1, yaitu: sektor pertambangan dan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11
penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih,
sektor kontruksi, dan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan.
c. Putu Ayu (2009). Dengan judul “ Analisis Kesempatan Kerja
Sektoral di Kabupaten Bangli dengan Pendekatan Pertumbuhan
Berbasis Ekspor”. Dengan menggunakan analisis Location Quotient
maka dapat ditarik kesimpulan : sektor basis kesempatan kerja di
kabupaten Bangli pada awal tahun penelitian adalah sektor pertanian
dan sektor industri pengolahan. Sepuluh tahun kemudian sektor basis
bertambah menjadi tiga sektor yaitu masuknya sektor pertambangan
dan penggalian. Sektor-sektor ini adalah sektor yang mampu menyerap
tenaga kerja lebih dari cukup sehingga dapat menghasilkan produk
untuk memenuhi kebutuhan lokal (kabupaten Bangli) dan juga untuk
daerah lain. Sektor-sektor diluar sektor basis merupakan sektor non
basis yakni sektor-sektor yang tidak mampu menciptakan kesempatan
kerja yang cukup tinggi sehingga tidak dapat menghasilkan produk
untuk memenuhi kebutuhan lokal. Namun perubahan yang terjadi di
kabupaten Bangli dalam kurun waktu 10 tahun justru menurun. Jika
dibandingkan dengan tahun 1998, tiap kenaikkan kesempatan kerja
disektor basis pada tahun 2007 memberikan dampak yang lebih kecil
terhadap peningkatan kesempatan kerja total dan kesempatan kerja di
sektor non basis. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena jika sektorsektor basis tidak diberikan perhatian yang lebih untuk dikembangkan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
12
maka tidak menutup kemungkinan sektor-sektor ini dikemudian hari
justru berubah menjadi sektor non basis.
d. Welly Eva Mayana dengan judul penelitian “ Analisis Ekonomi
Regional Sektor Basis Non Basis di Kota Surabaya dan Kabupaten
Malang tahun 2009-2010” dapat ditarik kesimpulan, dari hasil analisis
Location Quotient dapat ditentukan sektor-sektor yang merupakan
sektor basis dan non basis yaitu kota Surabaya yaitu sektor industri
pengolahan, listrik, gas dan air bersih, kontruksi, perdagangan, hotel
dan restoran, angkutan dan komunikasi, keuangan, dan persewaan dan
jasa perusahaan, kabupaten malang yaitu sektor pertanian, perdagangan,
hotel dan restoran. Dengan menggunakan Uji Fungsi Sektoral (IFS),
sektor-sektor terpilih untuk dijadikan sektor unggulan dikota Surabaya
yaitu sekor perdagangan, hotel dan restoran, dan industri pengolahan.
Sedangkan di kabupaten malang yaitu sektor perdagangan, hotel dan
restoran.
e. Wahyudi Budi Utomo dengan judul penelitian “Analisis Ekonomi
Regional pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) IV di J awa
Timur Tahun 2007-2008” dapat ditarik kesimpulan, dari hasil
Location Quotient dapat ditentukan sektor-sektor yang merupakan
sektor basis dikabupaten jember yaitu sektor pertanian, pertambangan
dan penggalian, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan jasajasa.
Kabupaten
situbondo
sektornya
yaitu
sektor
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pertanian,
13
pertambangan dan penggalian, perdangangan, hotel dan restoran dan
jasa-jasa. Kabupaten bondowoso sktornya yaitu pertanian, keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan jasa-jasa.
f. Dwi Yanto Kurniawan dengan judul penelitian “Potensi Sektor-Sektor
Ekonomi pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VIII di J awa
Timur tahun 2008-2009” dapat ditarik kesimpulan, dengan hasil
Location Quotient kabupaten di SWP VIII 5 dari 6 kabupaten
mempunyai potensi pertanian yang menjadi sektor basis yaitu
kabupaten pacitan, ponorogo, maduin dan ngawi. Kotamadya madiun
adalah daerah di SWP VIII yang berbeda karena sektor pertanian dan
pertambangan tidak sektor basis tetapi sektor-sektor seperti listrik, gas
dan air bersih, perdagangan, pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa
yang merupakan sektor basis sehingga kotamadya merupakan pusat
pertumbuhan di SWP VIII.
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Teori Ekonomi Regional
Menurut Blakely (1989), dalam Hasani (2010) pembangunan ekonomi
daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh
komponen masyarakat mengelolah berbagai sumber daya yang ada
pertumbuhan ekonomi dan membentuk suatu pola kemitraan untuk
menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dalam
14
wilayah tersebut. Pembangunan Regional pada dasarnya adalah berkenaan
dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set
variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal
tenaga, dan imbalan bagi faktor dalam daerah di batasi secara jelas. Laju
pertumbuhan dari daerah-daerah biasanya di ukur menurut output atau
tingkat pendapatan. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada
proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru,
pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada
untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru,
dan transformasi pengetahuan Adisasmita (2005) dalam Manik, (2009 :
32).
Telah diketahui bersama bahwa tujuan pembangunan ekonomi pada
umumnya adalah peningkatan pendapatan riel perkapita serta adanya unsur
keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha.
Dengan mengetahui tujuan dan sasaran pembangunan, serta kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki suatu daerah, maka strategi pengembangan
potensi yang ada akan lebih terarah dan strategi tersebut akan menjadi
pedoman bagi pemerintah daerah atau siapa saja yang akan melaksanakan
usaha di daerah tersebut. Jadi pembangunan ekonomi suatu daerah adalah
suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru,
pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas kerja yang
ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
pasar-pasar baru, ahli ilmu pengetahuan dan pembangunan perusahaanperusahaan baru. Dimana kesemuanya ini mempunyai tujuan utama yaitu
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja masyarakat
daerah.(Arsyad;1999: 108-109)
Terdapat banyak sekali teori-teori ekonomi regional yang sudah ada,
tetapi untuk menunjang landasan teori pada penelitian ini terdapat
beberapa teori yang dianggap cukup mewakili. Teori-teori tersebut adalah:
1. Teori Basis dan Non Basis
Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komperatif
dari David Ricardo dan John Stuart Mill. Dari studi empiris yang
dilakukan oleh Pfouts (1960) dalam rangka memisah-misahkan sektorsektor basis dari sektor yang bukan basis daerah perkotaan ternyata
dapat digunakan sebagai sarana memperjelas struktur daerah tersebut,
dalam hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi 2 golongan:
a. Kegiatan ekonomi/industri yang melayani kebutuhan akan barangbarang dan jasa-jasa di daerah itu sendiri/daerah swasembada
maupun
mengekspornya
ketempat-tempat
diluar
batas-batas
perekonomian daerah tersebut. Daerah yang demikian disebut
sebagai daerah basis atau daerah surplus.
b. Kegiatan ekonomi/industri yang melayani kebutuhan akan barangbarang dan jasa-jasa bagi masyarakat yang bertempat tinggal
didalam batas-batas perekonomian daerah tersebut bahkan masih
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
harus mendatangkan barang kebutuhan tersebut dari tempat/daerah
lain karena masih kekurangan, daerah yang demikian ini disebut
sebagai daerah yang non basis atau daerah minus. Untuk
menentukan suatu daerah kedalam salah satu dari golongan tersebut
digunakan metode Location Quotient (LQ) yaitu dengan jalan
membandingkan peran industri tersebut dalam perekonomian daerah
tersebut dengan peranan industri yang sama dalam perekonomian
regional.
2. Space Cost Teory
Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi analisis
tentang lokasi industri secara geografis. Dari analisanya ia menerapkan
suatu pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap berbagai rumusan
tentang teori lokasi industri. Menurut Adam Smith, lokasi yang paling
menguntungkan/efisien bagi suatu industri adalah dimana penerima
total lebih besar dari pada biaya total atas dasar asumsi maksimalisasi
laba dan output konstan dan sebaliknya bila biaya total ternyata lebih
besar dari pada penerimaan total, maka lokasi tersebut adalah
merugikan/tidak efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula untuk
menentukan lokasi dengan memperhitungkan antara faktor biaya dan
pasar/permintaan. Dari segi pasar/permintaan antara lain dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan masyarakat, letak industri terhadap bahan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
mentah, kualitas dan kuatintas tenaga kerja, sarana transportasi dan
komunikasi, faktor lingkungan dan pemerintah (pajak dan subsidi).
3. Teori Lokasi Industri
Weber (1909) adalah orang yang pertama menggarap teori tentang
lokasi industri secara konperhensif. Teori lokasi dari Weber ini
didasarkan dari penerapan teori Von Thunen yang berprinsip bahwa
pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau
terbagi dalam dua kelompok yaitu :
a. Regional Factors, yang terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga
kerja.
b. Local Factors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomersi,
terutama letak dan sifat bahan mentah.
4. Teori Tempat Sentral
Teori ini diperkenalkan oleh seorang geograf Jerman yang bernama
Christaller pada tahun 1993.Ia mengemukakan konsep tentang
pembentukkan sistem kota, dari studi empiris konsep tersebut
dikembangkan teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni dari
Weber (1909) dan Thunnen (1826). Dikatakan bahwa kota adalah
sebagai pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang
kemudian disebut sebagai tempat sentral, yang menghubungkan
perdagangan setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
didasarkan pada dua faktor lokasi yaitu biaya transfer dan aglomerasi
ekonomi.
Dasar teori dari Chistaller adalah bahwa pusat kota pada umumnya
merupakan pusat daerah yang produktif yang didukung oleh kondisi
tanah yang produktif karena berbagai jasa penting harus disediakan.
Dengan demikian tempat sentral atau pusat kota tersebut bertindak
sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakang/daerah komplementer
yaitu mensuplaynya dengan barang dan jasa. Selanjutnya penduduk
kota akan menyebar membentuk hierarki perkotaan yang merupakan
sarana yang efisien untuk administrasi dan lokasi sumber kepada
daerah-daerah. Dengan demikian distribusi ruang dari pusat-pusat kota
ini akan menimbulkan dominasi dan polarisasi.
5. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini dikembangkan berdasarkan teori tempat sentral Chistaller
(1993). Konsep-konsep dasar dan penyempurnaan serta pengembangan
teori ini dilakukan oleh Perrouf, Boudenville, Hansen, Hermansen,
Hirchman dan Myrdal (1967). Dari berbagai tulisan para ahli mengenai
kutub pertumbuhan tersebut, konsep-konsep ekonomi dasar dan
perkembangan geografiknya dapat didefenisikan sebagai berikut :
a. Konsep leading industries (industri terbuka) dan perusahaanperusahaan propulsip, menyatakan pada pusat kutub pertumbuhan
terdapat perusahaan-perusahaan propulsip yang besar termasuk
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
dalam leading industries yang mendominasi unit-unit ekonomi
lainnya, ada kemungkinan bahwa sesuatu komplek industri hanya
terdiri dari satu atau segelintir perusahaan propulsip yang unggulan.
Lokasi geografik dari intdustri-industri seperti pada titik-titik lokal
tertentu dalam suatu daerah mungkin disebabkan oleh beberapa
faktor lokasi sumber daya alam, lokasi kemanfaatan-kemanfaatan
buatan manusia/komunikasi atau tempat-tempat sentral berlandaskan
kegiatan jasa yang sudah ada dimana terdapat keuntungankeuntungan karena prasarana dan tenaga kerja atau barangkali hanya
bersifat kebetulan saja.
b. Konsep polarisasi menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
“Leading Industries” mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi
kedalam kutub pertumbuhan implisit dalam prsoses polarisasi ini
adalah berbagai macam keuntungan aglomerasi (keuntungan intern
dan ekstern dari skala). Polarisasi ekonomi ini pasti menimbulkan
polarisasi goeografik dengan mengalirnya sumber daya dan
konsentrasi ekonomi pada pusat-pusat yang jumlahnya terbatas
dalam suatu daerah bahkan kendatipun lokasi tersebut seringkali
tetap berkembang dengan baik karena adanya keuntungankeuntungan aglomerasi.
c. Konsep “Spread Effect” menyatakan bahwa pada waktunya, kualitas
propulsip dinamik dari kutub pertumbuhan akan memancar keluar
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
dan memasuki ruang disekitarnya. “Spread Effect” ini sangat
menarik bagi perencanaan regional dan telah memberi sumbangan
besar bagi kepopuleran teori ini pada waktu belakangan ini sebagai
sarana kebijaksanaan. Dari konsep ini maka dapatlah disimpulkan
sebagai suatu kerangka untuk memahami anatomi regional, teori ini
memberikan suatu pelengkap dinamik yang sangat bermanfaat
kepada teori tempat sentral dan walaupun mempunyai keterbatasan
sangat berguna bagi perencanaan regional. Teori ini menampilkan
banyak konsep
yang
berorientasi perencanaan.
Menekankan
kemanfaatan-kemanfaatan komplek industri, “leading industries”,
pertumbuhan yang berkutub dan keuntungan-keuntungan aglomerasi
dan “speard effect” yang ditimbulkan. Model ini cukup jelas dalam
menerangkan
pertumbuhan
hierarki
kota
yang
menekankan
interdependensi antara pusat kota dan daerah sekitarnya. Dari
kondisi ini mungkin akan timbul persaingan antar daerah pelayanan,
atau adanya persetujuan/pengaturan daerah pelayanan masingmasing. (Glason,1997,154-156)
2.2.2 Produk Domestik Regional Bruto
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto menurut beberapa ahli
ekonomi adalah sebagai berikut :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
a. Menurut Sukirno (1991:165) Produk Domestik Regional Bruto
didefenisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto dari semua sektor dan
diperoleh dari sebagian selisih antara nilai bruto yang dinilai atas dasar
harga konstan yang diterima oleh produsen dikurangi pemkaian bahan
baku dan penolong yang dinilai atas dasar pembelian.
b. Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai barang jadi yang
diproduksi dalam negeri (Doernbusch dan Fisher, 1992:30)
c. Menurut Rosyidi (1997:342) salah satu pengukuran Produk Domestik
Regional Bruto, dengan menghitung seluruh pengeluaran untuk
penelitian barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara/daerah yang
bersangkutan yaitu:
1. Konsumsi rumah tangga
2. Konsumsi pemerintah
3. Investasi pemerintah dan swasta
4. Ekspor barang dan jasa
5. Impor barang dan jasa
d. Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir
kali harga sebagai alat produksi barang-barang dan jasa-jasa suatu
daerah ditambah dengan hasil produksi barang dan jasa orang-orang
dan perusahaan-perusahaan asing. (Partadireja, 1998:50)
e. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1992:50) yang dimaksud dengan
permintaan agregat (output total) adalah jumlah barang dan jasa yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
akan dibeli oleh konsumen perusahaan dan pemerintah, pada tingkat
harga tertentu, pendapatan tertentu, serta variabel-variabel lainnya.
(Suparmoko,1991:205).
f. Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang dan
jasa yang diproduksi diwilayah regional tertentu dalam waktu
tertentu/biasanya satu tahun. (Anonim,1995:1)
g. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik
Regional Bruto adalah Jumlah nilai produksi barang dan jasa pada suatu
wilayah tertentu dihitung dengan harga pasar dalam waktu tertentu
biasanya dalam satu tahun.
2.2.3 Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto
Cara menghitung Produk Domestik Regional Bruto dapat diperoleh
melalui
tiga
pendekatan
yaitu
pendekatan
produksi,
pendekatan
pengeluaran, dan pendekatan pendapatan yang selanjutnya dijelaskan
sebagi berikut :
1. Pendekatan produksi
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi disuatu wilayah
dalam jangka waktu tertentu/satu tahun. Unit-unit produksi tersebut
didalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha
yaitu:
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
23
1. Pertanian
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listri, Gas dan Air bersih
5. Kontruksi
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Pengangkutan Dan Komunikasi
8. Jasa Keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan
9. Jasa-jasa
2. Pendekatan pengeluaran
Produk Domestik Regional Bruto adalah penjumlahan semua
komponen permintaan akhir yaitu :
1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak
mencari untung
2. Konsumsi pemeritah
3. Pembentukan modal tetap domestik bruto
4. Perubahan stok
5. Ekspor netto dalam jangka waktu tertentu/biasanya satu tahun.
3. Pendekatan pendapatan
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses proses
produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu/biasanya satu
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
tahun. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji,
sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut
sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam
pengertian
Produk
Domestik
Regional
Bruto,
kecuali
faktor
pendapatan, termasuk semua komponen penyusutan dan pajak tak
langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor
tersebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk Domestik Regional
Bruto
merupakan
jumlah
dari
nilai
tambah
bruro
seluruh
sektor/lapangan usaha.
Dari ketiga perhitugan pendekatan tersebut,
secara konsep
seyogyanya jumlah pengeluaran tadi harus sama dengan jumlah barang
dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah
pendapatan untuk faktor-faktor produksinya. Selanjutnya Produk
Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar, karena mencakup
komponen pajak tidak langsung. (Anonim, 1995:3)
2.2.4 Produk Domestik Regional Bruto per kapita
Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun yang tinggal di wilayah ini, maka akan diperoleh suatu
Produk Domestik Regional Bruto per kapita. (Anonim, 1995:4)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
25
2.2.5 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB)
menggambarkan
kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada
suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB digunakan 2 pendekatan
yaitu sektoral dan penggunaan. Keduanya menyajikan komposisi data
dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi dan menurut komponen
penggunaannya. Dalam publikasi ini disajikan data PDRB dihitung
berdasarkan sisi sektoral. PDRB sektoral merupakan penjumlahan seluruh
komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan atas bebagai
aktivitas produksinya.
PDRB sektoral dirinci menurut total nilai tambah dari seluruh ekonomi
yang mencakup sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian,
sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. PDRB maupun agregat turunannya
disajikan dalam dua versi penilaian, yaitu atas harga berlaku dan atas dasar
harga konstan. Disebut sebagai berlaku karena seluruh agregat dinilai
dengan menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan harga konstan
penilaiannya didasarkan pada harga satu tahun dasar tertentu. Dalam
publikasi ini digunakan harga tahun 2000 sebagai dasar penilaian.
(Anonim, 2000:5)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
26
2.2.6 Pergeseran tahun dasar dan perubahan kalsifikasi sektor
Berdasarkan data historis, harga satuan maupun produksi atau indikator
produksi yang digunakan untuk perhitungan Produk Domestik Regional
Bruto mengalami perubahan tiap tahun. Hal ini menyebabkan sumbangan
nilai tambah setiap sektor terhadap Produk Domestik Regional Bruto akan
berubah juga jika perubahan secara sektoral menunjukkan angka-angka
yang proposional maka sumbangan terhadap PDRB akan berubah juga dan
akan relatif sama dari tahun ke tahun. Akan tetapi boleh dikatakan bahwa
fenomena tersebut jarang sekali terjadi, biasanya perkembangan secara
sektor tidak proposional, misalkan beberapa sektor tertentu melaju dengan
cepat sedangkan sektor lainnya relatif lambat. Akhirnya dalam jangka
panjang sumbangan setiap sektor berubah secara nyata/signifikan.
Perubahan dikenal dengan perubahan struktur ekonomi. Dalam keseharian,
perubahan struktur ekonomi menarik banyak pakar dan perencanaan
ekonomi karena berarti juga bahwa dasar/base komposisi sektoral yang
dianggap tulang punggung perekonomian harus ditinjau kembali.
Demikian juga perekonomian ini menjadi faktor-faktor penentu dalam
menilai prestasi-prestasi ekonomi suatu Negara, bangsa atau wilayah.
(Anonim;1995;27)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantu
DI KABUPATEN GRESIK, KABUPATEN MADIUN DAN
KABUPATEN PACITAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Per syaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
J urusan Ekonomi Pembangungan
Oleh :
SURIANI PURWONEGORO
NPM 1011010040 / FEB / EP
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2014
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
SKRIPSI
ANALISIS EKONOMI REGIONAL SEKTOR BASIS DAN NON BASIS
DI KABUPATEN GRESIK, KABUPATEN MADIUN DAN
KABUPATEN PACITAN
Disusun oleh :
SURIANI PURWONEGORO
NPM 1011010040 / FEB/ EP
Telah Dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Univer sitas Pembangunan Nasional " Veteran" J awa Timur
Pada tanggal 15 Maret 2014
Pembimbing :
Tim Penguji
Pembimbing Utama
Ketua
Prof. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS
Prof. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS
Sekretaris
Ir. Hamidah Hendrarini, MSi
Anggota
Dra.Ec. Wiwin Priana, MT
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pembangunan Nasional "Veteran"
Jawa Timur
Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, ME
NIP. 196309241989031001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan mengambil judul “ANALISIS
EKONOMI
REGIONAL
SEKTOR
BASIS
DAN
NON
BASIS
DI
KABUPATEN GRESIK, KABUPATEN MADIUN DAN KABUPATEN
PACITAN”. Penyusunan skripsi ini dilakukan dengan maksud untuk melengkapi
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar sarjana ekonomi pada
jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta pengarahan
dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini peneliti dengan kerendahan hati
yang tulus ikhlas mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang
terhormat dosen pembimbing bapak Pr of. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS yang
telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dan terima kasih kepada banyak pihak, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah memberikan
banyak bantuan berupa sarana fasilitas dan perijinan guna pelaksanaan skripsi
ini.
i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra. Ec. Niniek Imaningsih, MP, selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Ec. Wiwin Priana, MT selaku dosen wali yang mana telah
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
5. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah dengan
ikhlas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan
dan pelayanan akademik bagi peneliti.
6. Terucap hormat khusus kepada kedua orangtuaku yang senantiasa
memberikan do’a restu dan dorongan baik moril maupun materiil yang tak
terhingga.
7. Terimakasih kepada para teman-teman saya angkatan 2010 khususnya yang
telah memberi semangat dan dukungan kepada saya yang telah mengerjakan
skripsi hingga selesai.
ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
demikian skripsi ini diusahakan sesuai dengan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi yang membutuhkan serta bagi pembaca untukpenelitian
selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surabaya, April 2014
Peneliti
iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………….
i
Daftar Isi ……………………………………………………………
iv
Daftar Tabel ………………………………………………………..
viii
Daftar Gambar …………………………………………………….
ix
Daftar Lampir an …………………………………………………..
x
Abstr aksi …………………………………………………………...
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………..
1
1.2 Perumusan Masalah …………………………………………..
7
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………..
8
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………
8
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu ……………………………………..….
9
2.2 Landasan Teori Ekonomi Pembangunan ………………… ...
13
2.2.1 Teori Ekonomi Regional ………………………………
13
2.2.2 Produk Domestik Regional Bruto …………………….
20
2.2.3 Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) ……………………………………….…
22
2.2.4 Produk Domestik Regional Bruto per kapita ……….. ...
24
iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.5 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Konstan (PDRBADHK) ............................................... ...
25
2.2.6 Pergeseran Tahun Dasar dan Perubahan Kalsifikasi
Sektor ……………………………………………….….
BAB III
BAB IV
26
2.2.7 Sektor Ekonomi …………………………………….…
27
2.2.8 Kerangka Pikir …………………………………………
33
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional ……………………………………….…
35
3.2 Jenis dan Sumber Data ……………………………………….
35
3.3 Metode Analisis ………………………………………………
36
3.3.1 Location Quotient …………………………………….
36
3.3.2 Indeks Fungsi Sektoral ………………………………..
38
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi obyek Penelitian ………………………………………….
40
4.1.1 Kondisi Umum Kabupaten Gresik …………………...
40
4.1.1.1 Letak Geografis ……………………………….
40
4.1.2 Kondisi Umum Kabupaten Madiun ………………….
42
4.1.2.1 Letak Geografis ……………………………….
42
4.1.3 Kondisi Umum Kabupaten Pacitan …………………..
43
4.1.3.1 Letak Geografis ……………………………….
43
4.1.4 Kondisi Umum Jawa Timur ……………………….….
44
4.1.4.1 Letak Geografis ………………………………..
44
v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian …………………………………….
45
4.2.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Provinsi Jawa Timur ………………………………….
45
4.2.2 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Sektoral Jawa Timur ……………………………………. 47
4.2.3 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Gresik …………………………………….
49
4.2.4 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Madiun ……………………………………
50
4.2.5 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Pacitan …………………………………….
51
4.3 Hasil Dan Pembahasan ……………………………………….
52
4.3.1 Analisis Location Quotient (LQ) …………………….
52
4.3.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten
Gresik …………………………………….... ..
54
4.3.1.2 Analisis Location Quotient (LQ)
Kabupaten Madiun………………………….. ..
56
4.3.1.3 Analisis Location Quotient (LQ)
Kabupaten Pacitan ……………………………
58
4.3.2 Indeks Fungsi Sektoral ………………………………
59
4.3.2.1 Analisis Indeks Fungsi sektoral Kabupaten
Gresik …………………………………………
vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
60
4.3.2.2 Analisis Indeks Fungsi Sektoral Kabupaten
Madiun ……………………………………….
62
4.3.2.3 Analisis Indeks Fungsi Sektor Kabupaten
Pacitan …………………………………………
BAB V
64
KESIMPULAN DAN SARAN
5.3 Kesimpulan ……………………………………………….….
66
5.2 Saran …………………………………………………………
68
DAFTAR PUSTAKA
vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALISIS EKONOMI REGIONAL SEKTOR BASIS DAN NON BASIS
DI KABUPATEN GRESIK, KABUPATEN MADIUN DAN
KABUPATEN PACITAN
Oleh Suriani Purwonegoro
ABSTRAKSI
Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari
kondisi dan potensi sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah.
Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada pembangunan dan
memperkuat sektor-sektor dibidang ekonomi dengan mengembangkan,
meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor yang menjadi sektor
basis dan sektor unggulan di Kabupaten Gresik, Kabupaten Madiun dan
Kabupaten Pacitan, Penelitian ini adalah penelitian deskriftif yang tujuannya
adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta , sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Penelitian ini merupakan penelitian perpustakaan, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mneghimpun data dari berbagai literatur, baik dari perpustakaan
maupun tempat-tempat lain. Untuk menganalisa pertumbuhan ekonomi daerah
dalam penelitian ini maka digunakan analisis Location Quoetient (LQ).
Berdasarkan hasil penelitian untuk Kabupaten Gresik terdapat dua sektor
yang merupakan sektor basis, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran serta
sektor Industri pengolahan. Sedangkan untuk Kabupaten Madiun terdapat tiga
sektor basis, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta
sektor jasa-jasa. Dan di kabupaten Pacitan terdapat dua sektor basis, yaitu sektor
pertanian dan sektor jasa-jasa. Untuk sektor unggulannya, di kabupaten gresik
adalah sektor industri pengolahan, Sedangkan di kabupaten Madiun sektor
unggulannya adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Dan kabupaten Pacitan sektor unggulannya adalah sektor sektor pertanian
Kata kunci : sektor basis, sektor non basis, location quotient.
xi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ANALYZE OF REGIONAL ECONOMIC SECTORS BASED AND SECTORS
NON BASED IN REGENCY GRESIK, REGENCY MADISON AND
REGENCY PACITAN
Oleh Suriani Purwonegoro
ABSTRACK
The development of regional economic development depends on the
condition and potential resources of each region. The regional development a
higher priority to the development and strengthening the sectors in the economy to
develop, improve and utilize existing resources in an optimal.
The purpose of this study was to determine the sectors into are sectors based and
leading sectors in Gresik, Madison Regency and Pacitan, this study is a
descriptive study whose goal is to create a description or picture of systematic,
factual, and accurate information on the facts, nature properties, and the
relationship between the phenomena investigated. This study is a research library,
the research done by collecting data from a variety of literature, both from the
library and other places. To analyze the economic growth of the region in this
study used analysis Quoetient Location (LQ).
Based on the results of research to Gresik, there are two sectors which is a
sector base, the trade, hotel and restaurant sector and processing industry sector.
As for Madison Regency there are three bases sectors, agriculture sector, trade,
hotels and restaurants sector as well as the services sector. And there are two
sectors Pacitan district base, agriculture sector and services sector. For superior
sector, in Gresik regency is the manufacturing sector, while in Madiun district
superior sector is the agricultural sector and trade, hotels and restaurants sector.
Pacitan superior and district sector is agriculture sector.
Keywords: sectors based, sectors non based, location quotient
xi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan berbagai
aspek termasuk didalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta
institusi nasional dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang baik.
Menurut Martono (2008), proses pembangunan secara filosofis dapat
diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan. Proses ini
bertujuan menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai
alternatif untuk pencapaian aspirasi warga.
Pertumbuhan
ekonomi
merupakan
proses
bagaimana
suatu
perekonomian berkembang dari waktu ke waktu. Proses perkembangan
tersebut terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana dapat terjadi
penurunan
atau
kenaikan
perekonomian,
namun
secara
umum
menunjukkan kecenderungan untuk meningkatkan perekonomian wilayah.
Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari
kondisi dan potensi sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah.
Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada pembangunan dan
memperkuat sektor-sektor dibidang ekonomi dengan mengembangkan,
meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal
dengan
tetap
memperhatikan
kesinergisan
antar
perekonomian. ( Arsyad, 1999:108)
1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
sektor-sektor
2
Unsur utama pembangunan terletak pada usaha melakukan kombinasi
baru dalam kegiatan perekonomian yang didalamnya terkandung berbagai
kemungkinan yang ada dalam keadaan yang berkembang dan mantap yang
disebut sebagai inovasi. (Anonim, 2000 :103)
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan
yang dilakukan secara terus menerus dan meliputi seluruh aspek
kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Tujuan utama pembangunan
nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata
berdasarkan
Pancasila
dan
Undang-Undang
Dasar
1945.
Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh seluruh komponen,
yakni masyarakat dan pemerintah.
Pembangunan nasional adalah dari, oleh dan untuk rakyat yang
dilaksanakan di semua aspek kehidupan dan diarahkan untuk mencapai
kemajuan dan kesejahteraan. Pembangunan dilakukan secara berencana,
menyeluruh, terarah, terpadu, dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan
taraf hidup masyarakat.
Salah
satu
indikasi
dari
pembangunan
adalah
terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang ditunjukan oleh pertambahan produksi atau
pendapatan
nasional.
Keberhasilan
pembangunan
akan
dapat
mempertinggi kemampuan bangsa dalam perubahan dibidangnya. Salah
satu tujuan pembangunan jangka panjang bidang pertumbuhan ekonomi
adalah terciptanya stabilitas ekonomi dibidang pertanian dan industri.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3
Pembangunan daerah merupakan sub-sistem dari pembangunan
nasional dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
pembangunan nasional. Oleh karena itu pembangunan daerah dilaksanakan
pada berbagai aspek kehidupan, yang antara lain diupayakan dengan
melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. (Anonim : 2006 : 2)
Permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber
daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatifinisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan
ekonomi. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan
ekonomi regional di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat
menguasai dan mengendalikan hampir sebagian besar pendapatan daerah
yang ditetapkan sebagai penerimaan Negara, termasuk pendapatan dari
hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan
dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya sumber daya
alam tidak dapat menikmati hasilnya secara layak.(Arsyad,1999:108)
Pembangunan daerah agar tujuan dan usahanya dapat berhasil dengan
baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Dengan
mengembangkan metode untuk menganalisa perekonomian suatu daerah
penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4
mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses
pertumbuhan ekonomi daerah. labih lanjut Menurut (Sukirno;1994;10),
Pertumbuhan ekonomi dalah salah satu tolak ukur yang dapat dipakai
untuk meningkatkan adanya pembangunan suatu daerah dari berbagai
macam sektor ekonomi secara tidak langsung menggambarkan tingkat
perubahan ekonomi. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi diartikan
sebagai kenaikkan dalam PDRB tanpa memandang apakah kenaikkan
lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk dan apakah
ada perubahan atau tidak dalam struktur ekonomi. Tingkat pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan yang dihitung dari Produk Domestik Bruto,
merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya.
Artinya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi besar dan
pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat tingkat
perekonomian secara keseluruhan, sebaiknya apabila sebuah sektor
mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian,
sehingga bila sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi,
maka sektor tersebut akan dapat menjadi lokomotif pertumbuhan yang
secara total sehingga menjadikan tingkat pertumbuhannya menjadi besar
bagi sebuah daerah.
Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di
daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya
lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin akan sumber daya
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5
alam. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dalam artian
sumber daya alam harus dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan
yang selanjutnya harus dikembangkan terus. Dan untuk ini diperlukan
faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan
sumber daya manusia. (Tambunan, 2001:198).
Pembangunan sektor ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan
selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan
berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Penentuan
sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan
pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah
memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang
sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi
daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat.
Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah
berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena
mempunyai keunggulan-keunggulan. Selanjutnya faktor ini berkembang
lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan
ekonomi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut
dalam perekonomian daerah.
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju
pertumbuhan
ekonomi
peningkatan
ekspor
suatu
dari
wilayah
wilayah
ditentukan
tersebut.
oleh
besarnya
Kegiatan
ekonomi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6
dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis
adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang
mendatangkan uang dari luar wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di
sektor basis adalah fungsi permintaan yang bersifat endogenous (tidak
tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan
non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu
permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikkan
pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian sektor ini terikat
terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi
pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan di atas, satu-satunya
sektor
yang
bisa
meningkatkan perekonomian
wilayah
melebihi
pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu analisis basis
sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi
wilayah. (Tarigan, 2004:6).
Penggunaan pendekatan model basis ekonomi pada umumnya
didasarkan
atas
nilai
tambah
maupun
lapangan
kerja.
Namun
menggunakan data pendapatan (nilai tambah) adalah lebih tepat
dibandingkan menggunakan data lapangan kerja. Hal ini dikarenakan
lapangan kerja memiliki bobot yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya
Dengan berbagai pendekatan itu, pembangunan nasional dengan
pembangunan daerah telah mancatat kemajuan yang berarti. Namun dalam
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7
kenyataannya ada perbedaan cukup tajam antar kemajuan suatu daerah
dengan daerah lainnya. Perbedaan laju pembangunan antara daerah
menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar
daerah, terutama antara Jawa dan Luar Jawa, antara kawasan barat dan
kawasan timur, antara perkota dan pedesaan.
Sebagai akibat dari tingkat dan laju perkembangan yang tidak
seimbang itu, meskipun semua daerah akan memperoleh kemajuan sebagai
hasil dari pembangunan, tetapi karena tingkat landasannya sudah berbeda,
maka tanpa usaha khusus, dengan kecenderungan yang ada, kesenjangan
akan membesar. Mengatasi keadaan ini bukan pekerjaan mudah karena
upaya itu akan menentang “arus” yang kuat yang menjadi kendala yang
tidak mudah diatasi.
1.2
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang diangkat sebagai berikut :
1.
Sektor-sektor apakah yang menjadi Sektor Basis dan Non Basis di
Kabupaten Gresik, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Pacitan?
2.
Sektor Ekonomi apakah yang menjadi Sektor Unggulan di Kabupaten
Gresik, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Pacitan?
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8
1.3
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui sektor ekonomi apa yang menjadi Sektor Basis dan
Non Basis di Kabupaten Gresik, Kabupaten Madiun dan Kabupaten
Pacitan.
2.
Untuk mengetahui Sektor Ekonomi apa yang menjadi Sektor
Unggulan di Kabupaten Gresik, Kabupaten Madiun dan Kabupaten
Pacitan.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini
adalah:
1.
Sebagai sumbangan informasi dan sumbangan pemikiran bagi pihakpihak
yang
memerlukan,
maupun
peneliti
lain
yang
ingin
mengembangkan dan melanjutkan penelitian ini.
2.
Sebagai bahan-bahan informasi yang mampu menjadikan acuan
kebijakan, perencanaan pembangunan, khususnya dibidang ekonomi
yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah
pusat/daerah maupun swasta.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1
Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah
ekonomi regional pernah disampaikan oleh :
a. Septian Bayu Prastyo dengan judul penelitian “Analisis Ekonomi
Regional pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) IX Provinsi
J awa Timur Tahun 2008-2009”. Dapat ditarik kesimpulan : pertama,
dengan analisis shift share diketahui bahwa sektor yang banyak
menyumbang tamabahan Produk Domestik Regional Bruto di
kabupaten Bojonegoro adalah sektor pertambangan dan penggalian.
Kedua, dengan menggunakan rumus Potensi Regional (PR) maka
kabupaten Bojonegoro memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya
cenderung untuk mempercepat laju pertumbuhan Jawa timur yaitu
sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas
dan
air
bersih,
kontruksi,
perdagangan,
hotel
dan
restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa, dan jasajasa. Untuk kabupaten Tuban sektor-sektor yang pertumbuhannya
cenderung untuk mempercepat laju pertumbuhan yaitu pertambangan
dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, industri pengolahan,
kontruksi, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan
9
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
10
komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa, dan jasa-jasa. Ketiga
dengan menggunakan rumus Propotional Shift (PS) maka kabupaten
Bojonegoro memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih
cepat yaitu : sektor pertambangan, listrik, gas dan air bersih,
perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa. Untuk kabupaten
Tuban sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat yaitu : sektor
pertambangan, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, pengangkutan,
keuangan, dan jasa-jasa. Keempat dengan menggunakan rumus
Differential Share (DS) maka kabupaten Bojonegoro sektor yang
pertumbuhannya lebih cepat yaitu : sektor pertambangan, industri
pengolahan, kontruksi, keuangan, dan jasa-jasa. untuk kabupaten Tuban
sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat yaitu : sektor pertanian,
industri pengolahan, kontruksi, perdagangan, dan keuangan.
b. Made Antara (2002). Dengan judul “Kebutuhan Investasi sektor
Basis dan Non Basis Dalam Perekonomian Regional Bali”. Dengan
menggunakan
analisis
Location
Quetient
maka
dapat
ditarik
kesimpulan: Ada empat sektor teridentifikasi sebagai sektor basis yang
ditunjukkan oleh nilai LQ (rata-rata 6 tahun) > 1, yaitu sektor petanian,
sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor jasa-jasa. Sedangkan lima sektor adalah non basis
yang ditunjukkan oleh LQ < 1, yaitu: sektor pertambangan dan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11
penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih,
sektor kontruksi, dan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan.
c. Putu Ayu (2009). Dengan judul “ Analisis Kesempatan Kerja
Sektoral di Kabupaten Bangli dengan Pendekatan Pertumbuhan
Berbasis Ekspor”. Dengan menggunakan analisis Location Quotient
maka dapat ditarik kesimpulan : sektor basis kesempatan kerja di
kabupaten Bangli pada awal tahun penelitian adalah sektor pertanian
dan sektor industri pengolahan. Sepuluh tahun kemudian sektor basis
bertambah menjadi tiga sektor yaitu masuknya sektor pertambangan
dan penggalian. Sektor-sektor ini adalah sektor yang mampu menyerap
tenaga kerja lebih dari cukup sehingga dapat menghasilkan produk
untuk memenuhi kebutuhan lokal (kabupaten Bangli) dan juga untuk
daerah lain. Sektor-sektor diluar sektor basis merupakan sektor non
basis yakni sektor-sektor yang tidak mampu menciptakan kesempatan
kerja yang cukup tinggi sehingga tidak dapat menghasilkan produk
untuk memenuhi kebutuhan lokal. Namun perubahan yang terjadi di
kabupaten Bangli dalam kurun waktu 10 tahun justru menurun. Jika
dibandingkan dengan tahun 1998, tiap kenaikkan kesempatan kerja
disektor basis pada tahun 2007 memberikan dampak yang lebih kecil
terhadap peningkatan kesempatan kerja total dan kesempatan kerja di
sektor non basis. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena jika sektorsektor basis tidak diberikan perhatian yang lebih untuk dikembangkan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
12
maka tidak menutup kemungkinan sektor-sektor ini dikemudian hari
justru berubah menjadi sektor non basis.
d. Welly Eva Mayana dengan judul penelitian “ Analisis Ekonomi
Regional Sektor Basis Non Basis di Kota Surabaya dan Kabupaten
Malang tahun 2009-2010” dapat ditarik kesimpulan, dari hasil analisis
Location Quotient dapat ditentukan sektor-sektor yang merupakan
sektor basis dan non basis yaitu kota Surabaya yaitu sektor industri
pengolahan, listrik, gas dan air bersih, kontruksi, perdagangan, hotel
dan restoran, angkutan dan komunikasi, keuangan, dan persewaan dan
jasa perusahaan, kabupaten malang yaitu sektor pertanian, perdagangan,
hotel dan restoran. Dengan menggunakan Uji Fungsi Sektoral (IFS),
sektor-sektor terpilih untuk dijadikan sektor unggulan dikota Surabaya
yaitu sekor perdagangan, hotel dan restoran, dan industri pengolahan.
Sedangkan di kabupaten malang yaitu sektor perdagangan, hotel dan
restoran.
e. Wahyudi Budi Utomo dengan judul penelitian “Analisis Ekonomi
Regional pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) IV di J awa
Timur Tahun 2007-2008” dapat ditarik kesimpulan, dari hasil
Location Quotient dapat ditentukan sektor-sektor yang merupakan
sektor basis dikabupaten jember yaitu sektor pertanian, pertambangan
dan penggalian, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan jasajasa.
Kabupaten
situbondo
sektornya
yaitu
sektor
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pertanian,
13
pertambangan dan penggalian, perdangangan, hotel dan restoran dan
jasa-jasa. Kabupaten bondowoso sktornya yaitu pertanian, keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan jasa-jasa.
f. Dwi Yanto Kurniawan dengan judul penelitian “Potensi Sektor-Sektor
Ekonomi pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VIII di J awa
Timur tahun 2008-2009” dapat ditarik kesimpulan, dengan hasil
Location Quotient kabupaten di SWP VIII 5 dari 6 kabupaten
mempunyai potensi pertanian yang menjadi sektor basis yaitu
kabupaten pacitan, ponorogo, maduin dan ngawi. Kotamadya madiun
adalah daerah di SWP VIII yang berbeda karena sektor pertanian dan
pertambangan tidak sektor basis tetapi sektor-sektor seperti listrik, gas
dan air bersih, perdagangan, pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa
yang merupakan sektor basis sehingga kotamadya merupakan pusat
pertumbuhan di SWP VIII.
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Teori Ekonomi Regional
Menurut Blakely (1989), dalam Hasani (2010) pembangunan ekonomi
daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh
komponen masyarakat mengelolah berbagai sumber daya yang ada
pertumbuhan ekonomi dan membentuk suatu pola kemitraan untuk
menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dalam
14
wilayah tersebut. Pembangunan Regional pada dasarnya adalah berkenaan
dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set
variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal
tenaga, dan imbalan bagi faktor dalam daerah di batasi secara jelas. Laju
pertumbuhan dari daerah-daerah biasanya di ukur menurut output atau
tingkat pendapatan. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada
proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru,
pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada
untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru,
dan transformasi pengetahuan Adisasmita (2005) dalam Manik, (2009 :
32).
Telah diketahui bersama bahwa tujuan pembangunan ekonomi pada
umumnya adalah peningkatan pendapatan riel perkapita serta adanya unsur
keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha.
Dengan mengetahui tujuan dan sasaran pembangunan, serta kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki suatu daerah, maka strategi pengembangan
potensi yang ada akan lebih terarah dan strategi tersebut akan menjadi
pedoman bagi pemerintah daerah atau siapa saja yang akan melaksanakan
usaha di daerah tersebut. Jadi pembangunan ekonomi suatu daerah adalah
suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru,
pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas kerja yang
ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
pasar-pasar baru, ahli ilmu pengetahuan dan pembangunan perusahaanperusahaan baru. Dimana kesemuanya ini mempunyai tujuan utama yaitu
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja masyarakat
daerah.(Arsyad;1999: 108-109)
Terdapat banyak sekali teori-teori ekonomi regional yang sudah ada,
tetapi untuk menunjang landasan teori pada penelitian ini terdapat
beberapa teori yang dianggap cukup mewakili. Teori-teori tersebut adalah:
1. Teori Basis dan Non Basis
Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komperatif
dari David Ricardo dan John Stuart Mill. Dari studi empiris yang
dilakukan oleh Pfouts (1960) dalam rangka memisah-misahkan sektorsektor basis dari sektor yang bukan basis daerah perkotaan ternyata
dapat digunakan sebagai sarana memperjelas struktur daerah tersebut,
dalam hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi 2 golongan:
a. Kegiatan ekonomi/industri yang melayani kebutuhan akan barangbarang dan jasa-jasa di daerah itu sendiri/daerah swasembada
maupun
mengekspornya
ketempat-tempat
diluar
batas-batas
perekonomian daerah tersebut. Daerah yang demikian disebut
sebagai daerah basis atau daerah surplus.
b. Kegiatan ekonomi/industri yang melayani kebutuhan akan barangbarang dan jasa-jasa bagi masyarakat yang bertempat tinggal
didalam batas-batas perekonomian daerah tersebut bahkan masih
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
harus mendatangkan barang kebutuhan tersebut dari tempat/daerah
lain karena masih kekurangan, daerah yang demikian ini disebut
sebagai daerah yang non basis atau daerah minus. Untuk
menentukan suatu daerah kedalam salah satu dari golongan tersebut
digunakan metode Location Quotient (LQ) yaitu dengan jalan
membandingkan peran industri tersebut dalam perekonomian daerah
tersebut dengan peranan industri yang sama dalam perekonomian
regional.
2. Space Cost Teory
Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi analisis
tentang lokasi industri secara geografis. Dari analisanya ia menerapkan
suatu pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap berbagai rumusan
tentang teori lokasi industri. Menurut Adam Smith, lokasi yang paling
menguntungkan/efisien bagi suatu industri adalah dimana penerima
total lebih besar dari pada biaya total atas dasar asumsi maksimalisasi
laba dan output konstan dan sebaliknya bila biaya total ternyata lebih
besar dari pada penerimaan total, maka lokasi tersebut adalah
merugikan/tidak efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula untuk
menentukan lokasi dengan memperhitungkan antara faktor biaya dan
pasar/permintaan. Dari segi pasar/permintaan antara lain dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan masyarakat, letak industri terhadap bahan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
mentah, kualitas dan kuatintas tenaga kerja, sarana transportasi dan
komunikasi, faktor lingkungan dan pemerintah (pajak dan subsidi).
3. Teori Lokasi Industri
Weber (1909) adalah orang yang pertama menggarap teori tentang
lokasi industri secara konperhensif. Teori lokasi dari Weber ini
didasarkan dari penerapan teori Von Thunen yang berprinsip bahwa
pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau
terbagi dalam dua kelompok yaitu :
a. Regional Factors, yang terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga
kerja.
b. Local Factors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomersi,
terutama letak dan sifat bahan mentah.
4. Teori Tempat Sentral
Teori ini diperkenalkan oleh seorang geograf Jerman yang bernama
Christaller pada tahun 1993.Ia mengemukakan konsep tentang
pembentukkan sistem kota, dari studi empiris konsep tersebut
dikembangkan teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni dari
Weber (1909) dan Thunnen (1826). Dikatakan bahwa kota adalah
sebagai pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang
kemudian disebut sebagai tempat sentral, yang menghubungkan
perdagangan setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
didasarkan pada dua faktor lokasi yaitu biaya transfer dan aglomerasi
ekonomi.
Dasar teori dari Chistaller adalah bahwa pusat kota pada umumnya
merupakan pusat daerah yang produktif yang didukung oleh kondisi
tanah yang produktif karena berbagai jasa penting harus disediakan.
Dengan demikian tempat sentral atau pusat kota tersebut bertindak
sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakang/daerah komplementer
yaitu mensuplaynya dengan barang dan jasa. Selanjutnya penduduk
kota akan menyebar membentuk hierarki perkotaan yang merupakan
sarana yang efisien untuk administrasi dan lokasi sumber kepada
daerah-daerah. Dengan demikian distribusi ruang dari pusat-pusat kota
ini akan menimbulkan dominasi dan polarisasi.
5. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini dikembangkan berdasarkan teori tempat sentral Chistaller
(1993). Konsep-konsep dasar dan penyempurnaan serta pengembangan
teori ini dilakukan oleh Perrouf, Boudenville, Hansen, Hermansen,
Hirchman dan Myrdal (1967). Dari berbagai tulisan para ahli mengenai
kutub pertumbuhan tersebut, konsep-konsep ekonomi dasar dan
perkembangan geografiknya dapat didefenisikan sebagai berikut :
a. Konsep leading industries (industri terbuka) dan perusahaanperusahaan propulsip, menyatakan pada pusat kutub pertumbuhan
terdapat perusahaan-perusahaan propulsip yang besar termasuk
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
dalam leading industries yang mendominasi unit-unit ekonomi
lainnya, ada kemungkinan bahwa sesuatu komplek industri hanya
terdiri dari satu atau segelintir perusahaan propulsip yang unggulan.
Lokasi geografik dari intdustri-industri seperti pada titik-titik lokal
tertentu dalam suatu daerah mungkin disebabkan oleh beberapa
faktor lokasi sumber daya alam, lokasi kemanfaatan-kemanfaatan
buatan manusia/komunikasi atau tempat-tempat sentral berlandaskan
kegiatan jasa yang sudah ada dimana terdapat keuntungankeuntungan karena prasarana dan tenaga kerja atau barangkali hanya
bersifat kebetulan saja.
b. Konsep polarisasi menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
“Leading Industries” mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi
kedalam kutub pertumbuhan implisit dalam prsoses polarisasi ini
adalah berbagai macam keuntungan aglomerasi (keuntungan intern
dan ekstern dari skala). Polarisasi ekonomi ini pasti menimbulkan
polarisasi goeografik dengan mengalirnya sumber daya dan
konsentrasi ekonomi pada pusat-pusat yang jumlahnya terbatas
dalam suatu daerah bahkan kendatipun lokasi tersebut seringkali
tetap berkembang dengan baik karena adanya keuntungankeuntungan aglomerasi.
c. Konsep “Spread Effect” menyatakan bahwa pada waktunya, kualitas
propulsip dinamik dari kutub pertumbuhan akan memancar keluar
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
dan memasuki ruang disekitarnya. “Spread Effect” ini sangat
menarik bagi perencanaan regional dan telah memberi sumbangan
besar bagi kepopuleran teori ini pada waktu belakangan ini sebagai
sarana kebijaksanaan. Dari konsep ini maka dapatlah disimpulkan
sebagai suatu kerangka untuk memahami anatomi regional, teori ini
memberikan suatu pelengkap dinamik yang sangat bermanfaat
kepada teori tempat sentral dan walaupun mempunyai keterbatasan
sangat berguna bagi perencanaan regional. Teori ini menampilkan
banyak konsep
yang
berorientasi perencanaan.
Menekankan
kemanfaatan-kemanfaatan komplek industri, “leading industries”,
pertumbuhan yang berkutub dan keuntungan-keuntungan aglomerasi
dan “speard effect” yang ditimbulkan. Model ini cukup jelas dalam
menerangkan
pertumbuhan
hierarki
kota
yang
menekankan
interdependensi antara pusat kota dan daerah sekitarnya. Dari
kondisi ini mungkin akan timbul persaingan antar daerah pelayanan,
atau adanya persetujuan/pengaturan daerah pelayanan masingmasing. (Glason,1997,154-156)
2.2.2 Produk Domestik Regional Bruto
Pengertian Produk Domestik Regional Bruto menurut beberapa ahli
ekonomi adalah sebagai berikut :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
a. Menurut Sukirno (1991:165) Produk Domestik Regional Bruto
didefenisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto dari semua sektor dan
diperoleh dari sebagian selisih antara nilai bruto yang dinilai atas dasar
harga konstan yang diterima oleh produsen dikurangi pemkaian bahan
baku dan penolong yang dinilai atas dasar pembelian.
b. Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai barang jadi yang
diproduksi dalam negeri (Doernbusch dan Fisher, 1992:30)
c. Menurut Rosyidi (1997:342) salah satu pengukuran Produk Domestik
Regional Bruto, dengan menghitung seluruh pengeluaran untuk
penelitian barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara/daerah yang
bersangkutan yaitu:
1. Konsumsi rumah tangga
2. Konsumsi pemerintah
3. Investasi pemerintah dan swasta
4. Ekspor barang dan jasa
5. Impor barang dan jasa
d. Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir
kali harga sebagai alat produksi barang-barang dan jasa-jasa suatu
daerah ditambah dengan hasil produksi barang dan jasa orang-orang
dan perusahaan-perusahaan asing. (Partadireja, 1998:50)
e. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1992:50) yang dimaksud dengan
permintaan agregat (output total) adalah jumlah barang dan jasa yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
akan dibeli oleh konsumen perusahaan dan pemerintah, pada tingkat
harga tertentu, pendapatan tertentu, serta variabel-variabel lainnya.
(Suparmoko,1991:205).
f. Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang dan
jasa yang diproduksi diwilayah regional tertentu dalam waktu
tertentu/biasanya satu tahun. (Anonim,1995:1)
g. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik
Regional Bruto adalah Jumlah nilai produksi barang dan jasa pada suatu
wilayah tertentu dihitung dengan harga pasar dalam waktu tertentu
biasanya dalam satu tahun.
2.2.3 Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto
Cara menghitung Produk Domestik Regional Bruto dapat diperoleh
melalui
tiga
pendekatan
yaitu
pendekatan
produksi,
pendekatan
pengeluaran, dan pendekatan pendapatan yang selanjutnya dijelaskan
sebagi berikut :
1. Pendekatan produksi
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi disuatu wilayah
dalam jangka waktu tertentu/satu tahun. Unit-unit produksi tersebut
didalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha
yaitu:
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
23
1. Pertanian
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listri, Gas dan Air bersih
5. Kontruksi
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Pengangkutan Dan Komunikasi
8. Jasa Keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan
9. Jasa-jasa
2. Pendekatan pengeluaran
Produk Domestik Regional Bruto adalah penjumlahan semua
komponen permintaan akhir yaitu :
1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak
mencari untung
2. Konsumsi pemeritah
3. Pembentukan modal tetap domestik bruto
4. Perubahan stok
5. Ekspor netto dalam jangka waktu tertentu/biasanya satu tahun.
3. Pendekatan pendapatan
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses proses
produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu/biasanya satu
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
tahun. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji,
sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut
sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam
pengertian
Produk
Domestik
Regional
Bruto,
kecuali
faktor
pendapatan, termasuk semua komponen penyusutan dan pajak tak
langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor
tersebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk Domestik Regional
Bruto
merupakan
jumlah
dari
nilai
tambah
bruro
seluruh
sektor/lapangan usaha.
Dari ketiga perhitugan pendekatan tersebut,
secara konsep
seyogyanya jumlah pengeluaran tadi harus sama dengan jumlah barang
dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah
pendapatan untuk faktor-faktor produksinya. Selanjutnya Produk
Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar, karena mencakup
komponen pajak tidak langsung. (Anonim, 1995:3)
2.2.4 Produk Domestik Regional Bruto per kapita
Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun yang tinggal di wilayah ini, maka akan diperoleh suatu
Produk Domestik Regional Bruto per kapita. (Anonim, 1995:4)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
25
2.2.5 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB)
menggambarkan
kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada
suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB digunakan 2 pendekatan
yaitu sektoral dan penggunaan. Keduanya menyajikan komposisi data
dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi dan menurut komponen
penggunaannya. Dalam publikasi ini disajikan data PDRB dihitung
berdasarkan sisi sektoral. PDRB sektoral merupakan penjumlahan seluruh
komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan atas bebagai
aktivitas produksinya.
PDRB sektoral dirinci menurut total nilai tambah dari seluruh ekonomi
yang mencakup sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian,
sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. PDRB maupun agregat turunannya
disajikan dalam dua versi penilaian, yaitu atas harga berlaku dan atas dasar
harga konstan. Disebut sebagai berlaku karena seluruh agregat dinilai
dengan menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan harga konstan
penilaiannya didasarkan pada harga satu tahun dasar tertentu. Dalam
publikasi ini digunakan harga tahun 2000 sebagai dasar penilaian.
(Anonim, 2000:5)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
26
2.2.6 Pergeseran tahun dasar dan perubahan kalsifikasi sektor
Berdasarkan data historis, harga satuan maupun produksi atau indikator
produksi yang digunakan untuk perhitungan Produk Domestik Regional
Bruto mengalami perubahan tiap tahun. Hal ini menyebabkan sumbangan
nilai tambah setiap sektor terhadap Produk Domestik Regional Bruto akan
berubah juga jika perubahan secara sektoral menunjukkan angka-angka
yang proposional maka sumbangan terhadap PDRB akan berubah juga dan
akan relatif sama dari tahun ke tahun. Akan tetapi boleh dikatakan bahwa
fenomena tersebut jarang sekali terjadi, biasanya perkembangan secara
sektor tidak proposional, misalkan beberapa sektor tertentu melaju dengan
cepat sedangkan sektor lainnya relatif lambat. Akhirnya dalam jangka
panjang sumbangan setiap sektor berubah secara nyata/signifikan.
Perubahan dikenal dengan perubahan struktur ekonomi. Dalam keseharian,
perubahan struktur ekonomi menarik banyak pakar dan perencanaan
ekonomi karena berarti juga bahwa dasar/base komposisi sektoral yang
dianggap tulang punggung perekonomian harus ditinjau kembali.
Demikian juga perekonomian ini menjadi faktor-faktor penentu dalam
menilai prestasi-prestasi ekonomi suatu Negara, bangsa atau wilayah.
(Anonim;1995;27)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantu