Buku Ajar : Matematika Demografi

  

MAT206

MATERI POKOK 3

METODE PROYEKSI PENDUDUK

Win Konadi, M.Si.

H. Aminurasyid Roesli, M.Si.

  

Daftar isi

  Bagian 3. Metode Proyeksi Penduduk :

  1. Pengantar

  2. Tujuan Instruksional Umum

  3. Tujuan Instruksional Khusus

  4. Kegiatan Belajar Kegiatan Belajar 1 : Definisi dan Model Proyeksi Penduduk

  Uraian dan Contoh Latihan 1 Rangkuman Tes Formatif 1

  5. Kegiatan Belajar 2 : Evaluasi Kesalahan Proyeksi Penduduk Uraian dan Contoh

  Latihan 2 Rangkuman Tes Formatif 2

  6. Referensi

  Proyeksi Penduduk & Evaluasi Kesalahan Proyeksi

  3

  1. Pengantar

  Modul ini membahas dan menghitung bentuk-bentuk atau model proyeksi penduduk dan mencoba mengevaluasi kesalahan proyeksi, sehingga akan diperoleh model proyeksi yang terbaik untuk kurun waktu tertentu.

  2. Tujuan Instruksional Umum

  Dengan mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan dapat memahami secara jelas arti dan kegunaan proyeksi penduduk dalam demografi, model-model proyeksi dan evaluasi kesalahan proyeksi yang dilakukan.

  3. Tujuan Instruksional Khusus

  Setelah mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan dapat : 1). menjelaskan apa yang dimaksud dengan “Proyeksi Penduduk” ; 2). mengenal model proyeksi dan mempraktekkan perhitungan dalm proyeksi data kependudukan ; 3). mengevaluasi kesalahan proyeksi dengan teknik matematis

  4. Kegiatan Belajar

4.1 Kegiatan Belajar 1 :

  

Teknik Proyeksi Penduduk

  4.1.1 Uraian dan Contoh

1. Pengertian Proyeksi

  Proyeksi penduduk pada tingkat negara dan nasional sering dilakukan untuk beberapa tahun, tetapi proyeksi tersebut terbatas digunakan seperti untuk perencanaan, penganggaran dan analisis pada tingkat lokal. Oleh karena itu proyeksi diperlukan untuk daerah yang lebih kecil lingkupnya, seperti propinsi atau kabupaten, analisis zona perdagangan dan untuk suatu kode wilayah tertentu ; perlu dilakukan dengan sistem sensus.

  Untuk membuat suatu proyeksi biasanya terlebih dahulu dilakukan pemilihan model yang cocok. Jika model yang diperkirakan cocok sudah diketahui, maka dibuat proyeksi dengan berbagai pertimbangan bahwa selama priode proyeksi model tersebut masih cocok untuk digunakan.

  Pemilihan model proyeksi dalam kependudukan masih sulit dilakukan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan kelengkapan ataupun keakuratan data melainkan juga berkaitan dengan terikatnya penetapan asumsi. Seperti model komponen-cohot memerlukan data berdasarkan umur kelahiran, kematian dan migrasi; model struktural memerlukan data berkaitan dengan variabel sosial-ekonomi dan variabel demografi, dan model time series memerlukan data untuk beberapa kurun waktu yang kontinu. Berdasarkan hal diatas, salah satu cara untuk mencari model yang cocok adalah dengan cara mengevaluasi kesalahan proyeksi penduduk. Evaluasi yang dimaksud adalah membandingkan hasil proyeksi dengan hasil sensus, karena untuk saat ini hasil sensus dianggap sumber yang benar.

2. Model Proyeksi Penduduk

  Untuk keperluan proyeksi penduduk, dalam demografi diperkenalkan beberapa metode proyeksi, yaitu : metode Matematis, metode komponen cohort (demografis), metode time series, dan metode struktural. Dalam modul ini hanya akan dibicarakan metode Proyeksi Total Penduduk dengan model-model matematis, menggunakan 3 (tiga) teknik ekstrapolasi sederhana, yaitu : Linear Extrapolation (LINE) , Exponential Extrapolation (EXPO) , dan

  Shift Share (SHIFT). Istilah Dasar Proyeksi Penduduk

  Sebelum lebih jauh menerapkan teknik proyeksi, maka berikut ini akan diberikan beberapa istilah dalam teknik proyeksi/peramalan yang digunakan nantinya, yaitu :

  

Tahun Dasar (BaseYear), yaitu tahun pendahuluan pengamatan jumlah penduduk untuk

membuat proyeksi.

Tahun Permulaan (LaunchYear), yaitu tahun terakhir pengamatan jumlah penduduk yang

digunakan untuk membuat proyeksi.

Tahun target (Target Year), yaitu tahun untuk mana pengamatan jumlah penduduk untuk

proyeksi. Periode dasar (Base Period), Yaitu interval antara tahun dasar dengan tahun permulaan. Horizon peramalan (Forecast), yaitu interval antara tahun pemulaan dengan tahun target.

  ˆ P

  Jika P b , P o dan t masing-masing menyatakan ukuran Penduduk pada tahun dasar, tahun permulaan dan tahun target, selain itu x dan y masing-masing menyatakan jumlah tahun pada horizon peramalan dan periode dasar maka, semua notasi diatas dapat digambarkan sebagai salah satu contoh berikut ini :

  y Periode dasar ( ) Horizon Peramalan ( x )

  P P b o P t

  (Tahun dasar) (Tahun Permulaan) (Tahun Target)

Gambar 3.1. Ilustrasi Langkah Peramalan

  Rumusan Model Proyeksi Matematis (1).Model Linier:

  Model ini mengasumsikan bahwa pertumbuhan Penduduk akan mening-kat (menurun) dengan jumlah pertambahan yang sama dalam setiap tahun sebagai mana meningkat (menurun) rata-rata tahunan selama periode dasar. Persamaaan teknik linier ini adalah:

  ˆ P tP ox / y ( P oP b ) … (3.1)

  ˆ P (t ).

  dimana: t  Jumlah Penduduk pada tahun yang akan diproyeksikan/Target

  P o  (o ).

  Jumlah Penduduk pada tahun permulaan

  Pb (b ).

  Jumlah Penduduk pada tahun dasar

  x (o ) (t ) ( o ).

   Waktu antara tahun permulaan dengan tahun target = t

  y  (b ) (o ) ( b ).

  Waktu antara tahun dasar dengan tahun permulaan = o

  (2). Model Eksponensial (EXPO) Model ini mengasumsikan bahwa pertumbuhan Penduduk akan meningkat

  (menurun) pada laju persentasi tahunan yang sama dalam setiap tahun sebagaimana meningkat (menurun) laju persentasi tahunan selama periode dasar. Persamaan teknik eksponensial ini adalah :

  P P exp rx ˆ  t o … (3.2)

    r

  ( = Rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan selama periode dasar.)

  (3). Model Shit share (SHIFT)

  Jika dalam satu negara terdapat beberapa Proponsi, maka data Penduduk

  Propinsi dapat dinyatakan sebagai bagian dari Penduduk Nasional (Negara tersebut), bagian-bagian ini diperoleh dari data aktual (historis) dan diekstrapolasi kemasa datang dengan mengasumsikan bahwa rata-rata perubahan absolute tahunan dalam bagian suatu Propinsi selam periode dasar akan berlanjut sampai kehorizon peramalan. Persamaan model SHIFT adalah :

  ˆ ˆ PP P / Px / y ( P / PP / P ) t jt o jo o jo b jb … (3.3)

   

  dimana :

  Jumlah Penduduk Nasional untuk tahun permulaan

  P jo  (o ).

  P jb Jumlah Penduduk Nasional untuk tahun permulaan (b ).

  P jt = Jumlah Penduduk Nasional untuk tahun targer ( t ).

  Teknik SHIFT membutuhkan peramalan penduduk Nasoinal untuk tahun target. Smith dan sincich (1990) mengusulkan suatu teknik yang sederhana untuk memproyeksikan Penduduk Nasional untuk tahun target, yaitu dengan menerapkan tenik LINE dan EXPO terhadap penduduk Nasional kemudian mengambil rata-rata sebagai peramalan Penduduk Nasional untuk tahun target.

4.1.2. Latihan-1

  Propinsi P(1980) P(1985) P(1990) P(2000) R(80-90) R(80-00) Sumatera Selatan

  4629801 5396872 6313074 6899675

  3.64

  2.45 P = Jumlah Penduduk

  R = Rate (Pertumbuhan Tahunan)

  Hitunglah Proyeksi Penduduk Sumatera Selatan Tahun 1990

  Jawab :

  Proyeksi Tahun1990 : dengan Tahun Dasar (b) = 1980  P(1980) = 4629801

  Tahun Permulaan (0) = 1985  P(1985) = 5396872

  ˆ P P x / y ( P P )

  a). Model Linier : toob = 5396872 + (5/5)(5396872 – 4629801) = 6163943

  P P exp rx

  b). Model Eksponensial : ˆ  t o   = 5396872 exp (3,64) = 6472784

  ˆ ˆ   

  c). Model Shift : P t P jt P o / P jo x / y ( P o / P jo P b / P jb )

   

  ( Dimana ; P jt = 178631196 P j0 = 161530810 P jb = 146934948 ) Maka  178631196 [ (5396872/161530810)+(5/5){(5396872/161530810)}-

  {4629801/146934948}] = 6307895

  4.1.3. Rangkuman

  a). 7698085

  

Teknik Evaluasi Kesalahan Proyeksi Penduduk

  d). 8636993

  c). 8060339

  a). 7975335 b). 7795335

  d). 8060339 3). Dan dengan model Shift adalah :

  c). 7795335

  b). 7975335

  d). 6978058 2). Sedangkan dengan model Eksponensial adalah :

  1. Proyeksi penduduk adalah analisis perhitungan atau tepatnya suatu kegiatan memperkirakan kondisi data penduduk di masa depan berdasarkan fenomena data di masa lampau.

  c). 7795335

  b). 7698085

  a). 7960858

  1). Data latihan diatas ; Proyeksi penduduk Sumatera Selatan Tahun 2000, dengan Tahun Dasar (b) = 1980, tahun permulaan (0) = 1985 dengan Model Linier adalah :

  4.1.4. Tes Formatif 1

  3. Analisis proyeksi penting untuk dilakukan, mengingat di Indonesia data kependudukan sangat miskin, hanya mengandalkan hasil kegiatan survai dan sensus yang antar waktunya lama. Sensus penduduk dilakukan antar 10 tahun, sedangkan survai penduduk melalui kegiatan Supas dilakukan lima tahun sekali.

  2. Agar diperoleh hasil proyeksi yang mendekati sesungguhnya, diperlukan metode proyeksi, dalam demografi, metode proyeksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode matematis, metode komponen, metode struktural dan metode time series.

4.2. Kegiatan Belajar 2 :

4.2.1. Uraian dan Contoh 1). Evaluasi Proyeksi Penduduk

  Diakui bahwa semakin panjang waktu proyeksi yang disusun biasanya semakin meningkat perbedaan hasil peramalan dengan kenyataan yang ada. Hasil proyeksi tersebut dibandingkan dengan hasil Sensus agar diketahui perbedaannya dengan informasi yang lebih baru.

  Demikian juga halnya dengan pemilihan asumsi yang ada dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan proyeksi dengan tahun dasar yang lebih baru yang terjadi selama proyeksi dibuat sehingga memungkinkan dilakukan pengoreksian. Pada modul ini kita akan bahas tiga jenis evaluasi terhadap kesalahan proyeksi penduduk

  2). Evaluasi Kesalahan Proyeksi Penduduk ( F )

  Kesalahan proyeksi t di definisikan sebagai perbedaan presentase antara proyeksi pertumbuhan Penduduk (hasil peramalan) dengan pertumbuhan Penduduk sebenarnya (hasil Sensus dan Supas Penduduk) dalam tahun yang akan datang diramalkan. Persamaan untuk menghitung kesalahan peramalan ini diberikan oleh :

  ˆ  P Pt tF tx 100 … (3.4)

    P t

      Ft

  dimana: Presentase perbedaan proyeksi pada tahun yang akan diramalkan (t ). atau ditargetkan

  ˆ t .

  P t = Hasil proyeksi pada tahun target   P t t .

  = Hasil Sensus/Supas pada tahun target  

  3). Teknik Evaluasi Kesalahan Proyeksi

  (a). Rata-rata Kesalahan Aljabar Proyeksi Penduduk Yaitu rata-rata kesalahan secara non absolut atau Mean Algebriac Precentase Error (MALPE) adalah kesalahan rata-rata dimana arah dari kesalahan diperhatikan, hal ini akan memberikan pengukuran biasa dengan persamaan berikut ini : MALPE : n

  F tt 1 . . . (3.5)

  MALFEn F

  dimana :   Jumlah kesalahan peramalan Penduduk t tahun target dalam bilangan non absolut

  n

   Jumlah wilayah suatu negara, seperti jumlah propinsi di Indonesia yang diamati. (b). Rata-rata Kesalahan Absolute Peramalan Penduduk

  Rata-rata persentase kesalahan secara absolute atau mean absolute preset error (MAPE) adalah kesalahan rata-rata absolut atau presentase kesalahan dimana arah dari kesalahan diabaikan; hal ini akan memberikan sebuah pengukuran keakuratan, Persamaan MAPE adalah : n

  F tt 1 . . . (3.6)

  MAFEn n

  F

  dimana :  Jumlah kesalahan peramalan Penduduk tahun target t

   t 1

  dalam bilangan absolut (c). % POS

  Yaitu persentase kesalahan positif untuk masing-masing model dengan rumus sebagai berikut , dirumuskan sebagai :

  %POS = ( P / n ) x 100 % . . . (3.7)

  dimana ; P = Banyak daerah yang dengan hasil kesalahan ramalan yang positif n = banyak daerah (propinsi)

4.2.2. Latihan-2

  Berdasarkan latihan-1 modul ke-3 halaman III-4 sebelumnya, yaitu proyeksi penduduk propinsi Sumatera Selatan tahun 1990,yang direkap ulang berikut ini :

  

Propinsi P(1980) P(1985) P(1990) R(80-90) LINE EXPO SHIFT

5396872 6313074 3.64 6163943 6472784 6307895

  Sumatera Selatan 4629801

  Maka lakukan perhitungan kesalahan proyeksi dengan teknik MALPE dan MAPE

  Jawab :

  Menggunakan rumus hitung kesalahan proyeksi berikut :

  ˆ   P P tt F t x 100  akan diperoleh besaran kesalahan kedua teknik yaitu :   

  P t    

  MALPE : MAPE : Model Linier Model Expo Model Shift Model Linier Model Expo Model Shift

  • -2.36 2.53 -0.08

  c). 13,42

  

MAT206

MATERI POKOK 4

  4. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia : Data Sensus 1980,1990 dan 2000, Data Supas 1985 dan 1995.

  3. Smith S.K. and Shahidullah, Moh. (1995), Evaluation population forecast error for Cencus System, JASA,

  2. Smith S.K. and Sincich, Terry (1990), The relationship between the length of the base period and population forecast error, JASA, Vol. 45 No. 410.

  Moh. Yasin, Rozy Munir, Dkk, 1981. Dasar-dasar Demografi, Lembaga Demografi UI Jakarta .

  4.2.5. Referensi 1.

  d). 16,82

  c). 13,42

  b). 12,98

  a). 11,57

  d). 16,82 3). Dan dengan model Shift, akan terdapat kesalahan proyeksi sebesar :

  b). 12,98

  2.36

  a). 11,57

  d). 16,82 2). Jika digunakan model Expo, maka kesalahan proyeksinya adalah :

  c). 13,42

  b). 12,98

  1). Data Test Formatif-1 sebelumnya tentang ; Proyeksi penduduk Sumatera Selatan Tahun 2000, dengan Tahun Dasar (b) = 1980, tahun permulaan (0) = 1985 dengan Model Linier, maka kesalahan proyeksinya adalah : a). 11,57

  4.2.4. Tes Formatif 2

  (MAPE)

  Mean Algebriac Precentase Error (MALPE) dan mean absolute preset error

  1). Evaluasi kesalahan proyeksi yang dimaksud adalah membandingkan hasil proyeksi dengan hasil sensus, karena untuk saat ini hasil sensus dianggap sumber yang benar 2). Karena dalam proyeksi penduduk digunakan metode matematis, maka Evaluasi kesalahan proyeksi perlu dilakukan dengan pendekatan matematis pula yaitu teknik

  4.2.3. Rangkuman

  0.08

  2.53

  

INDEKS PENDIDIKAN & INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

(EDUCATION INDEX’S AND HUMAN DEVELOPMENT INDEX)

  

Win Konadi, M.Si.

H. Aminurasyid Roesli, M.Si.

  

Daftar isi

  Bagian 7. Indeks Pendidikan & IPM :

  1. Pengantar

  2. Tujuan Instruksional Umum

  3. Tujuan Instruksional Khusus

  4. Kegiatan Belajar Kegiatan Belajar -1 : Indeks Pendidikan Uraian dan Contoh Latihan 1 Rangkuman Kegiatan Belajar 2 : Indeks Pembangunan Manusia Uraian dan Contoh Latihan 2 Rangkuman Tes Formatif 2

  5. Referensi

  

Indeks Pendidikan

  7

  1. Pengantar

  Aspek pendidikan di Indonesia menurut analisis Nachrowi (1995) telah mengalami transisi yang makin maju. Hal ini dilihat peningkatan School Enrollment Ratio (SER), yang merupakan ukuran rasio atau perbandingan antara anak yang tercatat di suatu tingkat pendidikan dengan anak usia sekolah dalam tingkat pendidikan tersebut.

  Modul ini akan menjelaskan komponen atau unsur penyusun teoritis dalam mengukur indeks pendidikan dalam rangka mengetahui adanya peningkatan atau penurunan faktor pendidikan di Indonesia antar waktu atau periode.

  2. Tujuan Instruksional Umum

  Dengan mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan dapat memahami gambaran umum tingkat pendidikan di Indonesia, ukuran indeks pendidikan sebagai indicator peningkatan aspek pendidikan tersebut.

  3. Tujuan Instruksional Khusus

  Setelah mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan dapat : 1). menjelaskan apa yang dimaksud dengan “unsur atau indicator mengukur indeks pendidikan”, yaitu angka melek huruf, jumlah anak, SER, persentase penyerapan tenaga kerja terdidik, dan investasi pendidikan ;

  2). mengenal model kajian indeks pendidikan melalui analisis – teoritis ; 3). Dapat mempraktekkan sendiri cara menghitung untuk data yang dipunyai (hasil Sensus atau Survai).

  4. Kegiatan Belajar

4.1 Kegiatan Belajar 1 :

PENGUKURAN INDEKS PENDIDIKAN

4.1.1. Uraian

  1. Pengertian Akibat kemampuan ekonomi keluarga pada umumnya yang makin baik, permintaan akan pendidikan untuk anak-anak mereka juga meningkat. Di pihak lain, dengan GNP negara tumbuh dengan kecenderungan meningkat, kemampuan negara membiayai sektor pendidikan juga meningkat (Nachrowi D.,N, 1995).

  Indonesia termasuk kecil investasi pendidikan dibandingkan negara-negara di Asia, tahun 1987 investasi pendidikan di Indonesia baru sekitar 8,8 persen, sementara Jepang sebesar 12 % dan Singapora 18,2 % (Fergus dan Widyawati, 1994).

  Aspek pendidikan di Indonesia menurut analisis Nachrowi (1995) telah mengalami transisi yang makin maju. Hal ini dilihat peningkatan School Enrollment Ratio (SER), yang merupakan ukuran rasio atau perbandingan antara anak yang tercatat di suatu tingkat pendidikan dengan anak usia sekolah dalam tingkat pendidikan tersebut. Jika dilihat perbandingan perkembangannya, pada tahun 1965 SER pendidikan dasar sebesar 45 % menjadi 99 % tahun 1989, SER pendidikan menengah dari 12 % tahun 1965 menjadi 47 % pada tahun 1989, dan SER pendidikan tinggi 1 % menjadi 7 % pada tahun perbandingan yang sama (Jone, 1994, Fergus dan Widyawati, 1994).

  SER pendidikan yang tertinggi di Asia adalah negara Jepang yaitu SER pendidikan menengah tahun 1987 sebesar 96 % dan pendidikan tinggi 29 %. Sementara itu untuk negara Amerika Serikat pada tahun yang sama SER pendidikan menengah sudah mencapai 100 % dan SER pendidikan tinggi 60 %.

  Lebih lanjut menurut Nachrowi bahwa secara garis besar, transisi di sektor pendidikan di Indonesia meliputi tiga hal, yaitu : (1) adanya kesempatan belajar yang makin luas dan merata, hal ini dapat ditinjau dari peningkatan jumlah sekolah akibat meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk investasi fisik pendidikan (tahun 1987 sebesar 29 %) sehingga meningkat pula angka melek huruf (AMH),

  (2) makin lamanya seseorang menghabiskan waktu di bangku sekolah, hal ini dapat ditinjau dari adanya peningkatan SER pendidikan menengah maupun tinggi, dengan kata lain adanya peningkatan permintasan tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga makin lamanya seseorang berada di bangku sekolah, dan

  (3) semakin meningkatnya kemampuan masyarakat membiayai sektor pendidikan.

  Ringkasnya, fenomena pertama dan kedua mentranformasikan manusia Indonesia menjadi lebih terdidik, sedangkan fenomena ketiga menjadikan manusia untuk menguasai ilmu yang relevan dengan tuntutan zaman. Lebih-lebih lagi dewasa ini sektor swasta juga giat- giatnya menyelenggarakan beberapa pendidikan yang berjenjang, sehingga investasi fisik akan bertambah diatas angka investasi fisik yang dilakukan pemerintah.

  Meskipun Indonesia telah berhasil mewujudkan pendidikan dasar yang menyeluruh sehingga UNESCO mengakuinya dengan menganugerahkan medali Avicenna kepada Presiden tahun 1993.

  Kenyataannya jenjang pendidikan tenaga kerja kita masih relatif rendah. menurut sensus penduduk (SP) tahun 1990, 82 % tenaga kerja kita (Hampir 75 juta) mempunyai pendidikan SD ke bawah. Oleh karena itu tantangan terbesar jika dikaitkan dengan dunia ketenagakerjaan adalah sumber daya manusia yang terdidik perlu di tingkatkan minimal tidak ada lagi tenaga kerja yang tidak menamatkan sekolah menengah. Karena harus diakui bahwa investasi dalam sektor pendidikan adalah syarat perlu (necesary condition) untuk mencapai pertumbuhan per-kapita yang tinggi.

2. INDIKATOR INDEKS PENDIDIKAN

  Dalam menentukan taraf atau tingkat pendidikan masyarakat suatu region dapat digambarkan dalam dimensi atau indikator-indiktor yang terkait dalam ukuran tersebut, yaitu :

  INDEKS

  

INDEKS

PENDIDIKAN Angka Melek

  PENDIDIKAN Angka Melek

  Schooll Huruf (AMH)

  Schooll Huruf (AMH)

  Enrollment Enrollment

  Ratio ( SER Ratio ( SER

  Jumlah Investasi

Jumlah Investasi

  Anak di Pendidikan

Anak di Pendidikan

  Keluarga Keluarga

  

Penyerapa

Penyerapa

n Tenaga

n Tenaga

  Kerja Kerja

  Terdidik Terdidik

Gambar 7.1. Kerangka Teoritis Pengukuran Indeks Pendidikan

  1). Angka Melek Huruf (AMH) masyarakat suatu wilayah yang berupa persentase penduduk usia 10 tahun keatas dengan kapasitas dapat membaca dan menulis. Angka melek Hurf dianggap komponen penting sebagai ekspresi manusia dalam mengembangkan dirinya. Sebagai pengamatan, pada thun 1971 (hasil SP'71), AMH kelompok umur 30-34 tahun sebesar 50% uintuk perempuan dan 80% untuk laki-laki, dan tahun 1990 meningkat yaitu AMH mencapai sekita 100 % untuk laki-laki dan 90 % untuk perempuan. Sebagai contoh untuk masyarakat Jawa Barat AMH tahun 1995 secara total adalah 89,7 persen artinya sebesar angka tersebut masyarakat Jawa Barat diatas 10 tahun telah dapat membaca dan menulis.

  2). Jumlah Anak Dalam Keluarga, karena suami-isteri akan memper -timbangkan apakah akan memiliki banyak anak dengan mutu pendidikan yang belum tentu terjamin, dengan sedikit anak dengan keinginan anak dengan mutu pendidikan yang tinggi. Hal ini memang terkait langsung dengan pendapatan mereka. kalau pasangan tersebut menginginkan mutu

  3). Schooll Enrollment Ratio ( SER ) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih se-kolah pada jenjang pendidikan tertentu dan jumlah penduduk yang potensial masih sekolah pada jenjang tersebut. Sebagai contoh, SER jenjang pendidikan SD, biasanya penduduk potensial untuk jenjang tersebut adalah penduduk usia 7-12 tahun. Maka penduduk usia 7-12 tahun digunakan sebagai penyebut dalam rasio ini. Karena mereka yang masih bersekolah dapat belum berumur 7 tahun dan dapat pula diatas 12 tahun, maka rsio ini dapat bernilai lebih besar dari 100%. Untuk jenjang sekolah menengah adalah umur potensialnya antara 13-15 tahun, jenjang Menengah lanjut 16-18 tahun dan jenjang tinggi 19-24 tahun.

  4). Investasi Pendidikan Dan Fisik Pendidikan yaitu jumlah pengeluaran pemerintah untuk menginvestasikan ke sektor pendidikan dan pembangunan fisik pendidikan, termasuk juga dukungan swasta menginvestasikan modalnya dalam pendidikan. 5). Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Terdidik, yaitu tingkat penawaran tenaga kerja terdidik yang dibutuhkan oleh lapangan usaha (permintaan tenaga kerja terdidik).

3. PROYEKSI WIN

  Berdasarkan indikator pendidikan yang dibangkitkan secara teoritis diatas, maka besaran indeks pendidikan dengan hipotesisnya dipengaruhi oleh faktor angka melek huruh (AMH), Jumlah anak dalam keluarga (Varity), Schooll Enrollment Ratio (SER), Investasi Pendidikan dan Fisik Pendidikan (IFP) dan Persentase Penyerapan tenaga kerja terdidik (NakerDik), maka dapat diproyeksikan rumusan perhitungan Indeks Pendidikan dengan perlakuan bobot yang sama dari semua indikator tersebut, sehingga dinyatakan sebagai :

  IP = 1/5 [(AMH, Varity, SER, IFP, NakerDik)]

4.1.2. Latihan

  Untuk latihan berikut ini, diberikan data hasil Survai BPS Jawa Barat tahun 2000, untuk setiap Kota/Kabupaten mengenai komponen dalam mengukur Indeks pendidikan berikut ini :

  Tabel-1. AMH, Rata-Rata Anak (Parity) Dan Banyaknya Sekolah Kabupaten/Kota di Jawa Barat, 2000

  16 Kab. Bekasi

  98.04 1.98 152

  18 Kota. Sukabumi

  41 26 518

  46

  78

  97.56 1.37 327

  17 Kota. Bogor

  14 2 826

  23

  59

  82.20 2.25 728

  28 5 1223

  16

  27

  82

  88.57 2.02 1081

  15 Kab. Karawang

  12 7 523

  11

  38

  92.69 2.01 455

  14 Kab. Purwakakarta

  18 7 1042

  23

  34

  16 4 222

  85.00 1.98 920

  

1 Kab. Bogor 214606 246292 120490 30717 30690 52532 2046 697373

  

12 Kab. Indramayu 52909 41871 13882 5340 5456 9773 129231

  

11 Kab. Sumedang 37067 28415 15647 5704 1940 7082 95855

  

10 Kab. Majalengka 40994 20965 11263 3102 1603 5798 458 84183

  

9 Kab. Cirebon 65852 81740 30616 5136 6156 5640 195140

  

8 Kab. Kuningan 33648 21407 20541 2166 2310 3285 83357

  

7 Kab. Ciamis 62782 54014 28919 8264 9206 10563 173748

  

6 Kab. Tasikmalaya 72236 44472 29334 3785 7412 11355 168594

  

5 Kab. Garut 82566 48706 27300 6936 2792 6958 175258

  

4 Kab. Bandung 275148 224986 104392 13720 26002 34492 1960 680700

  

3 Kab. Cianjur 74608 31080 19800 4836 3108 576 134008

  

2 Kab. Sukabumi 82479 41685 20793 7014 2388 3378 157737

  

Tabel-2. Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Yang Bekerja

Dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Kabupaten/Kota Jabar 2000

No Kab/Kota Tingkat Pendidikan Total SLTP SLTA SMK D I/II DIII S1 S2/S3

  19 Kota. Bandung

  Sumber : BPS Propinsi Jabar

  42 26 828

  57

  96.86 1.46 579 124

  21 Kota. Bekasi

  16 15 260

  26

  39

  94.61 1.74 164

  20 Kota. Cirebon

  98.79 1.88 1036 212 136 70 105 1559

  74

  13 Kab. Subang

  No Kab/Kota AMH Rata-Rata Anak Banyaknya Total SD SLTP SLTA SMK SMA+

  16 4 1391

  22 11 1575

  42

  96.81 2.65 1375 125

  6 Kab. Tasikmalaya

  23 10 1732

  37

  95.65 2.79 1547 115

  5 Kab. Garut

  58 13 1712

  96.64 2.16 1259 275 107

  4 Kab. Bandung

  25

  93.68 2.04 1186

  87

  92.54 2.45 1259

  3 Kab. Cianjur

  21 4 1369

  28

  93.31 2.43 1201 115

  2 Kab. Sukabumi

  40 2 486

  64

  91.73 2.35 179 201

  1 Kab. Bogor

  7 Kab. Ciamis

  95

  3 3 1224

  89.47 2.00 847

  37

  72.68 2.39 1078 103

  12 Kab. Indramayu

  15 7 741

  22

  74

  92.23 2.41 623

  11 Kab. Sumedang

  9 6 943

  18

  63

  10 Kab. Majalengka

  31

  35 2 1045

  33

  41

  89.55 2.36 934

  9 Kab. Cirebon

  18 1 824

  23

  64

  92.40 2.05 718

  8 Kab. Kuningan

  19 4 1335

  

13 Kab. Subang 56126 35148 13901 3585 2187 3411 787 115145

  14 Kab. Purwakakarta 31521 27307 13517 1246 1862 1771 217 77441

  8 Kab. Kuningan 449489 90205 70315 4847 3954 5664 624474 383732

  20 Kota. Cirebon 67535 39474 63059 2194 4602 7625 184489 95096

  19 Kota. Bandung 528852 350697 581017 23104 58600 108279 1650549 772504

  18 Kota. Sukabumi 83489 36245 47539 1998 2701 4340 176312 80367

  17 Kota. Bogor 198618 108092 157315 6683 14539 27727 512974 242111

  16 Kab. Bekasi 460434 180753 233905 7079 13613 16775 912559 613665

  15 Kab. Karawang 568090 155271 149879 9760 9546 9734 902280 603834

  14 Kab. Purwakakarta 234930 74095 72165 4062 3992 4839 394083 254597

  13 Kab. Subang 473051 118987 87560 6768 5030 6262 697658 563648

  12 Kab. Indramayu 424973 122949 82957 7116 4773 6181 648949 592081

  11 Kab. Sumedang 451328 108965 100953 5817 4455 8068 679586 372623

  10 Kab. Majalengka 524616 92344 64675 5674 3645 6490 697444 519136

  9 Kab. Cirebon 611449 173410 139876 9486 7680 10578 952479 733252

  7 Kab. Ciamis 788056 155782 106701 8514 5769 9626 1074448 744034

  15 Kab. Karawang 74066 72193 23984 3132 4675 7114 185164

  6 Kab. Tasikmalaya 984774 176189 144693 11726 8067 13880 1339329 814998

  5 Kab. Garut 825659 184436 148768 10363 6415 10256 1185897 658696

  4 Kab. Bandung 1502746 554048 545140 28430 33787 57100 2721251 1530268

  3 Kab. Cianjur 878282 132353 107271 7884 5390 7127 1138307 807820

  2 Kab. Sukabumi 865257 154569 116404 9686 6259 7454 1159629 767184

  1 Kab. Bogor 1067342 355397 360737 17356 20627 29992 1851451 1539567

  21 Kota. Bekasi 86838 153160 25684 9888 32310 31592 2154 341626 Sumber : Sakerda BPS Propinsi Jabar Tabel-3 Penduduk Berumur 5 Tahun Ke Atas Dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Kabupaten/Kota di Jabar 2000 No Kab/Kota Tingkat Pendidikan Total Total Tenaga Kerja SD SLTP SLTA DI/II DIII/ Akademi Univ

  20 Kota. Cirebon 13587 25251 7656 1265 2530 4025 230 54544

  19 Kota. Bandung 117090 204090 66246 14956 47782 88190 4014 542368

  18 Kota. Sukabumi 13678 17084 8735 1585 2513 4401 118 48114

  17 Kota. Bogor 38882 58569 22719 3346 8529 13623 2868 148536

  16 Kab. Bekasi 109920 88515 42075 5730 5580 5880 257700

  21 Kota. Bekasi 319942 243125 455566 16112 54476 73875 1163096 544864 Tabel-4 Penduduk Menurut Kelompok Usia Sekolah Dan Nilai SER Menurut Kabupaten/Kota, Jabar 2000 No Kab/Kota Umur Total SER

  7-12 13-15 16-18 19-24 SD SLT P SLT A Univ Univ+

  

12 Kab. Indramayu 203737 94350 95672 168539 648949 2.086 1.303 0.867 0.0283 0.107

  21 Kota. Bekasi 190885 92216 102460 222993 1163096 1.676 2.636 4.446 0.2443 0.648 Lakukan Perhitungan Indeks Pendidikan setiap Kabupaten/Kota.

  20 Kota. Cirebon 30895 15290 19012 35321 184489 2.186 2.582 3.317 0.1303 0.408

  

19 Kota. Bandung 197408 105334 141728 346852 1650549 2.679 3.329 4.099 0.312 0.548

  

18 Kota. Sukabumi 28584 14833 17454 29533 176312 2.921 2.444 2.724 0.0915 0.306

  

17 Kota. Bogor 86399 43725 50283 100051 512974 2.299 2.472 3.129 0.1453 0.489

  

16 Kab. Bekasi 216495 91423 99589 223759 912559 2.127 1.977 2.349 0.0608 0.167

  

15 Kab. Karawang 217403 97955 106856 210641 902280 2.613 1.585 1.403 0.0453 0.138

  0.16

  14 Kab. Purwakakarta 90164 40655 42047 80404 394083 2.606 1.823 1.716 0.0496

  

13 Kab. Subang 145411 66212 76400 132694 697658 3.253 1.797 1.146 0.0379 0.136

  

11 Kab. Sumedang 105115 47301 56883 109241 679586 4.294 2.304 1.775 0.0408 0.168

  1 Kab. Bogor

504399 224646 229785 420252 1851451 2.116 1.582

1.57 0.0491 0.162

  

10 Kab. Majalengka 122711 61399 70339 120972 697444 4.275 1.504 0.919 0.0301 0.131

  

9 Kab. Cirebon 267583 128683 138148 225126 952479 2.285 1.348 1.013 0.0341 0.123

  8 Kab. Kuningan 116449 62158 66688 105737 624474 3.86 1.451 1.054 0.0374 0.137

  4.46 1.86 1.223 0.0393 0.163

  7 Kab. Ciamis 176703 83760 87261 146692 1074448

  

6 Kab. Tasikmalaya 247928 120136 124888 176248 1339329 3.972 1.467 1.159 0.0458 0.191

  

5 Kab. Garut 276946 124021 131310 221668 1185897 2.981 1.487 1.133 0.0289 0.122

  4 Kab. Bandung 491437 230429 265894 533924 2721251 3.058 2.404 2.05 0.0633 0.223

  0.1

  3 Kab. Cianjur 261713 117374 116052 203434 1138307 3.356 1.128 0.924 0.0265

  2 Kab. Sukabumi 270456 122706 125949 218001 1159629 3.199 1.26 0.924 0.0287 0.107

4.1 Kegiatan Belajar 2 :

PENGUKURAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

4.2.1 Uraian

  1. Pengertian Indeks pembangunan manusia (IPM) atau istilah asingnya Human Development Index

  (HDI) adalah indikator pembangunan sosioekonomi yang memberikan peringkat relatif untuk suatu negara pada skala numerik antara 0,0 (terendah) hingga 1,0 (tertinggi) (Todaro, 1999).

  Indeks ini didasarkan tiga kriteria atau hasil akhir pembangunan, yaitu (1) ketahanan hidup yang diukur berdasarkan harapan hidup pada saat kelahiran, (2) pengetahuan yang dihitung berdasarkan tingkat rata-rata melek huruf dikalangan penduduk dewasa (bobotnya dua pertiga : 2/3) dan angka rata-rata masa sekolah (bobotnya sepertiga : 1/3), dan (3) kualitas standar hidup yang diukur berdasarkan pendapatan perkapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli (Purchasing Power Parity) dari mata uang domestik di masing-masing negara.

  Dalam perpektif The United Nations Development Program (UNDP) pembangunan manusia dirumuskan sebagai perlasan pilihan bagi penduduk, dapat dilihat sebagai proses upaya kearah perluasan pilihan dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut.

  Dari sisi lain, pembanguan manusia juga dapat dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaiatan ini, UNDP melihat pembangunan manusia sebagai “model” pembangunan tentang penduduk untuk penduduk dan oleh penduduk (BPS, 1990) yaitu : a). tentang penduduk berupa “investasi bidang pendidikan-kesehatan – pelayanan sosial lainnya”,

  b). untuk penduduk berupa “penciptaan peluang kerja melalui perluasan pertumbuhan ekonomi dalam negeri”, dan c). oleh penduduk, berupa “upaya pemberdayaan penduduk untuk menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses politik dan pembangunan”.

  UNDP telah menyusun suatu “COMPOSITE-INDEX” untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur diatas, berdasarkan 3 indikator, yaitu : Angka Harapan Hidup, AHH (Expectation life), Angka Melek Huruf, (AMH) dan Rata-rata lama sekolah, serta Paritas

  

Daya Beli. Indikator pertama mengukur “umur panjang dan sehat”, dan indikator berikutnya

  mengukur “pengetahuan dan keterampilan”. Sedangkan indikator terakhir mengukur kemampuan dalam mengakses sumber daya ekonomi dalam arti luas. Ketiga indikator ini digunakan sebagai komponen dalam menyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

  Sebagai indeks komposit yang disusun dari tiga indikator tersebut, IPM diharapkan mampu mencerminkan kinerja pembangunan manusia, sehingga dapat dibandingkan antar wilayah atau antar waktu. Secara individual, IPM tidak memilih arti tersendiri – IPM suatu negara atau propinsi tidak bermakna tanpa dibandingkan dengan IPM negara lain.

  2). Rumusan IPM Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menggunakan komponen berikut :

  IPM = 1/3 { IHH + IP + ISH } Dimana, Misalkan untuk propinsi-propinsi di Indonesia :

  • Indeks Harapan Hidup (IHH), yaitu perbandingan antara selisih nilai suatu Angka Harapan Hidup (AHH) suatu propinsi dan nilai minimum propinsi-
propinsi di Indonesia dengan selisih maksimum dan nilai minimum AHH Indonesia, yang dinyatakan sebagai :

  IHH i = (AHH i – AHH min ) / (AHH max – AHH min )

  • Indeks Pendidikan (IP), yaitu perbandingan antara jumlah dari 2/3 unsur indeks melek huruf (IMH) dan 1/3 unsur indeks rata-rata lama sekolah (IRS). Atau,

  IP i = 2/3 (IMH i ) + 1/3 (IRS i ) Indeks Melek Huruf (IMH) adalah selisih nilai suatu Angka melek huruf (AMH) suatu propinsi dan nilai minimum propinsi- propinsi di Indonesia dengan Selisih nilai Maksimum dan nilai minimum AMH Indonesia yang dinyatakan sebagai :

  IMH i = (AMH i – AMH min ) / (AMH max – AMH min ) Indeks Rata-rata lama Sekolah (IRS) adalah selisih nilai suatu Angka Rata-rata lama sekolah (ARS) suatu propinsi dan nilai minimum propinsi-propinsi di Indonesia dengan Selisih nilai Maksimum dan nilai minimum IRS Indonesia yang dinyatakan sebagai :

  IRS i = (IRS i – IRS min ) / (IRS max – IRS min )

  • Indeks Standar Hidup layak (ISH), yaitu perbandingan antara selisih nilai suatu Angka Standar Hidup (ASH) suatu propinsi dan nilai minimum propinsi- propinsi di Indonesia dengan selisih maksimum dan nilai minimum ASH Indonesia, yang dinyatakan sebagai :

  ISH i = (ASH i – ASH min ) / (ASH max – ASH min )

  Angka Harapan Hidup (AHH)

  AHH adalah suatu ukuran menilai keberhasilan upaya perbaikan kesehatan, yang menyatakan jumlah tahun yang diharapkan seseorang untuk hidup terhitung sejak lahir. Tahun 1996, angka harapan hidup rata-rata penduduk Indonesia sebesar 63,8 tahun, dengan nilai maksimum dicapai oleh Propinsi DKI Jakarta (70,2) dan nilai minimum di Propinsi Timor- timur (43,9). Tahun 1999, setelah Timor-timur lepas dari Indonesia, naik menjadi 66,2 tahun, dengan angka tertinggi untuk propinsi DKI Jakarta (71,1) dan terendah propinsi NTB (57,8).

  Angka Melek Huruf (AMH)

  AMH masyarakat suatu wilayah yang berupa persentase penduduk usia 15 tahun keatas dengan kapasitas dapat membaca dan menulis. Angka melek Hurf dianggap komponen penting sebagai ekspresi manusia dalam mengembangkan dirinya. Pembangunan di bidang pendidikan, ditunjukkan dengan meningkatnya angka melek huruf di Indonesia, pada tahun 1996 rata-rata sebesar 85,5 % naik menjadi 89,1 % pada tahun 1999. Angka melek huruf terendah tahun 1999 berada di Propinsi Irian Jaya (71,2) dan tertinggi di propinsi DKI Jakarta (97,8).

  Rata-rata Lama Sekolah (ARS)

  Angka rata-rata lama sekolah (ARS) dihitung dalam tahun yang menunjukkan jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh penduduk usia 15 tahun keatas. Pada tahun 1996 rata-rata lama sekolah di Indonesia 6,4 tahun dan tahun 1999 sebesar 6,9 tahun. Pada tahun 1999 tersebut, tertinggi di propinsi DKI Jakarta (9,7 tahun) dan terendah untuk propinsi NTB (5,2 tahun).

  Angka Standar Hidup layak (ASH)

  Angka standar hidup layak diukur oleh paritas daya beli masyarakat atau pengeluaran riil per-kapita yang disesuaikan, angka ini merupakan indikator ekonomi. Dibandingkan dengan tahun 1996, indikator ekonomi yang diukur dari pengeluaran riil per-kapita yang disesuaikan pada tahun 1999 mengalami penurunan, dari rata-rata sebesar Rp. 577.200,- menjadi Rp. 576.100,- Untuk tahun 1999 pengeluaran riil per-kapita yang disesuaikan sebagai pengukur Angka standar hidup layak (paritas daya beli), angka terbesar adalah propinsi D.I.Yogyakarta (Rp. 597.800,-) dan yang terendah untuk propinsi D.I.Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam (Rp. 562.800,-)

  Berdasarkan komponen tersebut diatas, maka perhitungan BPS yang dilaporkan dalam laporan pemberdayaan Pembangunan Manusia Indonesia, untuk tahun 1996 rata-rata IPM per- propinsi di Indonesia adalah 67,3 % dengan indeks terbesar berada di propinsi DKI Jakarta (76,1 %) dan terendah propinsi NTB (56,7 %). Sedangkan tahun 1999, rata-rata nasional adalah 64,4 % dengan tertinggi untuk propinsi DKI Jakarta (72,5 %) dan terendah propinsi NTB (54,2 %).

4.3. Rangkuman

  a). Aspek pendidikan di Indonesia, telah mengalami transisi yang makin maju. Hal ini dilihat peningkatan School Enrollment Ratio (SER).

  b). School Enrollment Ratio (SER) merupakan ukuran rasio atau perbandingan antara anak yang tercatat di suatu tingkat pendidikan dengan anak usia sekolah dalam tingkat pendidikan tersebut c). Untuk menentukan taraf atau tingkat pendidikan masyarakat suatu region dapat dapat digunakan dimensi atau indikator-indiktor seperti : Angka Melek Huruf (AMH),

  Schooll Enrollment Ratio (SER), Jumlah Anak di Keluarga, Penyerapan Tenaga Kerja Terdidik, Investasi Pendidikan