NILAI BUDAYA NOVEL ”MEMANG JODOH” KARYA MARAH RUSLI

  KARYA MARAH RUSLI

  

Frieska Maryova Rachmasisca

STKIP PGRI Bandar Lampung

ABSTRACT

  The problem in this research was related to the culture values existed in Marah Rusli’s Memang Jodoh. Novel is proved to be effective in giving the good psychological impact which is useful for national characters. This novel tells about the theme of matchmaking and polygamy in Minangkabau society. The method used in this research was a Library Research. The reseach subject was a novel entitled Memang Jodoh. Data collecting method used was documentation method. Data was analyzed using hermeneutik dan content analysis. The result of this research shows that the culture value found in Marah Rusli’s Memang Jodoh are: about tradition, marriage and matchmaking, polygamy, and relationship in Minangkabau culture. With the setting of living custom and tradition in the past Minangkabau society, this novel can be the valuable source when we want to understand how the the tradition and culture influence the living society in the past

  Minangkabau

  time and, until now, it can be experienced eventhough it has been scraped by the age. The most interesting culture value in this novel is about the tradition of marriage and polygamy. Minangkabau society, at that time, had a rule that the marriage must be done with the internal Minangkabau society only (internal), it was forbiden to have marriage with someone came from out of Minang ethnic.

  Keywords: Culture, Value, Memang Jodoh, Marah Rusli

  PENDAHULUAN

  Genre sastra yang sudah banyak kita ketahui antara lain seperti puisi, roman, prosa dan lain-lain. Prosa ada beberapa jenis salah satunya novel. Novel adalah suatu cerita prosa fiksi panjang menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner yang dibangun dengan melalui unsur intrinsik seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja juga bersifat imajiner. Namun, perlu juga dicatat bahwa dalam dunia kesusastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta. Tokoh novel muncul dari kalimat-kalimat yang mendeskripsikannya. Selain itu Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi dimasyarakat. Karya-karya yang menarik itu dapat mempengaruhi jiwa pembaca, sehingga para pembaca dapat merasakan apa yang dialami oleh tokoh dalam novel tersebut. Di antara beberapa jenis karya sastra yaitu prosa, puisi, dan drama, prosalah khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Karena novel menampilkan unsur cerita paling lengkap, memiliki media paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas dan bahasa novel cenderung bahasa sehari-hari yang paling umum digunakan dalam masyarakat. Selain itu, novel juga memiliki struktur atau unsur-unsur pembangun cerita seperti alur, tema, tokoh, setting, dan gaya bahasa. Melalui unsur pembangun tersebut peristiwa-peristiwa kemasyarakatan dihadirkan oleh pengarang dengan gaya berbeda. Perbedaan tersebut berasal dari budaya suatu masyarakat yang sangat mungkin memengaruhi terciptanya karya sastra.

  Nilai budaya suatu masyarakat yang memengaruhi seorang pengarang dalam berkarya adalah nilai budaya yang selalu digunakan dalam sistem kehidupan sosial pengarang tersebut. Seorang pengarang sendiri merupakan bagian suatu masyarakat yang harus tunduk dalam nilai suatu budaya. Seperti Marah Rusli yang lahir dan besar dalam lingkungan Minagkabau, di kehidupan sosialnya tidak lepas dari nilai-nilai dan pandangan hidup sebagai masyarakat Minangkabau. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai budaya itu sendiri masuk ke dalam karya sastra tersebut dihasilkan oleh pengarang yang merupakan anggota suatu kelompok masyarakat hingga akhirnya karya sastra tersebut akan dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.

  Luxemburg dalam Wiyatmi (2006:14) oleh beliau dinyatakan bahwa sastra adalah ciptaan, sebuah kreasi dan pertama-tama bukan sebuah imitasi. Sedangkan pendapat Rosdiyanto dan Sunarti (2007:11) istilah kesusastraan, berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni susastra. Su berarti berarti bagus atau indah, sastra berarti buku, tulisan, atau huruf. Susastra diartikan sebagai tulisan yang bagus atau tulisan yang indah. Istilah kesusastraan berasal berasal dari bahasa sansekerta, yakni susastra.Su berarti bagus atau indah, sedangkan sastra berarti buku, tulisan atau huruf. Sedangkan Aminuddin (2009:37) menjelaskan bahwa ”sastra merupakan bagian dari seni yang berusaha menampilkan nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif sehingga mampu memberikan hiburan dan kepuasaan rohaniah pembacanya"

  Membaca hasil karya sastra dalam kehidupan manusia tentu sangatlah bermanfaat. Menurut Rosdiyanto (2007: 11) banyak fungsi atau manfaat dengan membaca karya-karya sastra, yakni: 1)

  Fungsi reaktif, dengan membaca karya sastra, seseorang dapat memeperoleh kesenangan dan hiburan. 2)

  Fungsi didaktif, dengan membaca karya sastra, seseorang dapat memeperoleh wawasan, pengetahuan tentang seluk beluk kehidupan manusia.

  Jakob Sumarjo (2004:29) mendefinisikan novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula.

  Namun ’ukuran luas’ di sini juga tidak mutlak demikian, mungkin, yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja, misalnya temanya, sedangkan karakter setting, dan lain-lainnya hanya satu saja.

  Sementara itu Badudu (2002:51-52) mengungkapkan bahwa dalam kesusasteraan Inggris tak ada pembedaan antara roman dan novel. Baik roman maupun novel disebut novel saja. Saleh (dalam Badudu, 2002:51) memberikan nama cerita rekaan (cerkan) bagi cerita-cerita dalam bentuk prosa seperti roman, novel, dan cerpen. Juga tidak memakai istilah roman dan novel tetapi membagi cerita rekaan itu atas, cerpan (cerita panjang); cermen (cerita menengah; dan cerpen (cerita pendek). Dalam istilah lama sebenarnya sama saja maksudnya dengan roman, novel, dan cerpen.

  Nurgiyantoro (2005: 16) membedakan novel menjadi novel serius dan novel popular. Kayam dalam Nurgiyantoro (2005: 18) menyebutkan bahwa sastra populer adalah perekam kehidupan dan tak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan ia menyajikan kembali rekaan- rekaan kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali pengalaman-pengalamannya sehingga merasa terhibur karena seseorang telah menceritakan pengalamannya dan bukan penafsiran tentang emosi itu. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya. Nurgiyantoro (2005: 18) mengungkapkan bahwa dalam membaca novel serius, jika ingin memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang tinggi disertai dengan kemauan untuk itu. Novel jenis ini, di samping memberikan hiburan juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh- sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.

  Nilai budaya adalah hasil budaya yang berupa konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia. Menurut Koentjoroningrat (1984 : 25), nilai budaya adalah tingkat pertama kebudayaan lokal adat. Nilai budaya adalah lapisan paling abstrak dan luas ruanglingkupnya. Tingkat ini adalah ide-ide yang mengkonsepsi hal- hal yang harus mereka anggap bernilai dalam kehidupan masyarakat. Selain itu sistem nilai budaya terdiri atas konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap bernilai dalam kehidupan. Oleh karena itu, suatu sistem nilai budaya biasa berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia sebagai pendorong pembangunan, khusunya watak. Karya sastra merupakan budaya dan ekspresi kehidupan bangsa sebagai wujud pelestarian nilai-nilai budaya. Menurut Soetjipto (1992 : 108), nilai budaya merupakan akar dari segala nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat. Nilai norma ini mempengaruhi alam pikiran, cita-cita dan pebuatan inilah yang pada gilirannya melahirkan persepsi, sikap dan perbuatan manusia dan masyarakat terhadap alam sekitar, terhadap sesama dan terhadap pengelolaan sumber-sumber daya yang digunakan untuk menjamin kelangsungan hidupnya.

METODE PENELITIAN

  Metode dalam sebuah penelitian merupakan cara untuk mancapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pengkajian jenis ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang diteliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), keadaan, fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi data tersebut. Penelitian ini difokuskan pada aspek nilai-nilai budaya dalam novel Memang Jodoh karya Marah Rusli. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, frase dan kalimat atau paragraf atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka.

  PEMBAHASAN

  Zaman modernisasi sekarang ini telah banyak memberi perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang menyedihkan, perubahan yang terjadi justru cenderung mengarah pada krisis moral dan akhlak. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab semua pihak, ulama dan pemimpin serta para orang tua untuk memperbaiki penurunan moral dan akhlak tersebut dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Krisis moral tengah menjalar dan menjangkiti bangsa ini. Hampir semua elemen bangsa juga merasakannya. Misalnya, Pilkada yang ricuh, kasus korupsi para politisi, hingga tebar janji- janji politik setiap kali menjelang pemilu. Sementara itu, merebaknya sikap hidup pragmatik, melembaganya budaya kekerasan, atau meruaknya bahasa ekonomi dan politik, disadari atau tidak, telah ikut melemahkan karakter anak-anak bangsa sehingga nilai-nilai luhur baku dan kearifan sikap hidup menjadi mandul. Nilai-nilai etika dan estetika telah terbonsai dan terkerdilkan oleh gaya hidup instan dan pragmatik.

  Jika melihat kenyataan yang ada dalam kehidupan sekarang, banyak kasus yang menunjukkan bahwa moral bangsa kita ini telah menurun. Seharusnya dengan keadaan sosial budaya dan kekayaan bangsa kita yang melimpah ruah ini rakyat Indonesia dapat hidup makmur tanpa harus ada kasus-kasus seperti kejahatan, kolusi, korupsi, dan nepotisme. Hingga tawuran antar pelajar, sikap anak jaman sekarang yang cenderung kurang menghormati orang tua, dan banyak kasus yang tidak seharusnya dilakukan oleh siswa-siswa sekolah. Akan tetapi pada kenyataannya banyak kasus tersebut yang semakin menunjukkan bahwa moral bangsa kita ini telah menurun.

  Berangkat dari permasalahan di atas, maka sudah saatnya sistem pendidikan di Indonesia dibenahi tanpa meninggalkan jati diri dari bangsa Indonesia sendiri. Kemudian datang gagasan dari pemerintah tentang program pendidikan baru, yaitu pendidikan berbasis karakter. Adanya pendidikan karakter tersebut akan mampu mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik dan berakhlak baik. Mulai dikelurakannya kebijakan tersebut, setiap sekolah harus menyisipkan nilai-nilai karakter pada materi pembelajarannya.

  Pendidikan karakter kini memang menjadi isu utama pendidikan. Selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam meningkatkan deraj at dan martabat bangsa Indonesia. Di lingkungan Kemdiknas sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang dibinanya. Pembentukan karakter itu dimulai dari fitrah yang diberikan Tuhan, yang kemudian membentuk jati diri dan perilaku. Dalam prosesnya sendiri fitrah yang alamiah ini sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memiliki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan perilaku. Sekolah dan masyarakat sebagai bagian dari lingkungan memiliki peranan yang sangat penting, oleh karena itu setiap sekolah dan masyarakat harus memiliki pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan dibentuk. Para pemimpin dan tokoh masyarakat juga harus mampu memberikan suri tauladan mengenai karakter yang akan dibentuk tersebut.

  Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi di rumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup bangsa ini. Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sistematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia.

  Dengan menyadari bahwa karakter adalah sesuatu yang sangat sulit diubah, maka tidak ada pilihan lain bagi orang tua kecuali membentuk karakter anak sejak usia dini. Jangan sampai orang tua kedahuluan oleh yang lain, lingkungan misalnya. Orang tua akan menjadi pihak pertama yang kecewa jika karakter yang dibentuk oleh orang lain itu ternyata adalah karakter yang buruk. Sementara, mengubahnya setelah karakter terbentuk merupakan sebuah pekeijaan yang tidak ringan. Butuh terapi panjang. Butuh konsistensi. Butuh biaya. Butuh waktu, pikiran, serta energi yang sangat banyak.

  Salah satu contoh produk budaya yang dapat digunakan untuk menanamkan nilai kemanusiaan atau yang kita sebut pendidikan karakter adalah karya sastra. Karya sastra yang berupa novel, apalagi yang sudah difilmkan, telah terbukti efektif memberi dampak psikologis yang sangat baik bagi terjaganya kepribadian bangsa. Sastra merupakan salah satu karya seni yang bermediakan bahasa. Sastra telah menempati dimensi ruang dan waktu dalam peradaban manusia. Kehadiran sastra tidak dapat ditolak, bahkan kehadirannya telah dianggap sebagai suatu karya kreatif yang mempunyai nilai, hasil imajinasi dan emosi sehingga dapat diterima sebagai realitas sosial budaya. Sastra merupakan media komunikasi yang menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan atau pemberian pelepasan ke dunia imajinasi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan sesuatu yang kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang menghayati.

  Karya sastra biasanya menampilkan gambaran kehidupan yang merupakan fakta sosial dan kultural, karena kehidupan itu meliputi hubungan masyarakat yang terjadi dalam batin seseorang. Permasalahan manusia, kemanusiaan dan perhatiannya terhadap dunia realitas yang berlangsung sepanjang zaman. Sebuah cipta sastra yang bersumber pada kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Namun, cipta sastra tidak hanya mengungkapkan realitas objektif saja ataupun imitasi dari kehidupan, akan tetapi merupakan penafsiran-penafsiran tentang alam dan kehidupan itu sendiri.

  Di samping keindahan, sastra selalu dinilai sebagai pengemban nilai yang didramatisasikan oleh penulisnya. Pendapat Sumarjo, menarik untuk dicermati “Betapapun menariknya sebuah karya kalau ia berisi pengalaman yang menyesatkan hidup manusia, ia tidak pantas disebut sebagai karya sastra”. Jadi, karya sastra dianggap berisi ajaran yang membawa manusia kepada nilai yang baik dan “tidak menyesatkan”. Akan tetapi, nilai tidaklah selalu universal karena dia juga mengikuti budaya masyarakatnya.

  Sastra adalah sebuah produk budaya, kreasi pengarang yang hidup dan terkait dengan tata kehidupan masyarakatnya. Sastra berada dalam tarik- menarik antara kebebasan kreasi pengarang dan hubungan sosial yang di dalamnya hidup etika, norma, aturan, kepentingan ideologis, bahkan juga doktrin agama. Sastra menjadi produk individual yang pada saat ia berada di tengah masyarakat, seketika itu pula ia dipandang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, ketika sastrawan mengusung kebebasan kreasinya dan kemudian menjelma dalam bentuk karya sastra, seketika itu pula ia berhadapan dengan segala aturan, moral, etika, dan konvensi yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan.

  Penelitian pada bidang sastra dalam hal ini adalah novel, yang biasa dilakukan oleh ahli sastra atau kritikus sastra mencakup keindahan bahasa atau kata-kata, struktur kata, tema novel, dan sebagainya. Namun, dalam tulisan ini penulis mengkaji pesan-pesan yang terkandung di dalam novel, karena novel memiliki muatan pesan yang sarat akan nilai yang bisa digunakan untuk mentransformasikan nilai, terutama nilai-nilai budaya.

DAFTAR PUSTAKA

  Hanafi Natasasmita. 1994. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa

  Nurgiyantoro, Burhan. (2005). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Paryanto (2003) Aspek Moral dalam Novel Para Priyayi: Analisis Psikologi

  Sastra. Skripsi: UMS

  Ratna, S.U. Nyoman Kutha (2009) Teori, Metode, dan Teknik Penelitian

  Sastra dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perpekstif Wacana Naratif . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

  ................... (2009) Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. Rusli, Marah. (2013) Memang Jodoh. Bandung: Penerbit Qanita Sugono. (2007) Dasar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Elmatera Publishing.

  Siswanto, Wahyudi (2008) Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. Sumardjo Jacob&Saini K.M.(2004). Antologi Apresiasi Kesusastraan.

  Jakarta: Gramedia.

  Biodata Penulis :

Frieska Maryova Rachmasisca, S.Pd., M.Pd. adalah dosen tetap pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP-PGRI

Bandar Lampung. Lahir di Bandar Lampung pada tanggal 4 November

1988. Menyelesaikan pendidikan S1 pada Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia di STKIP-PGRI Bandar Lampung pada

tahun 2010. Kemudian menyelesaikan pendidikan S2 pada Program

Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana STKIP-PGRI Bandar

Lampung pada tahun 2012.

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN NILAI TANAH MENGGUNAKAN MODEL ANALISIS REGRESI BERGANDA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (Studi kasus: Kelurahan Way Lunik, Ketapang dan Way Laga, Kota Bandar Lampung) Citra Dewi

0 0 8

KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK BELAH SEBAGAI NILAI ESTIMASI KEKUATAN SISA PADA BETON SERAT KASA ALUMINIUMAKIBAT VARIASI SUHU

0 0 8

ANALISIS NILAI PERUSAHAAN PADA IMPLEMENTASI PROGRAM KEPEMILIKAN SAHAM PADA KARYAWANMANAJEMEN

0 0 13

JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN NILAI KEWIRAUSAHAAN MENINGKATKAN KEMANDIRIAN USAHA MELALUI PERILAKU KEWIRAUSAHAAN

0 4 20

CAPITAL EXPENDITURE, LEVERAGE, GOOD CORPORATE GOVERNANCE, CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: PENGARUHNYA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

1 1 24

ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA DALAM NOVEL “SALAH PILIH” KARYA NUR SUTAN ISKANDAR Frieska Maryova Rachmasisca STKIP PGRI Bandar Lampung ABSTRACT - View of Analisis Nilai-nilai Budaya dalam Novel Salah Pilih Karya Nur Sutan Iskandar

0 1 8

HUBUNGAN ANTARA MINAT BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SENI BUDAYA (Studi Korelasi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Arga Makmur,Tahun Pelajaran 20142015) Nasib Suprapto Wijayanto SMP Negeri 2 Arga Makmur, Provinsi Bengkulu ABSTRACT

0 0 16

THE INFLUENCE OF GROUP WORKS TOWARDS STUDENTS` ABILITY IN WRITING DESCRIPTIVE TEXT AT THE FIRST SEMESTER OF THE SEVENTH CLASS AT SMP BUDI KARYA NATAR LAMPUNG SELATAN IN 20142015 (Riska Alfiawati)

0 0 9

PENGGUNAAN BAHASA EROTISME DAN PEMAJASAN DALAM KUMPULAN CERPEN 1 PEREMPUAN 14 LAKI-LAKI KARYA DJENAR MAESA AYU DKK Tri Riya Anggraini STKIP PGRI BANDAR LAMPUNG ABSTRACT - View of Penggunaan Bahasa Erotisme dan Pemajasan dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 1

0 0 14

UNSUR-UNSUR INTRINSIK PADA NOVEL “BUNDA, AKU KEMBALI” KARYA LALU MOHAMMAD ZAENUDIN (Frieska Maryova Rachmasisca)

0 1 17