I. FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK - Kumpulan Abstrak Tahun 2013

I. FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

PENGEMBANGAN MESIN REFRIGERASI EVAPORATOR GANDA UNTUK
PENGAWETAN IKAN SEGAR DI MOBIL PENGANGKUT IKAN DAN KAPAL
PENANGKAP IKAN TRADISIONAL
Matheus M. Dwinanto1, Hari Rarindo2, Verdy A. Koehuan3
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik
Hasil perikanan laut mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan
pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang
perikanan. Untuk mewujudkan peranan tersebut, hasil perikanan harus dapat mengikuti
persyaratan yang dapat menjamin mutu dan keamanan yang diinginkan oleh konsumen. Salah
satu faktor yang mempengaruhi mutu produk perikanan adalah jarak ke pelabuhan (atau tempat
pendaratan ikan). Persoalan jarak ini menjadi lebih nyata pada wilayah-wilayah tropis (seperti di
laut Sawu, wilayah laut di Nusa Tenggara Timur) dibanding pada iklim yang lebih dingin. Suhu
udara yang lebih panas meningkatkan tingkat penurunan kualitas, khususnya apabila hasil
tangkapan ditumpuk di atas geladak dengan sedikit atau tanpa es untuk menjaganya tetap dingin.
Sengatan sinar matahari dengan cepat menjadikan ikan terlalu panas dan mempercepat
penurunan mutu ikan pasca penangkapan. Penanganan pasca penangkapan ikan, dan
pengangkutan ikan memegang peranan penting dan merupakan bagian yang tak terpisahkan
untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal dalam proses pemasaran. Pengembangan mesin

pendingin evaporator ganda ini dilakukan agar pasca penangkapan dan setelah ikan segar
disortasi, ikan tersebut dimasukkan ke dalam kedua kotak pendingin dan pembeku berdasarkan
ukurannya (ikan berukuran besar dan ikan berukuran kecil) sehingga memudahkan dalam
distribusi dan pemasaran. Keberhasilan yang diharapkan akan diperoleh dari penelitian ini adalah
koefisien prestasi (COP) yang tinggi dari mesin pendingin, dan mutu ikan yang mampu
dipertahankan untuk tetap memiliki nilai jual yang tinggi. Hasil penelitian ini adalah
rancangbangun mesin refrigerasi evaporator ganda ini dapat diterapkan pada kapal penangkap
ikan tradisional bertonase 5 GT yang biasa digunakan oleh para nelayan untuk menangkap ikan
selama 2 – 3 hari. Mesin refrigerasi evaporator ini dapat mendinginkan ruangan di dalam kotak
pendingin hingga mencapai –28oC, dan dengan suhu ruangan –28oC ikan-ikan segar dapat
didinginkan dan dibekukan. Mesin refrigerasi ini mampu mempertahankan dan menjaga mutu
ikan sehingga tetap aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Kata kunci : Refrigerasi, evaporator ganda, pengawetan ikan laut

1

MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA DAN PENGELOLAAN
SUMBER DAYA PESISIR KOTA KUPANG YANG BERKELANJUTAN DENGAN
SISTEM DINAMIS
Ruslan Ramang1 dan Jauhari Effendi2

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik
Email: ruslan.ramang@gmail.comdanjafe64@yahoo.co.id

Keterkaitan konsep ruang dan waktu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam kehidupan umat manusia, khususnya pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir
membutuhkan pengaturan ruang dan waktu yang terintegrasi. Kenyataan ini telah menuntut
paraperencana dan pengelola wilayah pesisir agar mampu menjawab berbagai pertanyaan yang
bersifat epistemologis. Demikianhalnya Kota Kupang mempunyai keterkaitan konsepruang dan
waktu sangat esensial dalam pengelolaan wilayah pesisir, dan perlu diperlakukan secara eksplisit
dalam setiap perencanaan dan pengelolaan, yang diarahkan keperbaikan dan penyempurnaan
kehidupan manusia. Konsep ruang dan waktu ini sangat relevan untuk mengkaji berbagai isu
yang mencuat kepermukaan, khususnya mengenai isu-isu keruangan di wilayah pesisir Teluk
Kupang.
Kawasan di pesisir pantai kota Kupang yang terbentang sepanjang ±15 km merupakan
salah satukawasan yang saat ini mulai dikembangkan oleh pemerintah kota menjadi kawasan
pariwisata yang sampai saat ini belum dikelola secara optimal. Ada indikasi perubahan fungsi
kawasan yang dimanfaatkan secara konvensional dan tidak terintegrasi, sehingga menimbulkan
degradasi pada kawasan itu. Untuk menjamin fungsi ruang sesuai dengan peruntukkannya, maka
diperlukan suatu konsep desain system penataan ruang serta pengelolaan dan pengusahaan yang
tepat guna pada zona pemanfaatan, sehingga dapat bermanfaat secara optimal.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) melakukan pemetaan fungsi ruang kawasan pesisir
dengan menggunakan pendekatan aspeksektoral dan aspekspasial; (2) mendesain suatu system
dan pemodelan pengembangan kawasan pesisir terhadap pemanfaatan sumber daya, sehingga
secara simultan dapat diketahui tingkat pemanfaatan saat ini dan masa mendatang; (3) menyusun
dokumen perencanaan pengembangan kawasan pantai/pesisir Kota Kupang yang memungkinkan
untuk dapat mengatur berbagai opsi antara tujuan optimasi pemanfaatan ruang dengan berbagai
perubahan variable secara berkelanjutan.
Lokasi penelitian dilakukan di Kota Kupang khususnya di Bagian Wilayah Kota II (BWK
II) yang secara geografis sebelah utara berbatasan denganTeluk Kupang, sebelah selatan dengan
BWK V, sebelah barat dengan BWK I dan sebelah timur dengan BWK III. Secara administrasi
BWK II terdiridari 7 (tujuh) kelurahan yakni Kelurahan Kelapa Lima, Kelurahan Oesapa Barat,
Kelurahan Tuak Daun Merah, Kelurahan Fatululi, Kelurahan Kayu Putih, Kelurahan Nefonaek
dan Kelurahan Pasir Panjang.
Perda No. 12 tahun 2011 arah pengembangan Kota Kupang akan menuju Kota Kupang Kota
Tepi Pantai (waterfront city) dalam pengembangan wilayahnya kondisi ini menyebabkan pola
pemanfaatan lahan Kota Kupang akan dimanfaatkan untuk menunjang konsep Kota Kupang tersebut
tidak terkecuali wilayah BWK II menjadi salah satu dampak dari konsep kota tersebut. Berdasarkan
peta BWK II Kota Kupang luas Wilayah BWK II secara keseluruhan berkisar 12,46 km2yang
diperuntukan bagizona pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pariwisata dan jasa.
Dari rencana peruntukan lahan tersebut terdapat 79,94% diperuntukan untuk lahan terbangun

sedangkan 20,06% diperuntukan untuk lahan terbuk yakni Kawasan Rekreasi dan Olahraga, kawasan
2

pemakaman dan RTH. Sedangkan menurut konsep penataan ruang yang tertuang dalam UU No. 26
tahun 2007. Pemerintah menetapkan bahwa Ruang Terbuka harus mencapai 40% yang terdiri dari
20% untuk jaringan jalan dan 20% untuk ruang terbuka non jalan seperti taman-taman (12,5%) dan
sarana public lainnya seperti sarana olah raga, dll harus sebesar 7,5%. Selain itu untuk daerah/ruang
terbangun harus menyiapkan RTH sebesar 10%.Jadi total RTH yang harus disiapkan oleh pemerintah
untuk public harus sebesar Minimal 30%. Kota Kupang dalam pemanfaatan lahan yang tertuang
dalam Perda Nomor 12 tahun 2011 tersebut hanya mencantumkan kurang lebih 0,64% atau 0,08 Km2
RTH sehingga kecenderungan pemanfaatan lahan di BWK II untuk daerah terbangun sangat besar.
Meningkatnya jumlah penduduk di BWK II Kota Kupang telah member pengaruh terhadap
meluasnya kawasan permukiman/perumahan baik itu oleh masytakat sendiri maupun oleh
pengembang. Sela ini itu juga pertumbuhan ekonomi dengan meningkatnya bangunan pertokoan
sehingga menyebabkan laju pemanfaatan lahan juga meningkat. Dari aspek sarana prasarana tersebut
diatas dominasi pembangunan yang akan terus mengalami dinamika/bertumbuh, yakni di sector
perdagangan dan jasa, perhotelan dan perumahan. Sedangkan fasilitas lahan terbuka seperti taman,
tempat olah raga tidak mengalami pertumbuhan karena terdesak oleh pembangunan infrastruktur.

Kata Kunci: Lahan, KawasanPesisir, AspekSektoral


3

MODEL DEVELOPMENT AREA TOURISM AND RESOURCES MANAGEMENT OF
COASTAL KUPANGCITY DYNAMIC SYSTEMS WITH SUSTAINABLE
Ruslan Ramang1 dan Jauhari Effendi2

Linking the concept of space and time is a unity that can not be separated .In human life,
especially the resource utilization of coastal areas in need of space and time settings are
integrated . This fact has been demanding the planners and managers of coastal areas to be able
to answer questions that are epistemological. Similarly Kupang is linked concepts of space and
time is essential in the management of coastal areas , and need to be treated explicitly in the
planning and management , which are directed to the improvement and perfection of human life .
The concept of space and time is very relevant to examine the various issues that came to the
surface, especially on spatial issues in the coastal areas of the Gulf of Kupang.
Area on the coast of Kupang city that stretches along the ± 15 km is one area that is
currently being developed by the city government become tourist area that until now has not
managed optimally. There are indications of changes in the area function used conventionally
and are not integrated, leading to degradation in the region. To ensure the space according to
their distribution functions, we need a system design concept of spatial planning and

management and appropriate utilization in the utilization zone, so it can benefit optimally.
The purpose of this study is: (1) mapping function coastal region of space using the
sectoral approach and aspects of spatial aspects, (2) designing and modeling a system of coastal
area development on resource use, so that it can be seen simultaneously utilization rates of
current and future, (3) prepare a document for coastal development planning /coastal city of
Kupang which allows to set various options for the purpose of optimization of space utilization
with various changes of variables on an ongoing basis.
Location research performed in the Kupangcity in particular Part II Urban Area (BWK II)
that are geographically north bordering the Kupang Bay, south of the BWK V, west to east BWK
I and III with BWK. The administration BWK II consists of 7 (seven ) villages: Village of
Kelapa Lima, Village of West Oesapa, Village of TuakDaunMerah, Village of Fatululi, Village
of KayuPutih, Village of Nefonaekand Village of PasirPanjang.
By law No. 12 in 2011 will be the development direction towards KupangCity
(waterfront city ) in the development of this condition causes the area of land use patterns will be
utilized to Kupang support the concept that no exception BWK region II became one of the
impact of the concept of the city. Based on a map of the city of KupangBWK II wider region as a
whole ranges from 12.46 km2 zone intended for government, education, commerce, tourism and
services.
Of the land use plan are allocated 79.94 % to 20.06 % while the built land intended for
the open land and Sports Recreation Area, funerals and green space areas. Meanwhile, according

to the concept of spatial planning as stipulated in Law no. 26 in 2007 . The government stipulates
that open space should reach 40 %, consisting of 20% of the road network and 20% for non- road
open spaces such as parks ( 12.5%) and other public facilities such as sports facilities, etc should
be at 7.5%. In addition to the area / space shall prepare RTH awakened by 10%. So the total
green space that must be prepared by the government to the public should be at a minimum 30%.
Kupang in land use are contained in Regulation No. 12 in 2011 included only approximately
0.64 % or 0.08 km2 green space so that the tendency of land use in BWK II woke up to a very
large area.
4

The increasing number of population in the Kupang City(BWK II) has an impact on the
spread of settlements / housing community either by itself or by the developer. In addition, with
the increasing growth of the building , causing stores also increased the rate of land use . From
the above aspects of infrastructure development that dominance will continue to experience
dynamic / growth , namely in trade and services, hospitality and residential. While the facility is
open land such as parks , sports venues are not experiencing growth as driven by infrastructure
development
.
Keywords: Land, Coastal Region ,Sectoral Aspects


5

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK SISTEM PENJADWALAN EKONOMIS
PADA UNIT – UNIT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD) UNTUK
MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) DI KOTA
KUPANG
Sri Kurniati1, Sudirman2, dan Nursalim3
Email:sri_kurniati@yahoo.comdansridirman@yahoo.comdanallinkoe@yahoo.com

Mengoperasikan suatusi stem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat pembangkit
listrik, perlu suatu koordinasi di dalam penjadwalan pembebanan besar daya listrik yang di
bangkitkan masing-masing pusa tpembangkit listrik, sehingga diperoleh biaya pembangkit yang
minim. Dalam suatu system tenaga listrik yang terdiri dari Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) dan
Pusat Listrik Tenaga Termal, telah diketahui bahwa biaya pembangkitan energy listrik dari
pembangkit termal adalah lebih besar di bandingkan dengan biaya pembangkitan dari
pembangkit hidro, untuk menghasilkan daya yang sama. Masalah pada operasi system tenaga
listrik seperti diatas adalah dalam melayani beban listrik yang tertentu besarnya dan dalam
selang waktu tertentu, dimana dibangkitkan energy listrik yang maksimum pada pusat listrik
tenaga air dan optimal pada pusat listrik tenaga termal. Hal tersebut dikenal sebagai masalah
optimisasi pembangkitan energilistrik.

Sistem tenaga listrik yang besar yang memiliki pembangkit-pembangkit termal seperti
PLTU, PLTD dan PLTG akan menghadapi permasalahan dalam hal biaya bahan bakar untuk
pengoperasiannya. Hal ini disebabkan harga bahan bakar yang cenderung mengalami kenaikan
dari waktu kewaktu, sementara biaya bahan bakar merupakan bagian yang terbesar dari biaya
operasi pembangkitan secara keseluruhan, sehingga pengurangan biaya bahan bakar akan
menghasilkan operasi pembangkitan yang lebihekonomis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengatur penjadwalan unit-unit
pembangkit PLTD Kota Kupang dan untuk mengetahui perbedaan biaya yang diperlukan
setelah unit-unit pembangkit PLTD dioptimisasi dengan menggunakan metode gradient orde
dua. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dan
observasi lapangan, yang menekankan pada peluang penghematan penggunaan BBM sehingga
diperoleh nilai harga yang lebih murah setelah dilakukan optimisasi pembangkit dan melakukan
perancangan perangkat lunak dengan melakukan simulasi dengan menggunakan metode gradient
orde dua dan fuzzy logic. Sedangkan pengolahan data menggunakan simulasi dengan perangkat
keras komputer PC Pentium I3 dan perangkat lunak MATLAB versi 2010a.
Lokasipenelitiandilakukanpada PLTD TenauKupangdenganpengambilan data penggunaan
BBM, daya yang dibangkitkan serta daya terpasang dan daya mampu selama 3 bulan terakhir,
yaitu bulan Desember 2012, Januari 2013 dan Pebruari 2013. Data yang digunakan adalah data
– data dari pembangkit milik PLN yang terdiridari MAK I, MAK II, MAK III, MAK IV,
MIRRLEES II, MIRRLEES III, CATERPILLAR II dan SULZER 40/48 sebagai data sekunder

pada penelitian ini. Pada PLTD Tenau Kupang yang memiliki total 8 pembangkit yang
beroperasi pada 3 bulan terakhir ini dan juga beberapa mesin sewaan (rental) guna melayani
kebutuhan daya beban. Pada saat beban puncak malam hari, maka semua unit diesel generator
tersebut beroperasi, sedangkan diluar waktu beban puncak, maka yang memikul beban adalah
dua sampai tiga unit pembangkit yang memiliki daya yang besar dan untuk kenaikan beban
tertentu, maka ditambah dengan pengoperasian unit diesel ganerator yang memiliki daya yang
sedikit lebih kecil untukmemenuhi kebutuhantersebut.
6

Besarnya konsumsi bahan bakar tiap unit pembangkit per kWh dan daya yang dibangkitkan
pada tahun 2012 (Desember) dan 2013 (JanuaridanPebruari) dapat dilihat padaTabel 5.2, 5.3 dan
5.4. Dari Tabel5.4 dapat dilihat bahwa selamaTahun 2013 (Februari) unit Mak III merupakan
unit yang paling banyak jam operasinya, yaitu 629 dengan pemakaian bahan bakar sebesar
249.839 liter dan energi yang dihasikan sebesar 951.960 kWh. Unit Sulzer 40/48 adalah unit
yang paling sedikit jam operasinya, yaitu 302 jam dengan pemakaian bahan bakar sebesar
282.420 liter dan energi yang dihasilkan sebesar 1.009.700 kWh.
Dari data Tabel 5.5 terlihat bahwa daya terpasang pembangkit system Kupang terbesar
adalah PLTD Mirrlees II &III 5,218 MW/unit, kemudian PLTD Caterpillar sebesar 4,896 MW.
Sedangkan menurut informasi yang didapat dari PLTD Tenau Kupang, bahwa dengan Faktor
Kapasitas (CF) rata-rata 61,08 % untuk Mirrlees II pada Bulan Desember, maka pembangkit

Mirrlees II tidak dapat beroperai membangkitkan daya sesuaidaya terpasangnya. Dengan cos phi
tiap – tiappembangkitsebesar 0,9didapatdayapembangkitan (MVA) dengancara : contoh daya
pembangkitan pada pukul 01.00 per tanggal 16 Desember 2012. Kemudian dari dataTabel 5.7
terlihat bahwa daya terpasang pembangkit system Kupang terbesar adalah PLTD Mirrlees I
5,218 MW, kemudian PLTD Caterpillar sebesar 4,896 MW. Menurut informasi yang didapat
dari PLTD Tenau Kupang, terjadi penurunan factor kapasitas pembangkit dari Bulan Desember
(2012) ke Januari (2013) dengan Faktor Kapasitas (CF) rata-rata 56,55 %. Selanjutnya, untuk
Mirrlees II di Bulan Januari, maka pembangkit Mirrlees II tidak dapat beroperasi
membangkitkan daya sesuai daya terpasangnya.
Dari data Tabel 5.9 terlihat bahwadaya terpasang pembangkit system Kupang terbesar
adalah PLTD Sulzer 40/486,3 MW, kemudian PLTD Mirrlees Isebesar 5,218 MW. Menurut
informasi yang didapat dari PLTD Tenau Kupang, terjadi penurunan factor kapasitas
pembangkit dari bulan Desember (2012), Januari (2013), Pebruari dengan Faktor Kapasitas
(CF) rata-rata 55,30 % untuk Mirrlees II di bulan Januari, maka pembangkit Mirrlees II tidak
dapat beroperasi membangkitkan daya sesuai daya terpasangnya. Sedangkan untuk pembangkit
Sulzer 40/48 yang tidak beroperasi di bulan sebelumnya (Desember dan Januari) mempunyai
Faktor Kapasitas (CF) rata-rata 23,849 %, sehingga tidak dapat beroperasi membangkitkan daya
sesuai daya terpasangnya dikarenakan beberapa hal teknis dan ekonomisnya. Kemudian jika kita
lihat hubungannya antara daya mampu, baban puncak dan daya cadangan, terlihat bahwa dari
bulan desember 2012 sampai februari 2013, daya mampu pembangkit dapat dikatakan stabil,
sementara beban puncak juga cenderung stabil dengan cadangan daya tidaklah terlalu banyak
seperti diperlihatkan dalamTabel 4.11.
Kata Kunci: Dayamampu, BebanPuncak, BebanDasar
Operate a power system consisting of several power plants, needs a scheduling
coordination within large loading generate electrical power in each power station, in order to
obtain the minimal cost of generation. In a power system consisting of a Central Water Power
(hydropower) and Thermal Power Plant, it is known that the cost of generating electricity from
thermal plants is greater in comparison with the cost of generation from hydro plants, to produce
the same power. Problems in power system operation as above is in serving a certain amount of
electrical load and, at intervals, in which the electrical energy generated at the maximum hydropower and optimal thermal power plants. This is known as an optimization problem of electrical
energy generation.
Large electric power systems that have thermal plants such as power plants, diesel and
gas power plant will face problems in terms of fuel costs for the operation. This is due to fuel
7

prices tend to rise over time, while fuel costs constitute the largest part of the overall operating
costs of generation, resulting in a reduction in fuel costs will result in the generation of a more
economical operation .
The purpose of this study is to determine how to set scheduling diesel generating units
Kupang and to determine differences in the costs required after the diesel generating units
optimized by using a second order gradient method. The method used in this study is the
experimental method and field observations, which emphasizes the use of fuel-saving
opportunities in order to obtain a lower price values after generating and perform design
optimization software by performing simulations using a second order gradient methods and
fuzzy logic. While processing the data using a simulation with computer hardware i3 and
Pentium PC software MATLAB 2010a version .
Location research conducted in PLTD Tenau-Kupang usage data retrieval , as well as the
generated power installed capacity and power output during the last 3 months, the month of
December 2012, January 2013 and February 2013. The data used is the data from PLN power
plant consisting of MAK I, II MAK, MAK III, IV MAK, Mirrlees II, III Mirrlees, CAT II and
SULZER 40/48 as secondary data in this study. In PLTD Tenau-Kupang which has a total of 8
plants operating in the past 3 months and also some machine rental in order to serve the needs of
the power load. At the time of the evening peak load, then all units are operating diesel
generators, while outside the peak load time, then the burden is two to three generating units that
have great power and to a certain load increase, then coupled with the operation of the diesel
units ganerator has a slightly smaller to meet these needs.
The amount of fuel consumption per unit of power per kWh and power generated in 2012
(December) and 2013 (January and February) can be seen in Table 5.2, 5.3 and 5.4. From Table
5.4 it can be seen that during the year 2013 (February) Mak III units are the units most hours of
operation, namely the use of 629 to 249.839 liters of fuel and energy dihasikan of 951.960 kWh.
Sulzer Unit 40/48 is the fewest hours of unit operation, which is 302 hours with the use of 282
420 liters of fuel and energy amounted to 1.0097 million kWh produced.From the data in Table
5.5 shows that the installed Kupang power generation system is the largest II& III Mirrlees diesel
with 5.218 MW/unit, then Caterpillar diesel at 4.896 MW. Meanwhile, according to information
obtained from PLTDTenauKupang , that the capacity factor ( CF ) average 61.08 % for the
Mirrlees II in December, then the plant can not operate Mirrlees II generate power according to
their installed power. With power factor each plant generating power of 0.9 obtained (MVA) by
the way: the example of power generation at 01.00 as at December 16, 2012. Then from the data
in Table 5.7 shows that the installed Kupangpower generation system is the largest Mirrlees I
diesel with 5.218 MW, then diesel Caterpillar of 4,896 MW. According to information obtained
from PLTD TenauKupang, a decrease in the capacity factor of the plant in December (2012) to
January (2013) with a capacity factor ( CF ) average 56.55 % . Furthermore, for the Mirrlees II in
January, then the plant can not operate Mirrlees II generate power according to their installed
power .
From the data in Table 5.9 shows that the installed Kupangpower generation system is
the largestSulzer diesel 40/48 with 6.3 MW, then diesel Mirrlees I of 5.218 MW. According to
information obtained from PLTD TenauKupang , a decrease in the capacity factor of the plant in
December (2012), January (2013), February the Capacity Factor (CF) average 55.30 % for the
Mirrlees II in January, the plant Mirrlees II can not operate generate power according to their
installed power. As for Sulzer plant 40/48 is not operating in the previous month (December and
January) have the capacity factor (CF) average 23.849 %, so the operation can not generate
power according to their installed power due to some technical and economic terms. Then if we
8

see the relationship between power output, peak load and backup power, it appears that from the
December 2012 to February 2013, the power can be said to be capable of generating stable,
while the peak load is also likely to be stable with a backup power not so much as shown in
Table 4.11 .
Keywords : Power capable, Peak Load, Load Basis

9

KAJIAN AWAL PENGGUNAAN ISOLATOR POLIMER PADA PERENCANAAN
SALURAN TRANSMISI UNTUK MENINGKATKAN KEANDALAN SISTEM TENAGA
LISTRIK DI NUSA TENGGARA TIMUR
Sudirman S1. dan Sri Kurniati A2
Email: sridirman@yahoo.comdansri_kurniatia@yahoo.com

Daerah pantai dan industri merupakan daerah utama penghasil pengotoran pada
permukaan isolator. Lapisan polutan pada permukaan isolator biasanya terdiri dari komponen
isolatif dan komponen induktif. Jika terjadi pembasahan pada lapisan pengotor akan mengalir
arus bocor yang cukup besar. Arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator yang terpolusi
ini akan memicu terjadinya peluahan sebagian. Peluahan ini ditandai dengan munculnya nyala
api pada lapisan polutan permukaan isolator tersebut. Akibat pengaruh hubung singkat ini arus
bocor yang mengalir menjadi lebih besar sehingga menimbulkan pemanasan lanjutan dan
menghubung singkat lapisan polutan berikutnya. Selanjutnya timbul busur api karena adanya
peluahan yang semakin panjang. Apabila panjang busur yang terjadi dapat menjembatani
konduktor dengan penyangga isolator, maka terjadilah peristiwa lewat denyar (flashover) pada
isolator tersebut.
Adapunyang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah melakukan pengkajian
unjuk kinerja bahan isolator polimerterhadap iklim tropis NTT yang mempunyai musim kemarau
lebih panjang dari musim hujan. Sedangkan tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan
analisis tingkat kegagalan isolator polimer dengan melakukan pengukuran arus bocor dengan
mempertimbangkan temperatur, kelembaban dan tekanan, serta melakukan studi sifat hidrofobik
permukaan dan arus bocor dari bahan isolator polimer.
Berdasarkan hasil pengukuran sifat kimiawi terlihat bahwa konduktivitas larutan sebelum
ada polutan (air dan NH4Cl ) mempuyai nilai yang lebih besar disbanding dengan konduktivitas
sesudah ada polutan, hal ini dikarenakan pada polutan PT. Semen Kupang mengandung zat-zat
kimia yang bukan merupakan penyumbang komponen konduktif dan juga memiliki sifat yang
tidak mudah terurai menjadi ion dalam suatu larutan. Sedangkan hasil perhitungan dapat kita
lihat bahwa kandungan ESDD pada isolator semakin meningkat dengan bertambahnya
konsentrasi polutan pada larutan untuk tiap – tiap pengujian yaitu 40 mg / ml. Dengan besar
kenaikan ESDD mulai dari 1.8x10-4 pada konsentrasi polutan 20 mg / ml hingga mencapai
2.9x10-3 pada konsentrasi polutan 180 mg/ml, dengan jumlah rata-rata dari ESDD yaitu 1.3x10-3.
Berdasarkan klasifikasi tingkat polusi menurut Standar IEC No. 815 tahun 1994, maka dapat
dikatakan bahwa tingkat polusi pada isolator pasangan luar di Kupang berada pada tingkat yang
sangat ringan dengan harga 0-0,03 mg/cm2. Selanjutnya, berdasarkan hasil pengukuran sifat
fisika terlihat perbedaan sudut kontak antara material isolator keramik (bersih dan yang
berpolutan) dan material isolator polimer.Polimer yang mempunyai sifat hidropobik sehingga
memiliki jumlah sudut kontak yang besar, sedangkan untuk material isolasi keramik yang
bersifat hidropilik memiliki jumlah sudut kontak yang kecil.
Pada pengujian sifat listrik, karakteristik arus bocor pengaruh tekanan termal dapa dilihat
bahwa besarnya arus bocor berbanding terbalik dengan suhu / temperatur, yaitu pada suhu
20°Cnilaiarusbocor yang terukur adalah 0,169mA dan pada suhu 47°C nilai arus bocor yang
terukur turun hingga 0,143mA, dalam arti semakin besar temperatur / suhu disekitar isolator
maka, semakin rendah nilai arus bocornya. Kemudian karakteristik arus bocor terhadap
kelembaban dan juga pengaruh intensitas hujan naik dari 0,143 mA pada kelembaban 55%
10

hingga 0,169 pada kelembaban 100%, dan untuk kondisi di bawah terpaan intensitas curah hujan
nilai arus bocor naik dari harga 0,767 pada intensitas curah hujan 0,05 mm/min hingga 1,17 mA
pada intensitas curah hujan 1,00 mm/min. Dalam hal ini, keadaan basah atau lembab arus bocor
yang mengalir pada permukaan isolator akan mengalami peningkatan, dalam arti isolator akan
mudah terjadi arus bocor pada keadaan udara lembab / basah / hujan yang akan menurunkan
fungsi isolator.
Kata Kunci: ESDD, Polutan, Hidrofilik, Hidrofobik
Coastal regions and industries is a major area of discoloration on the surface of the
insulator producer. Pollutants on the surface of the insulator layer usually consists of isolatif
components and inductive components. If there is wetting the impurity layer leakage current will
flow big enough . Leakage current flowing on the surface of the polluted insulators will trigger a
partial discharge . This discharge is characterized by the appearance of the flame on the insulator
surface layer of pollutants. Due to the influence of the short circuit leakage current that flows
into a larger, causing further warming and connect briefly next layer of pollutants. Furthermore
arise because of the discharge arc is getting longer. If the arc length is happening to bridge
conductors with an insulator buffer, then there was a flashover event (flashover) on the insulator.
As for the specific purpose of this study is to conduct performance assessment
performance polymer insulator material to the tropical climate of NTT that have a longer dry
season than the wet season. While the general purpose of this study is to analyze the polymer
insulator failure rate by measuring the leakage current by considering the temperature, humidity
and pressure, as well as to study the surface hydrophobic properties and leakage current of
polymer insulators .
Based on the results of measurements of the chemical properties shows that the
conductivity of the solution before any pollutants ( water and NH4Cl ) have value greater than
the conductivity after no pollutants, this is due to the pollutants PT . Semen Kupang contain
chemicals that are not a contributor to the conductive component and also has properties that do
not easily break down into ions in a solution . While the results of the calculation we can see that
the content of the insulator ESDD increased with increasing the concentration of pollutants in the
solution for each test is 40 mg / ml . With the large increase in ESDD ranging from 1.8x10 - 4 to
the pollutant concentration of 20 mg / ml up to 2.9x10 - 3 in pollutant concentration of 180 mg /
ml, with an average number of ESDD is 1.3x10 - 3. Based on the classification of the level of
pollution according to IEC Standard No. 815 1994, it can be said that the level of pollution in the
outside pair insulator in Kupang is at a level that is extremely lightweight with prices from 0 to
0.03 mg/cm2. Furthermore, based on the results of measurements of physical properties of
visible difference in the contact angle between the ceramic insulator material (clean and the
pollutants ) and a polymer insulator material. Polymer having hydrophobic properties that have a
large number of contact angle , while the ceramic insulating material that is hydrophilic has a
number of small contact angles .
In testing the electrical properties, leakage current characteristics influence the thermal
pressure have seen that magnitude of leakage current is inversely proportional to the temperature,
which is at a temperature of 20°C measured value of leakage current is 0.169 mA and at a
temperature of 47°C measured value of leakage current down up to 0.143 mA , in the sense that
the greater the temperature around the insulator, the lower the value of the leak current. Then
against moisture leakage current characteristics and also the influence of rain intensity increased
from 0.143 mA at 55 % humidity up to 0.169 at 100 % humidity, and exposure to conditions
11

under rainfall intensity value of leakage current prices rose from 0.767 to 0.05 mm of rainfall
intensity / min to 1.17 mA at rainfall intensity of 1.00 mm / min. In this case, wet or damp state
leakage current flowing on the insulator surface will increase, within the meaning of the insulator
leakage current will easily occur in a state of moist air / wet / rain will degrade the insulator
function
.
Keywords : ESDD, Pollutants, Hydrophilic, Hydrophobic

12

RANCANG BANGUN DISTALATOR SOLAR ENERGI SKALA RT SEBAGAI
PREDIKTOR PENGUATAN KOMPONEN KESEHATAN
PRODUKSI AIR TAWAR DARI AIR LAUT
Hari Rarindo1, Harijono2, Suwari3
Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana
E-mail: penfui58@gmail.com
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) merancang distalator tenaga skala rumah tangga
dalam memproduksi air tawar dari air laut sebagai penguatan komponen kesehatan, (2) produk
air bersih dengan kualitas standar kesehatan, (3) produk garam dapur pengelolaan lanjutan secara
higienes, (4) mengetahui kuantitas/kualitas air tawar yang dihasilkan, (5) penyusunan
rekomendasi yang akan disampaikan sebagai bukti empiris penggunaan distalator untuk
memproduksi air tawar dari air laut. Data dikumpulkan dengan pengamatan lapangan.
Hasil penelitian adalah (1) alat distalator tenaga surya skala rumah tangga, (2) produk air
bersih yang memenuhi standart kesehatan, (3) produk garam dapur yang masih perlu proses
lanjutan, (4) kuantitas air tawar yang dihasilkan oleh distalator tenaga surya atau destilan secara
lengkap.
Kata Kunci: Penguatan kesehatan lingkungan, Rancangan distalator

13

KAJIAN BIOMASSA ALGA TERAKTIVASI Na, K dan Ca SEBAGAI KANDIDAT
BIOSORBEN BARU
Yohanes Buang, PhD dan Dr. Suwari
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik
Proses bioakumulasi dan pemisahan logam berat seperti kadmium (Cd) dan merkuri (Hg)
membutuhkan biomaterial baru yang banyak tersedia secara lokal dan murah untuk aplikasi
teknik biosorpsi menggunakan biosorben. Biosorben terpilih diharapkan memiliki kapasitas
sorpsi dan selektifitas tinggi terhadap logam berat tertentu. Penelitian diawali dengan sampling
alga hijau di Pantai Tablolong dan sampling alga merah di Pantai Pulau Semau Kabupaten
Kupang, selanjutnya preparasi sampel dan pembuatan biosorben dari biomassa alga teraktivasi
Na, K, Ca, terprotonasi, dan biomassa tanpa aktivasi sebagai pembanding. Karakteristik
biosorben terhadap kapasitas sorpsi ion Cd(II) dan Hg(II) diteliti. Parameter eksperimen yang
mempengaruhi proses biosorpsi seperti waktu kontak, pH, volume kontak, konsentrasi biomassa
dan konsentrasi ion Cd(II) dan Hg(II) awal dikaji. Hasil penelitian menunjukan bahwa
biosorben-Ca memiliki kapasitas sorpsi tertinggi terhadap ion Cd(II) maupun Hg(II) berturutturut sebesar 15,79 – 17,44 mg Cd(II) /g biosorben dan 18,81 – 18,83 mg Hg(II) / g biosorben.
Kondisi optimum hasil optimasi, proses biosorpsi ion Cd(II) menggunakan biosorben-Ca adalah
waktu kontak 60 menit, pH 5, volume kontak 125 ml, konsentrasi ion Cd(II) awal 300 mg/L dan
dosis biosorben-Ca 1,0 g/L. Pada kondisi ini, kapasitas sorpsi biosorben terhadap ion Cd(II)
mencapai 65,41 – 73,48 mg Cd(II)/g biosorben dengan efisiensi sorpsi 94,16 – 97,93%.
Sementara kondisi optimum proses biosorpsi ion Hg(II) adalah waktu kontak 90 menit, pH 4,
volume kontak 125 ml, konsentrasi ion Hg(II) awal 300 mg/L dan dosis biosorben-Ca 1,5 g/L
yang menghasilkan kapasitas sorpsi 58,22 - 60,48 mg Hg(II)/g biosorben-Ca dengan efisiensi
sorpsi 88,48 – 92,29%. Kapasitas dan efisiensi pemisahan ion Cd(II) dari biosorben-Ca yang
berasal dari biomasa alga hijau lebih tinggi dibandingkan biosorben-Ca dari biomassa alga merah
dan kapasitas sorpsi kedua jenis alga terhadap ion Cd(II) lebih tinggi dibandingkan kapasitas
sorpsi terhadap ion Hg(II).

14

PENGEMBANGAN MESIN PENDINGIN EVAPORATOR GANDA SINGLE STAGE
SYSTEM UNTUK PENGAWETAN IKAN DI KAPAL PENANGKAP IKAN
TRADISIONAL
Matheus M. Dwinanto!, Yunita A. Messah2, Verdy A. Koehuan3
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik
Hasil perikanan laut mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan
pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang
perikanan. Untuk mewujudkan peranan tersebut, hasil perikanan harus dapat mengikuti
persyaratan yang dapat menjamin mutu dan keamanan yang diinginkan oleh konsumen. Salah
satu faktor yang mempengaruhi mutu produk perikanan adalah jarak ke pelabuhan (atau tempat
pendaratan ikan). Persoalan jarak ini menjadi lebih nyata pada wilayah-wilayah tropis (seperti di
laut Sawu, wilayah laut di Nusa Tenggara Timur) dibanding pada iklim yang lebih dingin. Suhu
udara yang lebih panas meningkatkan tingkat penurunan kualitas, khususnya apabila hasil
tangkapan ditumpuk di atas geladak dengan sedikit atau tanpa es untuk menjaganya tetap dingin.
Sengatan sinar matahari dengan cepat menjadikan ikan terlalu panas dan mempercepat
penurunan mutu ikan pasca penangkapan. Penanganan pasca penangkapan ikan, dan
pengangkutan ikan memegang peranan penting dan merupakan bagian yang tak terpisahkan
untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal dalam proses pemasaran. Pengembangan mesin
pendingin evaporator ganda ini dilakukan agar pasca penangkapan dan setelah ikan segar
disortasi, ikan tersebut dimasukkan ke dalam kedua kotak pendingin dan pembeku berdasarkan
ukurannya (ikan berukuran besar dan ikan berukuran kecil) sehingga memudahkan dalam
distribusi dan pemasaran. Keberhasilan yang diharapkan akan diperoleh dari penelitian ini adalah
koefisien prestasi (COP) yang tinggi dari mesin pendingin, dan mutu ikan yang mampu
dipertahankan untuk tetap memiliki nilai jual yang tinggi. Hasil pengujian awal dalam penelitian
ini adalah mesin refrigerasi evaporator ganda single stage system hasil rancangbangun ini telah
mampu bekerja dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan temperatur ruang kedua
kotak pendingin yang dapat mencapai ± -6 oC dalam waktu pengujian 60 menit. Rangka kotak
pendingin yang digunakan dari bahan kayu jati dan kayu multipleks, serta isolator dari
polyurethane telah mampu menekan rugi kalor dari udara sekitar kotak pendingin sebagi akibat
perpindahan kalor konduksi yang terjadi pada dinding kotak pendingin selama mesin refrigerasi
bekerja. Pengujian awal mesin refrigerasi ini memberikan koefisien performans (COP) sebesar
6,09 dan dengan kapasitas refrigerasi sebesar 24,39 kW.
Kata kunci : Mesin pendingin, evaporator ganda, pengawet ikan

15

MODEL STRATEGIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN
NUSA TENGGARA TIMUR (INDONESIA) DENGAN TIMOR LESTE
Jauhari Effendi1, Sri Kurniati2, Sudirman3, dan RuslanRamang4
Email: jafe64@yahoo.co.id, sri_kurniatia@yahoo.com, sridirman@yahoo.com,
danruslan.ramang@gmail.com

Dari aspek infrastruktur, sebagian besar wilayah perbatasan ternyata belum memiliki
sarana dan prasarana wilayah yang memadai, sehingga mengakibatkan keterisolasian wilayah
dan tidak berkembangnya kegiatan ekonomi, serta potensi terjadinya disintegrasi. Dari aspek
kebijakan, selama ini arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang ada cenderung
berorientasi inward looking, sehingga seolah-olah kawasan perbatasan tersebut hanya menjadi
halaman belakang dari pembangunan nasional. Akibatnya kawasan perbatasan dianggap bukan
merupakan wilayah prioritas pembangunan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Tujuan jangka panjang dari penelitian ini meliputi: (1) penyusunan kebijakan, peraturan,
standar minimum, dan rencana tindak pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; (2)
peningkatan kerjasama antarwilayah, antarsektor, dan antarpelaku dalam pengembangan wilayah
strategis dan cepat tumbuh; (3) peningkatan peran pemerintah daerah sebagai perencana dan
pelaksana pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh melalui peningkatan kualitas SDM
pemerintah daerah dan fasilitasi pemerintah pusat.Sedangkan target khusus yang ingin dicapai
adalah (1) mengkaji potensi wilayah dalam rangka membuat model pengembangan kawasan
perbatasan NTT-Timor Leste; (2) membuat suatu master plan pengembangan wilayah perbatasan
sebagai rencana strategi pengelolaan wilayah perbatasan; (3) melakukan pemetaan fungsi ruang
wilayah perbatasan dengan menggunakan pendekatan aspek sektoral dan aspek spasial; (4) dan
menyusun Rencana Investasi Program Jangka Menengah (RPIJM).
Untuk mencapa itu juan tersebut, maka digunakan metode desktriptif dan pendekatan
empirik. untuk menghasilkan model teoritis pengembangan kawasan perbatasan dilakukan proses
dengan membandingkan model teoritis dari beberapa kasus di negara yang telah berhasil maupun
gagal dalam mengembangkan kawasan perbatasan. Analisis deskriptif dilakukan terhadap
beberapa model empirik dinegara lain berdasarkan potensi wilayahnya dengan beberapa asumsi,
konsep dan konteks tertentu sehingga didapatkan model teoritis.
Berdasarkan perhitungan LQ selama periode tahun 2006-2010, maka secara rata-rata dapat
diidentifikasi bahwa sector perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor basis Kabupaten
Belu. Walaupun terlihat bahwa pada tahun 2006 dan 2007 belum menunjukkan sektor basis,
tetapi setelah memasuki tahun 2007 – 2010 sektor ini mengalami peningkatan yang cukup
signifikan melampaui 2 sektor lainnya yang menjadi sektor basis pada tahun 2007 -2010
(pertanian, dan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan). Kedua sector tersebut menjadi sector
basis setelah memasuk tahun 2007 – 2010 yang secara rata-rata dapat diidentifikasikan sektorsektor yang merupakan sektor basis adalah sector pertanian dengan nilai LQ sebesar 1,18, dan
sector keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai LQ sebesar 1,11. Setelah
memasuki tahun 2008 muncul lagi dua sektor basis, yakni sector industry pengolahan dengan LQ
sebesar 1,03 dan sector perdagangan, hotel dan restoran dengan besar LQ sebesar 1,83. Bahkan
khusus sector perdagangan, hotel dan restoran dapat mengungguli kedua sektor basis
sebelumnya. Selanjutnya, tahun 2010 muncul beberapa sektor yang menjadi sektor basis,

16

diantaranya sector pertambangan dan penggalian dengan LQ sebesar 1,04, sector pengangkutan
dan komunikasi dengan LQ sebesar 1,06. Oleh karena itu, dengan berdasarkanTabel 5.7 dapat
disimpulkan, bahwa sector perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor basis sejak 20082010 sehingga mampu memenuhi kebutuhan di dalam Kabupaten Belu, serta mempunyai potensi
untuk memenuhi kebutuhan kabupaten lain yang ada di NTT. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran dengan rata-rata LQ (2006 – 2010) = 1,38 artinya secara teoritis sebanyak 27,5%
(0,38/1,38) hasilnya dapat diekspor dan sisanya 72,5% dapat dikonsumsi sendiri. Sementara
sektorlainnya, yaitu sector pertanian, sector pertambangan & penggalian, industry pengolahan,
listrik, gas & air bersih, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan & jasa
perusahaan, jasa – jasa lainnya mempunyai nilai LQ lebih kecil dari satu sehingga dimasukkan
sebagai sektor non basis di Kabupaten Belu.Namun demikian, secara keseluruhan terdapat 6
sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan guna meningkatkan PDRB Kabupaten Belu
di tahun-tahun mendatang.
Dari hasil perhitungan analisis Shift-Share, menunjukkan bahwa semua sektor di wilayah
Kabupaten Belu laju pertumbuhannya tidak kompetitif atau lebih lambat dengan laju
pertumbuhan provinsi NTT secara keseluruhan (semua nilai Nij menunjukkan nilai negatif).
Sedangkan pengaruh bauran industrinya menunjukkan nilai positif (rin>rn(-0,125)) pada sektor
pertambangan dan penggalian (-0,1317); listrik, gas, dan air bersih (-0,1320); bangunan
(-0,1419); keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (-0,1450); serta jasa-jasa (-0,1316)
yang mengindikasikan bahwa kesempatan kerja (diasumsikan sebagai variabel wilayah) di
sektor-sektor tersebut tumbuh lebih cepat dari pada kesempatan kerja pada sektor-sektor secara
keseluruhan. Selanjutnya, untuk empat sektor lainnya, yaitu sektor pertanian; industri
pengolahan;perdagangan, hotel danrestoran; danpengangkutandankomunikasipengaruh bauran
industrinya bertanda negatif (rinrn (-0.125) in the mining and quarrying sector (-0.1317); electricity, gas, and water (0.1320); building (-0.1419), finance, leasing, and business services (-0.1450), as well as services
(-0.1316) which indicates that employment opportunities (assumed as variable regions) in these
sectors grew faster than employment in the sector - sector as a whole. Furthermore, for the four
sectors, agriculture, manufacturing, trade, hotels and restaurants, and transport and
communications industry mix effect is negative (rin