METODE PEMAHAMAN HADIS NABI SYAIKH YUSUF AL-QARADHAWI

  

METODE PEMAHAMAN HADIS NABI

SYAIKH YUSUF AL-QARADHAWI

  1 Surahmat Abstract

Hadith as one of the sources of law (read; Istimbat Ahka@m Syar'iyyah) have a

complex problem, both in terms of authenticity and in terms of interpretation.

Islamic teachings in the Qur'an is a universal global nature, a lot of detailed

explanations in the hadith of the Prophet, but their meanings; the interpretation of

the hadith which is not comprehensive, so the impact on the traditions that are not

used by some groups. Yusuf Qaradawi (manhaj contemporary scholars of Ahlus

Sunnah, born in Egypt, experts in various disciplines, including jurisprudence and

Hadith) understand tradition as a Hadith Nabawi membumikan effort by several

methods such as by combining tradition with the Koran, test the validity of a

traditions with authentic traditions topic, closer to the principal and sole discretion

shari'ah or general purpose. Hadis sebagai salah satu sumber hukum (baca; Istimbat Ahka>m Syar’iyyah)

memiliki permasalahan yang kompleks, baik dari segi keotentikan maupun dari segi

interpretasi. Ajaran Islam dalam al Qur'an adalah bersifat universal yang global,

banyak penjelasan yang diperinci dalam hadis Nabi, akan tetapi adanya

pemaknaan;interpretasi hadis yang tidak komprehensif, sehingga berdampak pada

hadis-hadis yang tidak digunakan oleh sebagian kelompok. Yusuf Qaradhawi

(ulama kontemporer yang bermanhaj Ahlus Sunnah, lahir di Mesir, ahli dalam

berbagai disiplin ilmu, termasuk diantaranya fiqih dan hadis) memahami hadis

sebagai upaya membumikan hadis Nabawi dengan beberapa metode diantaranya

dengan memadukan hadis dengan al- Qur’an, menguji kesahihan suatu hadis

dengan hadis-hadis sahih yang setema, lebih mendekati pokok dan lebih sesuai

dengan kebijaksaan syari’ah atau tujuan umum syari’ah.

  Kata kunci: Hadis, Metode Pemahaman, Yusuf al-Qaradhawi

I. Pendahuluan

  2 Kajian hadis Nabi saw sampai saat ini masih tetap menarik, meski tidak

  yang semarak yang terjadi dalam studi atau pemikiran terhadap al- 1 Qur’an. Faktor 2 Dosen STAIN Kediri

Menurut Ulama mutaqaddimi>n, hadis adalah segala perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang

  

disandarkan kepada Nabi saw pasca kenabian, sementara sunnah adalah segala sesuatu yang diambil

dari Nabi saw tanpa membatasi waktu. Sedangkan ulama hadis muta’akhkhiri>n berpendapat bahwa

hadis dan sunnah memiliki pengertian yang sama, yaitu segala ucapan, perbuatan atau ketetapan

Nabi saw

  . Lihat: Muhammad ‘Ajja>j al-Khati>b, Us}u>l al-Hadi>s ‘Ulu>muhu> wa Mus}t}aluhu> (Beiru>t: Dar al-fikr, 1989), 17-

  19. Sebagaimana dikutip oleh Suryadi “Dari Living

Sunnah ke Living Hadis” lihat Dosen Tafsir hadis, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), cetakan 1. 89. utama yang menjadi pemicu adalah kompleksitas problem yang ada, baik menyangkut otentisitas teks, variasai lafaz, maupun rentang waktu yang cukup panjang antara Nabi dalam realitas kehidupannya sampai masa kodifikasi ke dalam

  3 teks hadis.

  Membicarakan masalah hadis tidak akan menarik bila tidak dikaitkan dengan sejumlah kitab hadis buah karya cerdas ulama klasik yang demikian banyak jumlahnya. Akan tetapi, sayangnya tidak seluruh kumpulan kitab hadis tersebut sampai ke tangan generasi sekarang. Sebagian ada yang dapat ditemukan dan sebagian lagi hilang dari peredaran wacana khazanah intelektual keislaman. Kitab-

  4

  kitab hadis karya para mukharrrij al-Hadi>s , sangatlah beragam baik dilihat dari sistematika, metode, topik penghimpunan maupun kualitas hadis yang dikandungnya. Hal yang demikian sangat logis, mengingat dalam aktivitas penulisan dan pembukuan hadis, kriteria dalam menyaring hadis, obyek para

  

mukharrij tidak sama. Sebagai konsekuensinya, kitab-kitab hadis yang

  dihasilkannya memiliki banyak keragaman, baik menyangkut kualitas, kuantitas,

  5 sistematika maupun lainnya.

  Dengan adanya keberagaman kitab hadis terutama dari segi kualitas hadis yang dikandungnya, upaya meneliti validitas hadis-hadis yang termuat di dalamnya menjadi urgen dilakukan, agar umat Islam benar-benar mampu memilah-milih hadis antara yang valid (sahih;mutawatir;maqbul) dengan yang tidak valid (dha'if hatta maudhu'/palsu), untuk dapat dijadikan sebagai sumber ajaran agama (

  tasyri’)

  6 kedua (al-Mas}dar al-S{a>ni) dalam Islam.

  Dalam pembahasan ini, penulis akan kemukakan metode pemahaman Syaikh Yusuf Qaradhawi terhadap hadis Nabi dengan merujuk salah satu kitabnya

  3 4 Suryadi “Dari Living Sunnah ke Living Hadis”….87-88.

  

Mukharrrij al-Hadi>s yang dimaksudkan adalah ulama yang meriwayatkan hadis dan sekaligus

melakukan pengumpulan atau penghimpunan hadis dalam kitab hadis yang ditulisnya. Lihat M.

5 Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 18.

  

Umi Sumbulah, Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis (Malang: UIN-Malang Press,

6 2008), 3-4.

  Umi Sumbulah, Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis …4. yang paling monumental dan urgen dalam kajian hadis nabawi yakni: Kaifa Nata’ammal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah Ma’alim wa Dawabit.

II. Biografi Yusuf al-Qaradhawi A. Kelahiran dan Perjalanannya Dalam Mencari Ilmu

  7 Yusuf Qaradhawi lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turab

  di tengah Delta pada 6 September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal al- Qur’an. Menamatkan pendidikan di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, Qaradhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Kairo Mesir, di Fakultas Ushuluddin, mengambil bidang studi agama. Dan lulus tahun 1952 dimana ia mendapatkan

  

syahadah ‘aliyah. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke jurusan Bahasa Arab

selama dua tahun dan lulus dengan prestasi terbaik di antara lima ratus mahasiswa.

  Pada tahun 1957, Yusuf Qaradhawi masuk di Ma’had al-Buhuts wa Dirasah al-Arabiyah al-Aliyah sehingga berhasil meraih diploma bidang Bahasa dan Sastra Arab, kemudian ia melanjutkan studinya di Program Pascasarjana Universitas al- Azhar Kairo mengambil jurusan Tafsir Hadis selesai pada tahun 1960, kemudian ia melanjutkan ke Program Doktor selesai pada tahun 1972 (dalam waktu dua tahun), meskipun itu tidak sesuai dengan apa yang diprediksikan sebelumnya, dikarenakan tahun 1968-1970 ia di tahan oleh Pemerintah Militer Mesir atas tuduhan mendukung gerakan Ikhwan al-

  Muslimin. Judul disertasinya: “al-Zakah wa

  Atsaruha fi Halli al-Masyakil al- Ijtima’iyyah” (Zakat dan Pengaruhnya dalam

  Memecahkan Problematika Sosial), yang kemudian di sempurnakan menjadi Fikih Zakat. Sebuah buku komprehensif yang membahas persoalan zakat dengan nuansa

  8 modern.

B. Keluarga Yusuf al-Qaradhawi Yusuf Qaradhawi mempunyai tujuh orang anak, empat putri dan tiga putra.

  7 Istrinya adalah seorang penjaga yang amanah dalam mendidik anak-anaknya, saat

  

Desa ini dikenal sebagai deesa yang ramai. Disana dikuburkan salah seorang sahabat Rasulullah

Saw yang meninggal terakhir di Mesir, yakni Abdullah bin Haris bin Juz al-Zubaidi sebagaimana

yang ditulis oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dan yang lainnya. Lihat: Ishom Talimah, Al-Qaradhawi

Faqi>han yang diterjemahkan oleh Samson Rahman, Manhaj Fikih Yusuf Qaradhawi, (Jakarta:

8 Pustaka al-Kausar, 2001), 3.

  

Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi: Perspektif Muhammad Ghazali dan Yusuf al-Qaradhawi (Yogyakarta: Teras, 2008), 40-48. ayah mereka sedang tidak ada ditengah-tengah mereka. Anak-anaknya putrinya lahir lebih dahulu dari pada anaknya yang laki-laki. Dalam mengajarkan pendidikan ke anak-anaknya, beliau membebaskan anak-anaknya untuk memilih ilmu pengetahuan yang akan mereka tuntut, sesuai dengan bakat dan minat serta kecenderungan masing-masing. Semua anaknya yang perempuan dikenal mahasiswi-mahasiswi berprestasi. Mereka memilih fakultas eksak. Keempat putrinya adalah alumnus Universitas Qatar. Putri sulungnya, Ilham, keluar dengan nilai tertinggi memperoleh gelar Doktor Fisika di bidang Nuklir di Inggris. Sedangkan putrinya yang kedua, Siham juga keluar dengan nilai tertinggi pada jurusan kimia dan memperoleh gelar Doktor dalam bidang biologi jurusan organ tubuh di Inggris. Putrinya yang ketiga, ‘Ala juga keluar dengan nilai tertinggi dari fakultas biologi jurusan hewan d an putrinya yang keempat, ‘Asma, telah memperoleh gelar master dari Univrersitas Khalij di Bahrain. Sedangkan putranya yang pertama menempuh studi S3 dalam bidang Tekhnik Elektro di Amerika, putra keduanya menuntut ilmu di Universitas Darul Ulum Mesir dan putra terakhirnya

  9 menempuh pendidikan di Fakultas Tekhnik jurusan Listrik.

C. Dialog Yusuf al-Qaradhawi dengan Ikhwan al-Muslimin

  Dari beragam pendidikan anak-anaknya, dapat terlihat bahwa Yusuf al- Qaradhawi tidak menafikan manfaat terhadap pendidikan modern. Yusuf al- Qaradhawi termasuk salah satu ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis, dikarenakan inilah yang menjadi penghambat keilmuan dan kemajuan umat Islam pada zaman sekarang. Menurutnya semua ilmu dapat menjadi Islami dan tidak Islami tergantung kepada siapa yang memandang dan mengamalkan ilmu tersebut. Selain dibidang akademik, Yusuf Qaradhawi juga aktif sebagai seorang da’i dengan gaya yang khas dalam menyampaikan khutbah kepada para pendengarnya (

  sami’iin). Karena keistimewaaannya beliau diutus ke berbagai

  daerah oleh jamaah Ikhwan al-Muslimin. Pada tahun 1951, Yusuf al-Qaradhawi 9 sudah ditunjuk sebagai khatib resmi di masjid Ali Thoha. Disamping aktif

  Samson Rahman, Manhaj Fikih Yusuf Qaradhawi …19-22. menyampaikan khutbah di masjid, beliau aktif menyampaikan khutbahnya melalui

  10 radio dan media elektronik lainnya.

  Muhammad Quraish Shihab memberikan komentar terhadap salah satu akibat dari penyempitan pengertian masyarakat yang mengutamakan ilmu “agama”, dan menganggap rendah ilmu-ilmu umum di pihak lain. Bahkan, ada yang beranggapan bahwa menjadi ulama cukup dengan menguasai ilmu-ilmu agama saja, tanpa merasa perlu mempelajari ilmu-ilmu umum, seperti terlihat di beberapa lembaga pendidikan (pesantren) masa lalu. Sebaliknya, mereka yang mempelajari ilmu umum merasa tidak lagi berkepentingan untuk mengaitkannya dengan agama. Mereka menganggap bahwa ilmu “umum” bukan berasal dari Allah swt.

  Kesimpulan di atas jelas keliru, karena jika dikembalikan kepada al- Qur’an, maka yang disebut orang

  ‘alim ialah orang yang pengetahuannya menimbulkan

  sifat khasyyah kepada Allah. Ada korelasi antara ilmu dengan khasyyah, karena keberagaman itu inheren dengan ilmu. Sehingga dapat dikatakan bahwa hanya orang berilmu yang dapat mencapai puncak khasyyah (taqwa;takut) kepada Allah. Dengan demikian, jika ada orang yang berilmu dan tidak memiliki sikap keberagamaan yang kokoh, berarti ilmunya tidak bermanfaat. Bahkan, orang yang berilmu dan melepaskan tanggung jawabnya karena mengikuti hawa nafsu, diumpamakan seperti seekor anjing yang menjulurkan lidahnya, baik dihalau

  

maupun dibiarkan . Hakikat ilmu bukanlah sekadar pengetahuan atau kepandaian

  yang dapat dipakai untuk memperoleh sesuatu, tetapi merupakan cahaya (nur) yang dapat menerangi jiwa untuk berbuat dan bertingkah laku yang baik. Di sini tidak terdapat perbedaan antara i lmu “agama” dengan ilmu “umum”. Fiqh tidak lebih utama daripada sejarah atau matematika, selama semuanya menuju kepada

  11 kepada Allah. khasyyah

  Yusuf al-Qaradhawi juga dikenal sebagai ahli hukum dan ahli politik, dalam hal ini ia banyak mengambil ilmu dari gurunya, Syaikh Hasan al-Banna, yang 10 dipandangnya sebagai ulama yang konsisten terhadap kemurnian Islam, tanpa

  

Sa’ad Khalid, Khutbah-Khutbah Yusuf al-Qaradhawi (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1999), terjemah

11 Kathur Suhardi, 13-15.

  M. Quraish Shihab, Membumikan Al- Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), 384. terpengaruh oleh paham nasionalisme dan sekularisme yang dibawa oleh para penjajah ke Mesir dan dunia Islam. Wawasan ilmiahnya banyak dipengaruhi oleh ulama-ulama al-Azhar. Yusuf al-Qaradhawi dalam mengagumi Ikhwan al-

  

Muslimin tidak bertaklid buta, akan tetapi berpegang teguh kepada beberapa

  kaedah, yakni: 1.

  Bebas dari fanatisme mazhab.

  2. Semangat mempermudah dan tidak memperberat.

  3. Berbicara dengan bahasa yang mudah dan kekinian.

  4. Menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat.

  5. Mengambil jalan tengah antara yang keras dan yang mudah.

  6. Setiap fatwa yang dilontarkan harus disertai dengan penjelasan yang

  12 baik.

D. Karya-Karya Yusuf al-Qaradhawi

  Sebagai seorang ulama kontemporer, Yusuf al-Qaradhawi banyak manulis karya di berbagai cabang ilmu pengetahuan agama Islam, baik karya yang berbentuk buku maupun artikel yang sudah diterbitkan dan populer di Perguruan Tinggi dan Pondok-Pesantren. Di antaranya: 1.

  Fikih Zakat 2. Ijtihad fi al-Syari’ah al-Islamiyyah 3. Ijtihad al-Mu’ashirah baina al-Indibat wa al-Infirad 4. Kaifa Nata’ammal ma’a al-Qur’an al-Karim 5. Kaifa Nata’ammal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah Ma’alim wa Dawabit 6. Al-Madkhal li al-Dirasah al-Sunnah al-Nabawiyah 7. Syari’ah al-Islam 8. Al-Taubah ila Allah 9. Al-Waqt fi Hayat al-Muslim, dan lain sebagainya.

  Salah satu karya beliau di bidang hadis yang monumental adalah buku yang berjudul

  Kaifa Nata’ammal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah Ma’alim wa Dawabit.

  Buku ini beliau tulis atas permintaan dari

  Ma’had al-Alami al-Fikr al-Islami di

  Washington, Amerika Serikat dan 12 Majma’ al-Maliki li Buhus al-Hadarah al-

  

Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi: Perspektif Muhammad Ghazali dan Yusuf

al-Qaradhawi …46.

  

Islamia di Yordania. Kedua lembaga ini meminta kepada Yusuf al-Qaradhawi

  untuk menulis sebuah karya sebagai salah satu upaya meredam gejolak yang muncul akibat terbitnya karya Muhammad Ghazali yang berjudul al-Sunnah al-

  

Nabawiyyah baina Ahl Fiqh wa Ahl Hadis . Hal tersebut dikarenakan adanya

  kontroversi yang ditimbulkan sebagai respon terhadap buku Muhammad Ghazali sebagai metode memahami sunnah berdasarkan petunjuk-petunjuk yang diberikan

  13

  al- Qur’an.

III. Metode Pemahaman Hadis Yusuf Qaradhawi

  Metodologi yang ditawarkan oleh Yusuf al-Qaradhawi dalam memahami sunnah adalah:

1. Memahami Sunnah sesuai dengan petunjuk al-Qur’an

  Sebagai upaya memahami hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud:

  

Perempuan yang mengubur hidup-hidup bayi perempuannya dan bayi perempuan

yang dikuburnya, keduanya masuk di neraka.

  Yusuf al-Qaradhawi kemudian menampilkan ayat al- Qur’an surat al-Takwir ayat 8-9:

   ْتَلِتُق ٍبْنَذ ِ يَِبِ ْتَلِئُس ُةَدوُءْوَمْلا اَذِإَو

  Artinya: Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh. Yusuf al-Qaradhawi mencoba melihat komentator hadis, tetapi belum ditemukan jawaban yang memuaskan. Hasil pemahaman beliau adalah dengan

  14

  mengutip hadis shahih lainnya:

  اوُلاَق لُك : ُدَلوُي َلاَق

  َيا ىَلَع هَللّا هههنا َر ه صَنُي َو هههناَده وَهُي ُها َوَبَأَف هة َرْطهفْلا دوُل ْوَم ُلوُس َر اوُناَك « َُللّا َلاَق

  

َنيهلهماَع ُتوُمَي هَللّا

اَمهب ُمَلْعَأ ريهغَص َوُه َو ْنَم َتْيَأ َرَفَأ َلوُس َر

  Artinya: Rasulullah saw bersabda: Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan

  

suci, akan tetapi orang tuanya yang menjadikan dia yahudi, nashrani. Sahabat

bertanya, ya Rasulallah, bagaimana jika diantara mereka mati ketika masih kecil?

13 Yusuf al-Qaradhawi,

  Kaifa Nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah Ma’alim wa Dhawa>bith 14 (USA: al- Ma’had al-‘Alami li al-Fikr al-Isla>mi>, 1990), 20.

  

Hadis riwayat Imam Abu Dawud dalam bab Zarooriyil Musyrikiin/Keturunan (zurriyah) orang

musyrik, no 4716.

  

Rasulullah saw menjelaskan, Alloh swt lebih mengetahui terhadap apa yang

mereka kerjakan.

  Bahkan dalam riwayat Imam Muslim, terdapat penjelasan dari Nabi Muhammad saw, bahwa keturunan orang-orang non Muslim yang belum baligh akan menjadi pelayan penduduk surga. Sehingga pemaknaan hadis di atas adalah orang yang membunuh bayi yang akan masuk neraka, baik laki-laki maupun wanita, sedangkan bayinya tergolong selamat.

  Dalam riwayat shahih lainnya, al Qotil wal Maqtul fin Nar, orang yang

  

membunuh dan yang dibunuh di neraka, Rasulullah saw menjelaskan bahwa

keduanya sama-sama ingin membunuh, hanya saja yang dibunuh terbunuh lebih

dahulu.

  Demikian pula hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Anas ketikia Nabi menjawab pertanyaan tentang keberadaan ayahnya:, beliau bersabda: Sesungguhnya ayahku dan ayahmu, keduanya di neraka .

  Yusuf al-Qaradhawi mempertanyakan, dosa apa yang telah dilakukan oleh Abdullah bin Abdul Muthalib (ayah Nabi Muhammad saw) sampai dia dimasukkan ke neraka? Sedangkan dia termasuk ahli fatrah (orang yang hidup pasca wafatnya Nabi Isa As dan sebelum kerasulan/diutusnya Nabi Muhammad saw) sehingga pendapat yang benar adalah orang yang berada dalam masa kosongnya wahyu,

  15 termasuk mereka, di hari kiamat termasuk yang selamat.

2. Klaim adanya pertentangan hadis dengan al-Qur’an

  نييمنهحلا نومسي ةنجلا نولخديف دمحم ةعافشب رانلا نم موق جرخي

  Artinya: Sekelompok orang akan keluar dari neraka karena syafaat Nabi

  

Muhammad saw, kemudian masuk ke surga, mereka disebut al-

  16 Jahannamiyun/orang-orang yang diselamatkan dari jahannam .

  Dalam riwayat lain Imam Bukhori, Nabi Muhammad saw bersabda: Setiap

  

Nabi memiliki doa mustajabah dan saya menyimpan do'a saya sebagai syafaat di

hari kiamat bagi orang yang mati tidak menyekutukan Allah swt. 15 Firman Allah swt dalam surat Yunus ayat 18: 16 Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Studi Hadis (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), 156-202.

  Hadis riwayat Imam Bukhori, no 2401.

   َِللّا َل ُش ِنوُد ََُُاَعَف ِء َلُؤَه اَم ْنِم َنوُدُبْعَ ي َنوُلوُقَ يَو ْمُهُعَفْ نَ ي َلَو ْمُهُّرُضَي َو

  Artinya: dan mereka menyembah selain Allah swt sesuatu yang tidak

  

mendatangkan mudharat maupun manfaat kepada mereka dan mereka berkata;

mereka/berhala-berhala itu adalah pemberi syafaat kami di sisi Allah swt

  Alangkah anehya pendapat orang-orang kafir yang berharap mendapat syafaat dengan perantara menyembah berhala. Syafaat adalah hak preogratif/mutlak Allah swt terhadap hambaNya yang telah mendapat mandat/izin dariNya sebagaimana banyak ayat al Qur'an menyebutkannya.

  Ahmad Abdul Aziz al Qoshir menulis buku al-Ahaadis al-Musykilah al-

  17 Waaridah fi al-Tafsir al-Qur'an al-Kariim (Hadis-hadis yang Musykil yang

  Berada Dalam Tafsir al Qur'an al Karim). Dalam pembahasannya beliau

  18

  menjelaskan 44 tema hadis yang dinilai kontradiktif dengan ayat-ayat al Qur'an, kemudian dikemukakan secara komprehensif seluruh hadisnya dan dilakukan

  

tarjiih /mencari pendapat yang lebih kuat, sehingga tidak ada pemahaman

parsial/sepenggal dalam memahami hadis nabi.

3. Menghimpun hadis-hadis yang bertema sama

  ءلايخ هبوث رج نم لىإ الله رظني ل لاق ملس و هيلع الله ىلص الله لوسر نأ

  Rasulullah saw bersabda: Allah swt tidak akan melihat/memberi rahmat

  

kepada hambanya yang memanjangkan/menyeret pakaiannya karena

  19

kesombongan . Hadis di atas dengan berbagai redaksinya menjelaskan murka

  Allah swt kepada orang yang bersifat sombong, dalam hal apapun termasuk 17 perkataan dan perbuatan, bukan sekedar pakaian. Dalam konteks yang sama Abu

  

Ahmad bin Abdul Aziz bin Muqrin al Qoshir, al-Ahaadis al-Musykilah al-Waaridah fi al-Tafsir

al-Qur'an al-Kariim (Beirut: Dar Ibnul Jauzi, 2009). 59-724. 18 Diantaranya adalah kisah gharaniq (penisbatan orang zindiq yang mereka manipulasi sebagai hadis

yang beredar dalam kitab tafsir, bahwa Nabi Muhammad saw menyatakan; berhala adalah mulia dan

diharapkan syafaatnya), pernikahan Nabi Muhammad saw dengan Zainab binti jahsy, waktu

terjadinya kiamat (dimana dalam hadis riwayat Imam Muslim kiamat akan terjadi pada hari jum'at

sesuai dengan prediksi Nabi Muhammad saw; pada hari itu adalah sejelek-jeleknya umat), tempat

sidrotil muntaha, mayat mendapat manfaat dari usaha orang-orang yang masih hidup, Nabi

Muhammad saw menulis dengan tangannya, keadaan ahli fatroh/waktu kosongnya masa kenabian,

19 mayit disiksa disebabkan tangisan keluarga dan lain sebagainya.

  Hadis riwayat Imam Bukhori, no 5446. Bakar al-Siddiq berbusana dengan pakaian di bawah mata kaki, Nabi Muhammad saw menjelaskan; anda tidak termasuk dalam golongan yang menggunakannya

  20 karena sombong.

  Pemahaman secara tekstual mengajak umat Nabi Muhammad saw berpakaian "di atas mata kaki", hal ini disebabkan Nabi saw mengerjakannya dan ini mendapatkan sunnah apabila niat itba'/mengikuti sunnah Nabi saw. Dengan pemahaman kontekstual berpakaian sesuai dengan norma yang ada (di bawah mata kaki) termasuk perkara mubah apabila tanpa disertai sikap arogan /takabbur/sombong. Kajian analitis kritis terhadap hadis ini adalah bagi orang yang memiliki klaim kebenaran dengan "mewajibkan" pakaian di atas mata kaki sehingga membid'ahkan setiap yang berada di bawah mata kaki. Ini tidak sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil 'aalamiin. Siapa yang bisa mengetahui sifat sombong ada dalam hati manusia selain Tuhan yang mengerti gerak-gerik hati, apakah dia menggunakan pakaian dikarenakan kesombongan/tidak. Bisa jadi yang menggunakan di atas mata kaki bersifat sombong karena meremehkan yang tidak menjalankan sunnah Nabi saw, yakni celana di bawah mata kaki. Sedangkan sunnah Nabi saw begitu luas cakupan maknanya. Oleh karenanya, jangan ada sifat saling menghina dan menyalahkan, setiap insan memiliki argumentasi masing-masing. Banyak disebutkan dalam hadis shahih, sifat arogan sekecil apapun yang ada di dalam hati manusia bisa menyebabkannya masuk ke dalam neraka.

4. Menggabungkan atau mentarjih hadis-hadis yang bertentangan/Nasikh dan

  Mansukh dalam hadis a. Hadis larangan ziarah kubur bagi wanita

  Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah saw dahulu melarang

  21

  bahkan melaknat wanita yang ziarah ke kubur. Akan tetapi beberapa saat kemudian Rasulullah saw membolehkan bahkan menganjurkan ziarah kubur, baik bagi pria maupun wanita, hal ini disebabkan dengan ziarah dapat mengingatkan seseorang kepada kematian dan mempersiapkan amal agar lebih baik lagi.

  Yusuf al Qaradhwi memberikan komentar, walaupun hadis tentang 20 diperbolehkannya berziarah kubur bagi wanita lebih banyak dan lebih shahih dari 21 Hadis riwayat Imam Bukhori, dalam bab Man Jarro Tsaubahu min Ghoiri Khuyalaa', no 5784.

  Hadis Tirmidzi dalam bab Janaaiz, no 1056. hadis yang melarangnya, tetapi menggabungkannya adalah lebih utama. Dengan pemahaman kata "laknat" di dalam hadis adalah ditujukan kepada wanita yang sering berziarah, prediksi Nabi saw melarang bisa dimungkinkan adalah karena terlalu seringnya ziarah sehingga mengabaikan hak-hak suami, menampakkan aurat/tabarruj/berlebihan dalam berdandan dan menggunakan perhiasan dan meratapi/mengangis secara tidak wajar (dengan merobek pakaian dan sebagainya) terhadap orang yang sudah meninggal.

  Hemat penulis ziarah kubur sangat urgen baik bagi pria maupun wanita, dikarenakan mengingat kematian dibutuhkan bagi semua pihak, sebagaimana amaliah Nabi saw pada hari-hari tertentu beliau ziarah kubur, tekadang ke makam ayah ibunya, terkadang ke makam pamannya, terkadang ke pemakaman baqi' dan beliau berdoa: Asslaamu 'alaikum ya Ahlal Baqi' Allohumaghfir li baqi' al-

  

Gharqod, antum salafun wanahnu insyaalloh bikum laahiquun; Semoga

keselamatan tercurah kepada kalian wahai penduduk Baqi' Ya Allah, ampunilah

orang-orang yang ada di pemakaman Baqi', kalian adalah lebih dahulu kembali,

sedangkan kami insyaallah akan menyusul.

  Setiap meliwati kubur disunahkan mengucapkan salam kepada ahli kubur sebagimana doa Rasulullah saw di atas, termsasuk dalam kuburan yang bercampur antara muslim dan non muslim, maka di hususkan salamnya kepada yang muslim.

  b.

  Hadis Nikah Mut'ah Nikah mut'ah yang berarti bersenang-senang "dalam waktu tertentu" atau yang lebih lazim disebut dengan kawin kontrak yang pernah ada bahkan dibenarkan dalam syariat Islam, dalam konteks peperangan yang disebabkan banyak sahabat meninggalkan istrinya berhari-hari/berbulan-bulan, sehingga Rasulullah saw menghalalkannya dalam beberapa waktu. Hadis ini berlaku temporal, dalam istilah hadis adalah mansukh/hadis yang dihapuskan hukum/substansinya. Berbeda halnya dengan orang syi'ah yang sampai sekarang menggunakan kitab hadis Usul al-Kafi sebagai kitab primer mereka, dan diantara syari'at orang syi'ah adalah nikah mut'ah, walaupun dengan syarat yang cukup ketat. Dalam lingkup ahlussunnah wal jama'ah nikah mut'ah sudah dilarang mutlak sampai datangnya hari kiamat oleh Nabi Muhammad saw pasca beliau halalkan beberapa waktu. Inilah pendapat shahih sebagai hukum nasikh/menghapus dalil yang membolehkan, sebab hadis nikah mut'ah tidak bisa dikompromikan.

5. Memahami hadis sesuai dengan latar belakang, situasi dan kondisi, serta tujuannya.

  a.

  Zakat Fitrah Dalam riwayat yang kuat, Nabi Muhammad saw mengeluarkan dan

  22

  memerintahkan untuk membayar zakat fitrah ba'da subuh/qobla 'ied fitri. Waktu yang ditetapkan Nabi saw tersebut cukup untuk melaksanakan zakat dan membagikannya kepada mustahiq, hal ini disebabkan jumlah penduduk yang masih sedikit dan mereka saling mengenal. Berbeda dengan masa sahabat, masa tabi'in, hingga masa imam fiqih mujtahid, masyarakatnya semakin meluas dan majemuk, sehingga diantara mereka ada yang membolehkan satu atau dua hari, bahkan dalam mazhab Syafi'i mulai awal ramadhan untuk membayar zakat fitri. Dalam mengeluarkan zakat, mazhab Abu Hanifah membolehkan dengan uang, sebab yang menjadi tujuan adalah; memberikan kecukupan. Inilah yang disebut dengan "ruh"

  23 (pemahaman yang mendalam) terhadap agama.

A. Kewajiban Kaum MusliminTerhadap Sunnah

  Sunnah Nabawiyah merupakan metode detail untuk kehidupan individu Muslim dan masyarakat Muslim. Sunnah juga sebagai upaya interpretasi atau dalam

  24

  istilah lain hermeneutik dan pengejawantahan Islam. Rasulullah saw bertugas menjelaskan al- Qur’an dan mengejawantahkan Islam, dengan sabda, perbuatan, dan sejarah hidupnya, seluruhnya, baik dalam kesendiriannya maupun bermasyarakatnya, ketika berada ditempat ataupun bepergian, ketika terjaga dan juga tidur, dalam kehidupan khusus dan umum, dalam berhubungan dengan Allah dan manusia, dengan orang-orang dekat, orang-orang jauh, orang-orang yang

  22 23 Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Studi Hadis …215. 24 Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Studi Hadis …215.

  

Hermeneutika juga dipandang sebagai satu disiplin pemahaman linguistik, yaitu ilmu yang

menjelaskan kondisi-kondisi yang pasti ada dalam setiap penafsiran, lebih tepatnya disebut

hermeneutika umum yang menjadi landasan semua bentuk interpretasi. Jadi kata hermeneutik dapat

diarikan sebagai sebuah ilmu dan seni menginterpretasikan sebuah teks. Lihat: Chanafie al-Jauhari,

Hermeneutika Islam: Membangun Peradaban Tuhan di Pentas Global (Yogyakarta: ITTIQA Press, 1999), 23. mencintai dan memusuhinya, dalam masa damai dan masa perang, ketika sehat wal afiat dan bahkan kekita mendapat musibah.

  Kaum muslimin berkewajiban untuk mengetahui metode Nabi yang rinci, dengan segala karakteistiknya yang universal, konmprehensif, dan mudah, serta mengandung makna-makna Rabbani yang kokoh, makna-makna kemanusiaan sebagai cabangnya dan makna-makna budi pekerti yang murni. Hal ini mengharuskan mereka mengetahui Sunnah yang mulia dengan sebaik-baiknya, sebagaimana berhubungan dengan pemahaman dan pengamalan, sebagaimana telah dilakukan oleh generasi terbaik umat, yaitu para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Krisis kaum Muslimin pertama pada masa sekarang ini adalah krisis pemikiran/Ghazwu al-Fikr.

  Menurut Yusuf Qaradhawi hal itu lebih dahulu datangnya daripada krisis perasaan. Contoh yang paling representatif dari krisis pemikiran adalah krisis pemahaman terhadap sunnah, dan yang berhubungan dengannya, terlebih lagi dari sebagian aliran kebangkitan Islam yang sangat diharapkan dan dinanti-nantikan umat diseluruh pelosok dunia. Tidak sedikit dari mereka yang salah dalam

  25 memahami sunnah yang suci.

  Dari pemaparan Yusuf Qaradhawi diatas, sampai sekarang memang masih banyak orang yang tidak mengetahui cara memahami hadis Nabi, diantaranya harus mengetahui kapan, dimana, bagaimana konteks, selaku apa Rasulullah saw ketika sedang bicara. Ini yang perlu diketahui umat, sehingga meminjam istilah Syuhudi

  26 Ilma’il, ada hadis yang dipahami secara tekstual dan kontekstual.

B. Prinsip-Prinsip Asasi Berhubungan Dengan Sunnah

  Dari sini, orang yang berhubungan dengan sunnah, agar ia terhindar dari pla giat kaum pendusta, distorsi kaum radikal dan penta’wilan orang-orang bodoh, hendaknya ia melengkapi diri dengan beberapa hal yang dianggap sebagai prinsip- 25 prinsip dasar dalam lapangan ini, yakni:

  

Yusuf Qaradhawi, Metode Memahami As-Sunnah Dengan Benar (Media Dakwah: Jakarta, 1994),

26 Terjemah: Saifullah Kamalie, Cetakan Pertama, 35-36.

  

Baca, Muhammad Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, Telaah Ma'anil

Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal (Jakarta: Bulan Bintang, 1994)

9-89.

  Pertama; Menelusuri ketetapan dan kesahihan sunnah sesuai dengan

  metode ilmiah yang telah ditetapkan oleh pakarnya, yang meliputi sanad dan matan, baik berupa ucapan, perbuatan ataupun taqrir/persetujuan. Seorang peneliti perlu kembali kepada para pakar dalam masalah ini, yaitu mereka yang telah

  

27

  menghabiskan umurnya untuk mencari dan mengkaji hadis, memisahkan yang sahihnya dari yang tidsak sahih, yang diterima dari yang ditolak.

  Mereka telah membuat suatu ilmu khusus untuk hadis yang kokoh akarnya

  28

  dan banyak cabangnya , yang kedudukannya untuk hadis adalah sama seperti ilmu ushul fiqih untuk fiqih. Ilmu tersebut merupakan kumpulan beberapa ilmu, yang menurut hitungan mencapai 65 macam, seperti pendapat cendikiawan muslim Ibnu Shalah. Para ulama setelahnya membuat syarah/penjelas sehingga al-Suyuthi dalam bukunya Tadrib al-

  Rawi ‘Alaa Taqrib al-Nawawi mencantumkannya hingga 93 macam ilmu.

  Kedua; Hendaknya peneliti memahamai teks hadis dengan baik, sesuai

  dengan petunjuk bahasa, konteks hadis, sebab-sebab wurudnya, dalam konteks ayat-ayat al- Qur’an dan hadis-hadis yang lain, dalam lingkup prinsip-prinsip yang keluar dalam rangka menyampaikan risalah dan yang bukan. Dengan perkataan lain: Sunnah sebagai syari’ah dan bukan. Pertama bersifat umum dan kekal, yang lain bersifat khusus dan sementara.

  Ketiga; Hendaknya seorang peneliti mengkonfirmsikan apakah teks sunnah

  tersebut bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, seperti ayat-ayat al- Qur’an atau hadis-hadis lain yang jumlahnya banyak/mutawatir, lebih sahih, lebih mendekati pokok dan lebih sesuai dengan kebijaksaan syari’ah atau tujuan umum syari’ah yang mengambil sifat positif, karena hal itu tidak diambil dari salah satu nash atau

27 Dalam ilmu hadis, dikenal Rihlah fi Tholabil Hadis (Perjalanan ulama dalam mencari hadis), dengan semangat dan kegigihan yang luar biasa, ulama hadis dapat membukukan hadis step by step.

  

Bahkan banyak diantara mereka sebagai upaya mencari satu hadis diperlukan biaya satu ekor unta

sebagai bekal dalam perjalanan yang menghabiskan waktu berbulan-bulan lamanya. Hal ini

sebagaimana pesan tersirat dalam penjagaan al-Qur'an, dalam firmanNya: Sesungguhnya Kami telah

menurunkan al-Zikr/al Qur'an dan kami yang akan menjaganya. Kata al-Zikr bisa luas cakupan

maknanya, bukan hanya al Qur'an akan tetapi mencakup hadis Nabi Muhammad saw yang dijaga

28 keotentikannya oleh Allah swt.

  Ulumul Hadis secara global terbagi dalam ilmu diroyah dan riwayah. dua nash, melainkan dari sejumlah nash dan hukum yang saling bersatu sehingga

  29 menjadi yakin dan pasti.

  Menurut penulis, metode di atas merupakan pisau analisis yang digunakan oleh Yusuf Qaradhawi dalam memahami hadis yang hendaknya diperhatikan oleh setiap orang yang berinteraksi dengan hadis Nabi saw.

C. Menolak Hadis-Hadis Sahih Karena Salah Paham

  Malapetaka yang menimpa sunnah adalah bila sebagian orang membaca suatu hadis dengan tergesa-gesa kemudian ia salah dalam memahaminya yang menurut keyakinannya benar dan menafsirkannnya dengan dugaannya sehingga hadis tersebut pengertiannya tidak dapat diterima, maka dengan serta merta ia menolak hadis itu karena mengandung pengertian yang tidak dapat diterima.

  Bila ia membacanya dengan teliti dan merenungkannya, ia akan mengetahui bahwa pengertian hadis tersebut tidaklah seperti yang ia pahami yang tidak disebutkan dalam al-

  Qur’an maupun sunnah, tidak pula sesuai dengan bahasa Arab dan tidak pernah dikatakan oleh seorangpun ulama yang handal sebelumnya. Sebagian orang membaca hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al- Khudriy dan al-Thabrani dari Ubadah bin Shamit: Ya Allah, hidupkanlah aku

  

sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai orang miskin dan jadikanlah aku

  

30

termasuk golongan orang-orang miskin.

  Miskin di sini dipahami sebagai miskin kekurangan harta dan butuh pertolongan orang, ini bertentangan dengan permohonan Nabi Muhammad saw yang mohon perlindungan kepada Allah dari bencana kefakiran dan permohonannya agar diberikan kecukupan dan sabdanya kepada Sa’ad:

  

Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang kaya, bertakwa lagi

  31 tersembunyi.

  Oleh karena itu ia ada orang yang menolak hadis tersebut. Padahal yang dimaksud miskin disisi bukanlah kefakiran. Karena bagaimana mungkin, sementara 29 Rasulullah mohon perlindungan kepada Allah agar melindunginya dari kondisi

  Yusuf Qaradhawi, Metode Memahami As- 30 Sunnah Dengan Benar… 44-45. 31 Lihat : Shahih Jami’ al-Shagir (1261), sebagian orang menilai bahwa hadis ini dha’if .

  Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah. tersebut dan mensejajarakannya dengan kekafiran. Dan Allah telah menganugerahkan kepadanya kecukupan. Firmannya: Dan dia mendapatimu

  

sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan. (Surat al-

Duha: 8).

  Miskin dalam hadis ini adalah sifat tawadhu’ dan rendah hati dan tidak termasuk kaum tiran dan sombong. Demikian Rasulllah saw hidup jauh dari kehidupan orang-orang sombong meskipun dalam keadaan apapun. Beliau duduk sebagaimana duduknya para sahaya dan orang-orang fakir, makan sebagaimana mereka makan. Bila seorang datang, beliau tidak membedakannya dari para sahabatnya. Beliau bersama mereka seperti salah seorang dari mereka. Beliau dirumahnya, memperbaiki sandanya yang rusak dengan tangannya sendiri, menambal pakaiannya yang robek,memeras sendiri susu kambingnya, menggiling gandum bersama hamba sahaya. Ketika seorang datang kepadanya dalam keadaan takut sehingga menggigil, beliau berkata: “Tenanglah, aku bukannya seorang raja, aku hanyalah anak seorang perempuan dari bangsa Quraish yang makan dendeng

  32 daging di Mekkah.

  Dengan pengertian apapun yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw selalu membuat tenang siapapun yang berada didekatnya, tidak ingin orang lari karena takut dan menjauh darinya.

  D.

  

Berbahaya: Terburu-Buru Menolak Hadis Sahih Kendati Musykil

  Ka um Mu’tazilah tanpa pikir panjang langsung menolak hadis musykil yang dianggap bertentangan dengan pengetahuan dan agama yang rasional. Sementara Ahlus Sunnah menggunakan akalnya untuk menta’wilkannya, menggabungkan dan menyesuaikan antara yang tampaknya bertentangan. Untuk itu Imam Abu Muhammad Ibnu Qutaibah (meninggal tahun 167 H) mengarang

  Ta’wi>l al- Mukhtalif al-Hadis sebagai sanggahan terhadap

  tuduhan Mu’tazilah sekitar beberapa hadis yang mereka duga bertentangan dengan al- Qur’an atau rasio, didustakan beberapa orang atau bertentangan dengan hadis lain. Setelahnya, seorang ahli hadis mazhab Hanafi, Imam Abu Ja

  ’far al-Thahawi (meninggal tahun 321 H) menulis sebuah buku berjudul Musykil al-Atsaar dalam empat jilid dimana

32 Yusuf Qaradhawi, Metode Memahami As- Sunnah Dengan Benar…59-60.

  ia berupaya mencarikan penta’wilan yang dapat diterima terhadap hadis-hadis

  33 tersebut.

  Sebagai contoh hadis yang mereka tolak adalah kisah dalam hadis riwayat Imam Bukhori, tentang seorang wanita pelacur/pendosa yang memberi minum seokor anjing, kemudian mendapat ampunan dari Allah swt dan masuk surga. Hadis ini dan yang senada dengannya dianggap sebagai kebanggan Islam dalam hal nilai- nilai kemanusiaan yang menghormati setiap mahluk hidup dan menetapkan pahala bagi siapa yang memelihara setiap mahluk hidup. Mafhum Mukholafah (pemahaman sebaliknya yang dapat diambil) adalah orang yang sayang terhadap hewan, alam, terlebih terhadap sesama manusia akan mendapat rahmat Allah swt, demikian pula orang yang menyiksa dan mendzalimi sesama mahluk ciptaanNya, akan mendapatkan murka/siksaNya, baik di dunia terlebih di akhirat kelak.

E. Reformasi agama

  Sebagian orang membaca hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al- Hakim yang disahihkan banyak ulama, dengan perawi Abu Hurairah secara marfu ’:

  

Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat ini pada permulaaan setiap tahun

  

34

seorang yang memperbaharui agamanya.

  Mereka mengartikan perkataan memperbaharui sebagai pembangunan dan perubahan agama agar sesuai dengan zaman sekarang, karena sudah tetap, permanen dan tidak berubah-ubah. Bukan tugas agama untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, melainkan sebaliknya perkembangan zaman yang menyesuaikan dengan agama. Mereka menduga bahwa pembaharuan agama adalah dalam setiap masa mengeluarkan versi baru untuk merevisi prinsip-prinsip dan ajrannya, sesuai dengan kebutuhan manusia dan perubahan zaman, sehingga mereka menolak hadis di atas. Padahal pembaharuan bukanlah dengan merubah karakteristiknya yang lama atau menggantinya dengan sesuatu yang baru. Pengertian seperti ini bukanlah yang dimaksud dengan pembaharuan. Akan tetapi pembaharuan disini adalah upaya kembali kepada kondisi semula pada masa permulaan muncul dan berkembangnya agama Islam sehingga kendati sudah lama

  33 Yusuf Qaradhawi, Metode Memahami As- 34 Sunnah Dengan Benar…67-70.

  Hadis riwayat al-Hakim 4/522. Al- ‘Iraqi mensahihkannya. tampaknya baru. Hal ini dilakuakan dengan memperkuat sesuatu yang telah lemah, merestorasi yang sudah using dan mengencangkan yang kendur sehingga kembali

  35 mendekati bentuknya semula.

  Yusuf Qaradhawi memberikan contoh konkrit, yakni ketika kita hendak memperbaharui suatu bangunan peninggalan yang antik adalah memperbaharuinya dengan tetap menjaga substansi dan karakteristiknya dan merestorasi bagian-bagian yang using, mempercantik pintu-pintu masuknya, mempermudah sarana jalan yang menuju kepadanya serta mempromorsikannya, dan lain sebagainya. Tidaklah memperbaharuinya apabila menghancurkan bangunan tersebut dan di atasnya mendirikan bangunan besar dengan model yang paling baru. Demikian pula agama, memperbaharuinya bukan berarti menampakkannya dalam edisi baru, tetapi yang dimaksud adalah kembali kepada keadaan semula pada masa Rasulullah saw,

  36 sahabat dan tabi’in.

IV. Kesimpulan

  Yusuf Qaradhawi sebagai seorang akademisi sekaligus seorang da’i

ilalla>h memiliki interpretasi yang layak mendapat apresiasi bagi umat Islam.