Chapter I Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan UndangUndang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan Pasal 1
disebutkan bahwa ” Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”. 1 Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa dari perkawinan diharapkan
akan lahir keturunan (anak) sebagai penerus dalam keluarganya, sehingga orang
tua berkewajiban memelihara serta mendidiknya untuk tumbuh dan berkembang
secara wajar dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Anak adalah karunia Allah SWT. Tidak semua mahligai perkawinan
dianugerehi keturunan, generasi penerus, hingga suami istri tutup usia. Allah SWT
mengaruniai anak kepada Nabi Ibrahim yaitu Isma’il dan Ishaq pada usia senja,
yang pertama di usia 99 tahun, yang terakhir 112 tahun. 2 Itu terjadi tatkala usia
senja dan harapan untuk mendapatkan keturunan sampai pada titik putus.
Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alami akan tetapi
kadang-kadang naluri ini terbentur oleh takdir illahi, dimana kehendak
mempunyai anak tidak tercapai. Akan tetapi semua kuasa ada di tangan Tuhan.
Apapun yang mereka usahakan apabila Tuhan tidak menghendaki, maka


1

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan , Pasal 1
Hermadut. http://hermadut.blogspot.com/2013/02/ kisah-nabi-ibrahim-as.html. Diakses
pada pukul 09.40 WIB. Tanggal 11 Maret 2014.
2

Universitas Sumatera Utara

keinginan merekapun tidak akan terpenuhi, hingga jalan terakhir semua usaha
tidak membawa hasil, maka diambil jalan dengan pengangkatan anak.
Kehadiran seorang anak adalah suatu yang sangat diidam-idamkan.
Kebahagiaan dan keharmonisan suatu keluarga ditandai dengan lahirnya seorang
anak, karena salah satu tujuan perkawinan adalah untuk meneruskan keturunan.
Pengangkatan anak disini merupakan alternatif untuk menyelamatkan perkawinan
atau untuk mencapai kebahagiaan rumah tangga.
Definisi anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam jika dibandingkan
dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
memiliki kesamaan substansi. Pasal 1 angka 9 dinyatakan bahwa anak angkat
adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua,

wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan dan pembesaran anak tersebut kelingkungan keluarga orang tua
angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. 3 Anak dalam keluarga
adalah buah hati belahan jiwa. Untuk anak orang tua bekerja memeras keringat
membanting tulang. Anak merupakan harapan utama bagi sebuah mahligai
perkawinan. Keberadaan anak adalah wujud keberlangsungan sebuah keluarga,
keturunan dan bangsa setelah agama.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak (Pasal 2) disebutkan bahwa pengangkatan anak bertujuan
untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan

3

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 Butir 9.

Universitas Sumatera Utara

anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan
setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4
Hadist shahih oleh Muttafaqun Alaih disebutkan “Kullu mauludin yuladu’alal

fitrah”setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci bersih (fitrah). 5 anak
adalah generasi penerus, baik bagi orang tua, bangsa maupun agama baik
buruknya anak, akan menjadi apa mereka kelak tergantung bagaimana orang tua,
bangsa maupun agama mendidik mereka.
Dalam syariat Islam, anak angkat tidak mendapatkan warisan. Dikarenakan
bahwa pengangkatan anak tidak mengubah nasab seorang anak. Hal ini didasarkan
pada Q.S Al-Ahzab : 4-5

‫َﻭ َﻣﺎ َﺟ َﻌ َﻞ ﺃَ ْﺩ ِﻋﻴَﺎ َء ُﻛ ْﻢ ﺃَ ْﺑﻨَﺎ َء ُﻛ ْﻢ َﺫﻟِ ُﻜ ْﻢ ﻗَ ْﻮﻟُ ُﻜ ْﻢ ْﻢﺑِﺄ َ ْﻓ َﻮﺍ ِﻫ ُﻜ َﻭ ﱠ‬
‫ﷲُ ﻳَﻘُﻮ ُﻝ ْﺍﻟ َﺤ ﱠ‬
‫ﻖ‬
‫َﻭﻫُ َﻮ ﻳَ ْﻬ ِﺪﻱ ﺍﻟ ﱠﺴﺒِﻴ َﻞ ﺍ ْﺩ ُﻋﻮﻫُ ْﻢ ِﻵَﺑَﺎﺋِ ِﻬ ْﻢ ﻫُ َﻮ ﺃَ ْﻗ َﺴﻂُ ِﻋ ْﻨ َﺪ ﱠ‬
ِ‫ﷲ‬
yang artinya :
Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.
Yang demikian itu hanyalah perkataan dimulutmu saja. Dan Allah Mengatakan
yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan. Panggilah mereka dengan nama
bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah.6

4


Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

5

Abu Sangkan, Berguru Kepada Allah, 2006, Yayasan Shalat Khusu’, Jakarta Selatan,

6

Departemen Agama RI, Trasliterasi Arab-Latin, 2000, Asy Syfa’,Semarang, hal. 925.

(Pasal 2)
hal.313.

Universitas Sumatera Utara

Dalam kitab perundang-undangan Majapahit, yang dikenal dengan nama
kitab Perundang-undangan Agama atau Kutara Manawa, pada Pasal 216 dan Pasal
217, dapat di temui perkataan “anak pungut dari orang lain” 7 yang
mengindikasikan pada masa itu sudah di kenal lembaga pengangkatan anak.

Pada berbagai kebudayaan kuno lembaga pengangkatan anak berpungsi
sebagai cara untuk melanjutkan keturunan, dan memang seperti yang
dikemukakan oleh Subekti bahwa “pada pengangkatan anak yang asli
pertimbangannya adalah untuk mendapatkan anak laki-laki untuk
meneruskan keturunan.” 8
Di antara sekian banyak negara di dunia pada umumnya mengenal
lembaga pengangkatan anak dalam sistem hukum mereka, bahkan menurut
Subekti “lebih banyak yang mengenal lembaga pengangkatan anak dari
pada yang tidak mengenalnya”. 9 Lembaga pengangkatan anak dikenal
dalam Code Civil Prancis, Burgerliches Gezetzbuch Jerman, Hukum Anglo
Saxon, Hukum Perdata China, juga Civil Code Jepang.
Mengambil

anak

untuk

dipelihara,

dibimbing


dan

dibiayai

pendidikannya dalam hukum Islam itu dibolehkan. Terutama anak-anak
yang memang membutuhkan bantuan seperti anak yatim piatu, anak dari
keluarga miskin, anak yang tidak diketahui orang tuanya, dan sebagainya.

7

Slamet Mulyana, Perundang-undangan Madjapahit, Bharatara, Jakarta 1967, hal.153;
Slamet Mulyana (1979). Nagara kertagama dan Tafsir Sejatahnya. Bharatara, Jakarta, hal.214
8
R.Subekti, Perbandingan Hukum perdata, (Jakarta: Pramya Paramita, 1997), hal. 19
9
Ibid, hal. 96.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan

Undang-undang

No.

23

Tahun

2002

Tentang

Perlindungan Anak, syarat formal dalam pengangkatan anak adalah bahwa
anak tersebut harus didaftarkan sebagai anak yang diangkat termasuk
dalam hal perwalian. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun
1983 diatur Tentang Pengangkatan Anak Antar Warga Negara Indonesia
(WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan
antara orang tua kandung dan orang tua angkat, juga tentang pengangkatan

anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak
terikat dalam perkawinan yang sah atau belum menikah (single parent
adoption). Dijelaskan bahwa konsekuensi hukum dari pengangkatan anak
khususnya hal perwalian dan waris.
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka
orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu
pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua
angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan
menikah maka yang dapat menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua
kandungnya atau saudara sedarahnya, di dalam hal waris, Khazanah hukum
kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki
ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama,
artinya seseorang dapat memilih hukum mana yang akan dipakai untuk
menentukan pewarisan bagi anak angkat.

Universitas Sumatera Utara

Dilihat dari calon orang tua angkat, adanya peraturan pengangkatan
anak yang jelas dan pasti adalah suatu yang menguntungkan dan sangat
dibutuhkan. Berbicara tentang pihak pengangkat anak akan berhadapan

dengan persoalan seberapa jauh lembaga pengangkatan anak masih
diperlukan,

Hingga sekarang ketidak punyaan anak masih merupakan

dorongan yang utama untuk melakukan pengangkatan anak, meskipun
pemikirannya tidak sejauh sampai pada rasa takut musnahnya keturunan
(seperti pada pengangkatan anak yang asli), terutama di daerah perkotaan
(Khususnya di kota-kota besar) yang menempatkan keluarga sebagai unit
masyarakat yang terkecil dan bersifat otonom, sehingga perhatiannya berkisar
pada keluarga tersebut.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, menempatkan
soal “mendapat keturunan” sebagai salah satu faktor yang penting dalam
perkawinan. Sedemikian pentingnya, sehingga dalam hal ”istri tidak dapat
melahirkan keturunan” dapat menjadi alasan bagi suami untuk beristri lebih dari
seorang (poligami) yang merupakan suatu pengecualian terhadap asas
monogami. 10 Dari uraian di atas dapat dimengerti betapa beban psikis yang
harus ditanggung oleh pasangan-pasangan yang tidak atau belum dapat
memperoleh anak atau keturunan karena berbagai sebab, terutama sebab-sebab
yang terletak dalam bidang medis, sehingga pembahasan tentang ketidak


10

Undang-undang No 1Tahun 1974 (LN.1974 No.1),Pasal 4 ayat (1) sub.c. jo.Pasal 3.

Universitas Sumatera Utara

punyaan anak ini sudah selayaknya diserahkan kepada mereka yang membidangi
atau mendalami bidang tersebut.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2007 Tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak (pasal 35) dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat, dengan kata lain pemerintah berperan aktif dalam proses
pengangkatan anak melalui pengawasan dan perizinan. Adanya beberapa
kepercayaan yang masih kuat di beberapa daerah, yang menyatakan bahwa
dengan jalan mengangkat anak nantinya akan mendapat keturunan atau dengan
perkataan lain mengangkat anak hanya sebagai pancingan untuk mendapat
keturunan sendiri.
Kenyataannya tidak semua anak dapat mendapatkan kasih sayang dan
kebahagiaan dari orang tuanya. Bagi anak-anak yatim piatu maupun anak-anak
terlantar jarang yang bisa mendapat kasih sayang bahkan ada juga yang belum

pernah mendapatkannya, karena sejak kecil orang tua mereka ada yang sudah
meninggal dunia. Mereka tidak pernah mendapatkan pendidikan dari orang tuanya
sendiri. Mereka juga banyak yang tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
Lingkunganlah yang membentuk dan mempengaruhi karakter anak-anak tersebut.
Mereka akan mencari jati dirinya sesuai dengan lingkungan luar yang kadang
kurang baik untuk membentuk karakter anak. Untuk memenuhi kebutuhannya,
mereka ada yang menjadi pengemis, pemulung, pengamen jalanan, dan
sebagainya. Bahkan ada juga yang melakukan tindakan-tindakan yang negatif,
seperti mencuri.

Universitas Sumatera Utara

Umat Islam diwajibkan mendirikan lembaga dan sarana yang menanggung
pendidikan dan pengurusan anak yatim. Dalam Kitab Ahkam Al-awlad fil Islam
disebutkan bahwa Syari’at Islam memuliakan anak pungut dan menghitungnya
sebagai anak muslim, kecuali di negara non-muslim. 11 Oleh karena itu, agar
mereka sebagai generasi penerus Islam, keberadaan institusi yang mengkhususkan
diri mengasuh dan mendidik anak pungut merupakan fardhu kifayah.
Anak angkat atau anak pungut tidak dapat saling mewarisi dengan orang
tua angkatnya, apabila orang tua angkat tidak mempunyai keluarga, maka yang
dapat dilakukan bila ia berkeinginan memberikan harta kepada anak angkat
adalah, dapat disalurkan dengan cara hibah ketika dia masih hidup, atau dengan
jalan wasiat dalam batas sepertiga pusaka sebelum yang bersangkutan meninggal
dunia.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia telah
mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaa kewajiban dan tanggung jawab
orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan
perlindungan terhadap anak. Meskipun demikian, dipandang masih sangat
diperlukan suatu undang-undang yang khusus mengatur mengenai perlindungan
anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab
tersebut. Dengan demikian, pembentukan undang-undang perlindungan anak
harus didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala
11

Amira. http://amiramira404.bloqspot.com/2013/01/01/archive.html. Diakses pada
pukul 10.35 WIB. Tanggal 11 Maret 2014.

Universitas Sumatera Utara

aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya
dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga
dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh
hukum. Demikian juga dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, Negara
dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi
anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara
optimal dan terarah.
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia telah melakukan pengangkatan
anak dengan cara dan motivasi yang berbeda, sesuai dengan sistem hukum adat
dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang di daerah yang bersangkutan.
Pemerintah melalui menteri sosial menyatakan bahwa, dalam kenyataan
kehidupan sosial tidak semua orang tua mempunyai kesanggupan dan kemampuan
penuh untuk memenuhi kebutuhan pokok anak dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan anak. Kenyataan yang demikian mengakibatkan anak menjadi
terlantar baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
Pengangkatan anak juga dapat dilakukan secara ilegal, artinya
pengangkatan yang dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antar pihak
orang yang akan mengangkat anak dengan orang tua anak yang diangkat,
rendahnya kualitas perlindungan anak di Indonesia banyak menuai kritik
dari berbagai kalangan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah sejauh mana pemerintah
telah berupaya memberikan perlindungan hukum pada anak, sehingga anak
dapat memperoleh jaminan atas kelangsungan hidup dan penghidupannya
sebagai bagian dari hak asasi manusia. Padahal, berdasarkan Undangundang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban
dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak
adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.
Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia
dianggap sebagai salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak.
Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat
membutuhkan orang-orang sebagai tempat berlindung, 12 Eksistensi anak
sebagai pelanjut pengembangan misi agama dan misi negara perlu dikawal dengan
penegakan aturan yang melindunginya, sebab anak-anak termasuk kelompok
lemah dan rawan dari perlakuan eksploitatif kaum dewasa.
H.A.R. Gibb dalam bukunya Muhammadanisme, An Historical Survey,
sebagaimana dikutip oleh Muhammad Muslehuddin 13 bahwa hukum Islam
memiliki jangkauan paling jauh dan alat yang efektif dalam membentuk tatanan
sosial dalam kehidupan masyarakat Islam. Keluasan jangkauan hukum Islam ini
menjadi potensi besar untuk dilahirkannya fiqih anak yang adabtable (mampu
beradaptasi) dengan kemajuan zaman.
12

Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan Antara Norma dan Realitas (Cet. I ; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal.
122.
13
Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis (Cet. I;
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hal. 58.

Universitas Sumatera Utara

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian Tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perbedaan antara pengangkatan anak dalam Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 dan Hukum Islam ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pengangkatan anak yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia ?
3. Bagaimana bila anak yang telah diangkat meminta pembatalan setelah
dia dewasa ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian Tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui perbedaan pengangkatan anak menurut Hukum
Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
2. Untuk mengetahui bagai mana perlindungan hukum terhadap
pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui akibat hukum bila anak yang telah diangkat
meminta pembatalan setelah dia dewasa.

Universitas Sumatera Utara

D. Manfaat Penelitian
Maka penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
pengembangan ilmu atau memberi manfaat dibidang praktis, yaitu sebagai
berikut:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi kalangan akademisi
hukum yang mendalami bidang kajian penelitian ini, khususnya
diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan hukum perdata
dibidang pengangkatan anak dari perspektif Islam dan Undang-undang
No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk
mewujudkan kesadaran masyarakat yang berdasarkan hukum, sehingga
didalam pengangkatan anak, hak-hak anak dapat terlindungi.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang telah dilakukan
keperpustakaan Universitas Sumatera Utara dan kepustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara oleh peneliti, maka penelitian dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan Anak Ditinjau dari
Hukum Islam dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak” belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya, namun ada

Universitas Sumatera Utara

beberapa tesis terdahulu yang menyangkut dengan masalah pengangkatan anak
yaitu :
1.

Tesis atas nama Edison, NIM : 037011020, dengan judul, “Pengangkatan
Anak Dalam Lingkungan Hukum Adat Minangkabau. Tinjauwan atas
Beberapa Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Lubukbasung”, Fokus
kajian permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
(1)

Faktor-faktor apakah yang melatar belakangi meningkatnya
kebutuhan pengangkatan anak pada masyarakat suku Minangkabau.

(2)

Apakah yang menjadi pertimbangan hukum Pengadilan Negeri
Lubukbasung

dalam

mengabulkan

permohonan

pengesahan

pengangkatan anak dilingkungan masyarakat suku Minangkabau
(3)

Bagaimana penerapan hukum adat Minangkabau dalam penetapan
Pengadilan Negeri Lubukbasung tentang pengangkatan anak.

2.

Tesis atas nama Pita Christin Suzanne Aritonang, NIM : 067011065,
dengan judul “ Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Adat Batak Toba
Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, (Stusi: Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli
Utara)”. Fokus Kajian permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
(1)

Kedudukan anak angkat dalam hukum adat Batak Toba di
Kecamatan Tarutung setelah berlakunya Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

(2)

Bagaimanakah syarat-syarat dan proses pengangkatan anak pada
masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung.

Universitas Sumatera Utara

(3)

Apakah motivasi masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung
Melakukan pengangkatan anak.

3.

Tesis atas nama Rahmat Jhowanda, NIM : 087011012, dengan judul “
Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris Adat Pada Masyarakat
Aceh, (Studi Kabupaten Aceh Barat)”. Fokus Kajian permasalahan dalam
penelitian ini yaitu :
(1)

Hubungan hukum antara anak angkat dan orang tua kandungnya
pada masyarakat Aceh di Kabupaten Aceh Barat.

(2)

Bagaimana cara pengangkatan anak pada masyarakat Aceh.

(3)

Bagaimana hak mewaris dari anak angkat dalam hukum waris adat,
pada masyarakat Aceh di Kabupaten Aceh Barat.

4.

Tesis atas nama Erwansyah, NIM : 057011028, dengan judul “ Kewarisan
Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Staatsblad
1917 No.192 (Penelitian pada Pengadilan Agama Medan)”. Fokus Kajian
permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
(1)

Bagaimana kewarisan anak menurut Kompilasi Hukum Islam
dalam Staatsblad 1917 No.129

(2)

Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Kompilasi
Hukum Islam dan Staatblad 1917 No.129

(3)

Bagaimana kewarisan anak angkat menurut Kompilasi Hukum
Islam dan Staatblad 1917 No.129

5.

Tesis atas nama Ahmad Ridha, NIM : 097011147, dengan judul
“Pelaksanaan Pengangkatan Anak Melalui Penetapan Hakim Mahkamah

Universitas Sumatera Utara

Syar’iah di Banda Aceh” Fokus Kajian permasalahan dalam penelitian ini
yaitu :
(1)

Apakah yang menjadi Pertimbangan Hukum Pengadilan Hakim
Mahkamah Syar’iah

di Banda Aceh dalam mengabulkan

permohonan, pengesahan pengangkatan anak.
(2)

Bagaimana prosedur pelaksanaan pengangkatan anak melalui
penetapan hakim di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh.

(3)

Bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak
di Banda Aceh.

6.

Tesis atas nama Yufika Al Sandra, NIM : 127005067, dengan judul
“Kajian Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap Status anak yang
berubah menjadi anak kandung berdasarkan Akta Kelahiran” Fokus Kajian
Permasalahan penelitian ini yaitu :
(1)

Bagaimana Peraturan hukum pengangkatan anak dalam Hukum
Positif dan Hukum Islam.

(2)

Bagaimana hukum merubah status anak angkat menjadi anak
kandung melalui Akte Kelahiran.

(3)

Bagaimana Akibat Hukum dari perubahan status tersebut.

Meskipun demikian, permasalahan dan penyajian dari penelitian ini
tidaklah sama dengan penelitian tersebut, oleh karena itu penelitian ini adalah asli
dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka.
Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah
dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun dan apabila

Universitas Sumatera Utara

dikemudian hari ternyata penelitian ini telah melanggar asas-asas keilmuan, maka
Peneliti bertanggungjawab dengan ketentuan yang berlaku.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Di setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.
Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesipik atau proses
tertentu terjadi. 14 Menurut M.Solly Lubis, kerangka teori merupakan landasan
teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis.15 Sedangkan Soejono Soekanto menyatakan bahwa,
kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 16
Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hakhak yang diberikan oleh hukum. 17 Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa
perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat
preventif dan represif. 18 Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap
hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan
yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk
14

J.J.JM.Wuiman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta: UI Press, 1996, hal. 203.
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hal. 80.
16
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hal. 6.
17
Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. CitraAditya Bakti, 2000, hal. 54.
18
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia , Surabaya: PT.
Bina Ilmu, 1987, hal. 2.
15

Universitas Sumatera Utara

penanganannya dilembaga peradilan. 19 Menurut Lili rasjidi dan I.B Wysa Putra
berpendapat bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan
yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan
antisipatif. 20
Lawrence M. Friedman dalam legal system mendeskripsikan tentang
keberlakuan hukum atau efektivitas hukum, di mana ia menegaskan bahwa
keberlakuan kaidah hukum dipengaruhi olah 3 (tiga) elemen dasar yaitu structure,
substance dan culture. 21 Struktur itu sendiri menurut Friedman adalah suatu
sistem hukum berkaitan dengan sistem sebagai kerangka dalam bentuk yang kuat,
adanya pengaturan yang rinci dalam mengikuti proses dalam batas yang jelas.
Struktur sebagai suatu sistem berkaitan dengan lembaga penegakan hukum itu
sendiri, seperti hakim, yurisdiksi pengadilan dan lain sebaginya. Dengan kata lain,
struktur dalam hukum sebagai suatu sistem lebih menekankan pada aspek
kelembagaan yang terlibat dari suatu proses penegakan hukum itu sendiri. Oleh
karena itu lembaga ini akan sangat strategis sekali dalam “mewarnai”
implementasi suatu ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan substansi hukum dalam suatu sistem hukum menurut Friedman
adalah berkaitan dengan aturan-aturan hukum yang sesungguhnya dan aturan
tentang bagaimana institusi harus bertindak. Dari makna substansi tersebut
jelaslah bahwa substansi suatu aturan itu harus jelas dan mempunyai value
19

Maria Alfons, Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-produk
masyarakat Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual, Ringkasan Disertasi Doktor,
Malang: Universitas Brawijaya, 2010, hal.18.
20
Lili rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung, Remaja
Rusdakarya, 1993, hal. 118.
21
Lawrence M. Friedman, The Legal System, A Social Science Perspective, (New
York:Russell Sage Foundation, 1975), hal. 14.

Universitas Sumatera Utara

sebagaimana dinyatakan oleh Bruggink. Jika suatu substansi hukum sudah
memiliki nilai, pada saat itu pulalah nilai itu dapat dievaluasi tentang keberlakuan
atau efektivitasnya. 22
Begitu pula dengan budaya hukum (legal culture), di mana Friedman
menegaskan bahwa budaya hukum ini sendiri merupakan bagian dari budaya
dalam arti umum yang meliputi kebiasaan, opini, cara melakukan dan berpikir
tentang sesuatu hal dan lain sebagainya. Dengan demikian, budaya hukum ini
akan mendeskripsikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri, sehingga
keberlakuan atau efektivitas hukum amat tergantung pada budaya hukum dari
masyarakat atau komunitas tersebut. Melalui budaya hukum ini pulalah, bisa
dilihat tingkat kepatuhan dan ketaatan masyarakat atau komunitas tertentu menaati
ketentuan peraturan perundang-undangan yang tercermin dari sikap dan perilaku
mereka sendiri. Dari ketiga elemen dasar dari sistem hukum yang dikemukakan
oleh Friedman, akan mampu melihat sejauh mana keberlakuan atau efektivitas
dari suatu produk hukum masyarakat. 23
Fungsi hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang
dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun
penguasa. Di samping itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta
menjadi

sarana untuk

mewujudkan

kesejahteraan

bagi

seluruh

rakyat.

Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum
yaitu pendukung hak dan kewajiban, tidak terkecuali anak-anak.

22
23

Ibid .
Ibid., hal. 15.

Universitas Sumatera Utara

Terhadap bentuk pengertian pengangkatan anak yang pertama sebagai
mana di utarakan oleh Mahmud Syaltut, Fathurrahman memberikan komentar :
“Pengangkatan anak dalam pengertian ta’awun, dengan menanggung nafkah anak
sehari-hari, memelihara dengan baik, memberikan pakaian, pelayanan kesehatan,
demi masa depan anak yang lebih baik, justru merupakan amal baik yang
dilakukan sebagian orang yang mampu menggantikan baik hati yang tidak
dianugerahi anak oleh Allah SWT. Mereka menjadikan perbuatan anak sebagai
sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan mendidik, memelihara
anak-anak dari kalangan fakir miskin yang terabaikan hak-haknya sebagai anak
karena kekafiran dan kemiskinan orang tuanya. Tidak diragukan lagi, bahwa
usaha-usaha semacam ini merupakan suatu amal yang disukai dan dipuji oleh
Islam. 24 Dengan demikian teori yang digunakan dalam teori ini adalah teori
Taawun artinya saling tolong menolong.
Definisi kedua menggambarkan tentang pengangkatan anak sebagai mana
yang dipraktikkan pada zaman Jahiliyah, dan pengangkatan anak yang dikenal
masyarakat Tionghoa yang mempersamakan status anak angkat sebagai anak
kandung dan memutuskan hubungan darah dengan orang tua kandungnya, serta
masuk Klan (suku) keluarga orang tua angkat dengan memakai nama orang tua
angkatnya. Oleh karena itu anak angkat berhak menjadi ahli waris dan
memperoleh warisan sebagai mana hak warisan yang diperoleh anak kandung,
sedangkan syariat Islam menetapkan tentang ketentuan pembagian harta warisan,
yang telah digariskan secara qath’i bahwa hanya kepada orang-orang yang ada
24

Fathurrahman. Ilmu Waris. (Bandung; Al-Ma’arif, 1984). hal. 22.

Universitas Sumatera Utara

pertalian darah, keturunan, dan perkawinan yang dapat masuk dalam kelompok
ahli waris. 25 Pengertian pengangkatan anak semacam inilah yang dilarang dalam
Islam. Berdasarkan paparan di atas, jelas bahwa dalam lembaga pengangkatan
anak yang bertentangan dengan agama Islam adalah pengangkatan anak yang
dengan sengaja menjadikan anak angkat sebagai anaknya sendiri dengan hak-hak
dan kewajiban yang disamakan dengan anak kandung; diberikan hak waris sama
dengan hak waris anak kandung, dan orang tua angkat menjadi orang tua kandung
anak yang diangkatnya. Tetapi dalam pengangkatan anak dalam pengertian
terbatas dengan menekankan aspek kecintaan, perlindungan, dan pertolongan
terhadap hak pendidikan anak, nafkah sehari-hari, kesehatan, dan lain-lain, adalah
termasuk dalam ajaran ta’awun yang oleh Islam justru sangat di anjurkan. 26 Allah
SWT, berfirman yang artinya :
“Bertolong-tolonglah kamu dalam hal kebajikan dan takwa, tetapi jangan
bertolong-tolongan dalam hal kemaksiatan dan permusuhan”. 27
Penetapan Pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam oleh Pengadilan
Agama tidak memutuskan hubungan hukum atau hubungan nasab dengan orang
tua kandungnya. Anak angkat secara hukum tetap diakui sebagai anak kandung
dari orang tua kandungnya. Adanya justifikasi terhadap anak angkat dalam
Hukum Islam tidak menjadikan anak angkat itu sebagai anak kandung atau anak

25

Departemen Agama RI, Trasliterasi Arab-Latin QS. An-Nisa/4: 11. 12, 2000, Asy
Syfa’,Semarang, hal. 168-170.
26
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Jakarta, Sinar Grafika,
2002, hal. 53.
27
Departemen Agama RI, Trasliterasi Arab-Latin QS. Al-Ma’idah /5: 2., 2000, Asy
Syfa’,Semarang, hal. 225.

Universitas Sumatera Utara

yang dipersamakan hak-hak dan kewajibannya seperti anak kandung dari orang
tua angkatnya, hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya
seperti hubungan anak asuh dengan orang tua asuh yang diperluas. Oleh karena
itu, tidak bisa dianggap bahwa seolah-olah anak angkat itu sebagai anak yang baru
lahir di tengah-tengah keluarga orang tua angkatnya dengan segala hak dan
kewajiban seperti anak kandung. Kalau demikian halnya, maka Akta Kelahiran
anak angkat tersebut tidak gugur atau hapus dengan sendirinya setelah
ditetapkannya

Penetapan

Pengangkatan

anak

oleh

Pengadilan

Agama.

Konsekuensi logisnya tidak perlu adanya pencatatan anak angkat yang ditetapkan
berdasarkan Hukum Islam oleh orang tua angkatnya ke Kantor Catatan Sipil.
Dengan lahirnya Surat “Akta Kelahiran Anak” dari Kantor Catatan Sipil,
maka “Akta Kelahiran Anak” tersebut dari orang tua Kandungnya (orang tua asal)
secara serta merta menjadi gugur atau hapus dengan sendirinya. Karena aspek
administrasi, tidak mungkin seorang anak memiliki dua akta kelahiran dengan dua
orang tua kandung. Dengan lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama, yang berlaku mulai tanggal 21 Maret 2006, Pengadilan Agama
memiliki kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa, dan mengadili
perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam. Sebagaimana
produk hukum yang dikeluarkan Pengadilan Negeri tentang Pengangkatan Anak
yang berbentuk “penetapan”, maka produk hukum Pengadilan Agama tentang
Pengangkatan Anak yang dilakukan berdasarkan hukum Islam juga berbentuk
“penetapan”.

Universitas Sumatera Utara

Berbicara masalah pengangkatan anak, yang oleh hukum telah diberikan
hak bagi masyarakat untuk melakukan pengangkatan anak, namun yang paling
penting dengan terjadinya pengangkatan anak tersebut harus dapat memberikan
manfaatnya baik bagi orang tua angkat itu maupun bagi si anak angkat. Sebelum
lahirnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang
mengatur tentang pengangkatan anak, yaitu pasal 39, 40, dan 41 hukum
pengangkatan anak yang digunakan oleh Pengadilan Negeri bersumber dari
hukum perdata barat yang akibat hukumnya bertentangan dengan hukum Islam.28
Tata Cara Pengangkatan Anak, menurut ulama fikih, untuk mengangkat anak atas
dasar ingin mendidik dan membantu orang tua kandungnya agar anak tersebut
dapat mandiri di masa yang akan datang.
Dalam hukum Islam tidak dikenal perpindahan nasab dari ayah
kandungnya ke ayah angkatnya. Maksudnya ia tetap menjadi salah seorang
mahram dari keluarga ayah kandungnya. Dalam arti berlaku larangan kawin dan
tetap saling mewarisi dengan ayah kandungnya. Jika ia melangsungkan
perkawinan setelah dewasa, maka walinya tetap ayah kandungnya. Adapun pada
pengangkatan anak yang diiringi oleh akibat hukum lainnya terjadi perpindahan
Nasab dari ayah kandungnya ke ayah angkatnya. Konsekwensinya, antara dirinya
dengan ayah angkatnya dan keluarga kandung ayah angkatnya berlaku larangan
kawin serta kedua belah pihak saling mewarisi. Jika ia akan melangsungkan
pernikahan nantinya, maka yang berhak menjadi walinya adalah ayah angkatnya

28

Muhamad Isna Wahyudi, http://pa-kotabumi.go.id/karya-ilmiah/214pengangkatan-anak.html. Diakses pada pukul 05.14 WIB. Tanggal 14 Maret 2014.

itsbat-

Universitas Sumatera Utara

tersebut, bukan ayah kandungnya. Ada dua hal yang terkait dengan suatu hukum
anak angkat, yaitu dalam hal kewarisan, dan dalam hal perkawinan.
Dilihat dari aspek perlindungan dan kepentingan anak, lembaga
pengangkatan anak (tabani) memiliki konsepsi yang sama dengan pengangkatan
anak (adopsi) yang dikenal dalam hukum. Perbedaannya terletak pada aspek
mempersamakan anak angkat dengan anak sendiri, menjadikan anak angkat
menjadi anak sendiri, memberikan hak waris yang sama dengan hak waris anak
kandung. 29 Definisi tersebut memberikan gambaran bahwa status anak angkat itu
hanya sekedar mendapatkan pemeliharaan nafkah, kasih sayang, pendidikan,
pelayanan kesehatan, dan hak-hak asasi sebagai anak lainnya, tampa harus
disamakan hak-haknya dengan status anak kandung, karena hati nurani orang tua
angkat tetap akan sulit memandang sama anak angkat dengan anak kandungnya.
Oleh karena itu, Pengertian anak angkat menurut Mahmud Syaltut lebih dekat
pengertiannya kepada pengertian anak asuh yang lebih di dasari oleh perasaan
seorang yang menjadi anak angkat. 30
2. Konseptual
Konsep merupakan unsur pokok dalam suatau penelitian atau untuk
membuat karya Ilmiah. Sebenarnya yang dimaksud dengan konsep adalah “ suatu
pengertian mengenai suatu fakta atau dapat berbentuk batasan atau definisi
tentang sesuatu yang akan dikerjakan. Agar secara operasional diperoleh hasil
penelitian yang sesuai dengan tujuan yang ditentukan sesuai dengan judul
29

Adrianus Khatib. Kedudukan anak asuh Ditinjau dari Hukum Islam, Problematika
Hukum Islam Konteporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002). hal. 158.
30
Mufidah Saggaf Al-Jufri, Al- Laqith dan Tabani, Makalah, tp.2004, hal. 10.

Universitas Sumatera Utara

penelitian ini yang berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan
Pengangkatan Anak ditinjau dari Hukum Islam dan Undang-undang No 23 tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak” Penjelasan Konsepsionalnya yaitu :
1. Anak adalah amanah dari Allah SWT, karena itu setiap anak yang lahir
wajib dilindungi hak-haknya. Hal ini juga berarti, para orang tua tidak
akan menelantarkan atau menyia-nyiakan anak-anaknya. Akan tetapi tidak
tertutup kemungkinan adanya orang tua yang belum memiliki anak setelah
lama berkeluarga berusaha mengangkat anak sebagai pengganti anak
kandungnya, atau ada orang tua yang ingin mengangkat anak orang lain
sebagai bentuk kepedulian sosial, meskipun mereka memiliki anak
kandung sendiri. Umumnya mereka mengangkat anak-anak saudara
mereka yang kurang mampu secara ekonomi. Meskipun demikian, ada
juga kasus di mana anak-anak yang diangkat tidak memiliki hubungan
persaudaran secara langsung dengan calon orang tua angkatnya.
2. Pengangkatan Anak dalam Islam adalah Pengambilan atau pengangkatan
anak orang lain secara sah menjadi anak sendiri. Istilah tabani yang berarti
seseorang mengangkat anak orang lain sebagai anak, dan berlakulah
terhadap anak tersebut seluruh ketentuan hukum yang berlaku atas anak
kandung orang tua angkat, 31 pengertian demikian yang identik dengan
istilah “Adopsi” yang dilarang Hukum Islam.
3. Anak angkat dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak (Pasal 1 Ayat 9) adalah anak yang haknya dialihkan
31

Muhammad Ali Al-Sayis. Tafsir Ayat al-Ahkam. (Mesir: Mathba’ah Muhammad Ali
Shabih wa Auladih, 1372 H/1953 M. Jilid IV, hal. 7.

Universitas Sumatera Utara

dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang
lain

yang

bertanggung

jawab

atas

perawatan,

pendidikan,

dan

membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua
angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
4. Anak Angkat dalam Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2007 Tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak (Pasal 1 Ayat 2) adalah suatu perbuatan
hukum yang mengalihkan seorang orang dari lingkungan kekuasaan orang
tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam
lingkungan keluarga orang tua angkat.
5. Kedudukan anak angkat dalam KHI Pasal 171 Huruf h yang berbunyi:
“Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya
sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya
dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasar putusan
pengadilan. 32
6. Perlindungan Hukum, perlindungan adalah tempat berlindung hal
(perbuatan dan sebagainya) memperlindungi. Merupakan gambaran dari
bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah
suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan
aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun

32

M. Abdurrahman, KHI di Indonesia, Jakarta: Akademika Presindo, 1995. hal. 156.

Universitas Sumatera Utara

dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis
maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

G. Metode Penelitian
Penelitian

merupakan

sarana

pokok

dalam

pengembangan

ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologi dan konsisten.
Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan kontruksi data yang telah
dikumpulkan. 33 Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodelogi penelitian yang
diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi
induknya. 34

1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis, di suatu
penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum
baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan yaitu
dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Agama Kota Medan dan Komisi
Perlindungan Anak Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan
peraturan perundang-undangan. Jadi, sifat penelitian ini adalah yuridis normatif,

33

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2005), hal. 5-6.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 64.
34

Universitas Sumatera Utara

yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan
hanya kepada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. 35

2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Primer dan Data
Sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh dari penelitian lapangan,
sedangkan data sekunder terdiri atas :
1. Bahan Hukum Primer yakni bahan hukum yang mengikat digunakan
dalam penelitian ini, 36 terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada
berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan berkaitan
dengan Pengangkatan Anak yaitu :
a. Al-Qur’an, Al-Hadits, ijtihad serta kaidah ushul fiqh.
b. Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
c. Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak.
d. Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990 Tentang Konvensi Hak Anak.
e.

Undang-undang No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

2. Bahan Hukum Sekunder, bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer, yaitu terdiri dari buku-buku hukum, surat
kabar, tulisan ilmiah, televisi dan internet.
3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam

35

Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal.13.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997
36

Universitas Sumatera Utara

penelitian ini digunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum,
dan Kamus Bahasa Belanda.

3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian tesis ini menggunakan teknik studi
dokumen, seluruh data dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi
kepustakaan (Liberaly research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang
dipandang relevan, dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan
Perpustakaan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya dilakukan
wawancara untuk menunjang data sekunder artinya data yang diperoleh melalui
penelusuran kepustakaan berupa data sekunder ditabulasi yang kemudian
disistematikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan
objek penelitian.

4. Analisis Data
Analisis Data, yaitu menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian
tersebut dengan cara data yang telah dikumpulkan akan disajikan dalam uraian
dan dijelaskan berdasarkan logika, sehingga kemudian diperoleh suatu kesimpulan
yang bersifat deduktif, yaitu kesimpulan diuraikan dari hal-hal yang umum ke halhal yang khusus dan disajikan dalam bentuk tesis. Keseluruhan data ini akan
dianalisis secara kualitatif.

Universitas Sumatera Utara