| POLDA SUMATERA BARAT

Call Centre:
193/082112131323
SMS: 1193/0856- 8880- 881
Web: saberpungli.id, Email: lapor@saberpungli.id
Laporan dari UPP ke Satgas Pusat:
saberpunglisatgas@polkam.go.id

Pungli telah merebak di berbagai intansi Pemerintah dan layanan
masyarakat di negeri ini. Seolah praktik pungli menjadi sebuah kebiasaan
untuk melancarkan berbagai urusan. Asumsi itu pada akhi rnya berkembang
di masyarakat, jika urusan ingin lancar, maka keluarkan sejumlah uang
diluar dari biaya yang ditentukan.
Pemikiran ini tentu saja merusak mental bangsa ini. Bahkan pemikiran
ini pula yang pada akhirnya menghambat negeri ini untuk maju. Bayangkan
berapa ribu perusahaan di negeri ini yang tidak dapat beroperasi, hanya
karena urusan dokumennya tertunda. Atau berapa ratus anak berkualitas
kehilangan haknya untuk mendapatkan bangku sekolah negeri, karena
haknya direnggut oleh anaknya yang notabene tidak diterima di sekolah
itu, namun mampu "membayar" bangku sekolah. Ini tentu saja tidak bisa
dibiarkan.
}ika pungli terus dibiarkan dan berkembang, bisa jadi korupsi menjadi

budaya di negeri tercinta kita ini. Karena pungli adalah cikal bakal dari
korupsi . Saat ini saja Komisioner Ombusdman RI sudah mencatat data
tahun 2016, pungli di sektor penegakan hukum kepolisian mencapai 51
persen, dan sektor pendidikan mencapai 45 persen, belum lagi di sektor
lainnya.
Karena itu, salah satu upaya untuk memajukan bangsa dan negeri
ini adalah dengan memberantas pungli. Pungli harus diberantas secara
tegas, terpadu, efektif, dan efisien. Karena pungli sudah merusak sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setiap orang harus
dapat mengatakan Tidak untuk Pungli.

Apa itu Pungli?
Mungkin tidak semua orang paham dengan pungli. Atau bahkan
tidak semua orang dapat membedakan manakah yang dikatakan pungli
dan managratifikasi. Karena perbedaan antara pungli dan gratifikasi
sangatlah tipis.
Pungli atau pungutan liar adalah perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang atau pegawai negeri, atau bahkan pejabat negara dengan cara
meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai dengan peraturan
yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Istilah lain dari pungli adalah

uang sogokan, pelicin, salam tempe! dan lain-lain.
Dalam Pasal 12 huruf e UU No. 2 Tahun 2002 berasal dari Pasal 423
KUHP yang dirujuk dalam Pasal12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak
pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 2 Tahun
2002 (Tindak Pidana Korupsi), dijelaskan tentang definisi pungutan liar.
Pungutan liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri
atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri.
Jika menilik pada pasal tersebut, maka pungli tentu sedikit berbeda
dengan gratifikasi. Gratifikasi adalah pemberian sesuatu dari pihaklain
namun pemberian itu tidak terkait dengan jabatan atau menyebabkan
orang yang diberi menjadi berlawananan dengan kewajiban dan tugasnya.
Akan tetapi jika seseorang yang memiliki kewenangan diberikan "hadiah':
kemudian karena "hadiah" itu ia melakukan perbuatan yang menyimpang
dari ketentuan kewajiban dan tugasnya, maka tindakan itu menjadi tindak
pi dana.
Mengenai gratifikasi tersebut, Eddy OS Hiariej menyatakan berdasarkan

Pasal12 B ayat (1), kedudukan gratfikasi dengan jelas sudah diatur. Dalam
pasal tersebut diterangkan bahwa (l) tidak berlaku jika penerima gratifikasi

melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Pasal 12C
UU Tipikor menjadi norma yang menghapuskan tutuntan pidana Pasal
12B jika penerima melaporkannya kepada KPK dalam waktu 30 hari.
Dan KPK akan menentukan status barang yang dilaporkan menjadi milik
negara atau milik pelapor dalam 30 hari.
Dapat disimpulkan bahwa gratifikasi merupakan bibit dari terjadinya
tindak pidana suap. Ini berarti antara gratifikasi dan suap itu ada
kecenderungan (kesamaan) dan memiliki perbedaan yang tipis. Keduanya
sama-sama menjadikan jabatan, kekuasaan, dan wewenang sebagai motif
dari suatu pemberian/hadiah. Perbedaannya adalah gratifikasi masih
merupakan sesuatu yang boleh asalkan tidak bertentangan dengan
kewajiban dan wewenangnya serta melaporkannya ke KPK. Sedangkan
suap adalah perbuatan onrechtmatigedaad (sesuatu yang bertentangan
dengan hukum), karena pemberian itu mengakibatkan kontrak/

konsekuensi kepada yang diberi untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dengan cara menyalahgunakan jabatan, kekuasaan, dan wewenang
yang dimilikinya.
Dengan demikian baik pungli, suap, atau pun gratifikasi harus
diberantas jika hal tersebut sudah menyebabkan penerimanya melakukan
tindakan yang menyimpang dari ketentuan kewajiban dan tugas, serta
menyalah gunakan jabatan, kekuasaan, dan kewenangan. Karena hal itulah
yang menyebabkan budaya korupsi semakin merajalela dan berkembang.
Adapun ancaman hukuman bagi pelaku pungli adalah pasal 423
dan 368 KUHP. Dalam pasal 423 dinyatakan bahwa pegawai negeri yang
menyalahgunakan kekuasaannya dengan maksud menguntungkan diri
sendiri, terancam hukuman enam tahun penjara. Sedangkan dalam pasal
368 diungkapkan bahwa barang siapa menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum dengan cara memaksa orang lain untuk
memberikan sesuatu, maka ancaman hukumannya adalah sembilan tahun
penjara.

Penyebab Pungli Merebak
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pungli semakin berkembang.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Rentetan birokrasi yang panjang dan rumit dalam proses pengurusan
sehingga hal itu memberikan celah kepada petugas untukmenawarkan
kemudahan dengan prasyarat memberikan "uang jasa" dalam jumlah
tertentu.
2. Budaya masyarakat yang tidak mau repot dan enggan mengantre.
Mereka yang malas mengantre dan tidak mau repot, cenderung untuk
mengambil jalan pintas dengan membayar "uang jasa'' agar urusan
menjadi lebih cepat.
3. Penghasilan yang bisa dikatakan tidak mencukupi kebutuhan hidup.
Hal ini tidak sebanding dengan tugas/jabatan yang diemban sehingga
membuat seseorang terdorong untuk melakukan pungli.
4. Budaya organisasi yang berkembang, yakni jika bisa dipersulit, untuk
apa harus dipermudah. Budaya inilah yang membuat pungli semakin
berkembang.
5. Lemahnya sistem kontrol dalam mengawasi jalannya proses layanan
masyarakat sehingga berpeluang berkembangnya pungli.
6. Terbatasnya sumber daya manusia yang andal. Sumber daya yang andal
dan berkomitmen sangat diperlukan sehingga masing-masing sumber
daya itu dapat bekerja dengan cepat, efisien, dan berkomitmen. Dengan
demikian, masyarakat tidak perlu menunggu lama dalam pengurusan,

sehingga praktik pungli tidak ada celah untuk berkembang.
7. Mentalitas petugas dan masyarakat harus diperbaiki. Jika masyarakat
selalu berpikir jalan pintas dan tidak mau mengikuti aturan yang
ada dalam pengurusan, kemudian di sisi lain petugas memberikan
kemudahan dengan imbalan jasa, tentu praktik pungli pun tidak akan
dapat diberantas.
8. Belum ada ketegasan hukum. Hukum secara tegas harus ditegakkan bagi
para petugas dan masyarakat yang terlibat pungli. Dengan demikian, ada
efek jera, baik bagi oknum petugas, maupun masyarakat yang terlibat
pungli.

Satgas Saber Pungli Polri
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.87 Tahun 2016
telah diungkapkan bahwa pungli harus diberantas secara tegas, terpadu,
efektif, dan efisien. Salah satu upaya pemberantasan pungli adalah dengan
membentuk satuan tugas sapu bersih pungutan liar (Satgas Saber Pungli
Polri).
Satgas Saber Pungli Polri berkedudukan di bawah dan bertanggung
pada kepada Presiden. Mereka yang tergabung dalam Satgas Saber Pungli
Polri terdiri atas beberapa elemen negara, yakni:

Pengendali/ Penanggung jawab : Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan
Ketua Pelaksana : Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian
Negara Republik Indonesia
Wakil Ketua Pelaksana I : Inspektur Jenderal Kementerian Dalam
Negeri
Wakil Ketua Pelaksana II : Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan
Sekretaris : Staf Ahli di Lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Anggota terdiri dari unsur:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia
2. Kejaksaan Agung
3. Kementerian Dalam Negeri
4. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
6. Ombudsman Republik Indonesia
7. Badan Intelijen Negara
8. Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia

----


Kewenangan dan
Tugas Satgas Saber Pungli Polri
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 87 Tahun
2016, Satgas Saber Pungli Polri memiliki tugas dan kewenangan. Tugas Satgas
Saber Pungli Polri adalah melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara
efektif dan efisien. Pemberantasan itu dilakukan dengan mengoptimalkan
pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada
di kementerian/ lembaga maupun pemerintaha daerah. Tugas-tugas itu
kemudian terangkum dalam 4 tugas utama sesuai dengan Pasal 2 Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 87 Tahun 2016. Keempat tugas itu adalah
sebagai berikut:
1. tugas intelijen
2. tugas pencegahan
3. tugas penindakan; dan
4. tugas yustisi
Di samping tugas, Satgas Saber Pungli Polri juga memiliki kewenangan
dalam melaksanakan tugasnya memberantas pungli. Beberapa kewenangan
yang dimiliki oleh Satgas Saber Pungli Polri adalah sebagai berikut.
1. Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar.

2. Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga
dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi.
3. Mengoordinasikan, merencanakan, dan melakukan operasi pemberantasan
pungutan liar.
4. Melakukan operasi tangkap tangan
5. Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga serta
kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku
pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
6. Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas unit
Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayanan publik kepada
pimpinan kementerian/ lembaga dan kepala pemerintah daerah
7. Melaksanakan evaluasi kegiatan pemberantasan pungutan liar.

Penunjukan
Satgas Saber Pungli Polri
Dalam pemberantasan pm1gli, Polri ditW1juk sebagai pemimpin. Dalam
hal ini Polri bekerja sama dengan tim yang bernama Satgas Saber Pm1gli
Polri. Dalam Satgas Saber Pm1gli Polri, Polri menjadi garda depan dalam
pemberantasan pm1gli.
Penm1jukan Polri sebagai Pemimpin Satgas Saber Pm1gli Polri ini didasari

oleh peran dan tugas Polri. Sesuai dengan Pasal2 Undang-Undang No.2 TahW1
2001 tentang Kepolisian Republik Indonesia, "fungsi Kepolisian adalah salah
satu fungsi Pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindm1gan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Kemudian Pasal 4 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2002 juga menegaskan "Kepolisian Negara Rl bertujuan m1tuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindm1gan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya
ketentraman masyarakat dengan menjlli1jW1g tinggi hak asasi manusia': Selain
itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 TahW1 2002 tentang Kepolisian
Negara Rl, dalam pasal 14 huruf g, bahwa: "Kepolisian Negara Rl bertugas
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan m1dang-m1dang yang lainnya:'
Berdasarkan Undang-undang tersebut, jika dikaitkan dengan pemberantasan pm1gli, Polri memiliki peran dan andil yang cukup besar dalam mencegah
dan memberantas pungli. Karena Polri adalah elemen yang menjembatani
antara masyarakat dengan pemerintah. Permasalahan yang terjadi pada lingkup
masyarakat akan cepat ditangani, serta dilaporkan kepada pemerintah. Karena
itu, Polri harus bersikap profesional, baik dalam tugasnya sebagai pelayan
masyarakat, pelindm1g, dan penegak hukum.


Alamat DIVISI HUMAS POLRI
jalan Tru nojoyo No.3 jakarta Selatan 1 211 0
Tip.: (021) 721 8141,721 8770, Faks.: (021) 721 8141
E-mail: humas.pensat@yahoo.com

I