Tinjauan Sistem Distribusi Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama di Jawa Timur Reviewing the Distribution System of Al-Qur’an in East Java

  

Tinjauan Sistem Distribusi Mushaf Al-Qur’an

Kementerian Agama di Jawa Timur Reviewing the Distribution System of Al-Qur’an in East Java

  Ahmad Jaeni

  Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Jakarta Gedung Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta 13560 ajaeni20@yahoo.com Naskah diterima: 24-02-14; direvisi: 9-05-14; disetujui: 23-05-14

Tulisan ini meninjau sistem distribusi mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama

yang dinilai masih belum merata dan tepat sasaran, khususnya di Jawa Timur.

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi mushaf Al-Qur’an yang selama ini

dijalankan Kementerian Agama menganut sistem distribusi ganda (multi channel

distribution system), yaitu sistem yang memungkinkan setiap kanal distribusi

memainkan dua fungsi sekaligus, sebagai perantara dan penyalur. Meskipun

cukup efektif mempercepat target proses distribusi, namun sistem ini membuka

kemungkinan terjadinya sasaran distribusi yang tumpang tindih. Akibatnya,

distribusi menjadi tidak merata dan tidak tepat sasaran. Dengan demikian,

membuat segmentasi sasaran distribusi pada setiap kanal distribusi menjadi

sebuah tawaran solusi.

  

Kata kunci: sistem distribusi, mushaf Al-Qur’an, Kementerian Agama

This article reviews the distribution system of Qur’an carried out by Ministry of

Religious Affairs in East Java. Based on the research results, the distribution of

Qur’an adopts multi-channel distribution system, a system that enables every

channel of the distribution plays two functions, as intermediary and retailer.

Although quite effectively accelerate the distribution process, but this system

opens the possibility of overlapping target distribution. As a result, the

distribution is uneven and not well targeted. Thus, segmenting the target of the

distribution in any distribution channel into an offer solutions.

  Keywords: distribution system, Qur’an, Ministry of Religious Affairs

  84 Pendahuluan

  Al-Qur’an adalah bacaan utama umat Islam, mayoritas penduduk Indonesia. Keberadaannya yang begitu penting bagi umat

  1 Islam karena menjadi sumber pengetahuan, spiritual dan moral.

  Oleh karena itu, ketersedian mushaf Al-Qur’an bagi setiap muslim Indonesia menjadi sebuah keniscayaan. Dalam kaitan ini, pemerintah melalui Kementerian Agama berupaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan melakukan pengadaan Al-Qur’an dalam setiap tahunnya.

  Upaya Kementerian Agama untuk melakukan pengadaan Al-Qur’an terus menunjukkan peningkatan. Ini bisa dilihat dari alokasi anggaraan yang disiapkan, setidaknya dalam dua tahun terakhir. Misalnya, pada tahun 2011 anggaran yang disiapkan untuk pengadaan Al-Qur’an mencapai 22 miliar rupiah, kemudian pada

  2

  tahun 2012 meningkat menjadi 55 miliar rupiah. Kecenderungan peningkatan alokasi anggaran tersebut tentu menggembirakan dan patut diapresiasi. Namun, pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah kebijakan pengadaan Al-Qur’an yang selama ini berlangsung telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Islam, khususnya bagi kalangan yang tidak mampu.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an pada tahun 2011 dan 2012 tentang penggunaan mushaf Al-Qur’an menunjukkan kenyataan yang menarik. Ternyata dalam realitasnya, mushaf Al-Qur’an yang dimiliki dan digunakan masyarakat Islam hampir semuanya berasal dari cetakan penerbit swasta, bukan mushaf terbitan Kementerian Agama. Mushaf Kementerian Agama baru dijumpai di beberapa orang atau pihak yang mempunyai kaitan atau akses dengan Kementerian Agama setempat, seperti pimpinan organisasi atau pegawai di lingkungan

3 Kementerian Agama sendiri. Ketiadaan Mushaf Kementerian

  Agama juga terjadi di sejumlah Mesjid Raya maupun Mesjid

  1 Abdullah bin Umar Baydawi, Anwār at-Tanzīl, Kairo: Ahmad Najib, 1887. hlm. 45. Lihat. Mu¥ammad ¦useyn a¯-°aba'tab'iy, al-Mīzan fīi Tafsir al Qur’ān, Beirut: Mu'assasah al-‘²lamiy, 1975, Jilid II, hlm. 128-9.

  2 Tempo, 3 juli 2013.

  3 LPMA, Laporan Penelitian Penggunaan Al-Qur’an di Masyarakat,

  

Tinjauan Sistem Distribusi Al-Qur’an di Jawa Timur — Ahmad Jaeni

  85

4 Agung. Bahkan, sejumlah Kantor Urusan Agama (KUA) di

  sejumlah daerah mengaku belum mendapatkan mushaf Al-Qur’an

  5 terbitan Kementerian Agama ini.

  Beberapa kenyataan di atas menunjukkan bahwa kebijakan pengadaan Al-Qur’an memang belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya secara merata oleh masyarakat Islam. Hal tersebut dalam pandangan Amidhan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, akibat proses distribusi yang belum berjalan baik. Menurutnya, seharusnya bukan masalah produksi yang dipermasalahkan, melainkan proses distribusinya. Kementerian Agama harus bisa menjamin proses

  6 distribusi berjalan baik.

  Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini bertujuan untuk melihat sistem distribusi mushaf Al-Qur’an yang selama ini telah diterapkan oleh Kementerian Agama dan kenyataan distribusi mushaf Al-Qur’an yang masih belum merata dan tepat sasaran dengan mengambil studi kasus di Jawa Timur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem distribusi yang lebih baik.

  Batasan Konseptual Sistem Distribusi

  Pengertian ‘distribusi’ pada dasarnya merujuk pada sebuah kegiatan atau aktivitas membagi atau penyaluran (pembagian,

  7

  pengiriman) kepada beberapa orang atau tempat. Dalam konteks penelitian ini distribusi yang dimaksud lebih merujuk pada pengertian distribusi fisik (physical distribution), yaitu pemindahan barang yang telah jadi (finished goods products) dari jalur akhir

  8

  produksi ke konsumen atau pengguna (the end user). Produsen di

  4 LPMA, Laporan Penelitian Penggunaan Al-Qur’an di Masyarakat, Jakarta: LPMA, 2011.

  5 Untuk memenuhi permintaan masyarakat menjelang Ramadan, sejumlah

KUA berinisiatif menghimpun mushaf Al-Qur’an dari setiap pengantin baru.

  

Ahmad Jaeni dan Ahmad Badrudin, Laporan Monitoring Peredaran Al-Qur’an

di Cilegon Banten. Jakarta: LPMA, 2011.

  6 Tempo, 4 Juli 2012.

  7 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 359.

  8 Pengertian ini merujuk pada definisi yang dibuat oleh The National

  86

  sini adalah Kementerian Agama Pusat, sedangkan konsumennya adalah masyarakat muslim Indonesia.

  Dalam sistem distribusi dikenl 3 istilah teknis yang menggambarkan jalannya sebuah distribusi, yaitu saluran distribusi, pola distribusi dan mekanisme distribusi. Saluran distribusi berhubungan dengan struktur unit organisasi dalam perusahaan yang berfungsi sebagai penghubung antara produsen dan

  9

  konsumen. Pola distribusi terkait pilihan-pilihan saluran distribusi

  10

  yang digunakan sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan mekanisme distribusi berkenaan dengan pengaturan peran-peran masing-masing saluran untuk mewujudkan distribusi yang efektif dan

  11

  12

  efisien. Menurut Julian Dent , pilihan terhadap beberapa pola distribusi biasanya diambil dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan segmentasi pengguna sebagai sasaran distribusi paling akhir (the end user). Hal ini dilakukan agar tujuan distribusi bisa diwujudkan secara efisien dan efektif. Terkadang pula untuk memenuhi target tertentu, kombinasi beberapa pola distribusi (a mix

  13 distribution models) juga dilakukan.

  Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama

  Mushaf Al-Qur’an yang dimaksud dalam konteks penelitian ini adalah mushaf yang diterbitkan oleh Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama melalui anggaran APBN-P 2011 dan didistribusikan secara serentak di semester awal tahun 2012 ke seluruh Kantor Wilayah Provinsi dan sejumlah Kankemenag Kabupaten/Kota di Indonesia. Selain itu, mushaf yang diterbitkan oleh Ditjen Bimas Islam merupakan Mushaf Standar Usmani, salah

  14 satu dari tiga jenis Mushaf Standar Indonesia.

  

Kapoor dan Purva Kansal, Basic of Distribution Management: A Logistics

Approach, India: Asoke K. Ghosh, 2005, hlm. 2.

  9 Satish K. Kapoor dan Purva Kansal, Basic …, hlm. 28.

  10 Satish K. Kapoor dan Purva Kansal, Basic …, hlm. 9.

  11 Vinod V. Sople, Logistic Management, India: Dorling Kindehrsley, 2007, hlm. 134

  12 Julian Dent, Distribution Channels: Understanding and Managing Channels to Market, USA: Kogan Page, 2011, hlm. 13

  13 Julian Dent, Distribution Channels:…, hlm. 15.

  14 Mushaf Standar Indonesia merupakan mushaf Al-Qur’an yang sistem

penulisan, tanda baca dan tanda waqafnya disusun melalui Muker Ulama Ahli

  

Tinjauan Sistem Distribusi Al-Qur’an di Jawa Timur — Ahmad Jaeni

  87 Metode Penelitian

  Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan (policy oriented

  

research) yang didisain untuk memahami satu aspek atau lebih dari

  15

  proses kebijakan publik , khususnya terkait dengan distribusi mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama. Oleh karena itu, penelitian ini tidak hanya bersifat deskriptif, melainkan juga bersifat preskriptif (bersifat menentukan, memberi petunjuk) dalam rangka

  16

  memberikan kontribusi pembuatan kebijakan. Penelitian dilakukan di Jawa Timur dengan mengambil dua tempat pengumpulan data lapangan, yaitu Kanwil Kemenag Propinsi Jawa Timur dan Kankemenag Kabupaten Banyuwangi. Dua tempat ini diambil sebagai sampel karena secara geografis letaknya berjauhan sehingga dimungkinkan memiliki kompleksitas yang lebih dibanding lokasi lainnya yang relatif berdekatan.

  Penelitiaan ini bersifat kualitatif dengan pengumpulan data melalui dokumentasi dan wawancara. Dokumentasi digunakan untuk mencatat data distribusi mushaf Al-Qur’an, baik yang terkait dengan kebijakan, sistem, ataupun data tentang aliran distribusinya. Sedangkan wawancara dilakukan untuk menggali perspektif dan persepsi berbagai pemangku kepentingan (stekholders) dan

  17

  masyarakat , seperti Kasi Bimas di Kanwil maupun Kankemenag Kota/Kabupaten, serta Kepala KUA di sejumlah Kecamatan, termasuk tokoh dan masyarakat penerima. Data-data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif analitik.

  

Ketetapan Menteri Agama (KMA) Nomor 25 tahun 1984. Melalui Intruksi

Menteri Agama Nomor 07 tahun 1984, Mushaf Standar Indonesia ditetapkan

sebagai referensi/pedoman penulisan dan penerbitan mushaf Al-Qur’an di

Indonesia. Lihat. LPMA, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar

Indonesia, Jakarta: LPMA, 2013, hlm. 10.

  15 Saul Becker,Alan Bryman, Harry Ferguson (ed.), Understanding Research

for Social Policy and Social Work: Themes, Methods and approaches, Amerika:

The Policy Press, 2012, hlm. 7.

  16 Ibid. hlm. 14.

  17 Christine, Metode-metode Riset Kualitatif, Yogayakarta: Bentang, 2008,

  88 Dasar Kebijakan Distribusi Mushaf Al-Qur’an

  Salah satu misi Kementerian Agama adalah mewujudkan kualitas kehidupan beragama sebagaimana tertuang dalam PP

  18 Nomor 62 Tahun 2005 Pasal 53. Selain bantuan yang bersifat

  fisik, berupa sarana dan prasarana ibadah dan pendidikan, Kementerian Agama juga berupaya dalam hal penyediaan kitab suci bagi umat Islam, mayoritas penduduk Indonesia.

  Pengadaan mushaf Al-Qur’an di Kementerian Agama dilaksanakan oleh Ditjen Bimas Islam. Selain dalam hal pengadaan, Ditjen Bimas Islam juga bertanggung jawab dalam pendistribusiannya. Distribusi mushaf Al-Qur’an oleh Ditjen Bimas Islam telah dilakukan dengan memanfaatkan struktur internal Kementerian Agama di daerah, baik Kanwil Provinsi maupun Kankemenag Kabupaten/Kota, termasuk Kantor Urusan Agama (KUA) di tingkat kecamatan.

  Dasar kebijakan terkait distribusi mushaf Al-Qur’an memang belum diketahui secara jelas, namun merujuk sebuah surat yang ditujukan kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Up. Kepala Bidang Urusan Agama Islam bersamaan dikirimnya mushaf Al-Quran di setiap provinsi, dasar kebijakan pengadaan dan distribusi mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama tersebut, khususnya yang bersumber dari APBN-P tahun 2011 sedikit agak tergambarkan.

  Dalam rangka pemenuhan kebutuhan mushaf Al-Qur’an bagi masyarakat kurang mampu, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

  1. Ditjen Bimas Islam dalam tahun 2011 mendapat dana tambahan untuk pengadaan mushaf Al-Qur’an memenuhi kebutuhan masyarakat kurang mampu dalam rangka pemberantasan buta baca tulis Al-Qur’an dan program gerakan maghrib mengaji.

  2. Dalam rangka memudahkan kontrol pengiriman mushaf, maka pendistribusian Al-Qur’an tersebut melalui kantor wilayah Kementrian Agama provinsi sesuai alokasi yang telah ditetapkan, agar disalurkan kepada mesjid/ mushola/ yayasan dan lembaga lainnya dengan cara mengajukan permohonan ke kantor wilayah yang diketahui oleh Kantor Urusan Agama kecamatan setempat.

  3. Untuk keperluan tertib administrasi diminta Saudara setelah menerima mushaf Al-Qur’an tersebut segera mengembalikan tanda terima

  18

  

Tinjauan Sistem Distribusi Al-Qur’an di Jawa Timur — Ahmad Jaeni

  89 terlampir kepada Ditjen Bimas Islam di sekretariat Ditjen Bimas Islam 19 dan kepada perusahaan pengiriman.

  Surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Bimas Islam di atas secara eksplisit telah menjelaskan dasar kebijakan, mekanisme dan sasaran distribusi mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama, khususnya yang bersumber dari APBN-P tahun 2011. Dasar kebijakan pengadaan mushaf Al-Qur’an dengan demikian cukup jelas sebagai upaya Kementerian Agama untuk memenuhi kebutuhan mushaf Al-Qur’an, khususnya bagi kalangan masyarakat Islam yang tidak mampu. Dengan ketersedian mushaf Al-Qur’an ini diharapkan persoalan buta baca tulis di kalangan umat Islam bisa diselesaikan. Seiring dengan itu, Gerakan Magrib Mengaji yang telah dicanangkan oleh Menteri Agama dapat berjalan efektif.

  Sebagaimana yang disebutkan dalam surat edaran bahwa sasaran utama distribusi mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama adalah masyarakat Islam yang tidak mampu. Namun demikian, mekanisme distribusinya tetap melalui mesjid, mushola, yayasan atau lembaga lainnya dengan cara pengajukan permohonan (proposal) ke kantor wilayah terdekat yang diketahui oleh Kantor Urusan Agama di tingkat kecamatan . Mekanisme prosedural ini ditempuh dalam rangka mempermudah pengawasan dan kontrol terhadap proses distribusi yang telah dilakukan.

  Peta Distribusi Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Peta Distribusi Kemenag Pusat (Ditjen Bimas Islam)

  Berdasarkan data dari Ditjen Bimas Islam, distribusi mushaf Al-Qur’an APBN-P tahun 2011 disalurkan ke sejumlah lembaga, tidak saja di lingkungan Kementerian Agama tetapi juga ke sejumlah lembaga lainnya, seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kementerian Keuangan.

  

Tabel. 1

Peta Distribusi Mushaf Kemenag APBN-P Tahun 2011

No Lembaga Penerima Jumlah (exp.) Persentase (%)

  1 Ditjen Bimas Islam 240.672

  36

  2

  33 Kanwil Kemenag Provinsi 335.690 51,4

  3

  50 Kankemenag Kab/Kota 49.000 7,5

  19 Surat nomor DJ.II.I/4/BA.00/445/2012 tertanggal 16 Pebruarai 2012

  90

  4 LPMA 1.120 0,1

  5 Dirjen Anggaran Kemenku 1.540 0,23

  6 Komisi Anggaran DPR 24.978

  38 Jumlah 653.000 100

  Sebagaimana tergambar dalam tabel 1, persentase jumlah mushaf Al-Qur’an yang disalurkan ke daerah, baik melalui Kanwil maupun ke Kankemenag Kabupaten/Kota sebesar 59%. Jumlah ini tentunya masih harus dibagi ke 33 propinsi. Sisanya didistribusikan ke lembaga-lembaga yang berkedudukan di Jakarta. Keadaan ini sekaligus menunjukkan bahwa jumlah persentasi distribusi mushaf Al-Qur’an yang terkosentrasi di Jakarta cukup besar, mencapai 41%, hampir separuh dari jumlah total mushaf yang dicetak/diproduksi.

  

Peta Distribusi Kemenag Pusat (Ditjen Bimas Islam) ke Sejumlah

Wilayah

  Sementara itu, jumlah mushaf yang didistribusikan ke setiap provinsi di Indonesia berbeda-beda sebagaimana tergambar dalam tabel berikut.

  

Tabel. 2

Peta Distribusi Mushaf Kemenag APBN-P Tahun 2011

ke Beberapa Wilayah Indonesia

  No Wilayah Jumlah (Exp.) Porsi Terkecil Porsi Kepulauan (Kanwil) Terbesar (Kanwil)

  1 Sumatera 7.980 - 14.000 Bangka Lampung Belitung

  

2 Jawa 24.000 - 35.980 DIY. Jateng, Jatim

Yogyakarta

  3 Kalimantan 1.988 - 4.984 Kalbar, Kalteng Kalsel

  4 Sulawesi 1.988 - 4.984 Sultra Sulsel

  5 NTB, NTT, Bali 1.988 - 2.996 Bali, NTT NTB

  6 Maluku, Papua 1.988 Maluku, Papua

  Seperti ditunjukkan dalam tabel, jumlah terbesar distribusi mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama diterima oleh provinsi- provinsi di Pulau Jawa dengan jumlah antara 24.000- 35.980 exp. Porsi terbanyak diterima oleh Kanwil Jawa Tengah dan Kanwil Jawa Timur, sedangkan porsi terkecil diterima Kanwil DIY. Yogyakarta. Jumlah dengan urutan kedua diterima oleh provinsi-

  Tinjauan Sistem Distribusi Al-Qur’an di Jawa Timur — Ahmad Jaeni

  91

  provinsi di Pulau Sumatera, kemudian disusul Kanwil di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTB, NTT, dan Papua.

  Perbedaan porsi jumlah mushaf Al-Qur’an yang disalurkan ke setiap provinsi tentu didasarkan pada sebuah pertimbangan. Meskipun belum diketahui secara pasti, namun nampaknya perbedaan jumlah porsi tersebut didasarkan pada jumlah populasi umat Islam yang ada. Ini bisa dilihat dari jumlah porsi terbesar diberikan kepada wilayah di Jawa yang mempunyai populasi umat Islam yang lebih banyak dibanding wilayah di luar Jawa. Selain itu, penentuan jumlah porsi merupakan ketetapan Ditjen Bimas Islam, bukan usulan masing-masing Kanwil Kemenag berdasarkan asumsi kebutuhan di daerahnya masing-masing. Kenyataan tersebut

  20

  sebagaimana diakui oleh Kanwil Kemenag Jawa Timur dan

21 Kankemenag Banyuwangi yang tidak mengetahui dasar jumlah

  porsi yang diterima, melainkan hanya menerima saja dan selanjutnya mendistribusikannya.

  Selain itu, Kanwil Kemenag provinsi dan Kankemenag Kabupaten/Kota tidak mendapatkan informasi yang cukup ketika proses distribusi mushaf Al-Qur’an akan dilakukan. Sebagaiamana diakui oleh pihak Kanwil, proses pengiriman mushaf Al-Qur’an dalam jumlah yang begitu besar dari Kementerian Agama Pusat tanpa memberi konfirmasi terlebih dahulu. Akibatnya, pihak Kanwil sempat terkejut dan tidak mempunyai kesiapan yang cukup untuk menerima barang dalam jumlah besar tersebut. Tentu ini sangat dimaklumi, karena Kanwil tidak mempunyai tempat yang representatif sebagai gudang penyimpanan sementara (temporary

  warehouse). Sedangkan penyimpanan mushaf Al-Qur’an harus di dalam ruangan yang kering, tidak lembab dan tertutup.

  Distribusi Mushaf Al-Qur’an di Jawa Timur Peta Distribusi

  Berdasarkan data dari Urais Bimas Islam Kemenag Pusat dan data di Kanwil Kemenag Prov. Jawa Timur, distribusi mushaf Al-Qur’an dari Kemenag Pusat untuk wilayah Jawa Timur dilakukan pada bulan Maret dan diterima oleh Kanwil Prov. Jatim pada bulan yang sama.

20 Wawancara dengan Kasi Bimas Kanwil Provinsi Jawa Timur, 1 Juli 2013.

  21

  92 Tabel. 3

Daftar Distribusi Mushaf Al-Qur’an Kemenag RI

22 dari APBN-P Tahun 2011 untuk wilayah Jawa Timur.

  No Penerima Jumlah

1 Kanwil Kemenag Prov. Jatim 1285 dus X@ 28 = 35.980 exp.

  2 Kankemenag Kota Pasuruan 35 dus X @ 28 = 980 exp.

  3 Kankemenag Kota Batu 35 dus X @ 28 = 980 exp.

  4 Kankemenag Kab. Pasuruan 35 dus X @ 28 = 980 exp.

  5 Kankemenag Kab. Bangkalan 35 dus X @ 28 = 980 exp.

  6 Kankemenag Kab. Sampang 35 dus X @ 28 = 980 exp.

  7 Kankemenag Kab. Jombang 35 dus X @ 28 = 980 exp.

  8 Kankemenag Kab. Tuban 35 dus X @ 28 = 980 exp.

  9 Kankemenag Kab. Jember 35 dus X @ 28 = 980 exp.

  10 Kankemenag Kab. Banyuwangi 35 dus X @ 28 = 980 exp.

  Jumlah 1600 dus x @28 = 44.800 exp.

  Tabel di atas menunjukkan bahwa distribusi mushaf Al-Qur’an dari APBN-P Tahun 2011 belum diterima secara merata oleh Kankemenag Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Jawa Timur, karena dari 38 kankemenag yang ada, hanya 9 Kankemenag yang menerima langsung distribusi mushaf Al-Qur’an dari Kemenag Pusat, yaitu 2 Kankemenag Kota (Pasuruan dan Batu) dan 7 Kankemenag Kabupaten (Pasuruan, Jombang, Tuban, Bangkalan, Sampang, Jember dan Banyuwangi). Selain itu, jumlah yang diterima kanwil lebih besar dibanding yang diterima kankemenag. Perbedaan jumlah ini tentu dapat dimaklumi, karena dengan demikian, kanwil mempunyai keleluasaan untuk mendistribusikan kepada setiap Kankemenag yang belum menerima kiriman mushaf Al-Qur’an sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.

  Pola Distribusi

  Kementerian Agama mempunyai struktur organisasi yang cukup lengkap dari pusat hingga daerah. Keberadaan struktur organisasi ini tentu sangat menguntungkan ketika distribusi akan dilakukan. Setiap struktur akan menjadi saluran distribusi (channel

  of distribution) yang secara efektif bisa langsung dijalankan.

22 Laporan Dokumen Daftar Pendistribusian Pengiriman Mushaf Al-Qur’an

  

Tinjauan Sistem Distribusi Al-Qur’an di Jawa Timur — Ahmad Jaeni

  93

  Mencermati gambaran peta distribusi mushaf Al-Qur’an— sebagaimana dijelaskan sebelumnya—Kementerian Agama Pusat tampaknya mempunyai pilihan yang beragam dalam menentukan saluran distribusi di suatu daerah/wilayah. Setidaknya terkait distribusi mushaf Al-Qur’an APBN-P tahun 2011 ke sejumlah daerah di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, ada dua pola distribusi yang ditempuh oleh Kementerian Agama Pusat. Pertama, aliran distribusi melalui Kanwil. Dari Kanwil, baru diteruskan ke Kankemenag Kabupaten/Kota. Kedua, aliran distribusi langsung ke Kankemenag Kabupaten/Kota tanpa melalui kanal Kanwil. Kedua pola tersebut dapat digambarkan sebagaimana dalam bagan berikut.

  Bagan 1. Pola Distribusi Mushaf Kemenag di Jatim

  Pola 1 K 2 K P

K 1

  Pola 2 K P K 2

  

KP = Kemenag Pusat = Arah Distribusi

K1 = Kanwil Kemenag Prov. = Dikirim

K2 = Kankemenag Kab./Kota = Diambil

  Dalam bagan pola saluran distribusi di atas Kemenag Pusat (KP) menjadi produsen sekaligus distributor pertama yang menentukan pola distribusi yang akan diterapkan. Jika meminjam

  23

  konsep Julian Dent pola pertama disebut distribusi tingkat 2 (two-

  

tier distribution), yaitu distribusi dengan melibatkan saluran

  distribusi lainnya. Sedangkan pola kedua disebut distribusi dengan banyak tingkatan (multiple tired distribution system), yaitu distribusi dengan melibatkan beberapa saluran distribusi. Merujuk data dari Bimas Islam, pola pertama juga diterapkan di seluruh provinsi di Indonesia. Sementara pola kedua hanya diterapkan beberapa provinsi saja, yaitu Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan Kalimantan Barat.

23 Julian Dent, Distribution Channels: Understanding and Managing

  94

  Pada tingkat distribusi dari Kemenag Pusat ke Kanwil Kemenag Provinsi (pola 1) maupun ke Kankemenag Kabupaten/Kota (pola 2) tidak ada masalah berarti. Semua bisa terlaksana secara baik.

  Kondisi ini sangat dimungkinkan karena proses distribusi dari KP ke K1 ataupun K2 menggunakan jasa pihak ketiga, yaitu sebuah jasa pengiriman barang. Sudah barang tentu, penggunaan jasa pengiriman barang tersebut karena tersedianya anggaran yang dimiliki Kementerian Agama Pusat.

  Sementara dalam proses distribusi dari Kanwil Kemenag Provinsi ke Kankemenag Kabupaten/Kota (pola 1) ditemukan kasus beragam. Meskipun dapat memberikan keleluasaan kepada Kanwil Kemenag provinsi Jawa Timur untuk mendistribusikan sesuai dengan kebutuhan di wilayahnya, namun pola ini membuat Kanwil harus menghadapi beberapa persoalan. Selain belum adanya ketersediaan gudang penyimpanan sementara (temporary

  

warehouse), Kanwil juga menghadapi kendala terkait ketiadaan

  dana/anggaran pegiriman ke sejumlah Kankemenag. Kondisi ini menyebabkan proses distribusi tidak segera bisa dilakukan. Sebagai alternatifnya, Kanwil meminta masing-masing Kankemenag untuk mengambil sendiri. Namun, kondisi serupa juga dihadapi oleh kankemenag. Karena ketiadaan anggaran, jatah mushaf Al-Qur’an dari Kanwil tidak dapat segera diambil. Terlebih dengan letak geografis yang berjauhan, sejumlah Kankemenag harus berfikir keras untuk dapat mengambil jatah tersebut.

  Berdasarkan kenyataan tersebut, Kankemenag Banyuwangi menilai sistem distribusi dengan pola pertama lebih efisien, karena tidak membutuhkan biaya transportasi untuk pengambilan di Kanwil Kemenag Jawa Timur. Begitu pula bagi Kanwil, distribusi dengan mengambil pola pertama dapat mengurangi beban Kanwil dalam mendistribusikan mushaf ke sejumlah kankemenag di bawahnya.

  Sistem Distribusi Ganda

  Orientasi distribusi produk komersial memang berbeda dengan produk non-komersial. Perbedaan ini sangat berpengaruh terhadap sistem distribusi yang akan diterapkan. Dalam distribusi produk komersial, setiap saluran distribusi biasanya memiliki kewenangan dan fungsi yang berbeda-beda. Karena jika tidak, akan terjadi konflik kepentingan antar saluran dalam merebutkan profit. Inilah

  

Tinjauan Sistem Distribusi Al-Qur’an di Jawa Timur — Ahmad Jaeni

  95

  yang dalam istilah pemasaran disebut sebagai sistem pemasaran vertikal (vertical marketing system) atau sistem distribusi vertikal (vertical distribution system). Dalam sistem ini, hanya saluran distribusi paling akhir/bawah (pengecer, pedagang) yang berhak memasarkan langsung kepada konsumen atau pengguna terakhir

  24 (the end user).

  Tentu ini berbeda dengan fungsi saluran di dalam distribusi produk non-komersial. Setiap saluran distribusi di setiap level bisa mempunyai fungsi sama, meskipun masing-masing saluran mempunyai wilayah kerja yang berbeda. Dalam dunia marketing model seperti ini sering diistilahkan sebagai sistem saluran pemasaran ganda (multi channel marketing system) atau saluran

  25

  distribusi ganda (multi channel distribution system). Sistem yang terakhir ini tampaknya cukup menggambarkan distribusi mushaf Al-Qur’an di lingkungan Kementerian Agama yang selama ini berjalan.

  

Bagan 2

Sistem Distribusi Ganda (Multi Channel Distribution System)

DITJEN BIMAS ISLAM KANWIL KEMENAG ROVINSI

  KANKEMENAG KAB./KOTA ORMAS, MASJID, MUSALA, MAJELIS TAKLIM, DLL = perantara antar saluran (intermedier) = penyalur langsung (retailer) pada masyarakat pengguna

24 Philip Kotler, Gary Armstrong, Principles of Marketing 15th Global Edition, USA: Pearson Education, 2012, hlm. 370.

  25

  96

  Penerapan sistem saluran distribusi ganda (multi channel

  

distribution system) seperti gambaran bagan di atas diakui

  membantu target distribusi dapat dilakukan lebih cepat, karena semua saluran distribusi di semua tingkatan bersama-sama berperan sebagai pengecer atau penyalur langsung (retailer, direct

  

distributor) kepada pengguna. Kemenag Pusat dan Kanwil tidak

  hanya berperan sebagai perantara (intermedier) terhadap saluran di bawahnya, namun juga bisa berperan sebagai pengecer. Namun, sistem model ini tidak lepas dari kelemahan. Belum adanya aturan terkait segmentasi sasaran distribusi di setiap saluran distribusi membuka kemungkinan terjadinya sasaran distribusi yang tumpang tindih. Misalnya, sejumlah sasaran distribusi seperti mesjid atau lembaga lain yang berada di wilayah kabupaten/kota tidak hanya dapat mengajukan permohonan kepada Kankemenag, tetapi secara bersamaan juga dapat mengajukan kepada Kanwil, dan bahkan ke Kemenag Pusat. Sehingga sangat dimaklumi, jika beberapa sasaran distribusi tersebut dapat memperoleh mushaf Al-Qur’an dari Kankemenag, Kanwil dan Kemenag Pusat.

  Sementara itu, Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai struktur terbawah Kementerian Agama dan yang paling dekat dengan masyarakat, sejauh ini belum terlibat langsung dalam struktur sistem distribusi mushaf Al-Qur’an. Peran KUA masih sebatas membantu dalam hal sosialisasi, belum berperan sebagai distributor

  26

  (retailer) secara langsung. Pusat distribusi yang paling bawah, dengan demikian, masih berada di tingkat Kankemenag. Jangkauan Kankemenag dengan sasaran distribusi di wilayah kecamatan maupun desa/kelurahan dinilai masih terlalu jauh, sehingga menjadikan peta penyebaran distribusi mushaf Kementerian Agama belum sepenuhnya merata karena sangat dipengaruhi oleh akses informasi dan ketersediaan transportasi.

  Sasaran dan Mekanisme Distribusi

  Seperti disebutkan dalam surat edaran Dirjen Bimas Islam terkait distribusi mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama, yang menjadi sasaran distribusi (the end user) mushaf Al-Qur’an adalah masyarakat Islam yang kurang mampu. Meskipun demikian,

26 Wawancara dengan Kepala KUA Srono dan Kepala KUA Srono

  

Tinjauan Sistem Distribusi Al-Qur’an di Jawa Timur — Ahmad Jaeni

  97

  mekanismenya tetap dilakukan secara prosedural dengan cara pengajuan proposal. Sedangkan pengajuan proposal harus dilakukan melalui lembaga atau organisasi, seperti mesjid, musala, pesantren, TPA, atau yang lainnya, bukan individu. Dalam penelitian ini, ditemukan keragaman latar belakang pengaju proposal, sebagaimana ditemukan di Kankemenag Banyuwangi seperti tergambar dalam tabel berikut.

  Tabel 4 Distribusi Mushaf Al-Qur’an di Kankemenag Banyuwangi No Penerima Jumlah Lembaga Jumlah mushaf

  1 TPQ 30 598 exp.

  2 Musala 12 262 exp.

  3 Mesjid 9 150 exp.

  4 Pesantren 6 105 exp.

  5 Majis Taklim 3 50 exp.

  6 Sekolah 13 214 exp.

  7 Panti Asuhan 1 20 exp.

  8 Nahdatul Ulama 1 15 exp.

  9 HMI 1 20 exp.

  10 Kuliah Kerja Nyata (KKN) 1 15 exp.

  Jumlah 77 1.399 exp.

  Tabel di atas memperlihatkan peta aliran distribusi mushaf Al-Qur’an ke sejumlah sasaran distribusi di Banyuwangi. Distribusi dengan jumlah terbesar diterima Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). Jumlah ini tentu dipengaruhi jumlah proposal yang masuk, bukan karena kebijakan yang diambil Kankemenag setempat. Selain itu, di TPQ kebutuhan terhadap mushaf Al-Qur’an memang sangat realistis, karena kenaikan santri pada level Al-Qur’an bisa terjadi setiap saat. Di samping faktor tersebut, hampir setiap penyuluh di KUA membina TPQ di tempatnya masing-masing.

  Mekanisme distribusi ditempuh melalui prosedur pengajuan proposal memang bertujuan agar proses distribusi mudah dimonitor dan dikontrol. Namun di sisi lain, kelemahan dari sistem ini juga tidak bisa dihindarkan. Peta aliran distribusi mushaf Al-Qur’an ke sasaran distribusi, baik di tingkat Kanwil maupun Kankemenag menunjukkan penyebaran yang tidak merata. Beberapa sasaran distribusi, seperti masjid, musala atau organisasi lainnya, selalu mendapatkan mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama dalam setiap tahunnya, namun sejumlah sasaran distribusi lainnya tidak pernah

  98

  27

  mendapatkan. Kenyataan ini disebabkan oleh informasi yang tidak merata diterima oleh setiap pengurus musala atau mesjid. Sehingga kecenderungannya, musala atau mesjid yang mendapatkan aliran distribusi mushaf adalah musala atau mesjid yang mempunyai akses

  28 dengan Kementerian Agama.

  Beberapa Faktor Pemeratan Distribusi

  Distribusi mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama yang belum merata merupakan sebuah kenyataan yang harus dihadapi dan dicarikan solusinya. Sejumlah persoalan yang menjadi sebab telah diuraikan sebelumnya, dan berikut ini beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mewujudkan distribusi mushaf Al-Qur’an menjadi lebih merata dan tepat sasaran, yaitu antara lain:

a. Akses informasi yang terbuka dan merata

  Mekanisme prosedural yang harus ditempuh untuk mendapatkan mushaf Al-Qur’an meniscahyakan adanya informasi yang terbuka dan merata bagi seluruh masyarakat atau titik-titik yang menjadi sasaran distribusi. Dengan demikian, semua sasaran distribusi mempunyai kesempatan sama untuk mengajukan dan mendapatkan mushaf yang diberikan secara gratis itu. Namun memang harus diakui, meskipun akses informasi terkait adanya distribusi mushaf Al-Qur’an sudah terbuka, tetapi memang belum merata menjangkau masyarakat secara keseluruhan. Seperti ditemukan dalam penelitian ini, beberapa sampel penerima mushaf Al-Qur’an pada umumnya mempunyai akses dengan Kementerian Agama setempat. Di sisi lain, kenyataan ini tentu harus dimaklumi, karena jika akses informasi benar-benar terbuka dan merata, sedangkan ketersediaan jumlah mushaf terbatas, maka tentu Kementerian Agama tidak mungkin dapat memenuhi permintaan (demand) yang datang. Memang sangat problematis. Jika demikian keadaannya, menentukan skala prioritas terhadap sasaran distribusi adalah salah satu strategi yang bisa dilakukan. Apalagi pengadaan mushaf Al-Qur’an akan dilakukan setiap tahun dengan jumlah yang terus bertambah.

  27 Wawancara dengan ustadz Bunyamin, salah satu pengurus Musala di daerah Waru, Surabaya, 3 Juli 2013.

  28 Wawancara dengan Imam Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, 3 Juli

  

Tinjauan Sistem Distribusi Al-Qur’an di Jawa Timur — Ahmad Jaeni

  99 b. Menguatkan Peran KUA

  Pusat distribusi mushaf Al-Qur’an yang masih terpusat di Kankemenag dan Kanwil membuat letak geografis menjadi salah satu faktor pemerataan distribusi. Daerah yang jauh dari saluran/pusat distribusi akan menghadapi tantangan tersendiri untuk mendapatkan distribusi mushaf. Sekalipun akses informasi tersedia, namun jika letaknya begitu jauh dari pusat distribusi dan membutuhkan cost yang tinggi, tentu keinginan untuk mendapatkan mushaf Al-Qur’an sangat berat dilakukan. Oleh karena itu, menjadikan KUA sebagai salah satu saluran dan pusat distribusi menjadi alternatif yang perlu dilakukan. Dengan demikian, jarak antara pusat distribusi dengan sasaran distribusi akan lebih dekat, sehingga proses distribusi lebih mudah dilakukan. Keuntungan lainnya, akses informasi bisa lebih merata dan biaya transportasi bisa ditekan. Selain itu, sebagai struktur Kementerian Agama yang paling bawah di tingkat kecamatan, KUA mempunyai data-data tentang kondisi masyarakat yang lebih aktual, sehingga kesalahan dalam menentukan sasaran distribusi dapat dihindari. Dengan peran KUA yang lebih optimal dalam sistem distribusi di Kementerian Agama, harapan terwujudnya distribusi mushaf Al-Qur’an yang lebih merata dan tepat sasaran dapat diupayakan.

  c. Penggunaan data-data keagamaan

  Proses distribusi mushaf Al-Qur’an tampaknya belum memanfatkan data-data keagamaan secara lebih maksimal. Mekanisme prosedural cenderung membuat proses distribusi lebih bersifat pasif. Pusat-pusat distribusi di semua tingkatan saluran/kanal distribusi belum bergerak aktif dengan memanfaatkan data-data keagamaan sebagai basis dalam menentukan sasaran distribusi. Memang di beberapa tempat, proses distribusi telah dilakukan lebih aktif dengan mendatangi langsung sasaran distribusi, namun persentase ini sangat sedikit dan biasanya hanya bersifat aksidental. Safari Ramadan, kunjungan kerja, dan bentuk kegiatan sejenisnya, biasanya menjadi cara efektif untuk menyalurkan mushaf Al-Qur’an secara langsung. Oleh sebab itu, penggunaan data-data keagamaan, baik di Kemenag Pusat, Kanwil, Kankemenag maupun di KUA menjadi sebuah keharusan. Manfaat utama data-data keagamaan adalah sebagai bahan untuk melakukan pemetaan kebutuhan di masing-masing daerah dan menentukan skala prioritas terhadap sasaran distribusi. Selain itu, data-data

  100

  tersebut dapat digunakan untuk mengantisipasi terpusatnya distribusi pada sasaran distribusi tertentu. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya distribusi yang tidak tepat sasaran bisa dihindari dan pemerataan distribusi bisa diwujudkan.

d. Membuat segmentasi sasaran distribusi

  Segmentasi sasaran distribusi menjadi penting dibuat untuk mengantisipasi ekses dari penerapan sistem distribusi ganda. Sistem yang diterapkan untuk mendistribusikan mushaf Al-Qur’an ini memang dapat mempercepat target distribusi, karena semua saluran distribusi ikut menjadi penyalur, namun potensi terjadinya penumpukan distribusi pada sasaran distribusi tertentu sangat mungkin terjadi. Segmentasi dapat disusun berdasarkan tingkatan saluran distribusi. Sasaran distribusi pada tingkat Kemenag pusat harus dibedakan dengan sasaran distribusi di tingkat Kanwil, Kankemenag maupun KUA. Dengan adanya segmentasi sasaran distribusi di setiap tingkatan saluran distribusi, tidak saja target distribusi yang dapat dicapai, namun pemerataan distribusi juga bisa diwujudkan.

  Beberapa hal di atas merupakan bahan untuk menyempurnakan sistem distribusi yang telah ada agar pemerataan distribusi bisa terwujud dan kesalahan sasaran distribusi dapat dihindari. Adapun terkait pelaksanaan distribusi sendiri, tentu ada sejumlah masalah teknis lainnya yang juga harus mendapat perhatian, seperti ketersediaan anggaran, gudang penyimpanan, dan faktor pendukung lainnya.

  Penutup Simpulan

  Distribusi mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama dilakukan dengan memanfatkan semua struktur Kementerian Agama di daerah sebagai saluran distribusinya. Distribusi ke daerah dilakukan dengan dua pola, distribusi ke Kanwil Kemanag Provinsi dan distribusi langsung ke Kankemenag Kabupaten/Kota. Selain itu, Kementerian Agama menganut sistem saluran distribusi ganda (multi channel distribution system) yang memungkinkan setiap saluran distribusi dapat melakukan dua tugas sekaligus, baik penyalur (retailer) maupun perantara (middlemen). Keuntungan sistem ini dapat mempercepat distribusi mushaf Al-Qur’an sampai

  

Tinjauan Sistem Distribusi Al-Qur’an di Jawa Timur — Ahmad Jaeni

101

  pada sasaran distribusi. Namun di sisi lain, sistem ini berpotensi membuat sasaran distribusi menjadi tumpang tindih, sehingga distribusi mushaf Al-Qur’an tidak merata dan tidak tepat sasaran. Untuk mengatasi ekses penerapan sistem tersebut sejumlah faktor bisa ditawarkan, seperti penyediaan akses informasi yang merata, penguatan peran KUA, penggunaan data-data keagamaan dan penyusunan segmentasi sasaran distribusi.

  Rekomendasi

1. Kemenag pusat diharapkan dapat membuat petunjuk teknis

  (juknis) distribusi mushaf Al-Qur’an secara menyeluruh, baik terkait pola distribusi, saluran distribusi dan segmentasi sasaran distribusi.

  2. Kemenag pusat, Kanwil dan Kankemenag diharapkan dapat memanfaat data-data keagamaan untuk memetakan sasaran distribusi.

  3. Kanwil dan Kankemenag diharapkan dapat menyiapkan alokasi anggaran untuk menunjang distribusi mushaf Al-Qur’an ke sejumlah sasaran distribusi.

  Daftar Pustaka

Arifin M, Zaenal, ‘Mengenal Mushaf Standar Usmani Indonesia’, dalam Jurnal

Suhuf, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2011.

  Baydawi, ‘Abdull āh bin ‘Umar, Anw±r at-Tanzīl, Kairo: A¥mad Najīb, 1887.

Daymon, Christine, Metode-metode Riset Kualitatif, Yogyakarta: Bentang, 2008.

  

Dent, Julian, Distribution Channels: Understanding and Managing Channels to

Market, USA: Kogan Page, 2011.

K. Kapoor, Satish dan Purva Kansal, Basic of Distribution Management: A

Logistics Approach, India: Asoke K. Ghosh, 2005.

Kotler, Philip, Gary Armstrong, Principles of Marketing 15th Global Edition,

USA: Pearson Education, 2012.

Harry Ferguson, Saul Becker, Alan Bryman, (ed.), Understanding Research for

  Social Policy and Social Work: Themes, Methods and approaches , Amerika, The Policy Press, 2012.

  102

Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, 2008.

  

Laporan Dokumen Daftar Pendistribusian Pengiriman Mushaf Al-Qur’an

Dirjen Bimas Tahun 2012.

LPMA, Laporan Penelitian Mushaf Al-Qur’an dalam Masyarakat, Jakarta:

LPMA, 2011.

LPMA, Laporan Penelitian Mushaf Al-Qur’an dalam Masyarakat, Jakarta:

LPMA, 2012.

LPMA, Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia, Jakarta: LPMA,

2013.

Raco, J.R., Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan

Keunggulannya. Jakarta: Grasindo.

Ramachandran, Sai, Distribution and Sales Management, New Delhi: Sunil

Sachdev, 2005. a¯-°aba'tab'iy, Mu¥ammad ¦usain, al-M