M01804

Rahab: Menuju Pembebasan dan
Transformasi

Siapa itu Rahab?

• Ia merupakan karakter menarik yang memperoleh
perhatian pembaca Alkitab Ibrani di sepanjang waktu.
Ada berbagai hasil penafsiran terhadap tokoh ini.
• Para penafsir Yahudi awal mengubah profesinya dari
seorang pelacur menjadi seorang proselit atau orang
yang kemudian percaya kepada Yahweh sehingga ia
bisa/cocok menjadi pahlawan bangsa.
• Tradisi Talmud menikahkannya dengan Yosua
sedangkan tradisi Midrash menjadikannya sebagai
nenek moyang para imam dan nabi-nabi.
• Di dalam Perjanjian Baru, Rahab diberikan status
tertinggi sebagai nenek moyang Yesus.
• John Calvin memujinya sebagai contoh dari pertobatan
yang radikal, model keramahtamaan dan tipe gereja
yang sejati.


• Para penafsir modern yang menggunakan metode kritikhistoris mengakui bahwa cerita Rahab mengandung gaya
dan bahasa yang mengingatkan salah satu sumber yang
diproduksi pada masa Raja Yosia yaitu Deuteronomistic
History (DH).
• Namun ahli seperti Martin Noth melihat adanya sumber
yang berasal dari tradisi oral atau lisan yang sebenarnya
sudah ada sebelum penulisan teks Yosua dan disebarkan di
kalangan orang Israel guna menjelaskan keberadaan klan
Rahab yang merupakan orang Kanaan di tengah-tengah
bangsa Israel. ditambahkan di dalam teks oleh para
redaktor Deuteronomis. Cerita lisan ini kemudian
dimasukkan ke dalam agenda DH adalah untuk mendukung
teologi dan lembaga kultus perang suci (Allah sendirilah
yang memimpin bangsa Israel untuk berperang melawan
bangsa Kanaan).

Analisa Redaksi Yos 2
• Ada beberapa bukti di dalam teks sendiri yang
menunjukkan bahwa cerita Rahab merupakan cerita
independen atau yang berdiri terpisah dari teks-teks

yang lainnya di dalam kitab Yosua
a. Pasal 2 tidak merupakan bagian cerita lanjutan dari
pasal 1 (perintah untuk menyeberang) dan pasal 3
(penyeberangan).
b. Shitim tidak disebutkan di dalam versi kitab Ulangan
tentang pengembaraan di padang gurun.
c. Tiga hari yang terdapat di dalam 2:16, 22 dapat
diasosiasikan dengan kronologi yang ada di dalam
pasal 1:11 dan 3:2 “only with difficulty if at all.” Hal-hal
di atas menunjukkan bahwa beberapa bagian dari
cerita Rahab merupakan bagian yang berdiri sendiri.

• Jika kita bersetuju bahwa cerita Rahab ini merupakan sumber
terpisah yang dimasukkan ke dalam kitab Yosua maka para ahli
menempatkan cerita ini pada periode Zaman Perunggu Akhir/Besi
Awal (ca. 1400-1000 SZB).
• Untuk itu perlu digambarkan tentang tentang latar belakang sosiohistoris pada periode tersebut yang dapat dipahami dengan
memperhatikan dinamika hubungan ekonomis, sosial, politik dan
ekonomi di antara bangsa Kanaan sendiri dengan negara super
power yang berkuasa pada saat itu yaitu Mesir.

• Penelitian arkeologi sendiri tidak menyediakan informasi tentang
keberadaan kota-kota Kanaan di daerah Yeriko. Namun informasi
utama yang berhubungan dengan keadaan militer, ekonomi dan
arsitek di beberapa kota besar di Kanaan seperti Megiddo
memberikan kepada kita gambaran tentang bagaimana raja di
sebuah kota Kanaan, seperti raja Yeriko menjalankan kekuasaannya.

• Di dalam Rahab, raja Yeriko digambarkan sebagai
seseorang yang selalu berada “on the top of his
game” dalam menjaga keamanan kotanya 
membangun gerbang kota yang ditutup pada
malam hari untuk melindungi kota dari bahaya;
memerintahkan penjagaan ketat untuk
mengetahui siapa yang masuk dan keluar di
kotanya.
• Analisa kelas sosial menunjukkan kondisi sosial
politik di Yeriko dapat digambarkan dengan
menggunakan “piramida kekuasaan” dari Lenski:

• Piramida kekuasaan di atas menunjukkan dinamika

kelas sosial yang dapat kita tangkap di dalam cerita
Rahab.
• Raja  memberikan pajak yang sangat besar kepada
rakyat baik untuk membayar pajak kepada Mesir
maupun untuk memperkaya diri. Rakyat seperti Rahab
dan keluarganya diperas habis-habisan untuk
memenuhi harapan para elit.
• Raja  dengan kekuasaan militernya mengasumsikan
bahwa rakyat akan taat dan loyal kepadanya. Di dalam
cerita Rahab, ia begitu percaya pada anggapan ini
sehingga ketika para pasukannya bertemu dengan
Rahab mereka percaya begitu saja pada apa yang
dikatakan oleh Rahab.

• Raja tidak menyangka bahwa rakyat seperti
Rahab yang kemungkinan telah muak dan
menderita dengan keadaan yang ditimpakan
kepada mereka dapat saja menunjukkan bentuk
perlawanannya dengan cara bekerja sama
dengan para pengintai yang kemungkinan berada

dalam kelompok kelas bawah seperti dirinya.
• Coote and Whitelam, Chaney mengatakan
bahwa Rahab dan klannya  bagian dari kelas
petani yang menolak kekuasaan sistem
pemerintahan yang menindas.

Rahab: Memasuki Ruang Ketiga
• Membaca cerita Rahab dengan memperhatikan
lapisan redaksi awal yang disebut para ahli
sebagai cerita mandiri yang disebarkan di
kalangan orang Israel untuk menjelaskan
keberadaan klan Rahab di tengah-tengah bangsa
tersebut akan menghantarkan kita pada peran
Rahab sebagai seorang “trickster” atau
“perempuan cerdik.” Hal ini bisa kita lihat dari
caranya untuk mengibuli rajanya sendiri dan para
pengintai Israel guna menjamin keselamatan
keluarganya.

• Di sini, cerita ini merefleksikan konflik dan ketegangan

di antara Rahab – sang pelacur kelas bawah – dengan
rajanya. Rahab dengan berani menantang kekuasaan
sang raja. Dia juga dengan cerdiknya menawarkan
pertolongan kepada kedua pengintai Israel – dua orang
asing yang juga termasuk kaum marginal – dan
mengunakan bahasa mereka hesed and berît untuk
memaksa mereka membuat sebuah perjanjian
dengannya bagi keselamatannya di masa yang akan
datang.
• Sebagai seorang “trickster,” Rahab menggunakan
kesempatan yang ada guna mengatasi
ketertindasannya dan memainkan “kartunya” secara
strategis dalam rangka mencapai tujuannya tersebut.

• Kesan tentang peranan Rahab sebagai seorang
trickster/perempuan cerdik dengan kepribadian
yang ambigu yang menipu orang lain sebagai cara
untuk mempertahankan diri di dunianya yang
keras dapat kita lihat di sepanjang cerita.
• Di dalam perjumpaannya dengan kedua orang

Israel dan rajanya sendiri, Rahab tahu bahwa baik
sang raja maupun kedua orang asing tersebut
sangat tertarik kepadanya dan melihat rumahnya
sebagai tempat pertemuan. Lokasinya rumahnya
di dalam tembok kota memudahkannya untuk
berpindah secara bebas dari dunia yang dihuni
oleh pemimpin kotanya dan dunia di luar batasan
kebudayaannya.

• Posisi Rahab ini setara dengan apa yang
dikatakan oleh Barbara Babcock yang melihat
karakter “trickster” sebagai orang yang
mendiami dua belah sisi atau berada di
perbatasan dua sisi / ruang di antara. Di
sinilah lokasi/tata letak keberdiaman fisiknya
memberikan Rahab kesempatan untuk
menyajikan sebuah penampilan yang sangat
menyakinkan di mana ia memberikan kesan
bahwa dia adalah teman kedua orang Israel
dan bahwa ia bekerja sama dengan baik

dengan rajanya.

• Hal ini dapat dilihat di dalam ayat 4-5 ketika
Rahab mengijinkan para utusan rajanya untuk
mengasumsikan bahwa kedua orang Israel
memang telah datang ke rumahnya sebagai
kliennya. Rahab kemudian mengambil saja
perkataan yang telah digunakan oleh rajanya
sendiri di dalam proses investigasi yang penuh
dengan implikasi seksual (bo’ /“come into/to):

“Orang-orang itu telah masuk ke dalam (tubuhmu)”
“Ya, orang-orang telah masuk ke dalam (tubuhku)”
“Orang-orang yang telah datang berasal dari kaum Israel”
“Tapi aku tidak tahu dari mana asal mereka”
“Keluarkan mereka sekarang”
“Tetapi mereka telah pergi”
o Dari percakapan Rahab ini seolah-olah menunjukkan

bahwa sebagai pelacur, ia tidak tertarik untuk menyelidiki dari

mana datangnya para kostumernya atau ke mana mereka pergi. Dia
menggunakan pelacuran sebagai alat pelindung untuk mengklaim
bahwa ia tidak bersalah dan juga mengklaim haknya untuk tidak
peduli terhadap situasi yang terjadi. Dan dengan melakukan hal ini
ia memelintir stigma dan asumsi sebagai pelacur yang melekat
pada dirinya dan membuat stigma itu melayani tujuannya pada saat
itu.

• Lebih lanjut, kecerdasan dan kecerdikan Rahab juga terlihat
dalam caranya berhubungan dengan orang Israel. Dia
bersusah payah menyembunyikan kedua pengintai
tersebut, mempertaruhkan nyawanya sendiri dan dengan
demikian memberikan kesan yang efektif kepada kedua
orang Israel tersebut bahwa mereka aman di tangannya.
Namun ketika pintu telah tertutup dan kedua orang ini
telah terperangkap di dalam kota tersebut maka
tersadarlah mereka tentang kerapuhan dan
ketidakberdayaan mereka di tangan sang perempuan
tersebut. Mereka tidak punya pilihan kecuali melihat Rahab
sebagai seseorang yang memiliki agenda tersebunyi. Rahab

dengan demikian adalah seorang perempuan yang pandai,
proaktif dan tidak takut untuk melawan dan mengibuli
rajanya sendiri dan menggunakan kecerdikannya untuk
memperoleh apa yang menjadi tujuannya.

• Tindakannya tersebut dengan kata lain berfungsi sebagai
perlawanan yang mengancam memampuan sang raja dan para
pengintai untuk memahami dan mengontrolnya sebagai subjek
penindasan mereka.
• Pertanyaannya adalah apa yang memicu Rahab untuk mengelabui
para penjaga Yeriko, membalikkan punggungnya terhadap rajanya
sendiri dan memilih untuk mempertaruhkan nyawanya sendiri
untuk menyelamatkan dua orang Israel tersebut? Apakah ia
seorang penghianat?
• Analisa sosiologi saya yang sangat sensitif terhadap keadaan sosial
ekonomi dan politik dari perempuan miskin dan termarginalisasi
seperti Rahab di dalam konteks masyarakat Kanaan pada Zaman
Perunggu Akhir/Besi Awal, menunjukkan adanya pilihan hidup
Rahab yang berbeda dengan harapan yang dimiliki masyarakat
untuk seorang perempuan yang berasal dari kelas petani kecil

seperti dirinya. Hal ini merupakan konsekuensi dari keadaan
ekonomi, sosial, dan politik bangsanya yang sangat morat-marit.

• Seperti yang telah saya katakan sebelumnya bahwa akibat
dari kehadiran Mesir di tengah-tengah bangsa Kanaan
adalah sangat besar. Orang-orang yang terpinggirkan harus
berurusan dengan berbagai macam bentuk penindasan
seperti pembayaran pajak yang sangat besar, kehilangan
hak kepemilikan tanah, dan bentuk eksploitasi lainnya yang
mengancam kemanusiaan mereka sementara orang-orang
elit dan kelas penguasa menerima perlakuan yang berbeda
dari imperial Mesir.
• Lebih lanjut, penguasa mereka sendiri yang diberikan
kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan secara
otonom oleh pihak Mesir memimik/meniru mentalitas
kepemimpinan Mesir dan menindas rakyatnya sendiri
dengan kejamnya. Orang-orang kecil seperti Rahab dipaksa
untuk melakukan apapun yang mereka bisa guna menjamin
kelangsungan perekonomian mereka.

• Dalam kondisi itu, perempuan seperti Rahab dipaksa
untuk menggunakan tubuhnya sendiri sebagai alat
untuk menyediakan jasa seksual dengan imbalan
pembayaran.
• Sebagai seorang perempuan Kanaan, Rahab
mengalami berbagai bentuk penjajahan. Ia dijajah oleh
rajanya sendiri dan ia dijajah oleh sistem patriarki yang
melihat kehadirannya sebagai seorang pelacur sebagai
sesuatu yang dapat ditoleransi tetapi dikutuk. Ia adalah
seorang perempuan yang berdiri di luar batas-batas
yang dapat diterima oleh masyarakat. Ia memiliki
sejumlah stigma yang melekat pada dirinya. Ia dilihat
sebagai seorang perempuan egois yang hanya
memedulikan keuntungannya sendiri dan sebagai
seseorang yang menukarkan moral/harga dirinya
sendiri demi uang.

• Di samping itu, penting pula untuk
menekankan bahwa Rahabpun melakukan apa
yang dilakukan guna mempertahankan
kehidupan keluarganya/rumah bapa “bet ‘ab”
yang pada saat itu terancam hancur karena
kesulitan perekonomian yang disebabkan oleh
penjajahan berlapis yang keluarganya beserta
dengan komunitasnya alami. Pentingnya bet
‘ab di dalam konteks Israel kuno tidak bisa
dianggap sepele karena identitas seseorang
dibentuk dan didasarkan pada bet ‘ab-nya.

• Tindakan perlawanan Rahab untuk
membebaskan dirinya dari berbagai bentuk
penindasan yang dialaminya lebih lanjut
digarisbawahi melalui caranya untuk
berhubungan dengan kedua pengintai Israel.
Guna menjamin keselamatannya di masa yang
akan datang, Rahab secara efektif
mengingatkan para pengintai tentang
ketulusan dan kebaikan yang telah
diberikannya secara cuma-cuma kepada
bangsa Israel.

• Secara hati-hati ia menamakan tindakan tersebut
sebagai hesed dan menuntut tindakan balasan yang
setara dari para penerima hesed tersebut. Dalam hal
ini sepertinya Rahab, sang trickster/perempuan cerdik,
juga memiliki pengetahuan tentang hesed (belas
kasih/kebaikan) yang memiliki hubungannya dengan
pembuatan perjanjian (berît) yang ada di tradisi Israel.
Glueck mendefinisikan hesed sebagai “tindakan yang
dilakukan sesuai dengan hubungan timbal balik dari
hak dan kewajiban, sesuai dengan hubungan yang
‘saling’ yang dikarakteristikkan dengan sikap yang
timbal balik, saling membantu, tulus, ramah, penuh
persaudaraan dan cinta.” Glueck, Hesed in the Bible, 55.

• Di dalam hal ini, Rahab berada di dalam posisi untuk
memaksa kedua tamunya untuk melaksanakan
permintaannya karena jelas ia masih memiliki kontrol
yang penuh atas situasi yang ada dan nasib kedua
tamunya berada di tangannya. Dengan pemikirannya
yang cerdik Rahab menyadari bahwa kondisi ini bisa
saja berubah terbalik begitu para pengintai berhasil
memasuki wilayahnya.
• Demikianlah dalam rangka menjamin bahwa kedua
pengintai tersebut akan membalas tindakan hesed
–nya di masa yang akan datang maka ia memaksa
mereka untuk membuat perjanjian dengannya. Hal ini
dilakukan dengan sangat cerdiknya yaitu dengan
mendahului kata hesed dengan ‘āśâ (“untuk
mengikat”) – suatu ekspresi yang sering berhubungan
dengan loyalitas terhadap komitmen perjanjian.

• Hal ini menunjukkan bahwa Rahab tahu hubungan
antara hesed dan berît (covenant/oath) yang mana
keabadian hesed dijamin oleh kehadiran sebuah berît.
• Di samping itu Rahab juga menyegel negosiasi ini
dengan membawa serta nama Yahweh di dalam
perjanjian tersebut sehingga membuat para pengintai
ini berkewajiban untuk memenuhi janji mereka
tersebut. Karena jika tidak maka mereka bukan lagi
hanya harus berhadapan dengan Rahab saja melainkan
dengan Yahweh sendiri yang akan menghukum mereka
jika perjanjian tersebut dilarang. Di sinilah hesed telah
menjadi alat/sarana bagi Rahab untuk menyelamatkan
dirinya dan keluarganya dan dengan demikian
mengijinkannya untuk memasuki “ruang ketiga.”

• Di dalam proses transformasi ini ruang ketiga menjadi
tempat perlawanan sekaligus sebuah tempat untuk berbagi.
• Menciptakan ruang ketiga inilah yang dilakukan oleh Rahab.
Di sini ia menuntut orang Israel untuk meruntuhkan
batasan yang mereka ciptakan dan menerima
keberadaannya di tengah-tengah mereka namun pada saat
yang sama ia tetap mempertahankan keberadaan dirinya
yang tidak termasuk di dalam kategori “kita” atau “mereka.”
Ia berada di suatu tempat yang ada di tengah-tengah, yang
baru dan dinamis. Di tempat itu masih tetap ada ruang
untuk “meragu” seperti yang dimiliki oleh Rahab terhadap
orang Israel dan Israel terhadapnya yang nantinya akan
ditunjukkan melalui respon mereka terhadapnya ketika
mereka berinisiatif untuk merevisi perjanjian yang mereka
buat kepadanya.

Pertanyaan Diskusi:
1.Bagaimana tanggapan ibu-ibu sekalian
terhadap pembacaan saya terhadap cerita
Rahab ini? Apakah tindakan Rahab untuk
menggunakan trik guna mengibuli raja dan
bahkan orang Israel sendiri yang ingin
menggunakan tubuh dan pikirannya untuk
membebaskan dirinya dan keluarganya dari
kehancuran merupakan tindakan yang dapat
dimengerti oleh kita di konteks kita sekarang?

2. Menurut ibu-ibu sekalian, siapakah Rahab itu?
Apakah ia seorang pahlawan yang
membebaskan dan mengtransformasikan
dirinya dan keluarganya? Atau apakah ia
adalah seorang pengkhianat yang tindakannya
membuat sebagian kita merasa tidak nyaman
karena terlalu vulgar dan tidak tedeng alingaling?

3. Rahab adalah sosok perempuan yang berjuang
untuk membebaskan dirinya dan
mentransformasi keadaannya guna keluar dari
situasi penindasan yang berlapis pada masanya.
Ia bergerak dari pengalaman penindasannya
sendiri. Di antara kita mungkin ada yang
mengalami penindasan yang berbeda tetapi tidak
kalah beratnya dari Rahab namun sebagian kita
mungkin belum pernah mengalami penindasan
yang berat. Menurut ibu-ibu sekalian, apakah
mereka yang berhak untuk memperjuangkan
pembebasan dan transformasi adalah mereka
yang mengalami penindasan saja?

Bagaimana dengan mereka yang tidak mengalami
penindasan? Apa yang harus dilakukan untuk
menciptakan pembebasan dan transformasi
sosial? tantangan-tantangan apa saja yang
dihadapi oleh perempuan Indonesia di era
sekarang ini yang menghalagi para perempuan
Indonesia utk terlibat di dalam upaya
pembebasan dan transformasi? Jika Rahab
memilih caranya sendiri untuk bergulat di dalam
lumpur patriarkal yang pekat, maka bagaimana
cara kita para perempuan teolog di Indonesia
untuk berjuang mengatasi permasalahanpermasalahan kita di negeri ini?

Dokumen yang terkait