PaNDaNGaN KIYaI tENtaNG PENINGKataN MUtU KaJIaN KItab KUNING DI PEsaNtrEN
PaNDaNGaN KIYaI tENtaNG PENINGKataN MUtU KaJIaN KItab KUNING DI PEsaNtrEN
Nunu ahmad an-Nahidl
Peneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan | balitbang dan Diklat Kemenag RI Jl. mH thamrin no. 06 Jakarta Pusat | Email: Intersym2013@gmail.com
abstract
Survey of opinion of kiyai on the improvement of quality of study of Kitab Kuning in Pesantren was done in 2014 aimed at finding data and information on expectation of kiyais on aspects of input, process and output of study of kitab kuning in pesantrens. Data was obtained from 22 provinces with 711 kiyais as the samples with
systematical random technique. The survey showed that most kiyais give high responses on the indikators used to measure variables of input, process and output. It means that the survey is a factual testimony that most kiyais have positive opinion on the improvement of quality of study of Kitab Kuning in Pesantren
keywords: kitab kuning, quality, pesantren
abstrak
Survai Pandangan Kiyai tentang Peningkatan Mutu Kajian Kitab Kuning di Pesantren dilakukan tahun 2014, dengan tujuan menggali data dan informasi tentang harapan kiyai terhadap aspek-aspek input, proses dan output kajian kitab kuning di pesantren. Pengumpulan data dilakukan di 22 propinsi dengan jumlah sampel sebanyak 711 kiyai yang dipilih dengan teknik acak sistematis. Hasil survai menyimpulkan bahwa rata-rata kiyai memberikan respon tinggi terhadap indikator yang digunakan untuk mengukur variabel input, proses dan output. Artinya, temuan survai ini menjadi testimoni faktual bahwa rata-rata kiyai memiliki pandangan positif terhadap peningkatan mutu kajian kitab kuning di pesantren.
kata kunci: kitab kuning, mutu, pesantren
PeNdaHuluaN
tengah dunia pendidikan saat ini yang jauh semakin kompetitif. Sementara, jumlah
Pesantren adalah lembaga pendidikan lem baga pendidikan pesantren yang tetap pen cetak dan pengkaderan ulama. Sebagian mempertahankan fungsi dan peran tafaqquh besar ulama di tanah air dilahirkan oleh fid-din dengan konsentrasi kepada kajian kitab pendidikan pesantren dan sejenisnya. maka kuning tinggal sedikit, dan masing‑masing tugas utama pesantren sebagai lembaga pen‑ memiliki kurikulum dan standar kelulusan didikan reproduksi ulama hendaknya tetap
yang beragam. 1
dipertahankan keberlangsu ngan nya. tegas‑ nya, pesantren yang berkembang saat ini
Saat ini pendidikan umum formal seperti menjadi sangat penting untuk terus didorong
madrasah dan sekolah didirikan di lingkungan agar tetap mampu melahirkan ulama‑ulama
muta faqqih fid-din. 1 Lihat: badan Litbang dan Diklat. 2011. Survei
Pengajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren. Jakarta:
mengkader seorang calon ulama jelas
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, h. 130‑
tidak mudah dan sederhana, terutama di
Naskah diterima 5 oktober 2014. revisi pertama, 15 oktober 2014. revisi kedua, 19 November 2014 dan revisi terakhir 4 desember 2014.
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
NuNu AHmAd AN-NAHidl
pesantren untuk menarik minat orang tua kulum tafaqquh fid-din yang terstandar bagi ‘menitipkan’ anaknya di pesantren, dan sebagai
pesantren. 4
jawaban atas kebutuhan santri terhadap berpijak kepada hasil penelitian dan legalitas tanda kelulusan pendidikan formal.
pertemuan ulama tadi, maka tampak jelas namun pendirian pendidikan umum formal
bahwa kurikulum tafaqquh fid-din yang itu tidak diikuti upaya peningkatan mutu
terstandar dibutuhkan. manfaatnya antara kajian kitab kuningnya, bahkan cenderung
lain untuk: 1) mendorong seluruh pesantren mengabaikannya. Akhirnya, kajian kitab
di tanah air agar tetap memiliki semangat kuning di pesantren hanya berfungsi takmili
dan potensi yang sama dalam melahirkan atas pendidikan umum formalnya. Santri
calon ulama; 2) memastikan setiap santri di sendiri lebih banyak menghabiskan waktu
pesantren memperoleh pembelajaran kitab pembelajarannya di sekolah atau madrasah,
kuning pada setiap bidang keilmuan sesuai dan pesantren lebih sebagai boarding belaka. 2 dengan jenjang pendidikannya masing‑
Hasil survai Puslitbang Pendidikan masing; 3) menjadi acuan bersama bagi setiap Agama dan Keagamaan tahun 2011, menyim‑
pesantren dalam melakukan upaya penguatan pulkan bahwa; 1) terdapat varian kitab
kajian kitab kuning.
kuning yang dikaji di pesantren pada setiap masalah dalam penelitian ini adalah bidang keilmuan dilihat dari jenisnya, waktu
bagaimana pandangan kiai terhadap pening‑ pembelajarannya, dan pilihan atas kitab yang
katan mutu kajian kitab kuning di pesantren dikaji; dan 2) waktu pembelajaran kitab kuning
pada tiga aspek, yaitu aspek input, proses dan jumlahnya pada setiap bidang keilmuan
dan output. Penelitian ini menjadi penting tergolong rendah atau menurun. Survai ini
untuk mempersiapkan sejumlah instrumen
merekomendasikan kepada Kemen terian pendidikan yang dibutuhkan dalam peren‑ Agama untuk menyusun pedoman pengajaran
canaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan kitab kuning di pesantren. 3 pesantren ke depan, khususnya kajian kitab
Pertemuan para ulama pengasuh kuning di pesantren. pesantren di Surabaya tahun 2013 tentang
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi “Penguatan Tradisi Keilmuan di Pondok Pesantren,”
masukan strategis bagi Kementerian Agama yang digagas Puslitbang Pendidikan Agama
dalam merumuskan kebijakan Pemerintah dan Keagamaan telah menghasilkan sejumlah
tentang peningkatan mutu pendidikan pe‑ kesimpulan penting. Antara lain, para ulama
santren, khususnya pada aspek kajian kitab men dorong pendidikan pesantren untuk
kuningnya yang menjadi unsur utama pem‑ tetap dapat mengadaptasi perkembangan
belajaran di pesantren.
kehidupan dan kebutuhan masyarakat, namun dengan tetap mengemban misi tafaqquh fid- din demi melahirkan ulama yang mumpuni.
kerangka teori
Para ulama juga meminta kepada Kementerian Agama untuk memfasilitasi penyusunan kuri‑
Pondok Pesantren dan Pengembangan Pendidikan
Pesantren memiliki parameter yang ter ukur ketika dihadapkan kepada pilihan pengem bangan pendidikan ke depan. Kaidah
2 berdasarkan observasi langsung peneliti, pola ini misalnya ditemukan pada sebuah pondok pesantren yang
justeru cukup populer di daerah priangan Jawa barat. 4 badan Litbang dan Diklat. 2013. Laporan Halaqah 3 badan Litbang dan Diklat. 2011. Survei Pengajaran
Ulama tentang “Penguatan Tradisi Keilmuan di Pondok Kitab Kuning di Pondok Pesantren. Jakarta: Puslitbang
Pesantren. Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Pendidikan Agama dan Keagamaan, h. 130‑133.
Keagamaan, h. 99‑101.
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
PANdANGAN kiYAi TeNTANG PeNiNGkATAN muTu kAJiAN kiTAB kuNiNG di PesANTreN
”al-muhafazhat ala al-qadim ash-shalih wa al- mempertahankan kajian kitab kuningnya, akhdzu bi al-jadid al-ashlah,” dapat dimak nai
dan diposisikan sebagai pendidikan takhassus, sebagai upaya pesantren mengawal keber‑
dimana santrinya tidak lagi mengikuti jenis langsungan dengan cara memacu inovasi
pendidikan lain (sekolah atau madrasah). dan kreativitas. Al-jadid al-ashlah itu tidak
Pada pendidikan takhassus, pembelajaran kitab berarti lebih baik dari yang lama, namun lebih
kuning menggunakan sistem klasikal dimana tepatnya, ia merelevansi kebu tuhan saat ini,
pilihan atas kitab yang dipelajari, standarnya dimana kehidupan manusia terus berubah
disesuaikan dengan jenjang yang ada, mulai mengikuti perkembangan kemajuan jaman.
Ula, Wustha, Ulya dan ma’had Ali. Pada model namun demikian, tantangan modernitas
ketiga ini, sudah mulai dikembangkan metode dengan sistem pendidikan yang ditawarkannya,
musyawarah atau mudzakarah kitab, tidak lagi ternyata tidak mudah diterima begitu saja.
sorogan dan bandongan. Di beberapa pesantren Paling tidak terdapat tiga (3) varian
yang tidak mengembangkan pendidikan respon pesantren atas tawaran pengem bangan
takhassus, kajian kitab kuning ‘dititipkan’ pendidikan. Pertama, menerima bahkan beralih
pada pendidikan madrasah, baik sebagai mata dengan mengembangkan sistem pendidikan
pelajaran kurikuler maupun menjadi bagian umum, yaitu sekolah dan madrasah. Pada
dari kegiatan ekstra kurikuler. 6
model ini, dominasi penguatan pendidikan Ketiga model tersebut merupakan varian umum justeru merubah fungsi pesantren
sikap yang diekspresikan oleh lembaga menjadi lebih semacam asrama (boarding).
pendidikan yang sering disebut sebagai Santri mengaji telah berubah menjadi
pesantren tradisional ( salafiyah). Di lain siswa belajar sepanjang hari di sekolah atau
pihak, terdapat sebuah model pesantren yang madrasah. Sekalipun masih ada pengajian kitab
memang sejak awal didirikan telah mengadopsi kuning, maka jumlah jam belajar dan pilihan
sistem klasikal bahkan mengidentifikasikan standar kitabnya terhitung dalam kategori
dirinya sebagai pesantren modern.
rendah. tetapi lembaga pendidikan ini masih Dalam perkembangan mutakhir, tampak menyebut dirinya pondok pesantren. 5 semakin sedikit ditemukan sebuah pesantren
Kedua, menolak pengembangan dan ber‑ yang memprioritaskan kepentingan tafaqquh tahan dengan pola lama yang telah berjalan.
fiddin; mendalami ilmu‑ilmu agama dengan Pada model ini, pesantren tetap mem‑
spesialisasi keilmuan Islam tertentu, seumpama pertahankan tradisi pengembangan intelek‑
fiqh atau tafsir. Salah satu di antara alasannya tual pada sistem pendidikannya dengan
adalah bahwa sebagian besar pesantren juga berbasis kitab kuning. Santri pemula biasanya
mengelola lembaga pendidikan formal, baik dianjurkan untuk mempelajari sejumlah kitab‑
madrasah, sekolah, bahkan perguruan tinggi kitab dasar dengan model sorogan dengan
umum. Dalam kondisi demikian, maka santri penekanan kepada muhafadzah (hapalan).
jelas tidak dapat lagi menekuni atau takhassus Sementara untuk kitab‑kitab menengah dan
kitab kuning secara matang, mengingat atas, dipelajari oleh santri dengan model
mereka juga harus menyediakan waktu untuk bandongan.
menekuni mata pelajaran umum.
Ketiga, mengambil jalan tengah. Pada model Perkembangan ini berdampak serius ini, pesantren melakukan pengem bangan
terhadap menurunnya fungsi dan peran pesan‑ sistem pendidikan dengan menyelenggarakan
tren sebagai lembaga pendidikan pencetak pendidikan umum, namun dengan tetap
ulama. Ulama masa depan sulit – untuk tidak
5 nunu Ahmad An‑nahidl, dkk (Editor). 2010. 6 berdasarkan observasi langsung peneliti, pola ini Otoritas Pesantren dan Perubahan Sosial. Jakarta: Puslitbang
misalnya dikembangkan oleh PP. babakan Ciwaringin Pendidikan Agama dan Keagamaan, h. 147‑149.
Cirebon dan PP. Al‑munawwir Krapyak yogyakarta.
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
NuNu AHmAd AN-NAHidl
mengatakan tidak mungkin – dilahirkan dari yang menjadi kebutuhan dan keinginan sebuah sistem pendidikan umum meskipun ia
konsumen. Jelas, apapun pengertian dasar berada dan dikelola oleh lembaga pesantren
yang telah disebutkan tadi, tampak sekali sekalipun. Ulama adalah adalah para ‘alim
bahwa mutu atau kualitas selalu berfokus yang menekuni dan mendalami ilmu‑ilmu
kepada pelanggan.
agama secara khusus dan matang. maka, Sallis menyebutkan bahwa konsep mutu tercerabutnya ilmu agama dari muka bumi
memiliki tiga pengertian, yaitu mutu sebagai ini adalah identik dengan ketiadaan ulama di
konsep yang absolut mutlak, mutu dalam tengah kehidupan umatnya.
konsep yang relatif, dan mutu menurut konsumen. 10 Jika pilihan diberikan kepada
Konsep Mutu
mutu dalam konsep yang relatif, maka mutu bukan merupakan atribut dari suatu produk
mutu biasanya dihubungkan dengan atau jasa. Sesuatu dianggap bermutu jika
suatu produk atau kualitas layanan. mutu barang atau jasa telah memenuhi kriteria atau atau kualitas didefinisikan sebagai sesuatu spesifikasi yang telah ditetapkan. Suatu produk yang diharapkan para pelanggan (masyarakat) atau jasa tidak harus terbaik, tetapi memenuhi
dan dianggap memiliki nilai‑nilai tertentu.
standar yang telah ditetapkan.
Jadi untuk menghasilkan sesuatu yang Dalam konteks pendidikan, pengertian
bernilai, didasarkan kepada bagaimana mutu mencakup input, proses dan output.
pemahaman pengelolaan lembaga layanan terhadap keinginan dari para pelanggan. 7
Input pendidikan adalah segala sesuatu
yang harus tersedia karena dibutuhkan tegasnya, kualitas adalah sesuai dengan yang
untuk berlangsungnya proses. Input adalah diisyaratkan atau sesuai dengan kebutuhan.
sesuatu yang sangat berpengaruh terhadap Artinya, manakala kesesuaian (persyaratan)
berlangsungnya proses. 11 Input pendidikan itu tidak terpenuhi, maka suatu produk atau
terdiri atas; a) input sumber daya manusia
jasa dikatakan tidak berkualitas. 8 Persyaratan
yang mencakup antara lain; kiai, ustadz, itu sendiri dapat berubah sesuai dengan
karyawan, dan santri, dan sumber daya keinginan pelanggan, kebutuhan organisasi,
lainnya, yaitu peralatan, perlengkapan dan pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi,
sebagainya; b) input perangkat lunak, yaitu serta pasar atau persaingan.
struktur organisasi pesantren, peraturan dan Dalam gambaran yang lebih umum,
tata tertib pesantren, deskripsi tugas, dan Goetsch dan Davis menegaskan bahwa kualitas
lainnya; c) input harapan‑harapan berupa visi merupakan suatu kondisi dinamis yang
yang dibangun oleh sebuah pesantren, misi berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
yang dikembangkan, tujuan dan sasaran yang proses dan lingkungan yang memenuhi atau
ingin dicapai oleh pesantren.
melebihi harapan. 9 Dalam hal ini, kualitas tidak
Sementara proses pendidikan adalah ber‑ selalu berhubungan atau mencakup produk
ubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. 12 dan jasa, melainkan juga meliputi proses,
Dalam konteks pendidikan berskala mikro lingkungan dan manusia. Ia adalah apapun
semisal pesantren, maka proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses
7 Randall S. Schuler and Drew L. Harris. 1992. Managing Quality: The Primer for Middle Managers.
massachusetts: Adison Weslwy Publishing Company Inc., h. 21.
10 Edward Sallis. 1993. Total Quality Management in 8 James W. Cortada. 1993. TQM for Sales and Marketing
Education. London: Kogan Page, h. 22‑24.
Management. new york: mcGraw‑Hill Inc., h. 7 dan 56. 11 Ditjen Dikdasmen, Direktorat SLtP Depdiknas. 9 D.L. Goetsch dan Davis. 1994. Introduction to Total
2002. Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Quality: Quality, Productivity, Competitiveness. Englewood
Sekolah. Jakarta: Depdiknas, h. 7
Cliffs: Prentice‑Hall International Inc, h. 4
12 Ibid.
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
PANdANGAN kiYAi TeNTANG PeNiNGkATAN muTu kAJiAN kiTAB kuNiNG di PesANTreN
pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan lokasi penelitian cukup jauh untuk didatangi, program, proses belajar mengajar, dan proses
sementara jumlah responden rata‑rata hanya monitoring dan evaluasi. Proses dikatakan
1 atau 2 orang.
bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan Jumlah pesantren di 22 propinsi tersebut penyerasian serta pemaduan input pesantren
sebanyak 23.865, atau 90,8% dari jumlah total (kiai, ustadz, ssantri, kurikulum, biaya, sarana
pesantren di seluruh Indonesia, yaitu sebanyak dan prasarana, dsb) dilakukan secara harmonis,
24.206 (data tahun 2010).
sehingganya mampu menciptakan situasi Penelitian ini menggunakan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan, mampu
kuantitatif dengan metode survai. 13 metode ini mendorong motivasi dan minat belajar, dan
memberi keleluasaan kepada peneliti untuk benar‑benar mampu memberdayakan santri
memperoleh temuan studi berupa data‑data sebagai peserta didik. Di sini, peserta didik
yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Peneliti tidak sekadar menguasai pengetahuan yang
dapat mentabulasi objek‑objek nyata atau diajarkan oleh gurunya, tetapi pengetahuan
mengukur hal‑hal yang tidak nyata, seperti tersebut telah menjadi muatan nurani peserta
pendapat atau pencapaian prestasi tertentu. 14 didik, dihayati, diamalkan. Peserta didik juga Populasi yang menjadi target penelitian
mampu belajar secara terus menerus dan adalah seluruh pesantren di di Indonesia.
mengembangkan dirinya. Penelitian ini mengambil sampel penelitian Sedangkan output pendidikan merupakan
dari salah satu unit populasi, yaitu kiai sebagai kinerja pesantren. Kinerja pesantren adalah
pengasuh pesantren. Alasannya, pertama, prestasi yang dihasilkan dari proses dan
kiai adalah figur utama pemegang kendali, perilaku pendidikan pesantren. Kinerja
penggerak dan penentu arah kebijakan pesantren dapat diukur dari kualitas,
pendidikan pesantren. Kedua, seluruh kiai efektivitas, produktivitas, dan inovasi lembaga
dipilih dengan tanpa perbedaaan kualifikasi, pesan tren, khususnya prestasi belajar santri
baik secara personal maupun kelembagaan. yang menunjukkan pencapaian yang tinggi
tujuannya agar seluruh kiai memiliki peluang dalam prestasi akademik dan prestasi non‑
yang sama untuk dipilih sebagai sampel. akademik. Dengan demikian, pendidikan
Dengan demikian, karakteristik populasi pesantren dikatakan bermutu tinggi, manakala
adalah homogen.
ia telah mempersiapkan inputnya dengan baik, Pengambilan sampel penelitian dilakukan
proses pembelajarannya terlaksana sesuai dengan menggunakan teknik acak sistematis
perencanaan, sehingga menghasilkan output (systematic random sampling). 15 tahapannya,
pendidikan yang berkualitas. pertama menentukan jumlah unit populasi
dari setiap target populasi, yaitu 24.206 orang
Metodologi Penelitian
kiai. Kedua, menyusun kerangka sampel dalam Survei dilakukan pada tahun 2014
kelompok dengan cara membagi jumlah di seluruh propinsi di Indonesia. namun
populasi dengan jumlah responden. Kelompok pengumpulan datanya hanya dapat dilakukan
pada 22 propinsi, yaitu Aceh, Sumut, Sumbar,
13 Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, banten, Lihat penjelasan dalam masri Singarimbun dan
Sofyan Effendi. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DIy, Jatim, bali,
LP3ES, h. 3‑25.
ntb, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sultra, 14 Sevilla et al., 1988. Pengantar Penelitian. Jakarta: UI Sulsel, dan Sulteng. 11 propinsi sisanya, tidak Press, h. 25
15 Ibid. h. 162‑163. bandingkan dengan m. burhan
dilakukan pengumpulan data dengan alasan,
bungin. 2006. Metodologi Penelitian Kuan ti tatif. Jakarta:
pertama, terjadi perubahan kebijakan terkait
Kencana, h. 115, dan Lina miftahul Jannah. 2005. Metode
anggaran kegiatan, dan kedua, jarak tempuh Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pt.
RajaGrafindo Persada, h. 128-130
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
NuNu AHmAd AN-NAHidl
= n/n = 24.206/790 = 30,6. Ketiga, memilih satu Instrumen yang digunakan berupa kelompok yang ada dengan cara acak.
kuesioner model pilihan, untuk memperoleh data besaran sampel survai pada tingkat
tentang pandangan kiai terhadap peningkatan kepercayaan 95% (moE 3,5%) adalah 790.
mutu kajian kitab kuning di pesantren. Pemilahan sampel dengan cara acak sistematis
Sebelumnya disusun kisi‑kisi instrumen. (systematic random sampling), menghasilkan
Penyusunan kisi‑kisi dan pem bahasannya sebaran responden di 224 kabupaten/kota di
melibatkan seluruh anggota tim peneliti
33 propinsi di Indonesia. dan ahli di bidang metodologi penelitian. Instrumen yang digunakan dilakukan validasi,
Tabel 1.
yaitu validitas konsep dengan melibatkan
sebaran responden pada kab/kota/Propinsi
ahli di bidang pendidikan pesantren dan
survai Pandangan kiai terhadap Peningkatan mutu kajian
kitab kuning di Pesantren
metodologi penelitian.
Jumlah
Sampel
Untuk menilai pandangan kiai terhadap
peningkatan mutu kajian kitab kuning
Kab/Kota Sampel Kiai
di pesantren digunakan metode Likert’s
1 Aceh
Summated Rating (LSR) atau metode rating
2 Sumatera Utara
yang dijumlahkan, yaitu metode penskalaan
3 Sumatera Barat
pernyataan respons yang menggunakan
5 Jambi
distri busi respons sebagai dasar penentuan
6 Sumatera Selatan
nilai skalanya. Pandangan kiai terhadap
7 Lampung
peningkatan mutu kajian kitab kuning diukur
8 DKI Jaya
dengan menggunakan tiga (3) indikator, yaitu:
9 Jawa Barat
pertama, pandangan kiai terhadap aspek input,
10 Jawa Tengah
kedua, pandangan kiai terhadap aspek proses,
11 DI Yogyakarta
12 Jawa Timur
dan ketiga, pandangan kiai terhadap aspek
masing‑masing kiai diminta untuk
15 Nusa Tenggara Barat
menyatakan kesetujuannya atau ketidak setu‑
16 Kalimantan Barat
juan nya dalam lima (5) jenjang respons, yaitu:
17 Kalimantan Tengah
(a) sangat setuju; (b) setuju; (c) ragu‑ragu;
18 Kalimantan Selatan
19 Kalimantan Timur
(d) tidak setuju; dan (e) sangat tidak setuju.
20 Sulawesi Tengah
Untuk mengukur respons kiai, analisis statistik
21 Sulawesi Selatan
yang digunakan adalah statistik deskriptif
22 Sulawesi Tenggara
dan statistik inferensi. teknik analisis
23 Kep. Riau
statistik deskriptif yang digunakan meliputi
24 Babel
distribusi frekuensi, persentase dan tabulasi
25 Bengkulu
silang (crosstab). Analisis ini berguna untuk
26 Kep. Riau
27 Gorontalo
mengetahui tingkat persetujuan Kiai terhadap
28 Sulbar
setiap butir item pertanyaan terkait input,
29 Maluku
proses dan output pendidikan. Analisis tabulasi
30 Maluku Utara
silang berguna untuk melihat kecenderungan
31 Nusa Tenggara Timur
persetujuan setiap item pertanyaan variabel
32 Papua
input, proses dan output berdasarkan kategori
33 Papua Barat
demografik responden, seperti latar belakang pendidikan, jenis lembaga pendidikan yang
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
PANdANGAN kiYAi TeNTANG PeNiNGkATAN muTu kAJiAN kiTAB kuNiNG di PesANTreN
dikelola, wilayah provinsi serta pedoman
Tabel 2.
kurikulum. sebaran lokasi Penelitian (Provinsi) dan Jumlah
responden (%)
Sedangkan teknik analisis statistik inferensi yang digunakan adalah analisis
No Provinsi
korelasi Spearman rho. Analisis ini berguna
1 Aceh
untuk mengetahui keterkaitan hubungan
2 Sumatera Utara
antara setiap item‑item pertanyaan input,
3 Sumatera Barat
proses atau output. Derajat hubungan
4 Riau
keterkaitan antara setiap butir pertanyaan
5 Jambi
diukur dengan koefisien korelasi yang terletak
6 Sumatera Selatan
antara -1 ≤ r ≤ 1. Interpretasi koefisien korelasi
7 Lampung
didasarkan atas 3 (tiga) hal yaitu derajat
8 DKI Jakarta
koefisien korelasi, arah koefisien korelasi
9 Jawa Barat
serta signifikansi koefisien korelasi. Coolican
10 Jawa Tengah
(1994) mengelompokan interpretasi koefisien
11 DI Yogya
korelasi menjadi 5 bagian yaitu r = 0 (tidak
12 Jawa Timur
ada korelasi), r terletak antara 0,00 – 0,25
13 Banten
(korelasi sangat lemah), 0,25 – 0,50 (korelasi
14 Bali
cukup kuat), 0,50 – 0,75 (korelasi kuat), 0,75 –
15 Nusa Tenggara Barat
0,99 (korelasi sangat kuat) dan r =1 (korelasi
16 Kalimantan Barat
sempurna). Pengujian signifikansi koefisien
17 Kalimantan Tengah
korelasi digunakan statistik t dimana untuk
18 Kalimantan Selatan
memperoleh signifikansi pengujian statistik
19 Kalimantan Timur
t telah secara otomatis dengan software SPSS
20 Sulawesi Tenggara
15. Nilai signifikansi pengujian kurang dari =
21 Sulawesi Selatan
5% mengandung arti bahwa koefisien korelasi
22 Sulawesi Tengah
tersebut bermakna.
100% Sumber: Survey Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
HaSIl daN PemBaHaSaN deskripsi responden
693 data responden dari 22 provinsi di Indonesia, dapat diposisikan mewakili secara
Dalam penelitian ini, jumlah sampel merata wilayah Indonesia bagian barat, tengah penelitian terjangkau adalah sebanyak 711
responden. masing‑masing mengisi satu buah dan timur. Jumlah sampel penelitian terbesar instrumen penelitian. Dari 711 instrumen atau
berada di wilayah Jawa, yaitu Jawa barat kuesioner yang diisi oleh responden, tercatat
mencapai (34,1%), Jawa tengah (15,6%), Jawa sebanyak 693 instrumen yang dapat dilakukan
timur (18,3%) dan banten (10,2%). Sedangkan pengolahan dan analisis data. tersisa 18 buah
untuk wilayah Sumatera, tampak Aceh (4,2%) data instrumen yang tidak dapat diolah karena
sangat dominan. Selanjutnya, untuk provinsi datanya rusak dan atau tidak lengkap. Adapun
lainnya, jumlah sampel terjangkau kurang dari sebaran responden survai pada setiap propinsi
sebagaimana tergambar dalam tabel berikut.
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
NuNu AHmAd AN-NAHidl
aspek Input
santri mempelajari kitab kuning (94,7%). namun, bahwa sistem pendidikan pesantren
Kelembagaan
perlu disetarakan dengan pendidikan formal
Tabel 3.
hanya didukung oleh 80,5% kiai. Sisanya,
reproduksi ulama (%)
menyatakan ragu (9,3%), bahkan tidak setuju
No Pernyataan
SS S
RR TS STS Total
Pesantren adalah lembaga pendidikan
Tabel 5.
lembaga yang dikelola versus kesetaraan sistem pengkaderan ulama
Q1 pencetak dan
Pendidikan Pesantren (%)
mutafaqqih fid-din Sistem pendidikan pesantren Tugas utama
perlu disetarakan (mu’adalah) dengan lembaga pendidikan pendidikan
formal
Q2 pesantren adalah menyiapkan calon
SS S RR TS STS Total ulama mutafaqqih
Lembaga Pendidikan
28 48 11 13 0 100 fid-din
Pesantren
45 39 8 7 1 100 Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Pendidikan Formal
Pesantren dan Pendidikan
35 46 9 10 0 Kiai memberikan tingkat persetujuan yang 100 sangat tinggi bahwa pesantren adalah lembaga
Total
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
untuk mencetak, mengkader dan menyiapkan Tahun 2014 calon ulama, bahkan hal tersebut merupakan
Hasil analisis tabulasi silang di atas tugas utama pendidikan pesantren (>98%). Ini
menjelaskan bahwa 76% kiai pengelola pen‑ artinya peran kesejarahan pesantren sebagai
didikan pesantren saja, cenderung setuju lembaga pencetak ulama harus terus dijaga
bahwa pendidikan pesantren perlu dise‑ keberlangsungannya.
tarakan dengan pendidikan formal, dan 13% di antaranya tidak setuju. Ketidaksetujuan yang
Tabel 4.
lebih rendah diberikan oleh kiai pengelola
struktur Pendidikan (%)
pesantren plus pendidikan formal (8,4%).
No Pernyataan
SS S
RR TS STS Total
Sistem pendidikan pesantren disetarakan
Ketenagaan
Q3 (mu’adalah) dengan
Tabel 6.
lembaga pendidikan kualifikasi dan kompetensi Akademik kiai formal
serta otoritas kiai (%)
Sistem pendidikan pesantren berjenjang,
RR TS STS Total Q4 yaitu jenjang dasar,
No Pernyataan
SS S
menengah, atas, dan
Kiai wajib
tinggi
Q6 berpendidikan
Pesantren mengembangkan
Kiai wajib
Q5 bidang kekhususan,
menguasai salah
seperti PP. Tafsir, PP.
satu bidang
Hadis, dll.
Q7 keilmuan secara
khusus, seperti ahli
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
fiqh, ahli tashawuf,
Tahun 2014
dll
Demikian halnya, kiai juga memberikan Kiai memperluas
ilmunya dengan
tingkat persetujuan yang sangat tinggi bahwa
Q8 mempelajari
sistem pendidikan pesantren perlu dibuat kitab kuning dari
berbagai madzhab
berjenjang sesuai dengan tingkat kemampuan
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
PANdANGAN kiYAi TeNTANG PeNiNGkATAN muTu kAJiAN kiTAB kuNiNG di PesANTreN
Tabel 8.
No Pernyataan
lembaga yang dikelola versus otoritas kiai Kebijakan pengembangan
SS S
RR TS STS Total
Kebijakan pengembangan pend. pesantren bukan wewenang mutlak
Q9 pendidikan pesantren tidak
kiai semata
menjadi wewenang
RR TS STS Total mutlak Kiai semata
Lembaga Pendidikan
SS S
19 57 11 12 1 100 Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Pesantren
Tahun 2014
Pendidikan Formal
Pesantren dan
Faktor kualifikasi dan kompetensi
Pendidikan Formal
akademik kiai sangat erat kaitannya dengan
Total
latar belakang pendidikannya, keluasan
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
ilmunya secara spesifik bahkan pengetahuan- Tahun 2014 nya di luar madzhab mayoritas, termasuk
temuan lain yang juga menarik adalah otoritas kiai dalam kebijakan pesantren. bahwa
bahwa 76% kiai pengelola pendidikan pesantren kiai wajib berpendidikan pesantren direspon
saja, setuju bahwa otoritas pengembangan sangat tinggi (97,2%). Demikian halnya bahwa
pesantren bukan hanya milik kiai.
kiai perlu menguasai spesifikasi keilmuan tertentu (92,1%), serta memperluas ilmunya
Santri
dengan mempelajari kitab kuning dari berbagai madzhab (96,5%). namun demikian, otoritas
Tabel 9. mekanisme Penerimaan santri (%)
mutlak kiai atas kebijakan pengembangan pendidikan pesantren masih disetujui oleh
SS S RR TS STS Total 18,1% Kiai.
No
Pernyataan
Calon santri baru di tes
Tabel 7.
Q10 kemampuan
Pendidikan kiai versus kiai Wajib dasar bahasa
Berpendidikan Pesantren (%) Arab
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Kiai wajib berpendidikan pesantren
Tahun 2014
Pendidikan Kiai
SS S
RR TS STS Total
bahasa Arab bagi dunia pesantren
Pesantren
merupakan hal yang sangat penting, karena
Pendidikan Formal
seluruh kitab kuning yang dikaji adalah ditulis
Pesantren dan
Pendidikan Formal
dengan bahasa Arab. namun demikian, tidak
Total
seluruh kiai setuju adanya tes kemampuan
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
dasar bahasa Arab dalam mekanisme pene‑
Tahun 2014
rimaan santri baru (61,4%). tercatat 38,6% Hasil analisis tabulasi silang menjelaskan
kiai yang memiliki pikiran lain dalam bahwa 96% kiai berpendidikan non‑pesantren
memposisikan bahasa Arab.
cenderung setuju bahwa seorang kiai wajib berpendidikan pesantren. temuan ini jelas sangat menarik.
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
NuNu AHmAd AN-NAHidl
Tabel 10.
Kurikulum
kegiatan Pengembangan kreatifitas (%)
Tabel 12.
No Pernyataan
SS S RR TS STS Total
struktur kurikulum (%)
SS S RR TS STS Total Q11 tentang teknik
Santri memperoleh pengetahuan
Unsur utama
menulis bahs ilmiah (karya tulis ilmiah)
47.9 43.8 4.5 3.4 0.4 100 Santri dibiasakan
Q16 pendidikan pesantren adalah mempelajari
kitab kuning
menyusun bahs Q12 ilmiah (karya tulis
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan ilmiah) terutama
Tahun 2014
dalam bahasa Arab. Santri dilatih
Pesantren adalah lembaga pengkaderan
ulama, dan ulama wajib memahami dan Q13 ilmiah (karya tulis
menyajikan bahs
mendalami kitab kuning. Faktanya, ‘hanya’
ilmiah) dalam forum
mudzakarah santri
91,7% kiai setuju bahwa unsur utama
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
pendidikan pesantren adalah mempelajari
Tahun 2014
kitab kuning. 8,3% kiai bersikap ragu dan tidak Kiai cenderung sepakat agar santri dilatih
setuju.
menyajikan bahs (karya tulis ilmiah) dalam
Tabel 13.
forum mudzakarah santri (90%), namun
Penguasaan kurikulum (%)
respon yang diberikan kiai terhadap keharusan
SS S RR TS STS Total menguasai teknik penulisannya (85%) dan pembiasaannya dalam pembelajaran (85%), Tingkat
cenderung lebih rendah. Padahal dua hal yang
12.4 59.5 14.5 12.1 1.5 100 disebutkan terakhir ini sangat erat kaitannya
Q17 rata-rata santri atas kitab kuning
cenderung
dengan karya tulis ilmiah.
menurun Rata-rata
santri hanya
Sarana dan Prasarana
Q18 mempelajari kitab
Tabel 11. kuning pada tingkatan dasar
sarana dan Prasarana yang dibutuhkan PBm (%)
Rata-rata bidang
No Pernyataan
SS S RR TS STS Total
keilmuan yang dipelajari santri
Perpustakaan
6.0 47.6 14.2 30.3 1.9 100 pesantren
Q19 terbatas, lebih
banyak dalam
Q15 dilengkapi kitab-
ilmu fiqh
kitab kuning dari berbagai madzhab Motivasi rata-
rata santri untuk
Q20 memahami kitab
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Tahun 2014
kuning cenderung rendah
Perpustakaan pesantren adalah sarana
Santri perlu
yang paling menunjang dalam mempersiap‑ menguasai
64.6 32.8 1.9 0.7 0.0 kan santri menjadi seorang ulama. 94,3% kiai 100 setuju bahwa perpustakaan pesantren perlu rendah sampai
Q21 kitab kuning dari tingkat yang
tinggi
dilengkapi kitab‑kitab kuning dari berbagai madzhab. Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Tahun 2014
Kiai setuju bahwa santri perlu menguasai kitab kuning dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi (97,4%), sementara santri saat ini hanya
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
PANdANGAN kiYAi TeNTANG PeNiNGkATAN muTu kAJiAN kiTAB kuNiNG di PesANTreN
mempelajari kitab kuning pada tingkatan dasar
No
Pernyataan
SS S RR TS STS Total
(57%). Para kiai juga menyadari bahwa tingkat penguasaan rata‑rata santri atas kitab kuning Kitab kuning yang
dipelajari santri
cenderung menurun (71,9%), dan bidang
Q24 disesuaikan dengan
keilmuan yang dipela jari pun terbatas ((53,6%). tingkat kemampuan
santri
motivasi untuk memahami kitab kuning pun rendah (69%) Pesantren menyusun
daftar tingkatan kitab kuning yang harus
47.2 49.1 3.6 0.1 0.0 100 korelasi Faktor Penguasaan kitab kuning menurun
Tabel 14.
Q25 dikuasai santri, mulai
tingkat yang rendah, sedang sampai tinggi
No Pernyataan
1 2 3 4 sesuai jenjangnya
Penguasaan
Pesantren menyusun
rata-rata santri
sebuah pedoman
1 atas kitab kuning
20.8 55.1 13.0 10.9 0.1 100 cenderung
Q26 pengajian kitab kuning
yang disepakati bersama
menurun
oleh seluruh pesantren
Santri hanya
Pedoman pengajian kitab
2 mempelajari kitab
kuning dibutuhkan untuk
kuning pada
memastikan bahwa santri
tingkatan dasar
Q27 telah mempelajari kitab
kuning pada seluruh
Saat ini rata-rata
bidang keilmuan sesuai
3 bidang keilmuan 1 0.500**
jenjangnya
yang dipelajari santri terbatas
Pedoman pengajian kitab kuning dibutuhkan
Motivasi santri
sebagai acuan 4 untuk memahami Q28 dalam perencanaan,
22.8 71.9 3.7 1.6 0.0 100 kitab kuning
pelaksanaan dan
cenderung rendah
evaluasi kajian kitab
Keterangan (**) signifikan pada α = 5%
kuning
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Tahun 2014
Tahun 2014
terkait kesesuaian kurikulum dengan Hasil analisis korelasi menjelaskan bah‑ kebutuhan, kiai memberikan respon rata‑ wa rendahnya penguasaan santri atas kitab rata 87,1% ‑ 88,6% atas pentingnya santri kuning lebih dominan disebabkan oleh mengkaji kitab berbagai madzhab dan kitab‑ rendahnya motivasi santri (korelasi = 0,663), kitab ashriyah. namun demikian, persetujuan selain disebabkan oleh faktor keterbatasan kiai lebih tinggi bahwa pembelajaran kitab pembelajaran kitab kuning pada tingkat dasar kuning perlu disesuaikan dengan tingkat (korelasi = 0,553) dan faktor bidang keilmuan kemampuan santri (96,4%), dan cara nya adalah kitab kuning yang terbatas (korelasi = 0,388). dengan menyusun standar kitab kuning sesuai
Tabel 15.
jenjangnya (96,2%).
kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan (%)
Para kiai setuju bahwa kajian kitab kuning
No
Pernyataan
SS S RR TS STS Total
membutuhkan sebuah pedoman sebagai acuan
Selain kitab kuning, santri
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
Q22 mengkaji kitab-kitab
pembelajaran (94,7%), selain sebagai tolak
ashriyah (modern) Santri mengkaji kitab-
ukur untuk memastikan bidang keilmuan
Q23 kitab dari berbagai
yang dipelajari sesuai jenjang nya (97,1%).
madzhab
namun demikian, tentang cara menghadirkan pedoman dimaksud, tampaknya pendapat
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
NuNu AHmAd AN-NAHidl
para kiai tidak cukup utuh. Jika 76% kiai Persetujuan kiai cukup rendah (62,3%) setuju bahwa mereka harus duduk bersama,
bahwa waktu yang digunakan santri saat ini menyusun dan menyepakati pedoman tersebut
lebih banyak di madrasah atau sekolah, dan untuk kemudian menggunakannya secara
waktu santri untuk mempelajari kitab kuning bersama‑sama, maka 24% kiai cenderung ragu
semakin sedikit (52%). meskipun demikian, dan atau tidak setuju.
ternyata ada korelasi yang signifi kan antara dimensi waktu yang semakin sedikit dengan rata‑rata penurunan minat dalam mempelajari
aspek Proses
kitab kuning.
Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar
Tabel 18.
korelasi Faktor Penguasaan santri menurun dengan
Tabel 16.
Waktu yang dimiliki
Perencanaan Pembelajaran (%)
SS S RR TS STS Total
Tingkat penguasaan rata-rata
Pesantren menyusun
1 0.085** 0.356** indikator pencapaian
1 santri atas kitab kuning cenderung
menurun
Q1 kompetensi santri
1 0.259** kuning
dalam pengajian kitab
2 Waktu yang digunakan santri lebih banyak di madrasah atau sekolah
Materi dalam
Waktu yang dimiliki santri dalam
Q2 pengajian kitab kuning
- 1 disusun per semester
3 mempelajari kitab kuning semakin
sedikit dalam setiap harinya.
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Sumber: Survey Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Tahun 2014
Tahun 2014
Respon kiai bahwa pesantren perlu Hasil analisis korelasi menjelaskan menyusun indikator pencapaian kompetensi
adanya korelasi yang signifikan pada = dalam pengajian kitab kuning cukup tinggi,
5% antara rata‑rata penguasaan santri atas yaitu 89,3%. Demikian halnya tentang
kitab kuning dengan waktu yang digunakan pentingnya pengaturan pembelajaran per
santri yang lebih banyak di madrasah/ semester (78,2%).
sekolah (0,085). meski derajat keterkaitan hubungan kedua pernyataan tersebut tingkat
Tabel 17.
korelasinya rendah. namun demikian, dari
Waktu Pembelajaran (%)
sisi minimnya waktu yang digunakan santri
No Pernyataan
SS S RR TS STS Total
dalam mempelajari kitab kuning, tampak
Waktu yang
memiliki korelasi yang lebih tinggi dengan
digunakan santri
rata‑rata penguasaan santri akan kitab
Q3 lebih banyak di
kuning yang semakin menurun (0,356). Hal
madrasah atau
sekolah
ini mengindikasikan bahwa keterbatasan
faktor waktu mempelajari kitab kuning dapat
Waktu yang dimiliki
santri dalam
menjadi pemicu rendahnya penguasaan santri
Q4 mempelajari kitab kuning semakin
atas kitab kuning.
sedikit dalam setiap harinya.
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Tahun 2014
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
PANdANGAN kiYAi TeNTANG PeNiNGkATAN muTu kAJiAN kiTAB kuNiNG di PesANTreN
Tabel 19.
sosial politik saat sebuah kitab ditulis, akan
strategi Pembelajaran (%)
memposisikan kita lebih obyektif memahami
No
Pernyataan
SS S RR TS STS Total
jalan pikiran yang ditawarkan oleh kitab
Memahami kitab
tersebut. Pasalnya, sebagaimana diketahui
kuning diperkaya dengan mengetahui
bahwa tak jarang sebuah buku ditulis untuk
Q5 latar belakang
19.1 64.3 9.5 6.6 0.4 100
sebuah kepentingan tertentu. misalnya,
kehidupan penulis
ditulis untuk kebutuhan penguasa atau
kitabnya
sebuah kekuasaan. maka dapat dimaklumi jika
Memahami kitab
kecenderungan buku tersebuat menjadi bias
kuning diperkaya
penguasa.
Q6 dengan mengetahui latar belakang sosial
11.8 53.3 16.2 16.6 2.1 100
dan politik saat kitab
Tabel 20.
tersebut ditulis
Penggunaan sumber Belajar (%)
SS S RR TS STS Total kuning diperkaya Q7 dengan pendekatan
Memahami kitab
No
Pernyataan
Saat ini jenis kitab
ilmu-ilmu lain,
15.7 58.5 13.9 11.1 0.7 100
kuning yang dipelajari
seperti sosiologi dan
7.7 54.2 13.2 23.7 1.2 100 antropologi
Q10 santri pada setiap
bidang keilmuan adalah terbatas
Memahami kitab
Q8 kuning diperkaya dengan menguasai
Santri perlu dibiasakan
16.9 73.5 7.2 2.4 0.0 100
menyelenggarakan
manhajul fikr-nya
mudzakarah atau Q11 bahtsul masail dengan
49.0 49.6 1.0 0.4 0.0 100 Memahami kitab
dukungan sarana
kuning diperkaya
perpustakaan yang
Q9 dengan mendalami
21.9 66.2 7.7 4.0 0.1 100
memadai
thoriqot istinbat al- hukm-nya
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Tahun 2014
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Tahun 2014
terkait penggunaan sumber belajar bahwa jenis kitab kuning yang dipelajari oleh
Strategi pembelajaran kitab kuning yang santri dinilai terbatas direspon beragam oleh
paling penting dalam pandangan kiai adalah para kiai dengan tingkat persetujuan 61,9%.
memahami kitab kuning dengan menguasai manhajul fikr‑nya (90,4%), kemudian diperkaya Hal ini dapat berindikasi terhadap rata‑rata
penurunan penguasaan santri atas kitab dengan mandalami thoriqot istinbat al-hukm‑
kuning.
nya (88,1%), dilanjutkan dengan mengetahui latar belakang kehidupan penulisnya (83,1%). Setelah itu, perlu diperkaya dengan pendekatan
Evaluasi Proses Belajar Mengajar
ilmu‑ilmu lain (74,2%), dan yang terakhir, memahami kitab kuning dengan mengetahui
Tabel 21.
latar belakang sosial dan politik saat kitab itu
Pelaksanaan dan model evaluasi (%)
SS S RR TS STS Total
Hanya saja, kelima pernyataan di
Secara berkala, tingkat
atas sesungguhnya tidak untuk dilakukan kemampuan santri
stratifikasi. Misalnya, mengetahui “latar 38.1 58.3 2.8 0.9 0.0 100
Q12 mengkaji kitab kuning
diuji dalam sebuah
belakang sosial politik” yang dinilai terendah
imtihan sanawi.
oleh para kiai, sesungguhnya sama pentingnya
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
dengan menguasai Tahun 2014 manhajul fikr yang dinilai tertinggi. Sebab, mengetahui latar belakang
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
453
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
NuNu AHmAd AN-NAHidl
Respon para kiai terhadap evaluasi hasil belajar sangat tinggi (96,3%). maknanya, para kiai meyakini bahwa evaluasi hasil belajar sangat penting untuk menguji kompetensi santri dan menilai hasil belajar.
aspek Output Prestasi Akademik
Tabel 22. raport dan ijazah (%)
No
Pernyataan
SS S RR TS STS Total
Q1
Hasil imtihan sanawi santri dicatat dalam Buku Raport
Q2
Santri yang telah menyelesaikan pendidikan pada akhir jenjang diberikan tanda
kelulusan atau ijazah
Q3
Tanda kelulusan santri atau ijazah dari pesantren diakui
legalitasnya oleh Pemerintah
Sumber: Survei Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Tahun 2014
Keberadaan buku raport dan tanda kelulusan atau ijazah yang diakui legalitasnya oleh pemerintah didukung oleh lebih dari 91% Kiai. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya pesantren meyakini pentingnya instrumen pendidikan formal yang menun‑ juk kan data akademik santri. Persetujuan para kiai atas ijazah lulusan pesantren yang diakui legalitasnya oleh Pemerintah menjadi testimoni bahwa pihak pesantren dapat merespon instrumen pendidikan formal tersebut yang senyatanya sangat dibutuhkan manakala santri ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
PeNutuP kesimpulan
berdasarkan respon kiai terhadap sejumlah indikator yang digunakan untuk mengukur variabel input, proses dan output, dapat disimpulkan bahwa pada aspek kelembagaan, rata‑rata kiai memberikan respon tinggi terhadap fungsi pesantren sebagai lembaga reproduksi ulama, sistem jenjang pendidikan, serta perlunya kese‑ taraan dengan lembaga formal. Kiai juga setuju untuk mendistribusikan otoritas tata kelola lembaga pesantren dengan banyak pihak. Para kiai juga merespon sangat positif terhadap kewajiban kiai berpendidikan pesantren serta kompetensinya di berbagai bidang keilmuan, bahkan keilmuan di luar madzhab. oleh karena itu, kiai merespon sangat baik pentingnya perpustakaan pesantren menghimpun kitab‑ kitab kuning dari berbagai madzhab.
Pada aspek peserta didik, para kiai merespon baik pentingnya santri diberikan pengetahuan tentang karya tulis ilmiah, teknik penulisannya serta menyajikannya dalam forum mudzakarah, selain dilatih melakukan tahqiq al-kutub. Sementara itu, kiai tidak sepenuhnya setuju adanya tes kemampuan dasar bahasa Arab dalam mekanisme pene‑ rimaan santri baru. tetapi, santri perlu menguasai kitab kuning pada seluruh tingkatan, meski saat ini rata‑rata santri hanya mempelajari kitab kuning pada ting katan dasar. Para kiai menyadari bahwa tingkat penguasaan rata‑rata santri atas kitab kuning cenderung menurun, dan bidang keilmuan yang dipelajari pun terbatas. Persetujuan kiai pun cukup rendah bahwa waktu yang digunakan santri saat ini lebih banyak di madrasah atau sekolah, dan waktu santri untuk mempelajari kitab kuning semakin sedikit. meskipun demikian, ternyata ada korelasi yang signifikan antara dimensi waktu yang semakin sedikit dengan rata‑rata penurunan minat dalam mempelajari kitab kuning.
PANdANGAN kiYAi TeNTANG PeNiNGkATAN muTu kAJiAN kiTAB kuNiNG di PesANTreN
Pada aspek kurikulum, para kiai setuju
rekomendasi
bahwa unsur utama kurikulum pendidikan pesantren adalah mempelajari kitab kuning.
Pertama, Direktorat Pendidikan Diniyah Kajian kitab kuning membutuhkan sebuah
dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam pedoman sebagai acuan dalam perencanaan,
Kementerian Agama RI bersama‑sama pondok pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, selain
pesantren perlu merumuskan grand design sebagai tolak ukur untuk memastikan bidang
kaderisasi ulama mutafaqqih fid-din dengan keilmuan yang dipelajari sesuai jenjangnya.
konsentrasi kajian kitab kuning. tegasnya, namun demikian, tentang cara menghadirkan
perlu sebuah satuan atau program atau jenis pedoman dimaksud, pen dapat para kiai tidak
pendidikan kader ulama di pesantren yang utuh. Sebagian kecil kiai tidak setuju manakala
akan menggunakan kitab kuning sebagai harus menyusun dan menyepakati pedoman
sumber belajar pada seluruh struktur kuri‑ tersebut untuk kemudian menggunakannya
kulumnya. Ia adalah pendidikan yang terarah, secara bersama‑sama. tampaknya, otoritas
terencana dan berkelanjutan yang dimulai kiai tidak sepenuhnya bisa diintervensi pihak
sejak pendidikan dasar, menengah, atas hingga lain.
jenjang pendidikan tinggi.
Strategi pembelajaran yang penting memberikan bantuan sumberdaya pen ‑ dalam pandangan kiai adalah memahami kitab
didikan, melindungi kemandirian dan ke‑ kuning dengan menguasai
khasan manhajul fikr‑nya, nya, serta melakukan akreditasi kemudian diperkaya dengan cara mandalami
untuk penjaminan dan pengendalian mutu thoriqot istinbat al-hukm‑nya, dilanjutkan
pendidikan sesuai Standar nasional Pen‑ dengan mengetahui latar bela kang kehidupan
didikan.
penulisnya. Setelah itu, perlu diperkaya dengan Kedua, kepada Puslitbang Pendidikan pendekatan ilmu‑ilmu lain, dan yang terakhir,
Agama dan Keagamaan, untuk menjadi bagian memahami kitab kuning dengan mengetahui
dari supporting system dalam konteks pening‑ latar belakang sosial dan politik saat kitab itu
katan mutu terhadap satuan atau program ditulis.
atau jenis pendidikan kader ulama mutafaqqih terakhir, terkait dengan prestasi akademik
fid-din di pesantren.
santri, tampak sekali bahwa ke beradaan buku Ketiga, kepada pondok pesantren, untuk raport dan tanda kelulusan atau ijazah yang
memformulasikan beragam bentuk dan model diakui legalitasnya oleh pemerintah direspon
kajian kitab kuning di pesantren masing‑ dengan sangat baik oleh para kiai. Kiai
masing kepada satuan atau program atau jenis meyakini pentingnya instrumen pendidikan
pendidikan kader ulama mutafaqqih fid-din yang menunjukkan data akademik santri yang
yang akan dikembangkan oleh Pemerintah senyatanya sangat dibutuhkan manakala santri
berdasarkan kesepakatan dengan seluruh kiai ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang
pengelola pesantren.
yang lebih tinggi. berbagai temuan penelitian di atas,
men jadi testimoni faktual bahwa rata‑rata kiai memiliki pandangan positif terhadap peningkatan mutu kajian kitab kuning di pesantren pada seluruh aspek, baik aspek input, proses maupun output.
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014
NuNu AHmAd AN-NAHidl
SumBer BaCaaN
Ditjen Dikdasmen, Direktorat SLtP Depdiknas (2002): Konsep Dasar Manajemen Peningkatan
Peraturan-peraturan
Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta, Depdiknas. D.L. Goetsch and Davis (1994): Introduction
Undang‑undang nomor 20 tahun 2003 tentang to Total Quality: Quality, Productivity, Sistem Pendidikan nasional Competitiveness. Englewood Cliffs, Prentice‑ Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
Hall International Inc.
tentang Standar nasional Pendidikan. mastuhu (1994): Dinamika sistem Pendidikan Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun
Pesantren. Jakarta, InIS.
2007 tentang Pendidikan Agama dan mas’udi, masdar F (1985): “mengenal Pemikiran Pendidikan Keagamaan Kitab Kuning,” dalam m. Dawam Rahardjo
Peraturan menteri Agama nomor 13 tahun (editor): Pergulatan Dunia Pesantren: 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam
Membangun dari Bawah. Jakarta, P3m.
Buku-buku
miftahul Jannah, Lina (2005): Metode Penelitian An‑nahidl, nunu Ahmad dkk (Editor) (2010):
Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta, Pt. Otoritas Pesantren dan Perubahan Sosial.
RajaGrafindo Persada.
Jakarta, Puslitbang Pendidikan Agama dan mochtar, Affandi (1999): “tradisi Kitab Kuninng: Keagamaan.
Sebuah observasi Umum,” dalam marzuki badan Litbang dan Diklat (2011): Survei
Wahid, dkk (penyunting), Pesantren Pengajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren.
Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Jakarta, Puslitbang Pendidikan Agama dan
Transformasi Pesantren. bandung, Pustaka Keagamaan.
Hidayah.
badan Litbang dan Diklat (2013): Laporan Halaqah Sallis, Edward (1993): Total Quality Management Ulama tentang “Penguatan Tradisi Keilmuan
in Education. London, Kogan Page. di Pondok Pesantren. Jakarta, Puslitbang
Schuler, Randall S. and Drew L. Harris (1992): Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Managing Quality: The Primer for Middle bungin, m. burhan (2006). Metodologi Penelitian
Managers. massachusetts, Adison Weslwy Kuantitatif. Jakarta, Kencana.
Publishing Company Inc.
Cortada, James W. (1993). TQM for Sales and Sevilla et al. (1988): Pengantar Penelitian. Jakarta, Marketing Management. new york, mcGraw‑
UI Press.
Hill Inc. Singarimbun, masri dan Sofyan Effendi (2006): Dhofier, Zamakhsyari (1982): Tradisi Pesantren:
Metode Penelitian Survai. Jakarta, LP3ES. Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta, LP3ES.
456
EDUKASI Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014