M_Pend_3_Agung Hartoyo

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL
REALISTIK BERBASIS UNSUR LOKAL BERACUAN KURIKULUM 2006
PADA PENGUASAAN STANDAR MATERI
Agung Hartoyo
Jurusan Pendidikan Matematika FKIP-UNTAN Pontianak
e-mail : ag_hartoyo@yahoo.com
Abstrak
Kurikulum 2006 mengamanatkan kepada guru agar memperhatikan kondisi
alam, situasi sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk diber-dayakan dalam
merancang pembelajaran matematika sedemikian sehingga para siswa dapat belajar
sebagaimana ilmuwan menemukan pengetahuan dari masalah-masalah yang
dihadapinya. Dalam penelitian ini, unsur-unsur lokal yang telah dikenali oleh siswa
dikembangkan sebagai bahan pembelajaran matematika kontekstual realistik dan
masalah-masalah matematika sehingga para siswa belajar sesuai dengan
pengalamannya. Hasil penelitian percobaan pada siswa SMP di Pontianak ini
menghasilkan Effect Size (ES) sebesar 0.6191 dalam kategori sedang. Besarnya
sumbangan pembelajaran matemátika kon-tekstual-realistik pada kemampuan siswa
ádalah sebesar 23,24 %.


Kata kunci : Efektivitas, pembelajaran matemátika kontekstual-realistik, ES

PENDAHULUAN
Model pembelajaran matematika konvensional dengan skenario sajian ‘guru men-jelaskan murid mendengarkan’ lawan model pembelajaran ‘siswa aktif mengkon-struksi makna - guru
membimbing’ merupakan dua model dalam pembelajaran mate-matika yang mempunyai banyak
perbedaan. Sejarah penemuan pengetahuan matema-tika memperlihatkan bahwa konsep-konsep
matematika banyak yang dikonstruksi secara aktif ketika sedang menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi dalam kehi-dupan masyarakat. Hendaknya, matematika juga dibelajarkan secara
natural melalui masalah-masalah kehidupan sehari-hari yang telah dikenali oleh sebagian besar
siswa. Namun itu memerlukan kemauan yang kuat dari para guru matematika untuk mere-formasi
model pembelajaran yang selama ini digunakannya. Schiffer dan Fosnot (1993) mengemukakan
pengalaman mereka bahwa sejumlah guru di Amerika Serikat sulit sekali untuk melakukan
perubahan (perbaikan) model pembelajaran dari model konvensional kepada model pembelajaran
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.
Alasannya, mereka merasa telah mapan dengan model pembelajaran yang telah lama dianut.
Bahkan, di Belanda memerlukan waktu lebih kurang dua puluh lima tahun untuk memasyarakatkan
pembelajaran kon-tekstual – realistik. Untuk mereformasi pendekatan pembelajaran tersebut
memerlu-kan waktu yang panjang dan kemauan dari semua pihak.
Ada mata rantai yang mengaitkan antara hasil belajar, pengetahuan atau penga-laman belajar

dan aktivitas guru. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh pengalaman siswa, dan pengalaman siswa
dipengaruhi oleh aktivitas guru. Itu berarti bahwa akti-vitas guru dalam menggunakan model
pembelajaran akan mempengaruhi pengalaman belajar siswa. Kurikulum 2006 berbasis kompetensi
yang dikenal dengan KTSP telah diberlakukan di sekolah dari sekolah dasar hingga sekolah
menengah atas. Kurikulum ini mengamanahkan agar penerapannya di kelas lebih banyak
menekankan pada proses pemerolehan pengetahuan daripada produk yang dicapai dalam wujud
angka-angka. Pembelajaran matematika di kelas dilakukan dengan memadukannya pada kontekskonteks yang dikenali siswa dan memasukkan unsur life skill pada semua mata pelajaran
(Kedaulatan Rakyat, 10/2/ 2003). Pihak Puskur-Balitbang Depdiknas (2001a, 2001b)
menganjurkan agar materi pelajaran sedapat mungkin menggunakan masalah-masalah yang
M-343

Agung Hartoyo/Efektivitas Pembelajaran Matematika

berkembang dalam kehidupan masyarakat. Dengan pembelajaran yang menekankan pada proses
akan lebih mengesankan bagi siswa dalam mempelajari suatu materi sehingga dapat memberikan
daya ingat yang lebih lama.
Pembelajaran tersebut merupakan ciri dari Contextual Teaching and Learning Pendekatan
pembelajaran ini merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk mengkaitkan antara materi
pelajaran dengan situasi dunia nyata (real world situation), berbagai jenis kegiatan dan unsur-unsur
budaya masyarakat, serta mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang

telah dimiliki dengan terapannya dalam kehidupan di tengah lingkungan masyarakat tempat tinggal
mereka (Dit. PLP, 2002b). Dengan konsep itu, pembelajaran akan berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan – siswa bekerja dan mengalami – sendiri. Dalam konteks itu, siswa mengerti
makna belajar, manfaatnya, mengetahui statusnya, dan dapat menetapkan cara penca-paiannya.
Mereka menyadari manfaat belajar matematika bagi hidupnya kelak di ke-mudian hari. Dengan
begitu mereka memposisikan diri sebagai personal yang memer-lukan bekal pengetahuan dan
keterampilan hidupnya nanti. Nampak bahwa orientasi kurikulum 2006 mulai berpihak kepada
peserta didik, dan mereka didudukkan sebagai subjek yang aktif dalam pembelajaran. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran pun diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Untuk menerapkan
pembelajaran kontekstual, Pusat riset dan pengembangan jabatan (CORD, 2001) menyarankan agar
para pengajar memperhatikan lima strategi berikut.
a. Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
b. Belajar menekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan
(invention)
c. Pengetahuan hasil belajar diterapkan dalam konteks pemanfaatannya.
d. Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, bekerja sama dalam kelompok.
e. Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.
Sementara itu Johnson (2002) menyebutkan ada delapan komponen yang perlu diper-hatikan dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, yaitu : making meaningful connection,
doing significant work, self-regulated learning, colla-borating, critical dan creative thinking,

nurturing the individual, reaching high stan-dards, using authentic assesment.
Indra Djati Sidi (2002) menyatakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi membe-rikan
kebebasan kepada daerah, sekolah, dan guru untuk mengembangkan silabi, bahan ajar, maupun
model pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan sekolah, namun tetap berada dalam lingkup
kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum baru. Untuk mempertinggi relevansi antara muatan
kurikulum dan kebutuhan siswa atau lingkungan masyarakat, maka dapat disusun bahan pelajaran
dengan menggunakan sumber belajar seperti : situasi kehidupan masyarakat, masalah-masalah yang
berkembang di dalam masyarakat, kebutuhan masyarakat, potensi-potensi masyarakat, dan budaya
masya-rakat setempat.
Untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengurangi kelemahan pendidikan matematika,
pendekatan belajar konstruktivisme, kontekstual, realistik dengan berpe-doman pada kurikulum
2006 (KTSP) menjadi pilihan untuk mewujudkan maksud tersebut. Untuk mendukung
pemberlakuan kurikulum 2006 perlu dirancang suatu kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
bahan ajar yang bersifat kontekstual bagi siswa dengan berbasis pada unsur-unsur lokal yang telah
membudaya dalam lingkung-an masyarakat di sekitar kehidupan siswa. Secara alamiah
pengetahuan matematika pada umumnya dibangun atau ditemukan ketika orang sedang
menghadapi masalah. Menurut Bishop (1988), pada dasarnya matematika merupakan teknologi
simbolik yang berkembang pada keterampilan-keterampilan atau aktivitas-aktivitas lingkungan
yang merupakan kebudayaan alam, sehingga pengetahuan matematika bersifat kontekstual dan
kultural (Pinxten, 1994). Katz (1994) menulis bahwa pengetahuan matematika yang telah

ditemukan dan digunakan orang sejak berabad-abad yang lalu untuk menye-lesaikan masalahmasalah yang dihadapi, hingga kini masih bermanfaat dan hasil karya itu dapat digunakan untuk
memotivasi siswa dalam mempelajari matematika.
Freudenthal (Gravemaijer, 1994) berpandangan bahwa matematika harus terkait dengan
realitas, dekat dengan para siswa dan relevan dengan nilai-nilai sosial kehidup-an manusia. Ia
menekankan bahwa ide-ide matematika merupakan aktivitas manusia. Ia mengusulkan agar para
siswa diberi kesempatan untuk re-invent dan re-construct konsep-konsep matematika melalui
M-344

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009

pendekatan pengajaran matematika realistik (Lihat juga Lange, 1987, 1996). Dalam pembelajaran,
para siswa mengembangkan dan menggunakan strategi informal yang ditemukan sendiri untuk
menyelesaikan problem-problem yang ditawarkan di kelas.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan pembelajaran matematika perlu dikembang-kan
pembelajaran matematika yang mampu menjembatani antara pengetahuan mate-matika informal
yang dimiliki siswa dari hasil interaksi dengan lingkungan sosial budayanya dan matematika
formal di sekolah. Dengan strategi tersebut diharapkan pembelajaran matematika sekolah yang
berbasis pada unsur-unsur lokal dalam kehi-dupan masyarakat itu efektif bagi pengembangan
skemata yang telah ada dalam benak siswa dan berlangsung secara kontekstual-realistik. Para siswa

mendapat kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuan matematikanya berdasarkan pengetahuan
awal yang telah mereka miliki sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini berangkat dari masalah efektivitas
pembelajaran matematika kontekstual berbasis situasi lokal pada penguasaan standar materi
matematika. Tentu saja penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya sumbangan
pembelajaran matematika kontekstual-realistik berbasis unsur lokal pada penguasaan standar
materi matematika.
METODE
Sampel. Sampel penelitian ini terdiri dari 80 siswa kelas 7 sekolah menengah per-tama yang
terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok ekspe-rimen. Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara intact group, semua siswa pada kelas yang terpilih secara acak
diambil sebagai sampel penelitian. Siswa-siswa kelom-pok eksperimen mengikuti pembelajaran
matematika dengan pendekatan kontekstual-realistik berbasis unsur-unsur lokal, dan kelompok
kontrol mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran konvensional. Instrumen
untuk pengumpul data berupa tes bentuk essay terdiri atas lima nomor butir soal. Instrumen tes
divalidasi dengan menggunakan teknik validitas isi, dengan meminta pertimbangan kepada
beberapa orang yang berpengalaman dalam bidang pendidikan matematika atau bidang evaluasi
hasil belajar matematika. Hasil uji coba intrumen tes menghasilkan koefisien reliabilitas tes sebesar
0,65 yang berarti bahwa instrumen tes mempunyai keajegan tinggi sebagai alat ukur. Untuk
mengetahui efektivitas model pembelajaran yang dike-nakan pada kelompok eksperimen,

dilakukan dengan uji banding antar kelompok-kelompok yang diamati dan uji banding masingmasing kelompok dengan skor kriteria, dan menggunakan rumus effect size untuk mengetahui
besarnya sumbangan pembela-jaran matematika kontekstual-realistik pada kemampuan siswa.
HASIL-HASIL PENELITIAN
Secara diskriptif, rata-rata kemampuan siswa SMP pada kelas eksperimen yang mengikuti
pembelajaran matematika kontekstual-realistik berbasis situasi lokal dalam penguasaan materi
pelajaran aritmatika sosial dalam lebih tinggi daripada rata-rata skor siswa pada kelas kontrol yang
belajar secara konvensional. Pada kelas kontrol hanya ada 7 (14,5 %) orang siswa yang dapat
menjawab dengan benar seluruh soal yang diujikan kepada mereka, sementara itu siswa-siswa pada
kelas eksperimen terdapat 16 (40 %) yang dapat mencapai skor maksimal. Ada 22 siswa dari
kelompok kontrol yang dapat menuntaskan belajaranya dengan skor di atas 17,5 (70 %) dari skor
maksimal, dan pada kelas eksperimen ada 30 arang siswa yang dapat menuntaskan belajarnya
berdasar kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan oleh guru matematika.
Hasil analisis statistik terhadap rata-rata kemampuan hasil belajar siswa pada kelas kontrol
dengan cara membandingkannya terhadap kriteria ketuntasan, diketahui bahwa para siswa pada
kelas kontrol yang memperoleh skor rata-rata sebesar 16,45 dengan rumus-t diperoleh nilai t-hitung
sebesar - 0,974 Hasil konsultasi t-hitung dengan nilai t pada daftar tabel dengan taraf signifikansi
α = 5 % dan derajat kebebasan dk = 39 didapat bahwa - 0,974 ≤ 1,698 Itu berarti bahwa para
siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional rata-rata belum dapat mencapai menuntaskan belajarnya pada materi aritmetika sosial masalah hitung keuangan. Para siswa pada pada
kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual realistik
mampu mencapai skor rata-rata sebesar 20,65 Hasil perhitungan dengan statistik-t untuk

membandingkan kemampuan siswa tersebut dengan kriteria ketuntasan didapat nilai t-hitung
M-345

Agung Hartoyo/Efektivitas Pembelajaran Matematika

sebesar 4,028 Hasil konsultasi t-hitung dengan nilai t pada daftar tabel dengan taraf signifikansi α
= 5 % dan derajat kebebasan dk = 39 didapat bahwa 4,028 ≥ 1,698 Itu berarti bahwa secara
signifikan para siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual-realistik ratarata dapat me-nuntaskan belajarnya pada materi aritmetika sosial masalah hitung keuangan.
Hasil perbandingan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan meng-gunakan
rumus statistik-t menghasilkan nilai t-hitung sebesar 4,85 Nilai t-tabel pada uji dua pihak dengan
taraf signifikansi α = 5 % dan derajat kebebasan dk = 38 adalah sebesar 1,997 Hasil konsultasi
dengan kriteria, ternyata nilai t-hitung sebesar 4,85 berada di luar nilai interval penerimaan
hipotesis nol, sehingga hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara ke-mampuan para siswa pada kelompok eksperimen dan
kemampuan siswa pada kelom-pok konvensional.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh model pembelajaran matematika konteks-tual pada
kemampuan penguasaan materi aritmatika sosial menggunakan rumus effect size. Hasil
perhitungan effect size menghasilkan nilai ES sebesar 0.6191 Hasil konsul-tasi nilai ES dengan
kriteria pengkategorian effect size diketahui nilai ES berada dalam rentang antara 0,2 dan 0,8 atau
0,2 < ES = 0,6191 ≤ 0,8 dengan memberi sumbangan pada kemampuan penguasaan materi sebesar

23,24 %. Itu berarti model pembelajaran matematika kontekstual dengan menggunakan unsurunsur yang dikenali siswa (unsur lokal) dikategorikan memiliki pengaruh yang meyakinkan
terhadap kemampuan siswa pada penguasaan materi aritmatika sosial di kelas VII SMP Negeri di
Pontianak.
PEMBAHASAN
a. Aktivitas Pembelajaran di Kelas Kontrol
Pembelajaran matematika di kelas kontrol berlangsung secara konvensional. Skenario
pembelajaran pada kelas ini dimulai dengan pembukaan, pengadministrasian kelas, dan
penyampaian tujuan belajar yang akan dicapai. Beberapa pertanyaan yang ada relevansinya dengan
materi pembelajaran yang berkaitan dengan aritmetika sosial diajukan kepada beberapa siswa
sebagai aperesepsi. Pada tahap inti, guru menggu-nakan metode ekspositari untuk menyampaikan
materi pelajaran yang diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengarahkan siswa.
Selama pembelajaran ber-langsung, para siswa terlihat mengikuti setiap langkah-langkah
pembelajaran dengan tertib dan aktif. Ketertiban dan aktivitas siswa selama mengikuti
pembelajaran bisa diduga karena kehadiran beberapa orang ”asing” yang mengobservasi
pembelajaran. Ketika guru menjelaskan materi, sebagian besar siswa memperhatikan dengan baik,
beberapa siswa lainnya yang tidak terkontrol oleh guru terlihat asyik berbicara dengan temen
sebangkunya.
Dalam pembahasan contoh soal bentuk essay atau soal cerita, penyelesaiannya
menggunakan prosedur pengerjaan pemecahan masalah baku dimulai darip identifikasi informasi
pada soal, merumuskan pertanyaan yang akan dicari penyelesaiannya, dan menetapkan formula

pemecahan soal yang diteruskan dengan kalkulasi numerik. Namun demikian, ketika para siswa
dihadapkan pada soal-soal latihan sejenis (soal cerita) masih ada beberapa siswa yang tidak
menggunakan prosedur yang dicontohkan oleh guru. Hal itu menunjukkan bahwa para siswa
menggunakan pemikiran sendiri dalam menjawab soal atau mungkin juga tidak mudah bagi siswa
untuk mengubah kerangka berpikir yang sudah tersimpan dalam memorinya. Hal itu terungkap dari
pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dengan bertanya ”Bu, apakah boleh membe-rikan
(mencari) jawabannya saja ?”. Menyadari hal itu, guru mengingatkan kembali prosedur pengerjaan
soal bentuk essay sebagaimana telah dicontohkan sebelumnya.
Berdasarkan hasil perhitungan data, rata-rata siswa pada kelompok kontrol belum dapat
melampaui kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan guru sebesar 70 %. Hal-hal yang dapat
dikemukakan berkaitan dengan ketidakberhasilan siswa tersebut antara lain : (1) Model
pembelajaran konvensional berbasis pengajaran informasi langsung yang digunakan guru belum
berhasil menghantarkan siswa-siswa mencapai ketuntasan belajar walaupun ia telah berusaha
secara maksimal dalam mengorganisir dan mempersiapkan rencana pembelajaran (2) Guru telah
mencoba memberikan contoh langsung pemecahan masalah sesuai dengan metode standar dengan
pengulangan seperlunya, namun penyampaiannya masih terbatas pada penerapan konsep pada
M-346

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009


masalah. Barangkali dengan cara itu membuat siswa merasa belajar matematika secara monoton
seperti yang biasa dialami dalam pembelajaran matematika. Meskipun soal-soal latihan
menggunakan masalah tentang hitung keuangan, suatu materi yang lekat dengan masalah
kehidupan sehari-hari, namun bila penyampaiannya ditempatkan dibagian akhir pembelajaran maka
sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran sama dengan ketika mereka mengikuti pembelajaran
pada materi lain. (3) Masalah-masalah aritmetika sosial (hitung keuangan) yang dikembangkan
dalam soal (postes) belum dapat menjadi faktor degeneratif penyulit soal, dan tidak serta merta
membangkitkan motivasi bagi siswa. Dibandingkan dengan rata-rata kemampuan siswa pada
kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran secara kontekstual dengan memanfaatkan
unsur-unsur lokal sebagai materi pembelajaran tentang aritmetika sosial, secara signifikan rata-rata
kemampuan siswa kelompok kontrol lebih rendah.
Hal ini diduga karena dalam proses pembelajaran di kelas eksperimen diawali dengan
penyajian masalah-masalah aktual yang biasa dihadapi oleh para siswa. Nampaknya model
penyajian materi itu dapat menyedot perhatian siswa, sehingga sejak awal belajar mereka telah
menaruh perhatian pada kegiatan pembelajaran dan itu menjadi satu indikator untuk menyatakan
bahwa para siswa terbangkitkan motivasinya untuk mengikuti pembelajaran secara lebih aktif.
Sementara itu dalam kegiatan pembelajaran di kelas kontrol, guru tidak sepenuhnya memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengeksplorai gagasannya sehingga para siswa dapat menemukan,
mem-buktikan sendiri kebenaranya atas persoalan yang dihadapi. Guru banyak memberi
pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya mengarahkan pekerjaan atau jawaban siswa. Dengan
demikian, pemahaman siswa terhadap materi pelajaran lebih banyak dibatasi oleh informasiinformasi yang dituangkan oleh guru selama pembelajaran berlangsung.
b. Analisis Proses Belajar Mengajar di Kelas eksperimen
Pembelajaran matematika di kelas eksperimen yang dilakukan oleh guru meng-gunakan
pendekatan kontekstual – realistik dengan berbasis pada masalah-masalah real yang bernuansa
lokal. Masalah real bernuansa lokal bukan berarti bahwa masalah tersebut mengandung unsur yang
sifatnya tradisionil, tetapi merupakan masalah-masalah yang secara nyata sudah akrab atau
dilakukan oleh siswa di lingkungan tempat tinggalnya. Sebagaimana dilakukan di kelompok
kontrol, skenario pembelajaran pada kelompok eksperimen juga dimulai dengan pembukaan,
penyampaian salam, pengad-ministrasian kelas, dan menginformasikan tujuan belajar pada hari itu.
Untuk mem-persiapkan siswa dalam pembelajaran guru berusaha menarik perhatian dan memotivasi siswa dengan cara menyuruh beberapa orang siswa secara bergantian untuk menceritakan
pengalaman mereka berbelanja kebutuhan sehari-hari. Meskipun suasana kelas agak berisik, namun
aktivitas para siswa itu kelihatan terarah untuk menanggapi suruhan guru. Aktivitas pembelajaran
dilanjutkan memberikan masalah kepada siswa berdasarkan pengalaman yang mereka ceritakan
kepada teman-teman sekelasnya dengan memodifikasi sejumlah informasi kuantitatif (problem
posing) untuk peme-cahan masalah. Dalam bekerja mereka diperbolehkan berdiskusi dengan
teman-teman kelas yang berdekatan tempat duduknya. Proses pembelajaran berlangsung secara
lebih riuh/ramai dibandingkan dengan pembelajaran di kelompok kontrol. Di awal pembe-lajaran,
para siswa juga nampak terganggu oleh kehadiran orang asing (observer) di kelasnya, namun
karena mereka dilibatkan secara aktif untuk membahas masalah-masalah yang harus diselesaikan
maka kehadiran observer tidak menjadi hambatan bagi mereka untuk beraktivitas di kelas. Dalam
pemecahan masalah, para siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan gagasan, mencari caracara penyelesaian sesuai dengan keinginan mereka. Dengan mengalami sendiri proses
pembelajaran yang melibatkan lebih banyak indera, membuat siswa lebih aktif dalam upaya guru
agar siswa-siswa mengalami sendiri proses penemuan atau pembuktian materi yang mereka
pelajari. Hal ini diduga menjadi penyebab perbedaan kemampuan antara siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol, sehingga kemampuan siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada
kelas kontrol.
SIMPULAN
Kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri di Pontianak dalam penguasaan materi aritmatika
sosial pada kelompok kontrol yang diajar dengan model pembelajaran konvensional dengan skor
M-347

Agung Hartoyo/Efektivitas Pembelajaran Matematika

rata-rata sebesar 16,45 belum mencapai standar ketuntasan belajar minimal. Secara deskriptif, ada
sebanyak 45 % dari jumlah siswa yang belum dapat mencapat kriteria ketuntasan belajar minimal
yang ditetapkan guru matematika. Kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri di Pontianak dalam
penguasaan materi aritmatika sosial pada kelompok eksperimen yang diajar dengan model
pembelajaran kontekstual – realistik berbasis pada unsur lokal dengan skor rata-rata 20,65 telah
mencapai standar ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan oleh guru yang bersangkutan.
Hasil uji banding dengan statistik-t memperlihatkan secara signifikan perbedaan kemampuan
rata-rata siswa dari kedua kelompok. Para siswa pada kelompok ekspe-rimen rata-rata mempunyai
kemampuan yang lebih baik dari pada para siswa pada kelompok kontrol.
Pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual – realistik berbasis unsur lokal
memberikan pengaruh yang cukup berarti pada upaya siswa untuk mencapai kemampuan di atas
standar ketuntasan belajar minimal, dengan nilai effect size sebesar 0,6191. Besarnya sumbangan
model pembelajaran pada kemampuan siswa dalam penguasaan standar materi sebesar 23,24 %.
SARAN
Beberapa saran yang dapat disampaikan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengamati secara khusus aktivitas siswa selama
pembelajaran, untuk mengetahui kapan para siswa mulai belajar, apa yang mereka lakukan
selama pembelajaran dan kapan mereka mulai berhenti belajar selama pelajaran
berlangsung. Di bidang afektif perlu dilaku-kan untuk mengetahui interaksi, keterlibatan
setiap siswa dalam belajar matematika, aktivitas dalam berbagi pendapat, komunikasi
pengetahuan.
2. Bagi guru atau peneliti lain bila akan menerapkan pembelajaran dengan model
pembelajaran kontekstual – realistik berbasis unsur lokal perlu melengkapi alat-alat atau
media pembelajaran dalam jumlah yang sesuai dengan banyak siswa di kelas yang dikenai
tindakan.

DAFTAR PUSTAKA
Bishop, A.J. (1988). Mathematics Enculturation : a Cultural Perspective on Mathematics
Education. Dordrect : Kluwer.
Dit. PLP. (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Depdinas.
Forman, E.A. (1996). Learning Mathematics as Participation in Classroom Practice : Implications of
Sociocultural Theory for Educational Reform. In L. P Steffe & Nesher, P. Proceeding of
Theories of Mathematical Learning, 7th International Congress on Mathematical Education.
New Jersey : LEA.
Glaser, R. (1976a). Cognitive Psychology and Instructional Design. In D. Klahr. (editor) Cognition
and Instruction. Hillsdale. New Jersey : Erlbaum.
Glaser, R. (1976b). Component of Psychology of Instruction Toward Science of Design. Review of
Education Research. Vol. 46. 1-24.
Gravemaijer, K.P.E. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht : Freudenthal
Institute.
Johnson, E.B. (2002). Contextual Teaching and Leraning. Thousand Oaks, California : Corvin.
Katz, V.J. (1994). Ethno-Mathematics in the Classroom. For the Learning of Mathematics. Vol. 14.
No. 2.
Lange, J. de. (1987). Mathematics Insight and Meaning. OW & OC. Utrecht University Press.
Lange, J. de. (1995). Assesment : No Change Without Problems. In T.A. Romberg. Reform in School
Mathematics and Authentic Assesment.
Lange, J. de. (1996). Using and Applying Mathematics in Education. In Bishop, A.J. et.al.
International Handbook of Mathematics Education. Netherland : Kluwer Academic.
Pinxten, R. (1994). Ethnomathematics and Its Practice. For the Learning of Mathematics Vol. 14
No. 2.
M-348