BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGENALAN ANGIN - Performansi Turbin Angin Savonius dengan Tiga Sudu untuk Menggerakkan Pompa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGENALAN ANGIN

  Angin merupakan massa udara yang bergerak. Pergerakan massa udara ini diakibatkan oleh perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lain, hal ini dapat diakibatkan karena perbedaan distribusi energi radiasi matahari, tutupan awan serta dinamika disekitarnya. Angin selalu bergerak dari daerah yang bertekanan udara tinggi ke daerah yang bertekanan udara rendah.

  Angin dapat bergerak secara horizontal maupun vertikal dengan kecepatan yang dinamis dan fluktuatif. Pergerakan angin secara horizontal dinamakan adveksi, sedangkan pergerakan secara vertikal dinamakan konveksi.

  Angin didekat permukaan umumnya memiliki kecepatan yang lebih rendah dibandingkan dengan lapisan udara yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan kontur permukaan yang tidak rata dan menyebabkan terhambatnya pergerakan angin. Arah angin pada lapisan udara yang lebih tinggi juga lebih bervariasi. Pada ketinggian 6-12 km kita dapat menjumpai angin dengan kecepatan 300km/jam yang umumnya berhembus dari barat yang dinamakan jet stream.

  Didaerah katulistiwa udaranya panas mengembang dan menjadi ringan, naik keatas dan bergerak kedaerah yang lebih dingin. Sebaliknya daerah kutub yang dingin, udaranya menjadi dingin dan turun kebawah. Dengan demikian terjadi suatu perputaran udara berupa perpindahan udara dari kutub utara ke garis katulistiwa menyusuri permukaan bumi dan sebaliknya suatu perpindahan udara dari garis katulistiwa kembali ke kutub utara, melalui lapisan udara yang lebih tinggi.

  Ada dua faktor utama sirkulasi global yaitu radiasi matahari dan rotasi bumi dengan atmosfir. Variasi musiman adalah disebabkan kemiringan sumbu bumi pada bidang pergerakan bumi mengelilingi matahari. Radiasi surya lebih besar per satuan luas ketika matahari menyinari langsung tepat di atas, disana terjadi perpindahan panas dari daerah dekat khatulistiwa menuju kutub. Karena bumi berotasi pada sumbunya dan disana konservasi momentum sudut, angin akan bergeser sebagaimana pergerakan sepanjang arah longitudinal.

Gambar 2.1. Sirkulasi atmosfer secara umum, dan pada belahan bumi bagian utara [6]

  Angin lokal disebabkan perbedaan tekanan lokal dan juga dipengaruhi

  topograpy , gesekan permukaan disebabkan gunung, lembah dan lain-lain. Variasi

  harian disebabkan perbedaan temperatur antara siang dan malam. Perbedaan temperatur daratan dan lautan juga mengakibatkan angin sepoi-sepoi, bagaimanapun angin tidak mengalir sangat jauh di daratan.

Gambar 2.2 Angin laut (siang) dan angin darat (malam) [6]

2.2 ENERGI ANGIN

  Energi yang tersedia dalam angin pada dasarnya adalah energi kinetik dari massa udara yang bergerak di atas permukaan bumi. Sudu-sudu turbin angin menerima energi kinetik dari angin, yang kemudian ditransformasikan ke bentuk mekanik atau listrik, tergantung pada penggunaan akhir yang di inginkan.

  Efisiensi konversi energi angin kedalam bentuk-bentuk energi yang lain sangat tergantung pada efisiensi rotor berinteraksi dengan aliran angin.

  Menurut ilmu fisika energi kinetik dari sebuah benda dengan massa m dan

  2

  kecepatan v adalah E =0.5.m.v , dengan asumsi bahwa kecepatan v tidak

  k

  mendekati kecepatan cahaya. Rumus diatas berlaku juga untuk menghitung energi kinetik dari aliran udara sehingga dapat ditulis:

  1 = )[3] … … … … … … … . . … … … … … … … (2.1) 2 (

  Dimana: E = energi (Nm)

  k m = massa udara (kg) v = kecepatan angin (m/s)

1 Apabia aliran udara dengan kecepatan v melewati suatu penampang

  dengan luas penampang A seperti pada gambar 2.3, maka volume aliran tersebut adalah: = . ( ⁄ [3]… … . .… … … … … … . . … … … … … (2.2) ) dan massa aliran dengan massa jenis udara ρ adalah:

  = . . ( ⁄ )[3] … . . … … … … … … . . … … … … … … (2.3) dimana = laju massa aliran udara (kg/s)

  v

  1 Gambar 2.3. Aliran angin melalui silinder dengan luas A [4]

  Persamaan yang menyatakan energi kinetik dari aliran udara dan massa aliran menghasilkan sejumlah energi yang melewati penampang A per satuan waktu. Secara fisika energi ini identik dengan daya P :

  o

  1 = ( )[3] … … . … … … … … … … … … … … … . (2.4) 2 . .

  Dimana P = daya angin (Watt)

  o

  3 ρ = massa jenis udara (kg/m

  )

  2

  = luas penampang melintang aliran (m )

  A

2.3 TURBIN ANGIN

  Turbin angin merupakan mesin dengan sudu berputar yang mengkonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Jika energi mekanik digunakan langsung secara permesinan seperti pompa atau grinding stones , maka mesin (turbin) disebut windmill.

  Sudah sejak dahulu angin berjasa bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah para nelayan. Selain itu, turbin angin pada awalnya juga dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan para petani dalam melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi, memompa air dan menggiling jagung. Penggunaan turbin angin terus mengalami perkembangan guna memanfaatkan energi angin secara efektif, terutama pada daerah-daerah dengan aliran angin yang relatif tinggi sepanjang tahun.

2.4 JENIS-JENIS TURBIN ANGIN

  Turbin angin sebagai mesin konversi energi dapat digolongkan berdasarkan prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan rotornya. Berdasarkan prinsip aerodinamik, turbin angin dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1.

  Jenis drag yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan selisih koefisien drag.

2. Jenis lift yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan gaya lift.

  Pengelompokan turbin angin berdasarkan prinsip aerodinamik pada rotor yang dimaksud yaitu apakah rotor turbin angin mengekstrak energi angin memanfaatkan gaya drag dari aliran udara yang melalui sudu rotor atau rotor angin mengekstrak energi angin dengan memanfaatkan gaya lift yang dihasilkan aliran udara yang melalui profil aerodinamis sudu. Kedua prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan turbin angin memiliki perbedaan putaran pada rotornya, dengan prinsip gaya drag memiliki putaran rotor relatif rendah dibandingkan turbin angin yang rotornya menggunakan prinsip gaya lift.

  Jika dilihat dari arah sumbu rotasi rotor, turbin angin dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

  1. Turbin angin sumbu horizontal (TASH)

  2. Turbin angin sumbu vertikal (TASV)

2.4.1 Turbin angin sumbu horizontal (TASH)

  Turbin angin sumbu horizontal (TASH) memiliki sumbu rotasi rotornya horizontal paralel terhadap tanah dan hampir sejajar dengan aliran udara (Gambar 2.4). Sebagian besar turbin angin komersial termasuk dalam kategori ini. Secara umum, mereka menunjukkan Cp (power coefficient) relatif tinggi. Namun, generator dan gearbox dari turbin ini harus ditempatkan di atas menara yang membuat desain yang lebih kompleks dan mahal. Kerugian lain adalah kebutuhan untuk ekor atau drive yaw untuk mengarahkan turbin ke arah datangya angin. Turbin berukuran kecil diarahkan oleh sebuah baling-baling angin (baling-baling cuaca) yang sederhana, sedangkan turbin berukuran besar pada umumnya menggunakan sebuah sensor angin yang digandengkan ke sebuah motor pengarah.

  Sebagian besar TASH merupakan mesin upwind (melawan arah angin). Meski memiliki permasalahan turbulensi, mesin downwind (menurut jurusan angin) dibuat karena tidak memerlukan mekanisme tambahan agar mereka tetap sejalan dengan angin, dan karena di saat angin berhembus sangat kencang, bilah- bilahnya bisa ditekuk sehingga mengurangi wilayah tiupan mereka dan dengan demikian juga mengurangi resintensi angin dari bilah-bilah itu. Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin angin sumbu horizontal mengalami gaya lift dan gaya drag, namun gaya lift jauh lebih besar dari gaya drag sehingga rotor turbin ini lebih dikenal dengan rotor turbin tipe lift, seperti terlihat pada gambar:

Gambar 2.4 Komponen utama turbin angin sumbu horizontal

  Dilihat dari jumlah sudu, turbin angin sumbu horizontal terbagi menjadi:

  1. Turbin angin satu sudu (single blade)

  2. Turbin angin dua sudu (double blade)

  3. Turbin angin tiga sudu (three blade)

  4. Turbin angin banyak sudu (multi blade)

Gambar 2.5 Jenis turbin angin berdasarkan jumlah sudu [5]

  Kelebihan TASH

  • Dasar menara yang tinggi membolehkan akses ke angin yang lebih kuat di tempat-tempat yang memiliki geseran angin (perbedaan antara laju dan arah angin antara dua titik yang jaraknya relatif dekat di dalam atmosfir bumi. Di sejumlah lokasi geseran angin, setiap sepuluh meter ke atas, kecepatan angin meningkat sebesar 20%.

  Turbin angin sumbu vertikal/tegak (TASV) memiliki poros/sumbu rotor utama yang tegak lurus terhadap permukaan tanah. Kelebihan utama susunan ini adalah turbin tidak harus diarahkan ke angin agar menjadi efektif. Kelebihan ini sangat berguna di tempat-tempat yang arah anginnya sangat bervariasi. VAWT mampu mendayagunakan angin dari berbagai arah.

  Kelemahan TASH

  • Menara yang tinggi serta bilah yang panjangnya bisa mencapai 90 meter sulit diangkut. Diperkirakan besar biaya transportasi bisa mencapai 20% dari seluruh biaya peralatan turbin angin.
  • TASH yang tinggi sulit dipasang, membutuhkan derek yang yang sangat tinggi dan mahal serta para operator yang tampil.
  • Konstruksi menara yang besar dibutuhkan untuk menyangga bilah-bilah yang berat,gearbox, dan generator.
  • TASH yang tinggi bisa mempengaruhi radar airport.
  • Ukurannya yang tinggi menghalangi jangkauan pandangan
  • Berbagai varian downwind menderita kerusakan struktur yang disebabkan oleh turbulensi.
  • TASH membutuhkan mekanisme kontrol yaw tambahan untuk membelokkan kincir ke arah angin.

2.4.2 Turbin angin sumbu vertikal (TASV)

  Dengan sumbu yang vertikal, generator serta gearbox bisa ditempatkan di dekat tanah, jadi menara tidak perlu menyokongnya dan lebih mudah diakses untuk keperluan perawatan. Tapi ini menyebabkan sejumlah desain menghasilkan tenaga putaran yang berdenyut. Drag (gaya yang menahan pergerakan sebuah benda padat melalui fluida (zat cair atau gas) bisa saja tercipta saat kincir berputar.

  Karena sulit dipasang di atas menara, turbin sumbu tegak sering dipasang lebih dekat ke dasar tempat ia diletakkan, seperti tanah atau puncak atap sebuah bangunan. Kecepatan angin lebih pelan pada ketinggian yang rendah, sehingga yang tersedia adalah energi angin yang sedikit. Aliran udara di dekat tanah dan obyek yang lain mampu menciptakan aliran yang bergolak, yang bisa menyebabkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan getaran, diantaranya kebisingan dan bearing wear yang akan meningkatkan biaya pemeliharaan atau mempersingkat umur turbin angin. Jika tinggi puncak atap yang dipasangi menara turbin kira-kira 50% dari tinggi bangunan, ini merupakan titik optimal bagi energi angin yang maksimal dan turbulensi angin yang minimal. dilihat dari prinsip aerodinamik rotor yang digunakan, turbin angin sumbu vertikal dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Turbin angin Darrieus Turbin angin Darrieus pada umumnya dikenal sebagai turbin eggbeater.

  Turbin aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada penampang sudu rotornya dalam mengekstrak energi angin. Turbin angin Darrieus pertama kali ditemukan oleh Georges Darrieus pada tahun 1931. Turbin angin Darrieus merupakan turbin angin yang menggunakan prinsip aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada penampang sudu rotornya dalam mengekstrak energi angin.

  Turbin Darrieus memiliki torsi rotor yang rendah tetapi putarannya lebih tinggi dibanding dengan turbin angin Savonius sehingga lebih diutamakan untuk menghasilkan energi listrik. Namun turbin ini membutuhkan energi awal untuk mulai berputar. Rotor turbin angin Darrieus pada umumnya memiliki variasi sudu yaitu dua atau tiga sudu.

Gambar 2.6 Turbin angin Darrieus dengan dua blade [5] 2.

  Turbin angin Savonius Turbin angin Savonius pertama kali diperkenalkan oleh insinyur Finlandia

  Sigurd J. Savonius pada tahun 1922. Turbin angin sumbu vertikal yang terdiri dari dua sudu berbentuk setengah silinder (atau elips) yang dirangkai sehingga membentuk ‘S’, satu sisi setengah silinder berbentuk cembung dan sisi lain berbentuk cekung yang dilalui angin seperti pada gambar 2.7. Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin ini memanfaatkan gaya hambat (drag) saat mengekstrak energi angin dari aliran angin yang melalui sudu turbin.

Gambar 2.7 Turbin angin Savonius [1]

  Koefisien hambat permukaan cekung lebih besar dari pada permukaan cembung. Oleh sebab itu, sisi permukaan cekung setengah silinder yang dilalui angin akan memberikan gaya hambat yang lebih besar dari pada sisi lain sehingga rotor berputar. Setiap turbin angin yang memanfaatkan potensi angin dengan gaya hambat memiliki efisiensi yang terbatasi karena kecepatan sudu tidak dapat melebihi kecepatan angin yang melaluinya.

Gambar 2.8 Prinsip rotor savonius [5]

  Dengan memanfaatkan gaya hambat, turbin angin savonius memiliki putaran dan daya yang rendah dibandingkan dengan turbin angin Darrius. Meskipun demikian turbin savonius tidak memerlukan energi awal memulai rotor untuk berputar yang merupakan keunggulan turbin ini dibanding turbin Darrieus.

  Daya dan putaran yang dihasilkan turbin savonius relatif rendah, sehingga pada penerapannya digunakan untuk keperluan yang membutuhkan daya kecil dan sederhana seperti memompa air. Turbin ini tidak sesuai digunakan untuk pembangkit listrik dikarenakan tip speed ratio dan faktor daya yang relatif kecil.

  Menurut mohamed (2010), savonius adalah sebuah turbin angin vertikal yang berputar lambat (λ≈1) dan memiliki efesiensi yang rendah Cp ≈ 1.5 sampai yang paling maksimal 2. Namun demikian, turbin ini memiliki beberapa keuntungan untuk aplikasi yang khusus, sederhana dan biaya yang rendah.

  Kelebihan TASV • Tidak membutuhkan struktur menara yang besar.

  • Karena bilah-bilah rotornya vertikal, tidak dibutuhkan mekanisme yaw.
  • Sebuah TASV bisa diletakkan lebih dekat ke tanah, membuat pemeliharaan bagian-bagiannya yang bergerak jadi lebih mudah.
  • TASV memiliki sudut airfoil (bentuk bilah sebuah baling-baling yang terlihat secara melintang) yang lebih tinggi, memberikan keaerodinamisan yang tinggi sembari mengurangi drag pada tekanan yang rendah dan tinggi.
  • Desain TASV berbilah lurus dengan potongan melintang berbentuk kotak atau empat persegi panjang memiliki wilayah tiupan yang lebih besar untuk diameter tertentu daripada wilayah tiupan berbentuk lingkarannya TASH.

  • TASV memiliki kecepatan awal angin yang lebih rendah daripada TASH.

  Biasanya TASV mulai menghasilkan listrik pada 10 km/jam (6 m.p.h.)

  • TASV biasanya memiliki tip speed ratio (perbandingan antara kecepatan putaran dari ujung sebuah bilah dengan laju sebenarnya angin) yang lebih rendah sehingga lebih kecil kemungkinannya rusak di saat angin berhembus sangat kencang.
  • TASV bisa didirikan pada lokasi-lokasi dimana struktur yang lebih tinggi dilarang dibangun.
  • TASV yang ditempatkan di dekat tanah bisa mengambil keuntungan dari berbagai lokasi yang menyalurkan angin serta meningkatkan laju angin (seperti gunung atau bukit yang puncaknya datar dan puncak bukit), • TASV tidak harus diubah posisinya jika arah angin berubah.
  • Kincir pada TASV mudah dilihat dan dihindari burung.

  Kekurangan TASV

  • Kebanyakan TASV memproduksi energi hanya 50% dari efisiensi TASH karena drag tambahan yang dimilikinya saat kincir berputar.
  • TASV tidak mengambil keuntungan dari angin yang melaju lebih kencang di elevasi yang lebih tinggi.
  • Kebanyakan TASV mempunyai torsi awal yang rendah, dan membutuhkan energi untuk mulai berputar.
  • Sebuah TASV yang menggunakan kabel untuk menyanggahnya memberi tekanan padabantalan dasar karena semua berat rotor dibebankan pada bantalan. Kabel yang dikaitkan ke puncak bantalan meningkatkan daya dorong ke bawah saat angin bertiup.

2.5. DASAR TEORI MOMENTUM BETZ’S

  Tahun 1925 dan 1925 Albert Betz mempublikasikan tulisanya, dimana ia mampu menunjukkan bahwa, dengan menerapkan hukum-hukum fisika dasar, energi kinetik diekstrak dari aliran udara yang lewat melalui luas penampang yang diberikan terbatas pada proposisi tetap dari energi yang terkandung dari aliran udar. Selain itu ia menemukan bahwa ekstraksi daya yang optimal hanya dapat direalisasikan pada rasio antara kecepatan aliran udara di depan converter energi dan kecepatan dibelakang konverter. Teori momentum Betz’ sederhana berdasarkan pemodelan aliran dua dimensi angin yang mengenai rotor menjelaskan prinsip konversi energi angin pada turbin angin terlihat seperti pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Pemodelan Betz’s untuk aliran angin [3]

  Dimana, v adalah kecepatan aliran bebas atau kecepatan angin sebelum

  1

  mencapai konverter (rotor turbin), sedangkan v adalah kecepatan aliran setelah

  2 melalui konverter.

  Energi kinetik yang diekstrak converter berbentuk rotor turbin angin dari aliran udara sesuai dengan perbedaan kecepatan aliran udara sebelum dan sesudah konverter, sehinga daya yang diserap turbin adalah:

  1

  1

  1 = =

  ) ( )[3] … …. . (2.5)

  2 2 2 ( dimana:

  P

  2

  = ( ⁄ ) … … … … … … … . … … … … … … … . (2.6) Maka;

  =

  1

  2 ( ) ( )… … … … … … … … … … …. . (2.7) atau

  =

  1 2 . ( ) ( )[3] … …. … … … … … … … … …. . (2.8) Dari persamaan diatas, dapat disimpulkan bahwa daya terbesar yang dapat di ambil dari angin jika kecepatan angin setelah melalui rotor tubin (v

  ) ber henti atau sama dengan nol. Namun hal ini tidak mungkin terjadi karna tidak memenuhi hukum kontinuitas aliran. Energi angin yang di ubah akan semakin besar jika v

  2

  2

  semakin kecil, atau dengan kata lain rasio v

  

1

  / v

  2 harus semakin besar.

  Untuk itu, kita memerlukan persamaan lain untuk mencari besarnya daya yang dapat diambil dari angin yaitu hukum kekekalan momentum, menurut Eric hau (2006) gaya yang diberikan udara ke rotor turbin dapat dinyatakan dengan:

  = kecepatan aliran udara setelah melalui rotor (m/s) Dengan asumsi massa jenis tidak mengalami perubahan maka sesuai hukum kontinuitas aliran meyatakan bahwa:

  v

  = daya yang diekstraksi (Watt)

  2

  ρ = massa jenis udara (kg/m

  3

  )

  A

  1

  = luas penampang aliran udara sebelum melalui rotor (m

  )

  = kecepatan aliran udara sebelum melalui rotor (m/s)

  A

  2

  = luas penampang aliran udara setelah melalui rotor (m

  2

  )

  v

  1

  % = ( ) ( ) … … … . . … … … … … … … … … … . (2.9) dimana F = gaya (N) = laju massa aliran udara (kg/s) Sesuai dengan hukum kedua Newton bahwa gaya aksi sama dengan gaya reaksi, gaya yang diberikan udara kepada rotor akan sama dengan gaya hambat oleh rotor yang menekan udara ke arah yang berlawanan. Menurut Eric hau (2006) gaya yang diperlukan untuk menghambat aliran udara adalah:

  , ,

  = % = ( ) ( )[3] … … … . . … … … … … …… … . (2.10)

  ,

  dimana v = kecepatan aliran udara pada rotor (m/s) dengan mensubtitusi persamaan 8 ke persamaan 10 maka diperoleh:

  1

  

,

  ( )… … … … … … … … … … . . (2.11) 2 ( ) = ( ) sehingga, kecepatan aliran udara ketika melalui rotor adalah:

  1

  ,

  = 2 ( ) ( ⁄ ) … … … … … … … … … . . (2.12) dan laju aliran massa menjadi;

  1

  ,

  = = ⁄ … … . . … … … … … … (2.13) ) 2 ( + ) ( maka besarnya keluaran daya mekanik yang telah diubah adalah:

  1 =

  • 4 ( )( + ) ( )[3] …… … . . …… … … . .… . (2.14)

  Untuk melengkapi urayan dari besarnya keluaran daya mekanik ini, harus dibandingkan dengan daya yang terkandung pada aliran angin yang memiliki luasan area A yang sama tanpa melewati rotor turbin (P ) (persamaan 2.4).

  o

  Besarnya rasio perbandingan antara keluaran daya mekanik yang telah diubah dari energi angin dengan daya yang terkandung pada angin P disebut dengan Cp

  o (power coefficient). menurut Eric hau (2006) nilai Cp dinyatakan dengan

  persamaan:

  1 4 ( )( + )

  • , = = [3] . …… … … . . … . (2.15)

  1 2 . Koefisien daya tersebut dapat diubah menjadi fungsi dari perbandingan kecepatan v / v :

  2

  1

  1

  • , = = 2 -1 . / - 01 + 0 … … . … . …… … … . . … . (2.16)

  Koefisien daya hasil dari konversi daya angin ke daya mekanis turbin tergantung pada perbandingan dari kecepatan angin sebelum dan sesudah melewati rotor turbin. Jika keterkaitan ini di buat kedalam bentuk grafik, secara langsung solusi analitis juga dapat ditemukan dengan mudah. Dapat dilihat bahwa koefisien daya maksimum pada rasio kecepatan angin tertentu seperti terlihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 2.10 Grafik koefisien daya berbanding dengan rasio kecepatan aliran sesudah dan sebelum konversi energi [3]

  Dengan v / v = 1/3,besarnya efesiensi teoritis atau ideal atau maksimum

  2

  1

  dari turbin angin Cp adalah:

  16

  • , = 27 = 0,593 [3] … … . … … … … . … … … … . . … . . … . (2.17)
Betz’s adalah orang yang pertama yang menemukan nilai ini, untuk itu nilai ini disebut juga dengan Betz’s factor. Dengan kata lain, turbin angin hanya dapat mengkonversikan energi angin tidak lebih dari 60%.

  Mengetahui bahwa koefisien daya maksimum yang ideal dicapai pada v /

  2 v = 1/3, kecepatan angin yang melalui rotor menjadi:

  1

  2

  ,

  = 3 ( ⁄ )[3] … … … … … … … … …… … … … . . . (2.18) Dan kecepatan setelah melewati turbin (v ) menjadi:

  2

  1 = 3 ( ⁄ )[3] … … … … … … … … …… . … … … . . (2.19)

  Dengan memperhatikan gambar 2.10, tekanan masuk dan kecepatan masuk turbin adalah P dan v , dan pada bagian keluar v , v adalah lebi kecil dari

  o

  1

  2

  2

  pada v 1 karena energi kinetik telah diserap keturbin .

Gambar 2.11 Aliran udara melewati rotor turbin yang ideal dengan ekstraksi daya maksimum yang diserap turbin [3]

2.6 AERODINAMIK PADA ROTOR

  

Teori momentum betz’s menunjukkan nilai yang ideal untuk daya yang di

  ekstrak dari aliran udara tanpa mempertimbangkan desain dari rotor turbin itu sendiri. Gaya aerodinamis yang digunakan rotor sangat mempengaruhi daya mekanik yang dihasilkan. Ada dua macam gaya yang menggerakan rotor pada turbin angin, yaitu gaya lift dan drag. Gaya lift adalah gaya pada arah tegak lurus arah aliran yang dihasilkan ketika fluida bergerak melalui benda yang berpenampang airfoil. Jika penampang airfoil menyapu udara dengan kecepatan tertentu maka tekanan udara pada bagian atas sayap akan lebih kecil dari bagian bawah sayap, hal ini menyebabkan adanya gaya angkat pada sayap tersebut yang disebut gaya lift. Sedangkan gaya drag adalah gaya hambat yang arahnya berlawanan dengan arah gerak benda.

2.4.1 Aerodinamik Hambatan (drag)

  Menurut hau (2006) jenis yang paling sederhana dalam mengkonversi energi angin dapat dicapai dengan cara penerapan hambatan atau drag murni pasa suatu permukaan seperti pada gambar. Eric hau (2006) udara yang mengenai permukaan A dengan kecepatan v , maka daya yang dapat ditangkap P, dapat

  w

  dihitung dari areodinamis drag D, luas penampang A dan kecepatan v adalah: = 1. ( )[3]… … … … … … … …… … . . …… … … . .… . (2.20)

2 Dimana: D = aerodinamis drag

  v = kecepatan relatif r

Gambar 2.12 Kondisi aliran dan gaya aerodinamis drag [3]

  Kecepatan relatif v = v – v yang secara efektif menentukan hambatan pada

  r w

  daerah drag. Dengan menambahkan koefisien aerodinamis drag Cd, persamaan aerodinamis drag menjadi: 1 = +

  3

  4 2 ) % … … … … … … … … … … . . …… … … . . … . (2.21)

  2 ( Sehingga daya drag total adalah:

  ( ) ( )[3] … … … … … … … . . …… … … . . … . (2.22)

  3

  4

  2

  2

  = 2 + Jika daya dinyatakan lagi dalam daya yang terkandung dalam aliran udara bebas didapat Cp (power coefficient):

  • ( )

  3

  4

  2

  2

  • , = = 2 [3] … … … . … … … … … …… … … . . … . (2.23)

  1

  4 2 .

  dan

  4

  • , =

  567

  27 +8 [3]. . … … … … … … … … … . . … … … … … …… … … . . … . (2.24) Nilai C dari mendekati nol sampai titik maksimum, maksimum kira-kira

  d

  1,3 untuk bentuk cekung yang digunakan pada anemometer standard. Dengan demikian, koefisien daya maksimum untuk drag machine adalah:

  4 = . +

  9 :;<

  27/ (1,3) = 20% [3] … … … … … … …… … . (2.25)

  ?

  • dibandingkan dengan kriteria Betz untuk turbin ‘ideal’ dengan = = 59 % .

  9 @

  Ditunjukkan bahwa turbin tipe lift memiliki koefisien daya 30% lebih besar dari perhitungan yang mungkin dicapai berdasarkan pendekatan kriteria Betz. Daya ekstraksi dari drag machine dapat ditingkatkan dengan penggabungan flap atau dengan memperbaiki konsentrasi aliran angin. Cara memperbaiki drag machine memiliki hal yang sama dengan rotor turbin Savonius.

Tabel 2.1 Koefisien – koefisien Hambat yang Khas Bagi Berbagai Silinder Dalam

  Aliran Dua Dimensi [8] Menurut Reksoatmodjo (2005), untuk penerapan teori Betz pada turbine angin Savonius perlu memperhatikan penyimpangan-penyimpangan dari asumsi- asumsi yang digunakan oleh Betz.

  Pertama, Betz mengansumsikan jumlah sudu-sudu turbin tak terhingga, sedangkan pada turbin Savonius jumlah sudu-sudu hanya dua.

  Kedua, Betz mengasumsikan aliran udara laminar, sedangkan dalam kenyataannya terutama pada kecepatan angin pada bilangan

  Beaufort Bn ≥10 atau ≥26 m/s aliran udara diperkirakan tidak

  sepenuhnya laminar sehingga pengaruh bilangan Reynold akan menentukan besar-kecilnya koefisien hambatan Cd.

  Jika sudu-sudu berbentuk setengah bola Cd = 1.42 kalau angin berhembus pada sisi cekung dan Cd = 0.34 jika angin berhembus pada sisi cembung (Bilangan Reynold 104 < NR <106) (Hughes dan Brighton, 1967:85 dalam Reksoatmodjo, 2005). Untuk sudu – sudu berbentuk setengah silinder harga-harga itu sama dengan 2.3 dan 1.2 (Bilangan Reynold 4 x 104) (Streeter, 1996).

2.4.2 Aerodinamik Angkat (lift)

  Jika bentuk sudu rotor memungkinkan pemanfaatan aerodinamis lift, koefisien daya yang lebih tinggi dapat dicapai. Analog dengan kondisi yang ada dalam kasus pesawat airfoil, pemanfaatan gaya lift sangat meningkatkan efesiensi (gambar 2.12).

Gambar 2.13 Gaya aerodinamis rotor turbin angin ketika dilalui aliran udara[3]

  Semua jenis turbin angin modern rotor dirancang untuk memanfaatkan efek ini dan jenis paling cocok untuk tujuan ini adalah jenis baling-baling dengan sumbu rotasi horisontal. Ada juga beberapa jenis rotor vertikal, turbin angin darlius.

2.7. TIP SPEED RATIO

  

Tip speed ratio merupakan rasio kecepatan ujung rotor turbin terhadap

  kecepatan angin yang melalui rotor. Rasio kecepatan ujung rotor memiliki nilai nominal yang berubah-ubah terhadap perubahan kecepatan angin. Turbin angin tipe lift memiliki tip speed ratio yang lebih besar dibanding dengan turbin angin tipe drag

  Tip speed ratio λ dihitung dengan persamaan:

  B ∙ D

  2EFD A = = =

  ∙ 60 [1] … … … … … … … … … . . (2.26) dimana: λ = tip speed ratio = kecepatan linear rotor turbin (m/s)

  = kecepatan sudut rotor turbin (rad/s)

  w n = putaran rotor (rpm) r = jari-jari rotor (m) v = Kecepatan angin (m/s) o

  Efisiensi dimana sebuah rotor dapat mengekstrak daya dari angin bergantung pada kesamaan dinamik antara rotor dan aliran angin. Karenanya, penampilan dari suatu rotor angin adalah biasanya dikarakterisasi oleh variasi- variasi dalam koefisien dayanya dengan tip speed ratio. Hubungan antara C - λ

  P

  bisa disimpulkan untuk suatu desain rotor yang khas, itu dapat lebih lanjut diterjemahkan pada kurva daya kecepatan dari rotor untuk penerapan praktis.

  Kurva C – λ tertentu untuk rotor yang berbeda ditunjukakn pada grafik

  P

  2.2. Secara umum, awalnya koefisien daya turbin bertambah dengan tip speed

  ratio yang mencapai puncak pada λ tertentu dan selanjutnya berkurang dengan

  peningkatan dalam rasio kecepatan puncak. Variasi dalam C dengan λ tergantung

  p

  pada beberapa ciri disain rotor. Rotor dengan multibilah Amerika menunjukkan koefisien daya yang paling rendah dan bekerja pada rasio kecepatan rendah dengan angin. Nilai tertentu untuk koefisien daya puncaknya adalah 14% pada rasio kecepatan puncak 0.8. Namun, hal tersebut memiliki soliditas yang tinggi sehingga getaran awal yang tinggi membuatnya menjadi menarik untuk memompa air. Turbin dengan baling-baling dua dan tiga bilah serta desain Darrieus bekerja pada tip speed ratio yang lebih tinggi dan menunjukkan efisiensi yang lebih baik. Dengan demikian, hal tersebut sesuai untuk generator elektrik tenaga angin.

  Gambar.2.14 Grafik Tip speed ratio dan C pada berbagai jenis turbin angin [3]

  

p

  Rotor Savonius dengan soliditas yang tinggi bekerja pada rasio kecepatan puncak yang lebih rendah. Walaupun secara teoritis diperlihatkan bahwa efisiensi puncak rotor tersebut tidak dapat melewati batas 20%, namun Savonius dilaporkan memiliki efisiensi puncak 31% dalam test wind tunnel dan 37% di udara bebas. Efisiensi mulai dari 25-35% dilaporkan dalam beberapa penelitian tentang rotor. Nilai ini cukup impresif karena rotor lebih mudah dibuat dan biaya yang lebih murah.

  Albert Betz, ahli Fisika Jerman pada tahun 1962 sudah menentukan batasan untuk koefisien daya maksimum untuk gulungan rotor yang ideal. Dia menggunakan teori aksial momentum dalam bentuknya yang paling sederhana untuk analisanya dan menyatakan bahwa koefisien daya teoritis maksimum dari turbin angin, terutama di operasikan oleh gaya angkat yakni 16/27 (59.3 %). Pada sisi lain, koefisien daya yang diharapkan dari hambatan mesin tersebut adalah 8/27. Oleh karena itu, turbin angkat (life) lebih dipilih dari pada turbin hambat untuk konversi energi angin. Perlu dicatat bahwa hal ini merupakan nilai

  (darg)

  teoritis dan beberapa turbin hambat seperti rotor Savonius yang menunjukkan efisiensi yang tinggi dalam evaluasi lapangan.

2.8. PROFIL GESERAN ANGIN (Wind Shear Profile)

  Angin seperti fluida yang lain pada umumnya mempunyai profil geseran atau profil kecepatan ketika mengalir melewati benda padat, misalnya permukaan bumi. Wind shear adalah perubahan arah atau kecepatan angin saat melalui jarak tertentu. Ada dua jenis profil geseran angin yang biasa digunakan untuk menghitung energi, yaitu profil geseran angin eksponensial (exponential wind

  shear profile ) dan profil geseran angin kekasaran permukaan (surface roughness wind shear stress ).

  Gambar.2.15 Grafik wind speed profile for various locations [1] Metode umum yang memperkirakan kecepatan angin untuk ketinggian yang lebih tinggi dengan mengetahui kecepatan angin pada ketinggian yang lebih rendah disebut power law: jika ketinggian suatu tempat H maka kecepatan angin di tempat ini adalah:

  J

  I = . / ( ⁄ ) [1] … … … … … … … … … … … . . (2.27)

  G H

  I H Dimana: = kecepatan angin pada ketinggian tertentu

  v o

  H = ketinggian pada kecepatan angin v ; H = ketinggian o o

  α = tergantung lokasi dan dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.2 Roughness classes[1]

2.9 POMPA

  Pompa adalah peralatan mekanis yang berfungsi untuk memindahkan fluida dari suatu tempat ketempat yang lain atau dari tekanan rendah ke tekanan tinggi . Selain dapat memindahkan fluida, pompa juga berfungsi meningkatkan kecepatan, tekanan atau ketingian fluida.

2.9.1 Klasifikasi Pompa

  Ditinjau dari segi yang menimbulkan perubahan energi fluida pada pompa, maka pompa dibagi atas beberapa jenis, yaitu:

1. Pompa Tekanan Statis (Positive Displacement Pump)

  Pada pompa jenis ini, proses pengubahan bentuk energi mekanik menjadi energi hidrolik pada fluida kerja dengan perantaraan tekanan statis dari fluida kerja pompa itu sendiri. Yang termasuk pompa jenis ini antara lain adalah:

  a. Pompa Torak (Reciprocating pump)

  Bagian utama dari pompa ini adalah torak yang bergerak bolak-balik di dalam rumah silinder atau rumah pompa yang bertujuan untuk mengalirkan fluida secara kontinu dan untuk pengaturan aliran fluida pada pompa jenis ini dilakukan dengan cara melalui pada katup-katup pada pompa tersebut.

  b. Pompa Putar ( Rotary Pump)

  Untuk jenis pompa putar, bagian utamanya adalah rotor yang berputar didalam rumahnya. Dimana fluida kerja di isap melalui sisi isap kemudian dikurung didalam ruangan antara rotor dengan rumah, dan selanjutnya didorong ke sisi tekan dengan gerakan putar dari rotor, sehingga tekanan statisnya naik dan fluida akan keluar dari sisi tekan. Menurut Nursuhud (2006) klasifikasi dari pompa tekanan statis ini dapat dilihat pada gambar 2.13 di bawah ini:

  Pump Displacement Dynamic Reciprocating

  Piston Plunger Simplex Steam Double Acting Duplex

  Simplex Single Acting Duplex Power

  Double Acting Triplex Multiplex Diaphragma

  Simplex Fluid operate Duplex Mechanically operate

  Rotary Vane

Piston

Single motor Flexible member Srew

Peristaltic

Gear Lobe

  Milti rotor Circumferential piston

Screw

Gambar 2.13 Skema klasifikasi pompa tekanan statis [7] 2.

   Pompa Tekanan Dinamis (Dynamic Pressure Pump)

  Pompa tekanan dinamis disebut juga dengan rotor dynamic pump atau disebut juga dengan turbo pump. Pompa tekanan dinamis terdiri dari poros, sudu- sudu, impeller, rumah volute dan nozel keluar. Energi mekanis dari luar diberikan kepada poros pompa untuk memutar impeller, maka fluida yang ada di impeller oleh dorongan sudu-sudu akan terlempar keluar melalui pipa tekan akibat adanya gaya sentrifugal.

  Dari uraian ini jelas pompa tekanan dinamis dapat mengubah energi mekanis dalam bentuk kerja poros menjadi energi fluida. Menurut Nursuhud (2006) klasifikasi dari pompa tekanan dinamis dapat dilihat pada gambar 2.14

  Diagram 2.14 Skema klasifikasi pompa tekanan dinamis [7]

  Pump Displacement Dynamic Close impeller Open Impeller

  Fixed Pitch Variable Picth Centrifugal

  Single sucstion Double Action Self priming Non priming Single stage Multi stage

  Single stage Multi stage Axial flow Mixed flow

  Radial flow Peripheral Singe stage Multi stage

  Self priming Non Priming Open impeller Semi ilpeller Close impeller Special effect

  Jet (educator ) Gas Life Hidraulic ram Electroni magnetic Salah satu aplikasi dari energi angin adalah pemompaan air. Kebanyakan pompa angin masih digunakan di daerah Amerika dan Australia, menyediakan kebutuhan air untuk keperluan ternak dan pertanian. Ruang lingkup yang besar untuk mesin-mesin seperti ini banyak digunakan di berbagai belahan dunia.

  Pompa tenaga angin secara luas dapat digolongkan dengan 2 sistem yaitu system mekanik dan system elektrik.

  Pada pompa dengan system mekanik, daya poros yang dikasilkan oleh rotor secara langsung digunakan untuk menggerakkan pompa. Sebaliknya, pada pompa system elektrik, daya angin yang pertama kali dikonversikan menjadi elektrik dan kemudian memberikan daya untuk pompa. Pompa tenaga angin secara mekanik dapat lebih lanjut digolongkan sebagai positive displacement dan roto-dynamic pump. Berbagai jenis pompa seperti screw pump, piston pump, centrifugal pump, dan compressor pump merupakan bagian dari pompa tenaga angin secara mekanik.

  Dari bayak jenis pompa yang ada dan setelah dilakukan analisa dari berbagai literatur, jenis pompa yang cocok digunakan untuk pengujian ini adalah pompa piston. Pompa piston (piston Pump) kontruksinya mudah di buat dan tidak memerlukan putaran yang tinggi.

2.10 Pompa Piston Tenaga Angin

  Pompa piston banyak digunakan pada pompa tenaga angin komersil lainnya. Fitur konstruksi sistem tersebut ditunjukkan pada Gbr. 2.15. Sistem ini terdiri dari sebuah rotor turbin angin, batang penghubung, engkol yang menghubungkan batang dan pompa reciprocating (piston pump). Gerak putar dari rotor turbin angin diteruskan ke gerakan reciprocating dari batang penghubung dengan engkol. Batang penghubung piston mengoperasikan pompa atas dan ke bawah melalui silinder selama stroke nya. Katup cek dua, baik ke atas pembukaan, dipasang pada piston dan bagian bawah pompa. Katup ini memungkinkan aliran hanya dalam arah ke atas. Ketika batang penghubung mendorong piston ke arah atas, katup piston ditutup dan dengan demikian kolom air di atas piston dinaikkan, sampai dikirim keluar melalui saluran pembuangan. Pada saat yang sama, hisap dibuat di bawah piston, yang menyebabkan katup isap membuka dan dengan demikian air segar dari sumur masuk ke dalam ruang di bawah ini. Selama stroke ke bawah, katup piston dibuka dan katup isap ditutup. Air dikumpulkan di bawah piston dengan demikian masuk ke dalam ruang di atas, melalui katup piston. Siklus ini diulang sehingga debit air berdenyut sinusoidal dari sistem.

Gambar 2.18 Pompa piston tenaga angin [5]

  Volume air yang keluar selama proses tergantung terhadap diameter silinder dan jarak langkah piston. Dengan demikian, jika d adalah diameter dalam silinder dan s adalah panjang langkah, maka secara teoritis volume air yang di pompakan melalui saluran discharge adalah: E

  =

  • 4 1 K1000 (LMNOD)[5] … … … … … … … … … …… … . (2.28)

  Dari gambar, dapat dilihat bahwa: = 2D … … … … … … … … … …… … … . . … … … … … … … (2.29) dimana:

  V = volume teoritis (l) t

  D = diameter silinder (m) s = jarak langkah piston (m)

  Debit yang dihasilkan dari katup discharge dapat dihitung dengan: ⁄

  P = Q R * F (L OFMN)[5] … …. … … … … … . … … … … … (2.30) dimana η adalah efesiensi volumetrik dan n adalah putaran turbin (rpm).

  v

  Biasanya efesiensi volumetrik pompa piston lebih tinggi dari 90%. Menurut Nursuhud (2006) kebutuhan daya pompa (P ) yang dibutuhkan untuk debit Q

  h

  dapat dihitung dengan rumus: Pℎ

  • = ) [5] … … … … … … … … … … … … … (2.31)

  S

  Q × 1000 (

  U

  dimana P = daya yang dibutuhkan pompa (kWatt)

  h

  3 Q = kapasitas pompa/debit ( m /s)

  

3

ρ = massa jenis air (kg/m )

  2 g = gaya gravitasi (m/s ) η = efesiensi pompa p h = head total t

2.11 HEAD TOTAL POMPA

  

Head total merupakan energi persatuan berat yang harus disediakan oleh

  pompa untuk mengtasi energi tekan, kecepatan, perbedaan ketinggian, kerugian gesek, dan kerugian-kerugian pada perlengkapan seperti katup (valve), belokan (elbow), perubahan penampang dan lain-lain.

  Head total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air seperti di rencanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa. seperti diperlihatkan dalam gambar

Gambar 2.19 Head Pompa [8]

  Menurut sularso (2004) head total pompa dapat ditulis sebagai berikut:

  

6

  • I = ℎ + Δℎ + ℎ

6 U

  X

  2 [8] … … … … … … …… … . (2.32) Dimana : H : Head total pompa (m)