J01504
Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.)
Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212 ext 354
email: agric_fpb@yahoo.co.id, website: ejournal.uksw.edu/agric
PERAKITAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA SPESIFIK LOKASI
PADI SISTEM GOGO RANCAH DI DESA SEMAWUNG KECAMATAN ANDONG
KABUPATEN BOYOLALI
ASSEMBLY TECHNOLOGY OF SPECIFIC LOCATION NUTRIENT
MANAGEMENT FOR GOGO RANCAH SYSTEM-BASED PADDY
AT SEMAWUNG VILLAGE IN THE SUB-DISTRICT OF ANDONG
BOYOLALI REGENCY
Andrias
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
512011019@student.uksw.edu
Suprihati
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
Diah Setyorini
Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor
Diterima 25 Juni 2016, disetujui 11 Juli 2016
ABSTRACT
Rainfed ricefield, planted at least for one cropping season in a year, depends heavily on rainfall
for its water supply. This land generally is low in fertility as indicated by the limited availability
of essential plant nutrients in particular nitrogen (N), phosphorus (P), and potassium (K) as well
as organic matter. Its productivity is relatively low with a rather erratic precipitation distribution.
In order to overcome fertility issue in rainfed land, it is necessary to conduct an integrated
nutrient management; one of which is by implementing location-specific nutrient management.
This study aims to seek the appropriate nutrient management in rainfed paddy field of Semawung
village in the sub-district of Andong of Boyolali regency to be provisioned as a technological
tool of location-specific nutrient management.
Research on nutrient management of gogo rancah system-based paddy production was carried
out from October 2014 to January 2015. The field experiment was arranged in a Randomized
Block Design involving eight treatments and three replications for each treatment. Treatments
were combinations of NPK fertilizer, Organofosfat, and straw-based organic fertilizer. Nutrient
management using NPK fertilizer and its combination with Organofosfat or organic fertilizer had
very significant effect on plant height and number of stem per hill, significantly affected number of
panicle per hill, panicle length, and number of fully-filled grain but did not result in difference of
31
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
fully-filled grain percentage and weight of 1000 grains. There was no significant difference
between the treatment of 100% of NPK fertilizer and the combination of 75% of NPK fertilizer
with straw-based fertilizer regarding these variables: number of stem per hill, number of panicle
per hill, panicle length, number of grain per hill, number and percentage of fully-filled grain,
weight of 1000 grains, and weight of fresh grain and milled grain yield. Therefore, the latter
treatment is feasible as an option of location-specific nutrient management in Semawung village.
Keywords: Rainfed ricefield, Organofosfat, straw-based organic, nutrients management.
PENDAHULUAN
Kebutuhan pangan nasional khususnya beras
kedepan akan semakin meningkat sejalan
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di lain
pihak laju peningkatan produksi padi semakin
menurun disebabkan beberapa faktor seperti
tidak efisiennya penggunaan pupuk, terjadinya
degradasi lahan, adanya cekaman lingkungan
seperti kekeringan, kebanjiran, dan gangguan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan
penyakit serta adanya penyusutan lahan. Ketua
harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia
(HKTI) Jawa Barat (Sastraatmaja, 2012)
mengungkapkan, penyusutan lahan sawah
produktif untuk akibat alih fungsi lahan pertanian
ke nonpertanian di Jawa Barat mencapai 4.000
hektar setiap tahunnya. Luasnya penciutan lahan
sawah akibat alih fungsi memerlukan pengembangan pertanian ke lahan-lahan kering secara
optimal, salah satunya adalah dengan mengembangkan pertanian di sawah tadah hujan.
Lahan sawah tadah hujan (STH) di Indonesia
dengan luas yang mencapai 2,1 juta ha dapat
menjadi lumbung padi kedua setelah lahan
sawah irigasi. Namun, produktivitas lahan sawah
tadah hujan di Indonesia masih rendah. Menurut
survei Fagi dan Kartaatmadja (2002) menunjukkan bahwa padi varietas lokal yang ditanam
dengan sistem gogo rancah secara tradisional
pada lahan sawah tadah hujan menghasilkan
Gabah Kering Panen (GKP) 1,8 - 3,1 t per hektar
sedangkan saat ditanam dengan teknologi yang
modern menghasilkan GKP 4,0 - 6,1 t per hektar.
Salah satu teknologi modern yang dapat
32
digunakan ialah teknologi Pengelolaan Hara
Spesifik Lokasi (PHSL). Pengelolaan Hara
Spesifik Lokasi merupakan suatu pendekatan
untuk menyediakan hara bagi tanaman padi saat
dan bila dibutuhkan. Aplikasi dan pengelolaan
hara secara dinamis disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman menyediakan hara bagi
tanaman padi saat dan bila dibutuhkan.
Ada beberapa jenis pupuk yang dapat digunakan
untuk meningkatkan produktivitas suatu lahan,
yang utama adalah pupuk makro nitrogen (N),
fosfat (P), dan kalium (K).
Selain pemberian pupuk kimia N, P, K, upaya
peningkatan tanah dan tanaman serta efisiensi
pemupukan dapat dicapai melalui pemberian
pupuk organik Sebagai contoh adalah pupuk
organik dari jerami, serta organofosfat.
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa produktivitas padi di lahan sawah
tadah hujan masih rendah yang disebabkan
karena secara umum mempunyai kesuburan
tanah relatif rendah serta belum dilakukan
pengelolaan pupuk yang tepat. Kegiatan penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pengelolaan pupuk NPK maupun kombinasinya
dengan Organofosfat dan pupuk organik dari
jerami terhadap pertumbuhan dan hasil padi
gogo rancah di lahan sawah tadah hujan serta
mengetahui pengaruh pengurangan dosis pupuk
anjuran (NPK 15-15-15) disertai penambahan
materi lokal jerami sebagai alternatif teknologi
Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) di
Desa Semawung Kec. Andong Kab. Boyolali.
Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.)
METODE PENELITIAN
perbedaan atar perlakuan dianalisis sidik ragam
(ANOVA), dilanjutkan dengan uji Ducan’ s
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015Januari 2016, di Desa Semawung, Kec. Andong,
Kab. Boyolali lahan milik bapak Sunardi. Analisis
tanah dan jaringan dilakukan di Balai Tanah
Bogor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Jaringan
Analisis jaringan tanaman dan gabah dilakukan
di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor.
Analisis jaringan dilakukan setelah penelitian
selesai. Analisis jaringan yang dilakukan yaitu
berupa analisis jaringan tanaman dan analisis
jaringan gabah. Hasil analisis jaringan tanaman
dan gabah dapat dilihat pada Tabel 1.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan
rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok
(RAK), dengan delapan perlakuan dan tiga
ulangan. Delapan perlakuan yang diuji adalah
Kontrol (tanpa pupuk) (D1), NPK tunggal (D2),
100% NPK 15-15-15 (D3), 75% NPK 15-1515 (D4), 100% NPK + Organofosfat (D5), 75%
NPK + Organofosfat (D6), 100% NPK + PO dari
jerami (D7), 75% NPK + PO dari jerami (D8).
Berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman,
diketahui bahwa serapan hara N pada jerami
padi terbilang rendah, ini berarti bahwa tanaman
padi di lahan penelitian mengalami defisiensi
hara nitrogen.
Data respon tanaman dan perubahan sifat-sifat
tanah dianalisis secara statistik deskriptif untuk
melihat hubungan antar peubah sifat kimia tanah
dan respon hasil tanaman. Untuk mengetahui
Serapan P dan K pada pada tanaman tergolong
safisien, hal ini menunjukan bahwa kebutuhan
hara P dan K pada tanaman sudah tercukupi.
Tabel 1 Hasil analisis jaringan tanaman dan gabah
N (%)
P (%)
K (%)
Perlakuan
tanaman
gabah
Kontrol (tanpa pupuk) (D1)
0.43
0.86
NPK tunggal (D2)
0.36
100% NPK 15-15-15 (D3)
Gabah
tanaman
Gabah
0.10
0.43
1.02
0.54
0.76
0.12
0.43
0.64
0.58
0.33
0.84
0.12
0.40
1.21
0.51
75% NPK 15-15-15 (D4)
0.37
0.85
0.10
0.47
0.92
0.60
100% NPK + Organofosfat (D5)
0.42
0.95
0.11
0.19
0.99
0.39
75% NPK + Organofosfat (D6)
0.33
0.95
0.10
0.46
0.75
0.58
100% NPK + PO dari Jerami (D7)
0.35
0.84
0.10
0.37
1.33
0.48
75% NPK + PO dari Jerami (D8)
0.35
0.88
0.11
0.40
1.47
0.52
Rerata
0.37 (D)
tanaman
0.11 (S)
1.04 (S)
Keterangan: Kriteria hasil analisis jaringan tanaman defisiensi dan cukup (Klasifikasi menurut Tanaka and Yoshida, 1970
dalam Sanchez, 1973) D = Defisiensi, S = Safisien
33
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
Umur 15-45 hst merupakan fase pertumbuhan
vegetatif bagi tanaman padi, salah satunya adalah
fase dimana tanaman padi mengalami pertumbuhan tinggi tanaman cepat. Dari (Grafik 1)
dapat dilihat bahwa pada pengukuran tinggi
tanaman 15-60 hari setelah tumbuh (hst),
pertumbuhan tinggi tanaman terhambat pada
perlakuan kontrol (tanpa pupuk).
Tinggi Tanaman
(cm)
100
D1
D2
D3
50
D4
D5
0
15 hst
30 hst
45 hst
60 hst
Waktu Pengukuran
D7
D8
D6
Grafik 1 Pengaruh hara terhadap tinggi tanaman
pada 15 - 160 HST
Dari Grafik 1, juga dapat dilihat bahwa penambahan tinggi tanaman terus terjadi secara
signifikan mulai dari umur 15 hst sampai 45 hst.
Akan tetapi setelah 45 hst menuju ke 60 hst,
grafik penambahan tinggi tanaman sudah mulai
melandai. Hal ini dikarenakan pada 15-45
merupakan fase dimana tanaman padi mengalami
fase pertumbuhan vegetatif, sedangkan pada 45
hst-60 hst tanaman padi sudah memasuki fase
pertumbuhan generatif.
Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Jumlah
Individu Per rumpun
Umur 15-30 hst merupakan fase dimana tanaman
padi menghasilkan anakan, semakin banyak
jumlah anakan yang dihasilkan maka jumlah
individu per rumpun akan meningkat. Akan tetapi
setelah melewati umur 30 hst, terjadi penurunan
jumlah individu. Hal ini disebabkan ada beberapa
tanaman yang mati dikarenakan tanaman
kekurangan hara N.
34
Berdasarkan Grafik 2 dapat terlihat bahwa
pembetukan anakan terhambat pada perlakuan
kontrol (tanpa pupuk). Hal ini menunjukan
bahwa, pemupukan NPK di lahan penelitian
diperlukan guna meningkatkan jumlah individu
tiap rumpun.
D1
D2
25
Jumlah Individu (batang)
Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap
Tinggi Tanaman
D3
20
D4
15
D5
10
D6
5
D7
0
D8
15 hst
30 hst
45 hst
60 hst
Grafik 2 Pengaruh pengelolaan hara terhadap jumlah
individu per rumpun pada 15-60 HST
Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap
Komponen Hasil
Berdasarkan uji F (ANOVA) terhadap komponen
hasil menunjukan bahwa pengelolaan hara
berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per
rumpun, panjang malai, jumlah bulir bernas, dan
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bulir,
akan tetapi tidak berpengaruh terhadap persentase bulir bernas.
Penambahan pupuk Organofosfat maupun
jerami pada NPK dosis 100% belum dapat
meningkatkan jumlah malai panjang malai jumlah
bulir per rumpun dan jumlah bulir bernas.
Berdasarkan Tabel 2, perlakuan 100% NPK +
Organofosfat (D5) dan 100% NPK + PO dari
Jerami (D7) dibandingkan dengan perlakuan
100 NPK 15-15-15 (D3) memiliki jumlah malai
per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir
bernas yang tidak berbeda nyata.
Pengurangan 25% dosis NPK jika ditambahkan
Organofosfat maupun jerami akan menghasilkan
jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah
bulir dan bulir bernas yang nyata tidak berbeda.
Terlihat dari perlakuan 75% NPK + Organo-
Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.)
fosfat (D6) dan 75% NPK + PO dari Jerami
(D8) yang menghasilkan jumlah malai per
rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir
bernas yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan 100 NPK 15-15-15 (D3). Hal ini
diduga karena kehilangan hara 25% akibat
pengurangan dosis NPK dapat digantikan oleh
hara yang berasal dari pupuk organik Organofosfat maupun jerami. Rosmarkan dan Yuwono
(2002) menyatakan bahwa dalam proses mineralisasinya bahan organik akan melepaskan hara
tanaman yang lengkap (N P K Ca Mg S serta
hara mikro) meskipun dalam jumlah tidak tentu.
Perlakuan 75% NPK 15-15-15 (D4) dibandingkan
dengan 100% NPK 15-15-15 (D3) keduanya
memiliki jumlah malai per rumpun panjang malai
jumlah bulir dan bulir bernas yang nyata tidak
berbeda. Meski pengurangan 25% dosis NPK
juga tidak berpengaruh terhadap jumlah malai
per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir
bernas akan tetapi dalam hal ini peneliti lebih
menyarankan kepada petani untuk tetap menambahkan pupuk Orgaofosfat maupun jerami
dengan pertimbangan untuk memperbaiki
kesuburan tanah di lahan penelitian. Rosmarkam
dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa penambahan bahan organik mampu memperbaiki
struktur tanah menyebabkan tanah menjadi
ringan dan mudah diolah mudah ditembus akar
serta mampu memperbaiki kehidupan biologi
tanah (baik hewan tingkat tinggi ataupun tingkat
rendah).
Meski perlakuan hara berpengaruh terhadap
panjang malai dan jumlah bulir bernas akan
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bulir bernas. Hal ini diduga karena pada
tahap penyumplaian hasil asimilasi ke malai untuk
pengisian bulir, pada malai yang lebih panjang
membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga
tidak semua bulir dapat terisi.
Jumlah individu per rumpun dan jumlah malai
memiliki korelasi yang positif dengan nilai
korelasi 0.88, artinya bahwa semakin banyak
jumlah individu per rumpunmaka jumlah malai
yang dihasilkan juga akan bertambah banyak .
Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap
Bobot 1000 Butir, GKP dan GKG
Berdasarkan uji ANOVA bobot 1000 butir, GKP
dan GKG menunjukan bahwa pengelolaan hara
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir,
berpengaruh sangat nyata terhadap berat gabah
Tabel 2 Hasil analisis pengaruh pengelolaan hara terhadap komponen hasil
Perlakuan
Jumlah Malai
Per rumpun
Panjang
Malai (cm)
Jumlah Bulir
Per rumpun
Bulir
Bernas
(butir)
Persentase
bulir bernas
(%)
Kontrol (tanpa pupuk) (D1)
7.67a
21.14a
628.60a
500.47a
79.59
NPK tunggal (D2)
12.90b
24.03b
1217.53b
973.67b
79.72
100% NPK 15-15-15 (D3)
11.47b
23.75b
1076.07b
834.87b
77.48
75% NPK 15-15-15 (D4)
12.13b
23.85b
1114.27b
856.10b
77.24
100% NPK + Organofosfat (D5)
13.33b
23.97b
1269.67b
963.10b
75.88
75% NPK + Organofosfat (D6)
11.37b
24.40b
1102.20b
885.40b
80.29
100% NPK + PO dari Jerami (D7)
11.67b
24.34b
1115.97b
844.27b
75.84
75% NPK + PO dari Jerami (D8)
11.50b
24.27b
1100.13b
850.90b
77.60
Keterangan: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan
analisis DMRT pada kepercayaan 95%
35
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
GKP dan GKG. Hasil uji lanjut DMRT (5%)
terhadap GKP dan GKG disajikan dalam Tabel 3.
tunggal (D2) maupun majemuk (D3) di lahan
penelitian saling tidak berbeda nyata terhadap
hasil GKP dan GKG dikarenakan kandungan
hara pada pupuk NPK baik tunggal dan majemuk
sudah setara.
Berdasarkan hasil analisis bobot 1000 butir GKP
dan GKG (Tabel 3.) menunjukan bahwa bobot
1000 butir yang dihasilkan pada penelitian ini
sekitar 25.91-28.18 gram. Berdasarkan deskripsi
varietas padi Situbagendit yang dikeluarkan oleh
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang
menyatakan bahwa padi situbagendit memiliki
bobot 1000 butir mencapai 27.5 gram maka
hanya perlakuan 100% NPK + PO dari Jerami
(D7) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8)
yang bisa mencapainya. Hal ini dikarenakan
kandungan hara yang berasal dari jerami membantu tanaman disaat pengisian bulir padi. Di
Indonesia rata-rata kandungan unsur hara yang
terkandung dalam jerami adalah 04% N 002%
P 14% K dan 56% Si dengan kata lain ketika kita
memanen padi 5 ton/ha akan dihasilkan jerami
sebanyak 75 ton yang mengandung 45 kg N 10
Kg P 125 Kg K 350 Kg Si (Maspary 2010).
Penambahan Organofosfat dan jerami pada
NPK dosis 75% mampu menghasilkan GKP dan
GKG yang nyata tidak berbeda dengan perlakuan
100% dosis NPK akan tetapi penambahan
Organofosfat dan jerami pada NPK dosis 100%
belum mampu meningkatkan hasil GKP dan
GKP. Terlihat dari perlakuan 100% NPK +
Organofosfat (D5) dan 100% NPK + PO dari
Jerami (D7) dibandingkan dengan perlakuan
100 NPK 15-15-15 (D3) memiliki hasil GKP dan
GKG yang nyata tidak berbeda. Hasil analisis
jaringan tanaman dan gabah (tabel 3) menunjukan bahwa tanaman sudah mendapatkan hara
fosfat dan kalium yang cukup dengan menggunakan perlakuan 75% NPK + Organofosfat
(D6) dan 75% NPK + jerami (D8). Pupuk
kalium dan fosfat dibutuhkan oleh tanaman pada
saat proses pembungaan dan pengisian bulir.
Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan
bahwa kalium berfungsi untuk membantu
Penggunaan pupuk NPK tunggal (D2) maupun
majemuk (D3) menghasilkan GKP dan GKG
nyata lebih banyak dibanding dengan perlakuan
kontrol (D1).Penggunaan jenis pupuk NPK baik
Tabel 3 Hasil analisis bobot 1000 butir, GKP dan GKG
Parameter
Perlakuan
Bobot 1000 butir
(gram)
GKP (ton/ha)
GKG (ton/ha)
Kontrol (tanpa pupuk) (D1)
25.91
4.41a
3.06a
NPK tunggal (D2)
27.34
7.18bc
4.88b
100% NPK 15-15-15 (D3)
25.60
7.50c
4.96b
75% NPK 15-15-15 (D4)
26.84
6.70bc
4.58b
100% NPK + Organofosfat (D5)
26.99
7.14bc
4.69b
75% NPK + Organofosfat (D6)
26.80
7.24bc
4.97b
100% NPK + PO dari Jerami (D7)
27.55
6.95bc
4.67b
75% NPK + PO dari Jerami (D8)
28.18
6.48b
4.58b
Keterangan: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan
analisis DMRT pada kepercayaan 95%
36
Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.)
meningkatkan pengisian biji tanaman supaya
lebih berisi dan padat.
Perlakuan 75% NPK 15-15-15 (D4) dibandingkan
dengan 100% NPK 15-15-15 (D3) keduanya
juga memiliki GKP dan GKG yang nyata tidak
berbeda. Akan tetapi peneliti lebih menyarankan
ke petani untuk tetap menambahkan pupuk
organosofat maupun jerami guna meningkatkan
kesuburan tanah di lahan penelitian.
Perlakuan hara dilahan penelitian menghasilkan
GKP sebanyak 4.58-4.97 ton per hektar hasil
tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan
dengan deskripsi varietas padi Situbagendit yang
dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi yang menyatakan bahwa padi Situbagendit
memiliki rerata hasil 40 ton per hektar dan memiliki
potensi hasil 60 ton per hektar. Meskipun sudah
melebihi dari rerata hasil akan tetapi semua
perlakuan belum bisa mecapai potensi hasil
secara genetis seperti yang dikeluarkan oleh
balai. Hal ini dikarenakan tanaman mengalami
kahat nitrogen didukung oleh hasil penelitian
Yahya dkk. (1990) yang mengatakan bahwa
nitrogen merupakan unsur hara paling menentukan
dalam peningkatan hasil padi gogo rancah di
Jeneponto.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat baik
dari segi pertumbuhan maupun hasil maka peneliti
lebih menyarankan 75% NPK 15-15-15 + jerami
sebagai teknologi Pengelolaan Hara Spesifik
Lokasi (PHSL) di Desa Semawung Kec.
Andong Kab. Boyolali dikarenakan jerami
merupakan materi lokal yang lebih mudah
didapatkan oleh petani yang ada di Desa
Semawung tanpa harus mengeluarkan biaya
karena petani bisa mendapatkan jerami dari hasil
panen di lahan mereka.
KESIMPULAN
1. Pengelolaan pupuk NPK maupun kombinasinya
dengan Organofosfat maupun jerami ber-
pengaruh nyata-sangat nyata terhadap tinggi
tanaman jumlah individu per rumpun nyata
terhadap jumlah malai per rumpun panjang
malai jumlah bulir bernas dan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bulir
bernas dan bobot 1000 butir.
2. Jumlah individu per rumpun jumlah malai per
rumpun panjang malai jumlah bulir per
rumpun bulir bernas pesentase bulir bernas
bobot 1000 butir GKP dan GKG per hektar
pada pemberian jerami pada NPK 15-15-15
dosis 75% tidak berbeda nyata dengan
pemupukan NPK 15-15-15 dosis anjuran
sehingga pemberian (75% NPK 15-15-15 +
pupuk organik dari jerami) menjadi teknologi
Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) di
Desa Semawung Kec. Andong Kab. Boyolali.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kami sampaikan kepada Kepala
Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Bogor yang sudah
membiayai penelitian ini. terimakasih juga kami
sampaikan kepada Bapak Mulyadi (teknisi
lapang), Bapak Sunardi (pemilik lahan) yang
sudah membantu pelaksanaan kegiatan penelitian
selama di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabri, M., 2008. Pengelolaan Hara Makro
dan Mikro Pada Tanaman Padi. Pros.
Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi
Menunjang P2BN. Balitbang Pertanian
Deptan. Jakarta. Hal. 90-113.
Arafah. 2004. Effektivitas pemupukan P dan K
pada Lahan Bekas Pemberian Jerami
Selama 3 Musim Tanam terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. Jurnal
Sains dan Teknologi. (2) 4, 2004 : 65-71.
Balitbang. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT) Padi sawah Tadah Hujan.
Departemen Pertanian. Jakarta.
37
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
Balitsereal. 2002 dalam Faesal dan Syuryawati.
2009. Kendala dan Prospek Pengembangan JagungPada Lahan Sawah
Tadah Hujan di Sulawesi Selatan.
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009.
Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Barus, J. 2009. Uji Efektivitas Kompos Jerami
Dan Pupuk NPK Terhadap Hasil Padi.
Jurnal Agrivigor. 10 (3), 2011 : 247-252.
Fairhurst, C. Witt, R. J. Buresh, dan A. Dobermann.
2007 dalam Anonim, 2015. Panduan
Praktis Pengelolaan Hara. http://
203.176.181.70/bppi/lengkap/bpp08096.pdf.
[26 September 2014].
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama
Sarana Perkasa. Jakarta.
IRRI.1997 dalam A. Wihardjaka dan S.
Abdurachman. 2007. Dampak Pemupukan
Jangka Panjang Padi Sawah Tadah
Hujan terhadap Emisi Gas Metana.
Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan. (3) 26, 2007: 199 - 205.
Kasniari, D. N. & Nyoman Supadma. A. A., 2007
dalam S. Putra. 2012. Pengaruh Pupuk
NPK Tunggal, Majemuk, dan Pupuk
Daun terhadap Peningkatan Produksi
Padi Gogo Varietas Situ Patenggang.
Jurnal Agrotop. (1) 2, 2012: 55-61.
Krismawati, A. 2007. Kajian Teknologi Usahatani
Padi di Lahan Kering kalimantan
Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar
Pengkajian danTeknologi Pertanian. Bogor.
10 (2): 84-94.
Maspary. 2010. Tahukan Anda Kandungan
Unsur Hara Dalam Jerami Padi. http://
www.gerbangpertanian.com/2010/04/
tahukah-anda-kandungan-unsur-haradalam.html [16 Mei 2016].
Mulyani M. S. dan A. G. Kartasapoetra. 1988.
Pupuk dan Cara Pemupukan. Bina
Aksara. Jakarta.
38
Pirngadi, K. & S. Abdulrachman. 2005. Pengaruh
Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Padi Sawah. Jurnal Agrivior.
Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas.
Makasar. (2) 4: 137-147.
Purnowo dan P. Heni. 2007. Budidaya 8 Jenis
Tanaman Pangan Unggul. Penebar
Swadaya. Bogor.
Rosmarkam A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu
Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. Jhon Wiley
and Sons. New York.
Sastraatmaja, E. 2012.Alih Fungsi Lahan Pertanian.
http://regional. kompas. com/read/ 2012/12/
13/16491299. [18 September 2014] .
Setiawan, D., Syekhfani dan R. Suntari. 2006.
Pengaruh Pemberian Guano Sebagai
Substitutor Urea Terhadap Ketersediaan
Dan Serapan Unsur N Tanaman Sawi
(Brasicca Juncea L), Pada Inseptisol
Wlingi, Blitar. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Swain, D. K., S. Herath, A. Pathirane and B.
N. Mittra. 2005. Rainfed lowland and
flood pronerice: A critical review on
ecology and management technology
improving the productivity in Asia. Role
of Water Sciences in Transboundary
River Basin Management. Thailand.
Toha, H. M., dan D. Juanda. 1991. Pola tanam
tanaman pangan di lahan kering dan
sawah tadah hujan (Kasus Desa
Ngumbul dan Sonokulon, Kabupaten
Blora). Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Pertanian Lahan Kering dan Konservasi
Tanah di Lahan Sedimen dan Vulkanik
DAS Bagian Hulu. Proyek penelitian
penyelamatan hutan tanah dan air.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. p. 37-49.
Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.)
Yahya M. dkk. 1990. Petumbuhan dan Produksi
Padi Gogorancah dalam Hubungannya
dengan Pemberian N P K S dan Zn.
Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros:
Ujung Pandang.
Widyantoroet al. 2007. Peningkatan Produktivitas Padi Gogo melalui Pendekatan
Model Pengelolaan Tanaman Terpadu.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Wihardjaka, A., S. Abdulrachman, Susanto, dan
C.P. Mamaril.1999. Potassium dynamic
under intensified and diversi-fied ricebased cropping system. p.: 170-182
Dalam Menuju Sistem Produksi Padi
Berwawasan Lingkungan. Risalah
Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas
Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah (S. Patohardjono, J. Soejitno dan Hermanto,
ed.). Puslibang Tanaman Pangan Bogor.
Zahrah, S. 2011. Aplikasi Pupuk Bokashi dan
NPK Organik pada Tanah Ultisol
untuk Tanaman Padi Sawah Dengan
Sistem SRI. Jurnal Ilmu Lingkungan. (2)
5, 2011: 114-129.
***
39
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
40
Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212 ext 354
email: agric_fpb@yahoo.co.id, website: ejournal.uksw.edu/agric
PERAKITAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA SPESIFIK LOKASI
PADI SISTEM GOGO RANCAH DI DESA SEMAWUNG KECAMATAN ANDONG
KABUPATEN BOYOLALI
ASSEMBLY TECHNOLOGY OF SPECIFIC LOCATION NUTRIENT
MANAGEMENT FOR GOGO RANCAH SYSTEM-BASED PADDY
AT SEMAWUNG VILLAGE IN THE SUB-DISTRICT OF ANDONG
BOYOLALI REGENCY
Andrias
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
512011019@student.uksw.edu
Suprihati
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
Diah Setyorini
Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor
Diterima 25 Juni 2016, disetujui 11 Juli 2016
ABSTRACT
Rainfed ricefield, planted at least for one cropping season in a year, depends heavily on rainfall
for its water supply. This land generally is low in fertility as indicated by the limited availability
of essential plant nutrients in particular nitrogen (N), phosphorus (P), and potassium (K) as well
as organic matter. Its productivity is relatively low with a rather erratic precipitation distribution.
In order to overcome fertility issue in rainfed land, it is necessary to conduct an integrated
nutrient management; one of which is by implementing location-specific nutrient management.
This study aims to seek the appropriate nutrient management in rainfed paddy field of Semawung
village in the sub-district of Andong of Boyolali regency to be provisioned as a technological
tool of location-specific nutrient management.
Research on nutrient management of gogo rancah system-based paddy production was carried
out from October 2014 to January 2015. The field experiment was arranged in a Randomized
Block Design involving eight treatments and three replications for each treatment. Treatments
were combinations of NPK fertilizer, Organofosfat, and straw-based organic fertilizer. Nutrient
management using NPK fertilizer and its combination with Organofosfat or organic fertilizer had
very significant effect on plant height and number of stem per hill, significantly affected number of
panicle per hill, panicle length, and number of fully-filled grain but did not result in difference of
31
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
fully-filled grain percentage and weight of 1000 grains. There was no significant difference
between the treatment of 100% of NPK fertilizer and the combination of 75% of NPK fertilizer
with straw-based fertilizer regarding these variables: number of stem per hill, number of panicle
per hill, panicle length, number of grain per hill, number and percentage of fully-filled grain,
weight of 1000 grains, and weight of fresh grain and milled grain yield. Therefore, the latter
treatment is feasible as an option of location-specific nutrient management in Semawung village.
Keywords: Rainfed ricefield, Organofosfat, straw-based organic, nutrients management.
PENDAHULUAN
Kebutuhan pangan nasional khususnya beras
kedepan akan semakin meningkat sejalan
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di lain
pihak laju peningkatan produksi padi semakin
menurun disebabkan beberapa faktor seperti
tidak efisiennya penggunaan pupuk, terjadinya
degradasi lahan, adanya cekaman lingkungan
seperti kekeringan, kebanjiran, dan gangguan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan
penyakit serta adanya penyusutan lahan. Ketua
harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia
(HKTI) Jawa Barat (Sastraatmaja, 2012)
mengungkapkan, penyusutan lahan sawah
produktif untuk akibat alih fungsi lahan pertanian
ke nonpertanian di Jawa Barat mencapai 4.000
hektar setiap tahunnya. Luasnya penciutan lahan
sawah akibat alih fungsi memerlukan pengembangan pertanian ke lahan-lahan kering secara
optimal, salah satunya adalah dengan mengembangkan pertanian di sawah tadah hujan.
Lahan sawah tadah hujan (STH) di Indonesia
dengan luas yang mencapai 2,1 juta ha dapat
menjadi lumbung padi kedua setelah lahan
sawah irigasi. Namun, produktivitas lahan sawah
tadah hujan di Indonesia masih rendah. Menurut
survei Fagi dan Kartaatmadja (2002) menunjukkan bahwa padi varietas lokal yang ditanam
dengan sistem gogo rancah secara tradisional
pada lahan sawah tadah hujan menghasilkan
Gabah Kering Panen (GKP) 1,8 - 3,1 t per hektar
sedangkan saat ditanam dengan teknologi yang
modern menghasilkan GKP 4,0 - 6,1 t per hektar.
Salah satu teknologi modern yang dapat
32
digunakan ialah teknologi Pengelolaan Hara
Spesifik Lokasi (PHSL). Pengelolaan Hara
Spesifik Lokasi merupakan suatu pendekatan
untuk menyediakan hara bagi tanaman padi saat
dan bila dibutuhkan. Aplikasi dan pengelolaan
hara secara dinamis disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman menyediakan hara bagi
tanaman padi saat dan bila dibutuhkan.
Ada beberapa jenis pupuk yang dapat digunakan
untuk meningkatkan produktivitas suatu lahan,
yang utama adalah pupuk makro nitrogen (N),
fosfat (P), dan kalium (K).
Selain pemberian pupuk kimia N, P, K, upaya
peningkatan tanah dan tanaman serta efisiensi
pemupukan dapat dicapai melalui pemberian
pupuk organik Sebagai contoh adalah pupuk
organik dari jerami, serta organofosfat.
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa produktivitas padi di lahan sawah
tadah hujan masih rendah yang disebabkan
karena secara umum mempunyai kesuburan
tanah relatif rendah serta belum dilakukan
pengelolaan pupuk yang tepat. Kegiatan penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pengelolaan pupuk NPK maupun kombinasinya
dengan Organofosfat dan pupuk organik dari
jerami terhadap pertumbuhan dan hasil padi
gogo rancah di lahan sawah tadah hujan serta
mengetahui pengaruh pengurangan dosis pupuk
anjuran (NPK 15-15-15) disertai penambahan
materi lokal jerami sebagai alternatif teknologi
Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) di
Desa Semawung Kec. Andong Kab. Boyolali.
Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.)
METODE PENELITIAN
perbedaan atar perlakuan dianalisis sidik ragam
(ANOVA), dilanjutkan dengan uji Ducan’ s
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015Januari 2016, di Desa Semawung, Kec. Andong,
Kab. Boyolali lahan milik bapak Sunardi. Analisis
tanah dan jaringan dilakukan di Balai Tanah
Bogor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Jaringan
Analisis jaringan tanaman dan gabah dilakukan
di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor.
Analisis jaringan dilakukan setelah penelitian
selesai. Analisis jaringan yang dilakukan yaitu
berupa analisis jaringan tanaman dan analisis
jaringan gabah. Hasil analisis jaringan tanaman
dan gabah dapat dilihat pada Tabel 1.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan
rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok
(RAK), dengan delapan perlakuan dan tiga
ulangan. Delapan perlakuan yang diuji adalah
Kontrol (tanpa pupuk) (D1), NPK tunggal (D2),
100% NPK 15-15-15 (D3), 75% NPK 15-1515 (D4), 100% NPK + Organofosfat (D5), 75%
NPK + Organofosfat (D6), 100% NPK + PO dari
jerami (D7), 75% NPK + PO dari jerami (D8).
Berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman,
diketahui bahwa serapan hara N pada jerami
padi terbilang rendah, ini berarti bahwa tanaman
padi di lahan penelitian mengalami defisiensi
hara nitrogen.
Data respon tanaman dan perubahan sifat-sifat
tanah dianalisis secara statistik deskriptif untuk
melihat hubungan antar peubah sifat kimia tanah
dan respon hasil tanaman. Untuk mengetahui
Serapan P dan K pada pada tanaman tergolong
safisien, hal ini menunjukan bahwa kebutuhan
hara P dan K pada tanaman sudah tercukupi.
Tabel 1 Hasil analisis jaringan tanaman dan gabah
N (%)
P (%)
K (%)
Perlakuan
tanaman
gabah
Kontrol (tanpa pupuk) (D1)
0.43
0.86
NPK tunggal (D2)
0.36
100% NPK 15-15-15 (D3)
Gabah
tanaman
Gabah
0.10
0.43
1.02
0.54
0.76
0.12
0.43
0.64
0.58
0.33
0.84
0.12
0.40
1.21
0.51
75% NPK 15-15-15 (D4)
0.37
0.85
0.10
0.47
0.92
0.60
100% NPK + Organofosfat (D5)
0.42
0.95
0.11
0.19
0.99
0.39
75% NPK + Organofosfat (D6)
0.33
0.95
0.10
0.46
0.75
0.58
100% NPK + PO dari Jerami (D7)
0.35
0.84
0.10
0.37
1.33
0.48
75% NPK + PO dari Jerami (D8)
0.35
0.88
0.11
0.40
1.47
0.52
Rerata
0.37 (D)
tanaman
0.11 (S)
1.04 (S)
Keterangan: Kriteria hasil analisis jaringan tanaman defisiensi dan cukup (Klasifikasi menurut Tanaka and Yoshida, 1970
dalam Sanchez, 1973) D = Defisiensi, S = Safisien
33
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
Umur 15-45 hst merupakan fase pertumbuhan
vegetatif bagi tanaman padi, salah satunya adalah
fase dimana tanaman padi mengalami pertumbuhan tinggi tanaman cepat. Dari (Grafik 1)
dapat dilihat bahwa pada pengukuran tinggi
tanaman 15-60 hari setelah tumbuh (hst),
pertumbuhan tinggi tanaman terhambat pada
perlakuan kontrol (tanpa pupuk).
Tinggi Tanaman
(cm)
100
D1
D2
D3
50
D4
D5
0
15 hst
30 hst
45 hst
60 hst
Waktu Pengukuran
D7
D8
D6
Grafik 1 Pengaruh hara terhadap tinggi tanaman
pada 15 - 160 HST
Dari Grafik 1, juga dapat dilihat bahwa penambahan tinggi tanaman terus terjadi secara
signifikan mulai dari umur 15 hst sampai 45 hst.
Akan tetapi setelah 45 hst menuju ke 60 hst,
grafik penambahan tinggi tanaman sudah mulai
melandai. Hal ini dikarenakan pada 15-45
merupakan fase dimana tanaman padi mengalami
fase pertumbuhan vegetatif, sedangkan pada 45
hst-60 hst tanaman padi sudah memasuki fase
pertumbuhan generatif.
Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Jumlah
Individu Per rumpun
Umur 15-30 hst merupakan fase dimana tanaman
padi menghasilkan anakan, semakin banyak
jumlah anakan yang dihasilkan maka jumlah
individu per rumpun akan meningkat. Akan tetapi
setelah melewati umur 30 hst, terjadi penurunan
jumlah individu. Hal ini disebabkan ada beberapa
tanaman yang mati dikarenakan tanaman
kekurangan hara N.
34
Berdasarkan Grafik 2 dapat terlihat bahwa
pembetukan anakan terhambat pada perlakuan
kontrol (tanpa pupuk). Hal ini menunjukan
bahwa, pemupukan NPK di lahan penelitian
diperlukan guna meningkatkan jumlah individu
tiap rumpun.
D1
D2
25
Jumlah Individu (batang)
Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap
Tinggi Tanaman
D3
20
D4
15
D5
10
D6
5
D7
0
D8
15 hst
30 hst
45 hst
60 hst
Grafik 2 Pengaruh pengelolaan hara terhadap jumlah
individu per rumpun pada 15-60 HST
Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap
Komponen Hasil
Berdasarkan uji F (ANOVA) terhadap komponen
hasil menunjukan bahwa pengelolaan hara
berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per
rumpun, panjang malai, jumlah bulir bernas, dan
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bulir,
akan tetapi tidak berpengaruh terhadap persentase bulir bernas.
Penambahan pupuk Organofosfat maupun
jerami pada NPK dosis 100% belum dapat
meningkatkan jumlah malai panjang malai jumlah
bulir per rumpun dan jumlah bulir bernas.
Berdasarkan Tabel 2, perlakuan 100% NPK +
Organofosfat (D5) dan 100% NPK + PO dari
Jerami (D7) dibandingkan dengan perlakuan
100 NPK 15-15-15 (D3) memiliki jumlah malai
per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir
bernas yang tidak berbeda nyata.
Pengurangan 25% dosis NPK jika ditambahkan
Organofosfat maupun jerami akan menghasilkan
jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah
bulir dan bulir bernas yang nyata tidak berbeda.
Terlihat dari perlakuan 75% NPK + Organo-
Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.)
fosfat (D6) dan 75% NPK + PO dari Jerami
(D8) yang menghasilkan jumlah malai per
rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir
bernas yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan 100 NPK 15-15-15 (D3). Hal ini
diduga karena kehilangan hara 25% akibat
pengurangan dosis NPK dapat digantikan oleh
hara yang berasal dari pupuk organik Organofosfat maupun jerami. Rosmarkan dan Yuwono
(2002) menyatakan bahwa dalam proses mineralisasinya bahan organik akan melepaskan hara
tanaman yang lengkap (N P K Ca Mg S serta
hara mikro) meskipun dalam jumlah tidak tentu.
Perlakuan 75% NPK 15-15-15 (D4) dibandingkan
dengan 100% NPK 15-15-15 (D3) keduanya
memiliki jumlah malai per rumpun panjang malai
jumlah bulir dan bulir bernas yang nyata tidak
berbeda. Meski pengurangan 25% dosis NPK
juga tidak berpengaruh terhadap jumlah malai
per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir
bernas akan tetapi dalam hal ini peneliti lebih
menyarankan kepada petani untuk tetap menambahkan pupuk Orgaofosfat maupun jerami
dengan pertimbangan untuk memperbaiki
kesuburan tanah di lahan penelitian. Rosmarkam
dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa penambahan bahan organik mampu memperbaiki
struktur tanah menyebabkan tanah menjadi
ringan dan mudah diolah mudah ditembus akar
serta mampu memperbaiki kehidupan biologi
tanah (baik hewan tingkat tinggi ataupun tingkat
rendah).
Meski perlakuan hara berpengaruh terhadap
panjang malai dan jumlah bulir bernas akan
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bulir bernas. Hal ini diduga karena pada
tahap penyumplaian hasil asimilasi ke malai untuk
pengisian bulir, pada malai yang lebih panjang
membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga
tidak semua bulir dapat terisi.
Jumlah individu per rumpun dan jumlah malai
memiliki korelasi yang positif dengan nilai
korelasi 0.88, artinya bahwa semakin banyak
jumlah individu per rumpunmaka jumlah malai
yang dihasilkan juga akan bertambah banyak .
Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap
Bobot 1000 Butir, GKP dan GKG
Berdasarkan uji ANOVA bobot 1000 butir, GKP
dan GKG menunjukan bahwa pengelolaan hara
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir,
berpengaruh sangat nyata terhadap berat gabah
Tabel 2 Hasil analisis pengaruh pengelolaan hara terhadap komponen hasil
Perlakuan
Jumlah Malai
Per rumpun
Panjang
Malai (cm)
Jumlah Bulir
Per rumpun
Bulir
Bernas
(butir)
Persentase
bulir bernas
(%)
Kontrol (tanpa pupuk) (D1)
7.67a
21.14a
628.60a
500.47a
79.59
NPK tunggal (D2)
12.90b
24.03b
1217.53b
973.67b
79.72
100% NPK 15-15-15 (D3)
11.47b
23.75b
1076.07b
834.87b
77.48
75% NPK 15-15-15 (D4)
12.13b
23.85b
1114.27b
856.10b
77.24
100% NPK + Organofosfat (D5)
13.33b
23.97b
1269.67b
963.10b
75.88
75% NPK + Organofosfat (D6)
11.37b
24.40b
1102.20b
885.40b
80.29
100% NPK + PO dari Jerami (D7)
11.67b
24.34b
1115.97b
844.27b
75.84
75% NPK + PO dari Jerami (D8)
11.50b
24.27b
1100.13b
850.90b
77.60
Keterangan: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan
analisis DMRT pada kepercayaan 95%
35
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
GKP dan GKG. Hasil uji lanjut DMRT (5%)
terhadap GKP dan GKG disajikan dalam Tabel 3.
tunggal (D2) maupun majemuk (D3) di lahan
penelitian saling tidak berbeda nyata terhadap
hasil GKP dan GKG dikarenakan kandungan
hara pada pupuk NPK baik tunggal dan majemuk
sudah setara.
Berdasarkan hasil analisis bobot 1000 butir GKP
dan GKG (Tabel 3.) menunjukan bahwa bobot
1000 butir yang dihasilkan pada penelitian ini
sekitar 25.91-28.18 gram. Berdasarkan deskripsi
varietas padi Situbagendit yang dikeluarkan oleh
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang
menyatakan bahwa padi situbagendit memiliki
bobot 1000 butir mencapai 27.5 gram maka
hanya perlakuan 100% NPK + PO dari Jerami
(D7) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8)
yang bisa mencapainya. Hal ini dikarenakan
kandungan hara yang berasal dari jerami membantu tanaman disaat pengisian bulir padi. Di
Indonesia rata-rata kandungan unsur hara yang
terkandung dalam jerami adalah 04% N 002%
P 14% K dan 56% Si dengan kata lain ketika kita
memanen padi 5 ton/ha akan dihasilkan jerami
sebanyak 75 ton yang mengandung 45 kg N 10
Kg P 125 Kg K 350 Kg Si (Maspary 2010).
Penambahan Organofosfat dan jerami pada
NPK dosis 75% mampu menghasilkan GKP dan
GKG yang nyata tidak berbeda dengan perlakuan
100% dosis NPK akan tetapi penambahan
Organofosfat dan jerami pada NPK dosis 100%
belum mampu meningkatkan hasil GKP dan
GKP. Terlihat dari perlakuan 100% NPK +
Organofosfat (D5) dan 100% NPK + PO dari
Jerami (D7) dibandingkan dengan perlakuan
100 NPK 15-15-15 (D3) memiliki hasil GKP dan
GKG yang nyata tidak berbeda. Hasil analisis
jaringan tanaman dan gabah (tabel 3) menunjukan bahwa tanaman sudah mendapatkan hara
fosfat dan kalium yang cukup dengan menggunakan perlakuan 75% NPK + Organofosfat
(D6) dan 75% NPK + jerami (D8). Pupuk
kalium dan fosfat dibutuhkan oleh tanaman pada
saat proses pembungaan dan pengisian bulir.
Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan
bahwa kalium berfungsi untuk membantu
Penggunaan pupuk NPK tunggal (D2) maupun
majemuk (D3) menghasilkan GKP dan GKG
nyata lebih banyak dibanding dengan perlakuan
kontrol (D1).Penggunaan jenis pupuk NPK baik
Tabel 3 Hasil analisis bobot 1000 butir, GKP dan GKG
Parameter
Perlakuan
Bobot 1000 butir
(gram)
GKP (ton/ha)
GKG (ton/ha)
Kontrol (tanpa pupuk) (D1)
25.91
4.41a
3.06a
NPK tunggal (D2)
27.34
7.18bc
4.88b
100% NPK 15-15-15 (D3)
25.60
7.50c
4.96b
75% NPK 15-15-15 (D4)
26.84
6.70bc
4.58b
100% NPK + Organofosfat (D5)
26.99
7.14bc
4.69b
75% NPK + Organofosfat (D6)
26.80
7.24bc
4.97b
100% NPK + PO dari Jerami (D7)
27.55
6.95bc
4.67b
75% NPK + PO dari Jerami (D8)
28.18
6.48b
4.58b
Keterangan: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan
analisis DMRT pada kepercayaan 95%
36
Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.)
meningkatkan pengisian biji tanaman supaya
lebih berisi dan padat.
Perlakuan 75% NPK 15-15-15 (D4) dibandingkan
dengan 100% NPK 15-15-15 (D3) keduanya
juga memiliki GKP dan GKG yang nyata tidak
berbeda. Akan tetapi peneliti lebih menyarankan
ke petani untuk tetap menambahkan pupuk
organosofat maupun jerami guna meningkatkan
kesuburan tanah di lahan penelitian.
Perlakuan hara dilahan penelitian menghasilkan
GKP sebanyak 4.58-4.97 ton per hektar hasil
tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan
dengan deskripsi varietas padi Situbagendit yang
dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi yang menyatakan bahwa padi Situbagendit
memiliki rerata hasil 40 ton per hektar dan memiliki
potensi hasil 60 ton per hektar. Meskipun sudah
melebihi dari rerata hasil akan tetapi semua
perlakuan belum bisa mecapai potensi hasil
secara genetis seperti yang dikeluarkan oleh
balai. Hal ini dikarenakan tanaman mengalami
kahat nitrogen didukung oleh hasil penelitian
Yahya dkk. (1990) yang mengatakan bahwa
nitrogen merupakan unsur hara paling menentukan
dalam peningkatan hasil padi gogo rancah di
Jeneponto.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat baik
dari segi pertumbuhan maupun hasil maka peneliti
lebih menyarankan 75% NPK 15-15-15 + jerami
sebagai teknologi Pengelolaan Hara Spesifik
Lokasi (PHSL) di Desa Semawung Kec.
Andong Kab. Boyolali dikarenakan jerami
merupakan materi lokal yang lebih mudah
didapatkan oleh petani yang ada di Desa
Semawung tanpa harus mengeluarkan biaya
karena petani bisa mendapatkan jerami dari hasil
panen di lahan mereka.
KESIMPULAN
1. Pengelolaan pupuk NPK maupun kombinasinya
dengan Organofosfat maupun jerami ber-
pengaruh nyata-sangat nyata terhadap tinggi
tanaman jumlah individu per rumpun nyata
terhadap jumlah malai per rumpun panjang
malai jumlah bulir bernas dan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bulir
bernas dan bobot 1000 butir.
2. Jumlah individu per rumpun jumlah malai per
rumpun panjang malai jumlah bulir per
rumpun bulir bernas pesentase bulir bernas
bobot 1000 butir GKP dan GKG per hektar
pada pemberian jerami pada NPK 15-15-15
dosis 75% tidak berbeda nyata dengan
pemupukan NPK 15-15-15 dosis anjuran
sehingga pemberian (75% NPK 15-15-15 +
pupuk organik dari jerami) menjadi teknologi
Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) di
Desa Semawung Kec. Andong Kab. Boyolali.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kami sampaikan kepada Kepala
Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Bogor yang sudah
membiayai penelitian ini. terimakasih juga kami
sampaikan kepada Bapak Mulyadi (teknisi
lapang), Bapak Sunardi (pemilik lahan) yang
sudah membantu pelaksanaan kegiatan penelitian
selama di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabri, M., 2008. Pengelolaan Hara Makro
dan Mikro Pada Tanaman Padi. Pros.
Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi
Menunjang P2BN. Balitbang Pertanian
Deptan. Jakarta. Hal. 90-113.
Arafah. 2004. Effektivitas pemupukan P dan K
pada Lahan Bekas Pemberian Jerami
Selama 3 Musim Tanam terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. Jurnal
Sains dan Teknologi. (2) 4, 2004 : 65-71.
Balitbang. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT) Padi sawah Tadah Hujan.
Departemen Pertanian. Jakarta.
37
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
Balitsereal. 2002 dalam Faesal dan Syuryawati.
2009. Kendala dan Prospek Pengembangan JagungPada Lahan Sawah
Tadah Hujan di Sulawesi Selatan.
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009.
Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Barus, J. 2009. Uji Efektivitas Kompos Jerami
Dan Pupuk NPK Terhadap Hasil Padi.
Jurnal Agrivigor. 10 (3), 2011 : 247-252.
Fairhurst, C. Witt, R. J. Buresh, dan A. Dobermann.
2007 dalam Anonim, 2015. Panduan
Praktis Pengelolaan Hara. http://
203.176.181.70/bppi/lengkap/bpp08096.pdf.
[26 September 2014].
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama
Sarana Perkasa. Jakarta.
IRRI.1997 dalam A. Wihardjaka dan S.
Abdurachman. 2007. Dampak Pemupukan
Jangka Panjang Padi Sawah Tadah
Hujan terhadap Emisi Gas Metana.
Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan. (3) 26, 2007: 199 - 205.
Kasniari, D. N. & Nyoman Supadma. A. A., 2007
dalam S. Putra. 2012. Pengaruh Pupuk
NPK Tunggal, Majemuk, dan Pupuk
Daun terhadap Peningkatan Produksi
Padi Gogo Varietas Situ Patenggang.
Jurnal Agrotop. (1) 2, 2012: 55-61.
Krismawati, A. 2007. Kajian Teknologi Usahatani
Padi di Lahan Kering kalimantan
Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar
Pengkajian danTeknologi Pertanian. Bogor.
10 (2): 84-94.
Maspary. 2010. Tahukan Anda Kandungan
Unsur Hara Dalam Jerami Padi. http://
www.gerbangpertanian.com/2010/04/
tahukah-anda-kandungan-unsur-haradalam.html [16 Mei 2016].
Mulyani M. S. dan A. G. Kartasapoetra. 1988.
Pupuk dan Cara Pemupukan. Bina
Aksara. Jakarta.
38
Pirngadi, K. & S. Abdulrachman. 2005. Pengaruh
Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Padi Sawah. Jurnal Agrivior.
Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas.
Makasar. (2) 4: 137-147.
Purnowo dan P. Heni. 2007. Budidaya 8 Jenis
Tanaman Pangan Unggul. Penebar
Swadaya. Bogor.
Rosmarkam A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu
Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. Jhon Wiley
and Sons. New York.
Sastraatmaja, E. 2012.Alih Fungsi Lahan Pertanian.
http://regional. kompas. com/read/ 2012/12/
13/16491299. [18 September 2014] .
Setiawan, D., Syekhfani dan R. Suntari. 2006.
Pengaruh Pemberian Guano Sebagai
Substitutor Urea Terhadap Ketersediaan
Dan Serapan Unsur N Tanaman Sawi
(Brasicca Juncea L), Pada Inseptisol
Wlingi, Blitar. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Swain, D. K., S. Herath, A. Pathirane and B.
N. Mittra. 2005. Rainfed lowland and
flood pronerice: A critical review on
ecology and management technology
improving the productivity in Asia. Role
of Water Sciences in Transboundary
River Basin Management. Thailand.
Toha, H. M., dan D. Juanda. 1991. Pola tanam
tanaman pangan di lahan kering dan
sawah tadah hujan (Kasus Desa
Ngumbul dan Sonokulon, Kabupaten
Blora). Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Pertanian Lahan Kering dan Konservasi
Tanah di Lahan Sedimen dan Vulkanik
DAS Bagian Hulu. Proyek penelitian
penyelamatan hutan tanah dan air.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. p. 37-49.
Perakitan Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Padi Sistem Gogo Rancah (Andrias, dkk.)
Yahya M. dkk. 1990. Petumbuhan dan Produksi
Padi Gogorancah dalam Hubungannya
dengan Pemberian N P K S dan Zn.
Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros:
Ujung Pandang.
Widyantoroet al. 2007. Peningkatan Produktivitas Padi Gogo melalui Pendekatan
Model Pengelolaan Tanaman Terpadu.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Wihardjaka, A., S. Abdulrachman, Susanto, dan
C.P. Mamaril.1999. Potassium dynamic
under intensified and diversi-fied ricebased cropping system. p.: 170-182
Dalam Menuju Sistem Produksi Padi
Berwawasan Lingkungan. Risalah
Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas
Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah (S. Patohardjono, J. Soejitno dan Hermanto,
ed.). Puslibang Tanaman Pangan Bogor.
Zahrah, S. 2011. Aplikasi Pupuk Bokashi dan
NPK Organik pada Tanah Ultisol
untuk Tanaman Padi Sawah Dengan
Sistem SRI. Jurnal Ilmu Lingkungan. (2)
5, 2011: 114-129.
***
39
AGRIC Vol. 28, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2016: 31 - 40
40