Perda No 11 Tahun 2015 Lengkap

SALINAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
NOMOR 11 TAHUN 2015
TENTANG
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA BARAT,
Menimbang

: a.

bahwa untuk mewujudkan kelestarian hutan dalam
rangka

mendukung

keberlangsungan

kehidupan


masyarakat diperlukan peran serta masyarakat dalam
perlindungan hutan;
b.

bahwa peran serta masyarakat di Sumatera Barat dalam
memelihara hutan dengan mengutamakan kearifan lokal
dan hukum adat belum terlaksana secara optimal;

c.

bahwa

dalam

rangka

memberikan

kepastian


dan

perlindungan hukum terhadap peran serta masyarakat

dalam perlindungan hutan, perlu adanya peraturan
mengenai peran serta masyarakat;
d.

bahwa

berdasarkan

pertimbangan

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan

Peraturan


Daerah

tentang

Masyarakat dalam Perlindungan Hutan;
Mengingat

: 1.
2.

sebagaimana

Peran

Serta

Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang


Nomor

61

Tahun

1958

tentang

Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun

1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra

-2-

Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau sebagai

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 1646);
3.

Undang-Undang

Nomor

41

Tahun

1999

tentang

Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia

Nomor


3888),

sebagaimana

telah

diubah

dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan

Peraturan

Pemerintah

Pengganti

Undang-


Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang

Nomor

41

Tahun

1999

tentang

Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
4.

Undang-Undang
Perlindungan


Nomor

dan

32

Tahun

Pengelolaan

2009

tentang

Lingkungan

Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor


140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
5.

Undang-Undang
Pencegahan

dan

Nomor

18

Tahun

Pemberantasan

2013


Perusakan

tentang
Hutan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
6.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
7,

Tambahan

Nomor 5495);
7.


Undang-Undang
Pemerintahan

Lembaran
Nomor

Daerah

Negara

23

Republik

Tahun

(Lembaran

2014

Negara

Indonesia
tentang

Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

-3-

Pemerintahan

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
8.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan

Hutan

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4453), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun

2009

tentang

Perubahan

Atas

Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan

Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor

137,

Tambahan

Indonesia Nomor 5056);
9.

Lembaran

Negara

Republik

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata

Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4453),

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Rencana Pengelolaan Hutan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

10. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6
Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
(Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008
Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera
Barat Nomor 6);

11. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 14
Tahun

2012

tentang

Perlindungan

dan

Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2012 Nomor 14, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 80);

12. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 8
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 8,

-4-

Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat
Nomor 99);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SUMATERA BARAT
dan
GUBERNUR SUMATERA BARAT
MEMUTUSKAN:
Menetapkan

: PERATURAN

DAERAH

TENTANG

PERAN

MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN.

SERTA

BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Barat.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten /Kota dalam
wilayah Provinsi Sumatera Barat.

4. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Sumatera Barat.
5. Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Barat yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang kehutanan.

6. Nagari atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Nagari,
adalah Nagari, desa atau sebutan nama lain di Provinsi Sumatera Barat.

7. Pemerintah Nagari adalah pemerintah Nagari dan desa atau yang disebut
dengan nama lain di Provinsi Sumatera Barat.

8. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat dalam berbagai aspek dan tahapan baik yang berdampak
langsung maupun tidak langsung terhadap Perlindungan Hutan.

9. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya memberdayakan masyarakat yang
dilakukan dalam rangka meningkatkan Peran Serta Masyarakat dalam

-5-

Perlindungan Hutan.
10. Perlindungan Hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi

Kerusakan Hutan, Kawasan Hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya alam, hama dan penyakit,
serta

mempertahankan

dan

menjaga

hak

negara,

masyarakat

dan

perorangan atas hutan, Kawasan Hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

11. Perusakan Hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan
melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan Kawasan Hutan tanpa izin

atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan

pemberian izin di dalam Kawasan Hutan yang telah ditetapkan, yang telah
ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah.

12. Kerusakan Hutan adalah perubahan langsung dan atau tidak langsung
terhadap kondisi hutan yang mengakibatkan hutan tidak dapat memenuhi
fungsinya.

13. Pencegahan Kerusakan Hutan adalah berbagai kegiatan masyarakat yang
berdampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap Perlindungan
Hutan.

14. Pembatasan Kerusakan Hutan adalah berbagai kegiatan masyarakat yang
dimaksudkan untuk mengurangi Kerusakan Hutan baik diakibatkan oleh
perbuatan manusia maupun oleh peristiwa alam.

15. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber

daya

alam

hayati

yang

didominasi

jenis

pepohonan

dalam

persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat
dipisahkan.

16. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

17. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
atas tanah.

18. Hutan Adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat Hukum
Adat.

19. Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas
tanah.

20. Hukum Adat adalah seperangkat norma dan aturan, baik yang tertulis

-6-

maupun tidak tertulis, yang hidup dan berlaku untuk mengatur kehidupan
Masyarakat Hukum Adat, dan atas pelanggarannya dikenakan sanksi adat.

21. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang, Lembaga Adat, lembaga
masyarakat, dan masyarakat Hukum Adat.

22. Masyarakat Hukum Adat adalah masyarakat yang secara turun temurun

bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul
leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan wilayah, serta adanya sistem
nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.

23. Kearifan Lokal adalah nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan

masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola hutan secara
lestari.

24. Lembaga Adat adalah perangkat organisasi yang tumbuh dan berkembang
secara turun temurun bersamaan dengan sejarah suatu Masyarakat Hukum

Adat yang menyelenggarakan fungsi adat istiadat sesuai dengan Hukum
Adat.

25. Lembaga Masyarakat adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat
Hukum Adat di Nagari sebagai wadah untuk berperan serta dalam
Perlindungan Hutan.

26. Wilayah Adat adalah wilyah kehidupan suatu kesatuan masyarakat Hukum
Adat.

27. Tanah Ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari
suatu Masyarakat Hukum Adat.

28. Perlindungan Hutan Berbasis Nagari adalah kegiatan perlindungan hutan
yang melibatkan peran serta masyarakat melalui suatu lembaga di nagari
setempat .

29. Lembaga Masyarakat Perlindungan Hutan Berbasis Nagari yang selanjutnya

disingkat dengan LMPHBN adalah lembaga masyarakat Nagari yang peduli
dalam Perlindungan Hutan baik secara langsung maupun tidak langsung.

30. Badan Usaha adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, dan melakukan usaha yang bergerak di bidang kehutanan.

31. Lembaga Swadaya Masyarakat adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
bergerak dibidang kehutanan atau dibidang lingkungan hidup.

32. Lembaga Penelitian adalah Lembaga Penelitian yang bergerak dibidang
kehutanan atau dibidang lingkungan hidup.

-7-

33. Perguruan

Tinggi

pendidikan tinggi.

adalah

satuan

pendidikan

yang

menyelenggarakan

Pasal 2
Peran

Serta

Masyarakat

berdasarkan asas:

dalam

Perlindungan

Hutan

diselenggarakan

a. pengakuan;
b. keadilan;

c. kepastian hukum;
d. partisipatif;

e. akuntabilitas;

f. keberagaman;

g. keterbukaan; dan
h. keberlanjutan.

Pasal 3
Pengaturan tentang Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan

bertujuan untuk:

a. mewujudkan hutan negara, hutan adat dan hutan hak yang lestari, sehingga
mampu mendukung kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya;

b. memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang berperan serta

dalam Perlindungan Hutan berdasarkan Kearifan Lokal dan/atau Hukum
Adat setempat;

c. memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah Daerah untuk mendorong
dan memfasilitasi Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan.
Pasal 4
(1) Perlindungan Hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan
(2) Perlindungan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
pada :

a. Kawasan Hutan Negara sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah;
b. Hutan Adat; dan/atau
c. Hutan Hak.

(3) Perlindungan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah dengan melibatkan Peran Serta Masyarakat.

-8-

Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) meliputi :

a. Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan Kerusakan Hutan;

b. Peran Serta Masyarakat dalam Pembatasan Kerusakan Hutan;
c. Pemberdayaan Masyarakat; dan
d. Pembinaan dan pengawasan.

BAB II
PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan terdiri atas :
a. Pencegahan Kerusakan Hutan; dan
b. Pembatasan Kerusakan Hutan

(2) Selain peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat juga
dapat berperan serta dalam Perlindungan Hutan dengan melakukan kegiatan
sesuai dengan Kearifan Lokal dan/atau Hukum Adat setempat yang
berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap Perlindungan Hutan.

(3) Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh :

a. orang seorang;

b. kelompok orang;
c. Lembaga Adat;
d. LMPHBN;

e. masyarakat Hukum Adat; dan/atau

f. Badan Usaha.

Pasal 7
Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan,
Kearifan Lokal dan Hukum Adat setempat.

-9-

Pasal 8
(1) Pengaturan pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) pada nagari dapat diatur
dalam peraturan Nagari.

(2) Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memuat
ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kearifan lokal masyarakat dalam
perlindungan hutan, dan pemberian penghargaan kepada masyarakat.
Bagian Kedua

Pencegahan Kerusakan Hutan
Pasal 9

(1) Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan Kerusakan Hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara:

a. membantu sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundang-undangan di
bidang Perlindungan Hutan;

b. membantu identifikasi dan inventarisasi permasalahan yang mengancam
kelestarian hutan;

c. membantu mengembangkan usaha produktif masyarakat sekitar hutan
untuk mengurangi tekanan terhadap fungsi hutan;

d. memberikan masukan terhadap penyusunan rencana program dan
kegiatan Perlindungan Hutan;

e. menerapkan Kearifan Lokal dan/atau Hukum Adat setempat
Perlindungan Hutan;

dalam

f. meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk berperan serta
dalam Perlindungan Hutan;

g. melakukan kerjasama dengan Badan Usaha dan/atau perorangan dalam
Perlindungan Hutan; dan/atau

h. memantau aktivitas Badan Usaha dan/atau perorangan di dalam Hutan.
(2) Selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Peran Serta Masyarakat
dapat dilakukan dengan membantu berbagai kegiatan Pemerintah Daerah
dalam Perlindungan Hutan.

Pasal 10
Peran Serta Masyarakat dalam membantu sosialisasi dan penyuluhan peraturan
perundang-undangan,
mengancam

identifikasi

kelestarian

hutan,

dan

dan

inventarisasi

membantu

permasalahan

mengembangkan

yang

usaha

- 10 -

produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b dan huruf c
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 11

(1) Peran Serta Masyarakat dalam memberikan masukan terhadap penyusunan
rencana program dan kegiatan Perlindungan Hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf d, disampaikan secara :

a. langsung dalam forum perencanaan; dan/atau

b. tidak langsung dalam bentuk tertulis kepada Lembaga Adat, Lembaga
Masyarakat dan/atau Wali Nagari.

(2) Masukan masyarakat dalam bentuk tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf b disampaikan oleh Lembaga Adat, Lembaga Masyarakat dan/atau
Wali Nagari kepada Pemerintah Daerah.

Pasal 12

Peran Serta Masyarakat dalam menerapkan Kearifan Lokal dan/atau Hukum

Adat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf e dilakukan dengan
memperhatikan prinsip kelestarian hutan.

Pasal 13

Peran Serta Masyarakat dalam meningkatkan kemampuan anggota masyarakat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f dilakukan dalam bentuk

partisipasi aktif peningkatan kemampuan teknis dan kemampuan manajerial
dalam Perlindungan Hutan, yang meliputi:

a. pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan;
b. pencegahan gangguan Kerusakan Hutan;
c. manajemen organisasi; dan

d. administrasi dan keuangan.
Pasal 14

Peran Serta Masyarakat dalam melakukan kerjasama dengan Badan Usaha

dan/atau perorangan dalam Perlindungan Hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal

9

huruf

g

dilakukan

menurut

kesepakatan

antara

Nagari

yang

bersangkutan dengan Badan Usaha dan/atau perorangan sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip kelestarian hutan.
Pasal 15

Peran Serta Masyarakat dalam memantau aktifitas Badan Usaha dan/atau

- 11 -

perorangan di dalam hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf h
dilakukan

dalam

bentuk

mendokumentasikan aktifitas.

mengidentifikasi,

menginventarisasi,

dan/atau

Bagian Ketiga

Pembatasan Kerusakan Hutan
Pasal 16

Peran Serta Masyarakat dalam Pembatasan Kerusakan Hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara :

a. melaporkan terjadinya Perusakan dan Kerusakan Hutan kepada Dinas atau
pihak berwenang baik yang ditimbulkan oleh manusia maupun peristiwa
alam;

b. mengambil tindakan pertama yang diperlukan untuk membatasi Perusakan

dan Kerusakan Hutan baik karena perbuatan manusia maupun karena
peristiwa alam;

c. memberikan sanksi terhadap perbuatan yang merusak fungsi hutan sesuai
Hukum Adat; dan/atau

d. melindungi pelapor tindakan Perusakan hutan.
Pasal 17

(1) Peran Serta Masyarakat dalam melaporkan terjadinya Perusakan dan

Kerusakan Hutan kepada Dinas atau pihak berwenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dilakukan oleh masyarakat yang
mengetahui adanya kejadian yang merusak hutan, baik karena perbuatan
manusia maupun oleh peristiwa alam.

(2) Untuk penerimaan laporan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Dinas menunjuk pejabat yang menangani bidang Perlindungan
Hutan.

Pasal 18

(1) Laporan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) , dapat
disampaikan secara :

a. langsung; dan/atau
b. tidak langsung.

(2) Laporan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
disampaikan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Dinas.

(3) Laporan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

- 12 -

dapat dilakukan melalui :
a. kotak pengaduan;
b. kotak pos;

c. telepon pengaduan;

d. layanan pesan singkat; dan/atau
e. media elektonik.

(4) Laporan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. nama dan alamat lengkap pelapor;
b. tempat dan waktu kejadian; dan

c. uraian terjadinya Perusakan dan Kerusakan Hutan.
Pasal 19

Dinas setelah menerima laporan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18, melakukan tindakan penanggulangan Perusakan dan Kerusakan
Hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20

(1) Peran Serta Masyarakat dalam mengambil tindakan pertama yang diperlukan
untuk membatasi Perusakan dan Kerusakan Hutan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 huruf b dilaksanakan sesuai dengan Kearifan Lokal dan/atau
Hukum Adat setempat.
(2) Tindakan

pertama

untuk

membatasi

dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

Perusakan

hutan

sebagaimana

Hutan

sebagaimana

a. mengidentifikasi pelaku;

b. mengidentifikasi lokasi; dan/atau

c. mengidentifikasi kegiatan Perusakan Hutan.

(3) Tindakan

pertama

untuk

membatasi

dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

Kerusakan

a. mengidentifikasi lokasi;

b. mengidentifikasi penyebab;dan/atau

c. mengisolasi Kerusakan Hutan.

Pasal 21

Peran Serta Masyarakat dalam memberikan sanksi terhadap perbuatan yang
merusak fungsi hutan sesuai Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16 huruf c dilakukan oleh Nagari berpedoman kepada Hukum Adat setempat

- 13 -

dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22

(1) Peran Serta Masyarakat dalam melindungi pelapor tindakan Perusakan

Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d dilakukan dalam
bentuk melindungi pelapor tindakan Perusakan hutan dari berbagai ancaman
yang dapat membahayakan dirinya.

(2) Perlindungan pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
dalam bentuk :

a. merahasiakan identitas pelapor;

b. melindungi pelapor dari ancaman fisik; dan/atau

c. melindungi pelapor dari ancaman psikis.

(3) Dalam hal masyarakat tidak bisa melindungi pelapor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), maka Dinas memfasilitasi perlindungan terhadap pelapor
berkoordinasi

dengan

perundang-undangan.

pihak

berwenang

sesuai

ketentuan

peraturan

Bagian Keempat

Perlindungan Hutan Berbasis Nagari
Pasal 23

(1) Dalam rangka mendorong pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam
Perlindungan Hutan, Pemerintah Daerah melaksanakan Perlindungan Hutan
berbasis Nagari.

(2) Perlindungan Hutan berbasis Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan membentuk LMPHBN yang menjadi mitra Pemerintah
Daerah dalam penyelenggaraan Perlindungan Hutan.

(3) Pembentukan LMPHBN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan

melalui musyawarah yang melibatkan unsur pemerintahan Nagari, tokoh
adat dan tokoh masyarakat.

(4) LMPHBN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan
Wali Nagari.

(5) Keputusan Wali Nagari sebagaimana dimaksud ayat (4) disampaikan kepada :
a. Gubernur melalui Dinas; dan

b. Bupati/Walikota.

- 14 -

Pasal 24

(1) Dinas dapat melakukan fasilitasi pembentukan LMPHBN.
(2) Fasilitasi pembentukan LMPHBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas :

a. identifikasi dan inventarisasi;
b. sosialisasi;

c. fasilitasi pertemuan; dan/atau

d. koordinasi.

Pasal 25

(1) LMPHBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) melaksanakan
tugas dan fungsi yang meliputi :

a. melakukan tindakan pencegahan terhadap aktifitas masyarakat yang
merusak hutan;

b. melakukan tindakan Pembatasan terhadap Kerusakan Hutan;
c. memberikan

sosialisasi

Kehutanan; dan

kepada

masyarakat

tentang

Hutan

dan

d. melakukan koordinasi dengan Polisi Kehutanan dan/atau Dinas.
(2) LMPHBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat laporan kepada
Wali Nagari.

(3) Laporan LMPHBN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh
Wali Nagari kepada :

a. Gubernur melalui Dinas; dan

b. Bupati/Walikota.

Pasal 26

Ketentuan lebih lanjut mengenai LMPHBN diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB III

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pasal 27

(1) Pemberdayaan Masyarakat dalam rangka meningkatkan dan mendorong
Peran

Serta

Masyarakat

dalam

Perlindungan

Hutan

dilakukan

masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan.

pada

(2) Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah Daerah.

- 15 -

(3) Selain oleh Pemerintah Daerah, Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh :
a. Pemerintah Kabupaten/Kota;
b. Pemerintah Nagari;
c. Badan Usaha;

d. Lembaga Swadaya Masyarakat;
e. Lembaga Penelitian; dan/atau
f. Perguruan Tinggi.

Pasal 28

Pemberdayaan Masyarakat oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (2) dilakukan melalui kegiatan :

a. fasilitasi pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari sesuai dengan
fungsinya dan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

b. fasilitasi informasi kepada masyarakat terkait dengan berbagai jenis usaha

pemanfaatan Kawasan Hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan
hasil hutan dan pemungutan hasil hutan yang dapat dilakukan masyarakat;

c. fasilitasi permodalan usaha dalam mendukung perekonomian masyarakat;
d. fasilitasi pemasaran produk usaha masyarakat di bidang kehutanan;
e. fasilitasi

peningkatan

manajerial;

pengetahuan,

keterampilan

dan

kemampuan

f. penguatan Lembaga Adat dan LMPHBN; dan/atau
g. pemberian insentif.

Pasal 29

(1) Fasilitasi pemanfaatan sumber daya hutan secara lestari sesuai dengan
fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a dalam bentuk :
a. pemanfaatan kawasan;

b. pemanfaatan jasa lingkungan;

c. pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu; dan/atau
d. pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.

(2) Pelaksanaan fasilitasi pemanfaatan sumber daya hutan secara lestari

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan perundangundangan.

Pasal 30

Fasilitasi informasi kepada masyarakat terkait dengan berbagai jenis usaha

pemanfaatan Kawasan Hutan yang dapat dilakukan masyarakat sebagaimana

- 16 -

dimaksud dalam Pasal 28 huruf b dilakukan melalui media komunikasi yang
terdiri atas :

a. media cetak;

b. media elektronik; dan/atau
c. media lainnya

Pasal 31

Fasilitasi permodalan usaha dalam mendukung perekonomian masyarakat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c dapat dilakukan melalui :
a. penyediaan bantuan bibit;dan/atau

b. pendampingan masyarakat untuk mendapatkan kredit modal usaha.

Fasilitasi

pemasaran

produk

Pasal 32

usaha

masyarakat

di

bidang

kehutanan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d dilakukan dalam bentuk :
a. promosi produk usaha masyarakat; dan/atau
b. pengembangan jaringan pemasaran.

Pasal 33

Fasilitasi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan manajerial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf e dilakukan melalui :
a. pendampingan;

b penyuluhan; dan
c. pelatihan.

Pasal 34

Penguatan Lembaga Adat dan LMPBHN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf f dilakukan dalam bentuk :

a. penyediaan bantuan sarana prasarana Perlindungan Hutan;
b. pelatihan kemampuan teknis Perlindungan Hutan;
c. pelatihan kemampuan manajerial; dan/atau
d. penyediaan bantuan biaya operasional.

Pasal 35

(1) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g dilakukan
dalam bentuk :

a. honorarium; dan/atau
b. penghargaan.

- 17 -

(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
kemampuan keuangan daerah.

(3) Ketentuan mengenai pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 36

Pemberdayaan Masyarakat oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a dilakukan melalui:

a. fasilitasi permodalan usaha dalam mendukung perekonomian masyarakat;
b. fasilitasi pemasaran produk usaha masyarakat di bidang kehutanan;
c. fasilitasi

peningkatan

manajerial;

pengetahuan,

keterampilan

dan

kemampuan

d. penguatan Lembaga Adat dan LMPHBN; dan/atau
e. pemberian insentif.

Pasal 37

Pemberdayaan Masyarakat oleh pemerintah Nagari sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b dilakukan melalui :
a. pembentukan LMPHBN; dan

b. memberikan bantuan fasilitas kepada masyarakat dalam pencegahan dan
Pembatasan Kerusakan Hutan.

Pasal 38

Pemberdayaan Masyarakat oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (3) huruf c dilakukan melalui kegiatan :
a. membangun kemitraan dengan masyarakat;

b. memberikan fasilitasi dan bimbingan teknis;
c. memfasilitasi penyusunan rencana kerja;

d. memfasilitasi kegiatan Pencegahan Kerusakan Hutan dan Pembatasan
Kerusakan Hutan; dan/atau

e. melaksanakan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social
Renposibility) di bidang Perlindungan Hutan.
Pasal 39

Pemberdayaan Masyarakat oleh Lembaga Swadaya Masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf d dilakukan melalui pendampingan :

a. kegiatan Pencegahan Kerusakan Hutan dan Pembatasan Kerusakan Hutan;
b. kegiatan penguatan Lembaga Adat dan/atau LMPHBN;

- 18 -

c. kegiatan penguatan pemerintah Nagari; dan/atau
d. pengawasan

terhadap

kegiatan

Pembatasan Kerusakan Hutan.

Pencegahan

Kerusakan

Hutan

dan

Pasal 40

Pemberdayaan Masyarakat oleh Lembaga Penelitian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (3) huruf e dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam

penelitian dan pengembangan Pencegahan Kerusakan Hutan dan Pembatasan
Kerusakan Hutan.

Pasal 41

Pemberdayaan Masyarakat oleh Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (3) huruf f dilakukan melalui fungsi pengabdian kepada
masyarakat

berupa

pendidikan,

penelitian

dan

pengembangan

Pencegahan Kerusakan Hutan dan Pembatasan Kerusakan Hutan.

dalam

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan

(1) Gubernur

melakukan

Pasal 42

pembinaan

terhadap

Masyarakat dalam Perlindungan Hutan.

pelaksanaan

Peran

Serta

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas
dalam bentuk :

a. penyusunan pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis;
b. melakukan bimbingan, supervisi dan konsultasi; dan

c. memberikan arahan dalam penyusunan rencana program dan laporan
kegiatan.

(3) Pembinaan pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan

sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan pada kegiatan perencanaan,
pengorganisasian dan pelaksanaan.

(4) Ketentuan mengenai penyusunan pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diatur dengan
Peraturan Gubernur.

- 19 -

Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 43
Pengawasan Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan bertujuan

untuk mewujudkan efektivitas dan kesesuaian dalam pelaksanaan Perlindungan
Hutan.

Pasal 44

(1) Gubernur melaksanakan pengawasan pelaksanaan Peran Serta Masyarakat
dalam Perlindungan Hutan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Dinas
dalam bentuk :

a. pemantauan; dan
b. evaluasi.

(3) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan untuk
memperoleh data dan informasi kebijakan dan pelaksanaan kegiatan Peran
Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan.

(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dalam

rangka menilai keberhasilan pelaksanaan kegiatan Peran Serta Masyarakat
dalam Perlindungan Hutan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 45

Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 digunakan oleh Dinas
untuk penyempurnaan kebijakan dan pelaksanan kegiatan Peran Serta
Masyarakat dalam Perlindungan Hutan.

BAB V

PEMBIAYAAN
(1) Segala

biaya

Masyarakat

yang

dalam

timbul

Pasal 46

dalam

Perlindungan

pelaksanaan

Hutan

Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi.

kegiatan

dibebankan

Peran

pada

Serta

Anggaran

(2) Selain menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaan kegiatan Peran Serta
Masyarakat dalam Perlindungan Hutan dapat menggunakan sumber dana
lain yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

- 20 -

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47

Pelaksanaan program dan kegiatan tentang Peran Serta Masyarakat dalam
Perlindungan Hutan yang sedang berjalan, menyesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkan.
BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 49

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera
Barat.

Ditetapkan di Padang

pada tanggal 28 Desember 2015
Pj. GUBERNUR SUMATERA BARAT,
dto

REYDONNYZAR MOENEK

Diundangkan di Padang

pada tanggal 28 Desember
SEKRETARIS DAERAH

2015

PROVINSI SUMATERA BARAT,
dto

ALI ASMAR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015
NOMOR

- 21 -

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
NOMOR 11 TAHUN 2015
TENTANG
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN
I. UMUM
Hutan sebagai karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang

diamanatkan kepada bangsa Indonesia merupakan unsur utama sistem

penyangga kehidupan manusia dan merupakan modal dasar pembangunan
nasional yang memiliki manfaat nyata, baik manfaat ekologi, sosial budaya,

maupun ekonomi agar kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia
berkembang secara seimbang dan dinamis. Karena itu, Kerusakan Hutan
tidak hanya mengganggu sistem ekologis tetapi juga sistem sosial-politik
ekonomi.

Untuk itu perlu upaya terus menerus mencegah Kerusakan Hutan dan

mempertahankan kelestarian hutan melalui kegiatan Perlindungan Hutan
sehingga

hutan

dapat

dimanfaatkan

secara

berkesinambungan

bagi

kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang

akan datang. Perlindungan Hutan merupakan usaha untuk mencegah dan

membatasi Kerusakan Hutan, Kawasan Hutan dan hasil hutan yang

disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam,
hama dan penyakit, serta mempertahankan, menjaga hak-hak negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, Kawasan Hutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Di Sumatera Barat pun demikian, realitas saat ini memperlihatkan bahwa

fungsi ekonomi hutan sebagai sumber mata pencaharian hidup bagi
sekelompok warga masyarakat, sebagai sarana mengakumulasi kapital bagi
pengusaha, dan sebagai sumber devisa bagi negara cenderung mengalahkan
fungsi ekologis hutan sebagai pemelihara keseimbangan ekologis. Akibatnya,

-2-

setiap tahun luasan Kerusakan Hutan terus bertambah. Disamping itu

pertumbuhan penduduk yang terus naik dan arus pembangunan yang
meningkatkan kebutuhan dan intervensi manusia atas pemanfaatan sumber

daya Hutan di Provinsi Sumatera Barat juga turut mempercepat Kerusakan
Hutan di Provinsi ini.

Masyarakat yang tinggal dan bermata pencaharian di sekitar hutan tidak

patut hanya dipandang sebagai salah satu pihak yang menyebabkan

Kerusakan Hutan, mereka sepantasnya dipahami sebagai pelaku utama
upaya Perlindungan Hutan itu sendiri. Dengan pandangan ini, peran serta

masyarkat sekitar hutan terhadap upaya Perlindungan Hutan sangat
diperlukan. Disamping tanggung jawab pemerintah dan Pemerintah Daerah,
upaya

Perlindungan

Hutan

oleh

masyarakat

tersebut

sudah

mesti

diwujudkan, sebagaimana diamanatkan berdasarkan Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Rendahnya Peran Serta Masyarakat dalam upaya Perlindungan Hutan selama

ini disebabkan oleh belum berjalannya koordinasi dan kerjasama yang baik

semua pihak yang terlibat dalam Perlindungan Hutan untuk menfasilitasi
terwujudnya Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan serta belum
terbentuk dan berjalannya lembaga-lembaga dikalangan masyarakat untuk

ikut berpartisipasi dalam menjaga keberadaan hutan. Kedua hal itu terjadi

akibat belum adanya perangkat hukum yang mengatur secara jelas bentuk

Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan. Hal tersebut telah
memberikan peluang kepada pihak-pihak tertentu untuk mengeksploitasi
hutan untuk kepentingan pribadi/kelompok semata, dengan mengabaikan
kelestarian

di

saat

keterbatasan

seluruh

elemen

melindungi Kawasan Hutan sebagaimana mestinya.

pemerintah

dalam

Sesungguhnya sejak dulu secara kultural Peran Serta Masyarakat di Provinsi

Sumatera Barat dalam memelihara dan menjaga Kawasan Hutan sudah
dilakukan, hal ini terbukti dengan adanya lembaga masyarakat adat yang
bertugas menjaga hutan yang disebut tuo rimbo. Dalam masyarakat

Minangkabau, tuo rimbo mempunyai peran strategis dalam mengatur tata
kelola dan menjaga keutuhan Kawasan Hutan di lingkungan adat/Nagarinya.

Namun peran tersebut semakin memudar seiring semakin meningkatnya

-3-

kebutuhan

dan

berbagai

kepentingan

keberadaan dan kelestarian hutan.

masyarakat

yang

mengancam

Oleh karena itu untuk kepastian hukum Peran Serta Masyarakat dalam

Perlindungan Hutan perlu adanya payung hukum peraturan perundangundangan di daerah yakni Peraturan Daerah agar hutan tetap memberi
manfaat optimal dan lestari.

Secara umum Peraturan Daerah ini memuat materi-materi pokok yang

disusun secara sistematis sebagai berikut : Peran Serta Masyarakat dalam
pencegahan Kerusakan Hutan, Peran Serta Masyarakat dalam Pembatasan
Kerusakan

Hutan,

Pemberdayaan

Masyarakat

serta

pembinaan

dan

pengawasan. Peraturan Daerah ini juga mengatur mengenai Pengamanan dan
Perlindungan

Hutan

berbasis

Nagari

yang

berbentuk

kelembagaan

masyarakat yang menjadi mitra Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
Pengamanan dan Perlindungan Hutan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a
Yang dimaksud dengan pengakuan adalah pengakuan terhadap
Hukum Adat dan Kearifan Lokal.

Huruf b

Yang dimaksud dengan keadilan adalah Peran Serta Masyarakat
dalam Perlindungan Hutan tidak menimbulkan beban terhadap
satu pihak.

Huruf c

Yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah Peran Serta

Masyarakat dalam Perlindungan Hutan berlandaskan hukum dan
peraturan perundangan yang berlaku untuk semua lapisan
masyarakat.

Huruf d

-4-

Yang

dimaksud

dengan

partisipatif

adalah

keterlibatan

masyarakat dalam melakukan kegiatan Perlindungan Hutan

memiliki peran yang sangat signifikan dalam rangka menjaga
kelestarian hutan.
Huruf e

Yang dimaksud dengan

akuntabilitas

adalah evaluasi kinerja

Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan Hutan dilaksanakan
dengan mengevaluasi pelaksanaan yang telah dilakukan dengan
perencanaan yang telah dibuat secara sederhana, terukur, dapat
dicapai, rasional, dan kegiatannya dapat dijadwalkan.

Huruf f

Yang dimaksud dengan keberagaman adalah bentuk Peran Serta

Masyarakat dalam Perlindungan Hutan dilakukan sesuai dengan
kekhasan budaya lokal.

Huruf g

Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah bentuk Peran Serta

Masyarakat dalam Perlindungan Hutan memperhatikan aspirasi
berbagai lapisan masyarakat.

Huruf h

Yang dimaksud dengan

keberlanjutan

adalah setiap orang

memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi
mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi untuk
menjaga kelestarian hutan.
Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan

kawasan hutan negara sesuai

dengan kewenangan Pemerintah Daerah meliputi Hutan
Lindung, Hutan Produksi dan/atau Hutan Lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

-5-

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c
Ayat (3)

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Kegiatan Kearifan Lokal yang berdampak langsung terhadap

Perlindungan Hutan contohnya antara lain adanya rimbo larangan
dan sistem parak.

Kegiatan Kearifan Lokal yang berdampak tidak langsung terhadap

Perlindungan Hutan contohnya antara lain adanya kewajiban
untuk

setiap

calon

melakukan pernikahan.

pengantin

menanam

pohon

sebelum

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan antara lain

peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, di bidang Usaha
Mikro Kecil dan Menengah, di bidang penyuluhan dan sebagainya.

-6-

Pasal 11

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan forum perencanaan antara lain
musyawarah perencanaan pembangunan Nagari,

musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan, dan
lain-lain sebagainya.

Huruf b
Ayat (2)

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Pasal 12

Yang dimaksud dengan prinsip kelestarian hutan adalah kelestarian

hutan secara ekologis, ekonomis dan sosial secara berkesinambungan.

Pasal 13

Huruf a
Yang dimaksud dengan Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
Hutan antara lain menjadi peserta aktif dalam pelatihan
pencegahan dan kebakaran hutan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah, Pemerintah Kab/Kota, Pemerintah Nagari,
Badan Usaha, LSM, Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi,
membimbing masyarakat lainnya untuk mencegah kebakaran
hutan, dan lain sebagainya.

Huruf b

Yang dimaksud dengan Pencegahan Gangguan Kerusakan Hutan
antara lain menjadi peserta aktif dalam pelatihan PHBN, pelatihan
dibidang Perlindungan Hutan dan pelatihan kehutanan lainnya
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah
Kab/Kota, Pemerintah Nagari, Badan Usaha, LSM, Lembaga
Penelitian dan Perguruan Tinggi, membimbing masyarakat
lainnya untuk mencegah kerusakan hutan, dan lain sebagainya.

Huruf c

Yang dimaksud dengan Manajemen Organisasi antara lain

menjadi peserta aktif dalam pelatihan dibidang peningkatan
kapasitas kelembagaan dan pelatihan manajemen lainnya yang

dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Kab/Kota,

-7-

Pemerintah Nagari, Badan Usaha, LSM, Lembaga Penelitian dan
Perguruan

Tinggi,

membimbing

berorganisasi, dan lain sebagainya.

masyarakat

lainnya

untuk

Huruf d

Yang dimaksud dengan Adminsitrasi dan Keuangan antara lain
menjadi peserta aktif dalam pelatihan dibidang Admisnitrasi dan

Keuangan, serta pelatihan yang berkaitan dengan keuangan
lainnya yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah

Kab/Kota, Pemerintah Nagari, Badan Usaha, LSM, Lembaga
Penelitian

dan

Perguruan

Tinggi,

membimbing

masyarakat

lainnya dalam tertib admisnitrasi dan keuangan, dan lain
sebagainya.
Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Huruf a

Yang dimaksud dengan pihak berwenang antara lain Kepolisian,
Pemerintah Kabupeten/Kota, dan lain-lain sebagainya.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

-8-

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan mengisolasi Kerusakan Hutan

antara lain membuat sekat bakar ketika terjadi kebakaran
hutan, dan lain sebagainya.
Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan ancaman psikis antara lain

perbuatan yang mengakibat ketakutan dan rasa tidak
Ayat (4)

berdaya pada seseorang.

Cukup jelas.

-9-

Pasal 23

Ayat (1)

yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah melaksanakan
Perlindungan Hutan Berbasis Nagari adalah Pemerintah Daerah
akan

melaksanakan

perlindungan

hutan

suaru

yang

masyarakat di nagari setempat

program

melibatkan

berupa

kegiatan

partisipasi

aktif

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Huruf a

Aktifitas masyarakat yang merusak hutan contohnya antara
lain merambah hutan, berburu satwa liar, menebang kayu
tanpa izin, membakar hutan dan lain-lain sebagainya.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d
Ayat (2)

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

- 10 -

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Huruf a

Yang

dimaksud

dengan

media

cetak

kabar,majalah, pamflet, brosur dan lain-lain

antara

lain

surat

Huruf b

Yang dimaksud dengan media elektronik antara lain televisi,
radio, video, dan lain-lain.

Huruf c

Media lainnya dapat dilaksanakan pada acara sosialisasi, diskusi,
seminar dan lain-lain

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan

pengembangan jaringan pemasaran

antara lain memfasilitasi kerjasama antara masyarakat pelaku
usaha dengan investor, dan lain-lain sebagainya.
Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Huruf a

- 11 -

Bantuan sarana prasarana Perlindungan Hutan contohnya antara
lain penyediaan alat-alat pemadaman kebakaran hutan,
penyediaan perlengkapan lapangan, dan lain-lain.

Huruf b

Pelatihan kemampuan teknis Perlindungan Hutan contohnya

memberikan pelatihan pencegahan dan penangulangan kebakaran
hutan, pelatihan singkat pengenalan Tata Batas, pelatihan singkat
Undang-Undang Kehutanan, dan lain-lain

Huruf c

Pelatihan

kemampuan

manajerial

contohnya

memberikan

pelatihan kewirausahaan, pelatihan pengelolaan organisasi, dan
lain-lain.

Huruf d

Bantuan biaya operasional contohnya antara lain penyediaan
biaya honorarium petugas PHBN, dan lain-lain.

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Fasilitas yang diberikan kepada masyarakat dalam pencegahan
dan Pembatasan Kerusakan Hutan contohnya antara lain bantuan
sarana dan prasarana, bantuan biaya operasional, dan lain-lain.

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

- 12 -

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
NOMOR