T1 652010002 Full text
2
PENDAHULUAN
Tepung gandum utuh kini mulai dikenal dan diminari oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia karena dinilai lebih kaya nutrisinya daripada tepung terigu.
Tepung gandum utuh berbeda dari tepung terigu karena tepung gandum utuh diperoleh
dari hasil penepungan semua bagian gandum, yaitu bran, germ, dan endosperm
(Nursantiyah, 2009; Muoma, 2013). Di Indonesia sendiri terdapat beberapa varietas
gandum yang berhasil ditanam dan dibudidayakan, salah satunya adalah gandum
varietas DWR-162 atau Dewata (Simanjuntak, 2002). Gandum ini ditanam di Getasan
Kabupaten Semarang. Semakin berkembangnya budidaya tanaman gandum maka
membuka potensi pengembangan produk pangan berbasis tepung gandum utuh lokal
tersebut.
Mi adalah pangan olahan basah yang digemari oleh masyarakat Indonesia, terbukti
dengan adanya peningkatan konsumsi produk makanan berbahan dasar terigu sebesar
0,2% setiap tahunnya sejak tahun 1990 hingga 2004 (Survei Sosial Ekonomi Pertanian,
2004). Mi mentah harus memiliki kadar gizi yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 01-2987-1992.
Gandum utuh memiliki indeks glikemik 55-69 (Brand-Miller, 2003 ; Foster-Powell
1995). Pangan bernilai glikemik rendah sangat disarankan untuk penderita diabetes,
karena karbohidrat di dalamnya tidak langsung dikonversi menjadi gula darah (Praptini,
2011). Oleh karena itu olahan pangan dari tepung gandum utuh dapat menjadi alternatif
pangan bagi penderita diabetes.
Indeks glikemik sangat dipengaruhi oleh kadar amilosa dan daya cerna pati pada
makanan. Makanan yang kandungan amilosanya tinggi berhubungan dengan kadar gula
darah yang rendah (Frei dkk., 2003). Kandungan amilosa pada tepung dipengaruhi oleh
ukuran dan bentuk biji, bentuk kristal, tingkat polimerisasi dan komponen tepung. Hal
tersebut juga sangat berpengaruh pada daya cerna pati (Noda dkk., 2008). Daya cerna
pati merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk dapat dicerna dan
diserap dalam tubuh. Daya cerna pati sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
kadar amilosa, amilopektin, protein, lemak, serat, proses pengolahan dan lain-lain
(Ratnaningsih, 2010).
Pati resisten didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak
terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat, bersifat resisten terhadap hidrolisis
3
enzim amilase (Shin dkk., 2004). Pati resisten dikategorikan sebagai bagian dari serat
pangan. Menurut Sajilata (2006) pati resisten memiliki efek fisiologis yang bermanfaat
bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik, berperan
sebagai prebiotik, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak.
Dengan demikian , pati resisten dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pangan
fungsional. Kandungan pati resisten dalam makanan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut : sangat rendah(15%) (Goni dkk., 1996).
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan kandungan amilosa, daya cerna pati, serat kasar, dan pati resisten,
pada mi gandum utuh.
2. Menentukan indeks glikemik mi gandum utuh.
3. Menentukan kadar gizi, meliputi kadar air, abu, lemak, protein terlarut, serta
karbohidrat mi gandum utuh yang disukai.
METODA PENELITIAN
Bahan dan piranti
Bahan utama yang digunakan adalah tepung gandum utuh varietas Dewata yang
diperoleh dari Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana. Tepung dibuat
dari hasil penggilingan biji gandum utuh menggunakan mesin penggiling dengan mesh
0,4 mm. Bahan kimia yang digunakan adalah HCl, NaH2PO4.2H2O, Na2HPO4.12H2O,
CuSO4.5H2O, K2SO4 KI, NaKTartart, petroleum eter, H2SO4 98%, anthrone, I2, KI,
glukosa standar, amilosa standar, maltosa standar, bahan-bahan tersebut adalah grade
pro analyse, E-Merck, Jerman. Selain itu, NaOH, etanol, dan KOH dengan tingkat
teknis, E-Merck, Jerman, DNSA (asam dinitrosalisilat) (BDH, UK), enzim α-amilase
dan enzim protease dari buah crude (Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Indonesia),
enzim amiloglukosidase (SIGMA A-9913, Jerman), dan akuades (Kotterman 1033,
Jerman).
Piranti yang digunakan antara lain moisture analyser (OHAUS MB25, USA),
inkubator (WTB binder, Jerman), spektrofotometer (Optizen 2120 UV, Korea),
penangas air (Memmert WTB A4, Jerman), tanur (Ney Vulcan A-550, USA),
4
timbangan analitik digital (OHAUS PA114, USA), peralatan gelas (Pyrex, USA dan
Herma, Cina), dan alat pengukur gula darah (Easy Touch GU, Taiwan).
Metode
Pembuatan Mi Gandum Utuh
Pembuatan mi pada penelitian ini menggunakan tepung gandum utuh yang
disubstitusikan pada tepung terigu sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Sebagai
kontrol adalah mi tanpa substitusi tepung gandum utuh (0%).
Tabel 1. Formulasi Mi
Bahan
Tepung terigu (g)
Tepung gandum utuh (g)
Telur (butir)
Garam (g)
Soda kue (g)
Formulasi mi dengan penambahan tepung gandum utuh
0%
500
0
1
3
0,5
10%
450
50
1
3
0,5
20%
400
100
1
3
0,5
30%
350
150
1
3
0,5
40%
300
200
1
3
0,5
50%
250
250
1
3
0,5
Pengukuran Kadar Serat Kasar (Sudarmadji, 1985)
Sampel dihaluskan, ditimbang 0,2 g bahan kering dan bebas lemaknya. Kemudian
ditambahkan 200 mL larutan H2SO4 2,5% lalu ditutup dengan pendingin balik dan
didihkan selama 30 menit. Suspensi disaring dan residu dicuci dengan akuades
mendidih. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke erlenmeyer dan
sisanya dicuci dengan 200 mL larutan NaOH 2,5% sampai semua residu dimasukkan ke
dalam erlenmeyer, tutup dengan pendingin balik dan dididihkan selama 30 menit.
Setelah itu, disaring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya sambil dicuci
dengan larutan K2SO4 10%. Residu dicuci dengan akuades mendidih dan 15 mL alkohol
95%. Kemudian kertas saring dikeringkan pada 110oC sampai berat konstan. Setelah itu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Pengukuran Kadar Amilosa (Apriyantono dkk., 1989 dalam Gustiar 2009)
Sebagai kurva standar digunakan 40 mg amilosa standar yang ditimbang secara teliti,
dan ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 M ke dalam tabung reaksi.
Larutan dipanaskan pada suhu 95oC selama 20 menit sampai terbentuk gelatin. Setelah
didinginkan, larutan gel pati dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 mL
5
dan ditambah akuades sampai tanda tera. Larutan amilosa standar ini sebagai larutan
stok. Larutan dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 mL dan dipindahkan masing-masing ke dalam
labu takar 100 mL. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut kemudian ditambahkan
0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL larutan asetat 1 M. Ditambahkan 2 mL larutan iod ke
dalam labu, ditera dengan akuades dan dihomogenkan. Larutan dibiarkan 20 menit dan
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 625 nm.
Sebanyak 100 mg sampel pati ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 M
ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi dipanaskan pada suhu 95oC sampai terbentuk
gel. Setelah didinginkan, larutan gel pati dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL
secara kuantitatif dan ditambahkan akuades sampai tanda tera dan dihomogenkan.
Dipipet 5 mL larutan pati kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam
labu, ditambah 1 mL larutan asam asetat 1 M dan 2 mL larutan iod, lalu ditera dengan
air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 625 nm.
keterangan : 30% = jumlah amilosa dalam 100 % pati
Daya Cerna Pati (Muchtadi dkk., 1992)
Sebanyak 1 g sampel ditambahkan dengan 100 mL akuades. Wadah ditutup dengan
aluminium foil dan dipanaskan hingga mencapai suhu 90oC sambil diaduk. Sampel
segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet 2 mL ke dalam tabung
reaksi bertutup dan ditambahkan 3 mL akuades dan 5 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7.
Masing-masing sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup
dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5
mL larutan enzim α-amilase (1 mg/mL dalam buffer fosfat pH 7) untuk sampel dan 5
mL buffer fosfat 0,1 M pH 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30
menit. Sebanyak 1 mL campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi
bertutup berisi 2 mL larutan DNSA. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12
menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10
mL akuades dan dihomogenkan. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 520 nm.
Kurva standar diperoleh dari perlakuan DNSA terhadap 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0
6
mL larutan maltosa standar 0.5 mg/mL yang ditepatkan menjadi 1 mL dengan air
destilata.
faktor konversi = 0,95
Pengukuran Kadar Pati Resisten (AOAC 1995 yang dikombinasikan dengan
AOAC 1985 dalam Gustiar, 2009)
Sampel ditimbang 0,5 g dan dilarutkan dalam 25 mL buffer fosfat 0,08 M (pH 6,0)
lalu ditutup aluminium foil. Larutan ditambah 0,2 mL enzim α-amilase dan diinkubasi
pada suhu 95oC selama 30 menit dengan diaduk lembut. Setelah didinginkan sampai
suhu ruang, pH larutan diatur hingga 4,5 dengan HCl 0,275 M dan ditambahkan 30 μL
enzim amiloglukosidase (10 mg/mL buffer fosfat pH 6.0) lalu diinkubasi dengan
penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30 menit. Setelah didinginkan sampai
suhu ruang, pH campuran diatur menjadi 7,5 dengan menambahkan larutan NaOH
0,325 M, lalu ditambah 50 μL enzim protease (40 mg protease/50 mL buffer fosfat pH
6,0) dan campuran diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30
menit. Larutan disentrifuse 3000 rpm selama 10 menit dan diambil bagian peletnya.
Pelet dicuci dua kali dengan etanol 80% dan akuades dan ditambah 1 mL akuades.
Larutan dipanaskan pada suhu 100oC selama 20 menit sambil dikocok halus. Larutan
ditambah 1 mL KOH 4 M kemudian diaduk selama 30 menit pada suhu ruang. Larutan
ditambah 1 mL buffer asetat 0,4 M pH 4,75 lalu ditambah HCl 2 M sampai pH 4,75.
Setelah itu, ditambahkan 60 μL amiloglukosidase (10 mg/mL buffer asetat 0,4 M pH
4,75) dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang suhu 60oC selama 30 menit lalu
disentrifuse 3500 rpm selama 30 menit. Kemudian supernatan diambil dan ditepatkan
menjadi 10 mL (larutan stok).
Kadar gula diukur dengan metode anthrone. 1 mL larutan stok dipipetkan ke labu
ukur 100 mL dan ditepatkan dengan akuades. Larutan stok sampel yang telah
diencerkan sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu
ditambahkan dengan 5 mL pereaksi Anthrone 0,1%. Sebagai standar adalah larutan
glukosa murni 0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang masingmasing kemudian ditepatkan menjadi 1 mL dengan akuades. Tabung ditutup dan
diinkubasi pada suhu 100oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm.
7
faktor konversi = 0,9
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)
Pengujian organoleptik yang dilakukan meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur mi
gandum utuh dengan skala hedonis sebagai berikut 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka,
3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka. Penilaian dilakukan kepada 30 orang panelis.
Kadar Air Metode Gravimetri (AOAC 1995)
Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam
desikator, dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel mi gandum utuh yang disukai ditimbang
dengan tepat dalam cawan yang telah diketahui bobot kosong tersebut, lalu dikeringkan
dalam oven pengering suhu 105oC selama 6 jam. Cawan dengan isinya kemudian
didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali hingga
diperoleh berat konstan.
Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1995)
Cawan porselen dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan dalam cawan porselen dan
ditimbang, lalu diabukan dalam tanur bersuhu 550oC sampai berwarna putih. Setelah itu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak dikeringkan dengan oven. Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 5 g
dibungkus dengan kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring tersebut
diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut
petroleum eter dimasukkan ke dalam labu lemak lalu direfluks selama minimal 3-4 jam.
8
Sisa pelarut dalam labu lemak dihilangkan dengan dipanaskan dalam oven, lalu
ditimbang.
Kadar Protein Terlarut Metode Biuret (AOAC, 1995)
Reagen biuret diibuat dengan melarutkan 0,15 g CuSO4.5H2O dan 0,6 NaKTartart
dalam labu ukur 50 mL. Larutan ditambah 30 mL NaOH 10% dan digenapkan dengan
akuades dalam labu ukur 100 mL.
Kurva standart dibuat dari larutan protein standar bovine serum albumine (BSA)
dengan konsentrasi 10 mg/mL. Larutan standar tersebut disiapkan satu seri dengan
konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 mg/mL dalam 1 mL. Larutan diaduk dan
dihomogenisasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi larutan diukur pada
panjang gelombang 550 nm.
Sebanyak 0,25-0,5 g sampel dilarutkan dalam 15 mL akuades dan dipusingkan
selama 15 menit. 5 mL supernatan diambil dan ditambah 1 mL NaOH 1 M dan
dipanaskan dengan penangas air suhu 90oC. Larutan didinginkan hingga mencapai suhu
ruang dan diambil 1 mL lalu ditambah 4 mL reagen biuret dan diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm.
Kadar Karbohidrat Total Metode Anthrone (Apriyantono, 1989 yang dimodifikasi
dalam Gustiar, 2009)
Hidrolisis karbohidrat dengan asam
Sebanyak 0,05-0,5 g sampel dimaserasi dengan 5 mL etanol 80% pada suhu ruang
selama 15 menit. Kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven vakum pada suhu
50oC selama 6 jam. Sebanyak 0,05 g sampel halus ditimbang dan ditambah 2,5 mL
akuades dan 0,5 mL HCl 25%. Wadah ditutup, lalu dipanaskan pada suhu 100 oC selama
2,5 jam untuk menghidrolisis terigu. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis
dinetralkan dengan NaOH 25% dan diencerkan sampai 10 mL. Setelah itu,
dihomogenisasi dan disaring untuk kemudian disebut larutan stok
9
Penentuan total karbohidrat dengan metode Anthrone
Larutan stok dipipet 1 mL dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Sebanyak
1 mL larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan dengan 5
mL pereaksi Anthrone 0,1%. Sebagai kurva standar digunakan larutan glukosa standar
0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang ditepatkan menjadi 1 mL
dengan akuades. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 12 menit.
Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang 630 nm.
faktor konversi = 0,9
Uji Indeks Glikemik (El, 1999 yang dimodifikasi dalam Gustiar, 2009)
Makanan yang akan ditentukan nilai indeks glikemiknya dianalisis proksimat untuk
mengetahui jumlah makanan yang harus dikonsumsi oleh panelis, yaitu setara dengan
50 g kandungan karbohidrat. Setiap porsi sampel yang akan ditentukan nilai indeks
glikemiknya diberikan kepada panelis yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air)
selama 10 jam. Panelis yang digunakan adalah individu sehat, tidak menderita diabetes,
dan memiliki IMT (indeks masa tubuh) normal (18-25). Panelis yang digunakan
berjumlah 10 orang (3 pria dan 7 wanita). Selama dua jam pasca pemberian asupan mi
gandum utuh yang disukai, sampel darah sebanyak 20 μL (finger-prick cappilary blood
samples method) diambil setiap 30 menit selama 2 jam untuk diukur kadar glukosanya.
Pada waktu berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa
standar (sebagai pangan acuan) kepada panelis. Kadar gula darah (pada setiap waktu
pengambilan sampel) diplotkan pada dua sumbu waktu (X) dan kadar gula (Y). Indeks
glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan
yang diukur IG-nya dengan pangan acuan.
Analisis Data
Data serat kasar, amilosa, daya cerna pati, dan pati resisten yang diperoleh
dianalisis menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 6
perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi subtitusi tepung gandum
10
utuh. Pengujian rataan antar perlakuan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie, 1980). Analisis deskriptif dengan 3
kali ulangan dilakukan untuk parameter kadar air, abu, lemak, protein terlarut, dan
karbohidrat mi gandum utuh yang disukai panelis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amilosa dan Daya Cerna Pati
Pati merupakan bentuk homopolimer dari glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati
terdiri atas dua polimer yang berbeda, yaitu polimer yang lurus (amilosa) dan polimer
bercabang (amilopektin) (Muchtadi dkk., 2006). Amilosa adalah homopolimer lurus α-Dglukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) dan bersifat larut dalam air panas.
Kandungan amilosa dalam bahan pangan berpati digolongkan menjadi empat kelompok
yaitu kadar amilosa sangat rendah < 10%, kadar amilosa rendah 10-20%, dan kadar
amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa tinggi > 25% (Aliawati 2003). Pangan yang
mengandung kadar amilosa tinggi memiliki aktivitas hipoglikemik yang tinggi.
Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh
enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Dalam metode ini sampel
dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit sederhana seperti maltosa. Kandungan
maltosa sampel ditentukan berdasarkan kurva standar maltosa (Gustiar, 2009).
Kadar amilosa dan daya cerna pati pada mi sangat berkaitan. Peningkatan kadar
amilosa diiringi dengan penurunan daya cerna pati pada mi (Tabel 2.).
Tabel 2. Kadar Amilosa dan Daya Cerna Pati (%bk±SD) Mi Gandum Utuh
PARAMETER
Kadar amilosa
Daya cerna
pati
Tepung
terigu
27,70 ±
2,70
9,19 ±
1,42
Tepung
gandum
31,08 ±
2,70
8,07 ±
0,97
0
26,39 ±
1,87a
14,09 ±
1,49bc
Mi gandum utuh dengan % subtitusi
10
20
30
40
27,35 ±
27,09 ±
28,23 ±
29,16 ±
1,47a
2,61a
1,28a
2,86ab
12,29 ±
10,88 ±
11,32 ±
9,53 ±
0,70b
2,02ab
0,96ab
0,61a
50
33,48 ±
2,85c
8,48 ±
0,49a
W
3,23
1,87
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar amilosa pada mi gandum utuh 40% tidak
berbeda dari substitusi gandum utuh 0-30%. Sedangkan pada subtitusi gandum utuh
50% ada perbedaan kadar amilosa secara signifikan dibandingkan dengan substitusi
gandum utuh 40%. Sedangkan kadar amilosa pada tepung gandum utuh dan tepung
terigu sebesar 31,08% (bk) dan 27,70% (bk), dimana kadar amilosa tepung gandum
utuh lebih besar. Berdasarkan hasil penelitian Gustiar tahun 2009, diketahui bahwa
kadar amilosa pada terigu sebesar 4,70% (bk). Menurut Pratiwi (2008), kadar amilosa
11
dari pati garut sebesar 18,66% (bk). Hasil ini penelitian Gustiar (2009) berbeda jauh
dengan hasil peneliti, karena dimungkinkan adanya perbedaan jenis tepung terigu yang
digunakan dan perbedaan biji gandum yang digunakan pada masing-masing tepung
terigu.
Amilosa dipengaruhi dengan tingkat gelatinisasi dan proses pengolahan, dimana
pada pangan olahan kering kadar amilosa lebih tinggi daripada pangan olahan basah.
Pada hasil penelitian didapatkan kadar amilosa mi 26,39-33,48% (bk) berbeda dengan
penelitian Mariati (2001) yang menyebutkan bahwa cookies pati garut memiliki amilosa
24,81-27,82%. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam metode, dimana proses
gelatinisasi pada penelitian Mariati (2001) hanya selama 10 menit, sedangkan pada hasil
peneliti lama waktu gelatinisasi selama 20 menit. Mi diolah secara basah sehingga
proses gelatinisasinya berjalan lebih cepat dan mempengaruhi jumlah pati yang larut.
Hal ini menyebabkan struktur gel pati terutama amilosa akan melemah karena
diabsorbsi oleh air. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke dalam granula
sehingga amilosa larut dalam air (Suardi, 2002).
Dalam pengukuran daya cerna pati digunakan enzim α-amilase. Enzim ini dapat
memecah sampel pati melalui proses hidrolisis, menjadi unit sederhana seperti maltosa
(Gustiar, 2009). Daya cerna pati pada mi gandum utuh adalah 8,48-14,09% (bk). Karena
nilai daya cerna tepung gandum lebih rendah 1,12% dibandingkan dengan tepung terigu
(Tabel 2), maka semakin besar jumlah tepung gandum utuh yang ditambahkan,
seyogyanya semakin rendah daya cerna pati. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran
yang menunjukkan bahwa pada subtitusi gandum utuh 40% mulai terjadi penurunan
daya cerna pati secara sangat signifikan, dari 14,84%% (tanpa subtitusi gandum utuh)
menjadi 10,03%s. Menurut Willet dkk. (2002), karbohidrat yang diserap secara lambat
akan menghasilkan puncak kadar glukosa darah yang rendah dan berpotensi dalam
mengendalikan daya cerna pati yang dipengaruhi oleh komposisi amilosa. Hal ini
seiring dengan kadar amilosa pada pangan olahan yang juga meningkat dengan adanya
penambahan tepung gandum utuh.
Peningkatan Kadar Serat Kasar dan Pati Resisten
Serat adalah karbohidrat yang resisten terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan
manusia, di dalam serat terdapat selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, β-glukan,
12
fruktan, dan pati resisten. Secara umum gandum mengandung lebih banyak serat tak
larut seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa (Tala, 2009).
Oleh karena pati resisten adalah bagian serat pangan maka keduanya memiliki
keterkaitan. Kadar serat kasar dan pati resisten dalam mi gandum utuh mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya subtitusi tepung gandum utuh dalam
pembuatan mi. Kadar serat kasar dan pati resisten dalam mi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar Serat Kasar dan Pati Resisten (%bk±SD) Mi Gandum Utuh
PARAMETER
Serat kasar
Pati resisten
Tepung
terigu
13,33 ±
1,06
2,48 ±
0,35
Tepung
gandum
16,08 ±
1,21
5,07 ±
0,18
0
11,37 ±
0,98a
1,83 ±
0,14a
Kadar subtitusi gandum utuh (%)
10
20
30
40
12,57 ± 12,89 ± 14,66 ± 16,38 ±
1,30a
0,92a
1,61b
0,95c
1,96 ±
2,03 ±
2,91 ±
4,30 ±
0,16a
0,13a
0,13b
0,15c
50
17,71 ±
0,91c
4,55 ±
0,32d
W
1,57
0,27
Mi gandum utuh mengalami peningkatan kadar serat kasar dan pati resisten mulai
dari penambahan tepung gandum utuh 30%. Hal ini dikarenakan tepung gandum utuh
sendiri kadar seratnya lebih tinggi 2,75% dibanding tepung terigu.
Berdasarkan penelitian Gustiar (2009) pati resisten pada tepung terigu adalah
3,37% (bk) sedangkan dari hasil penelitian pati resisten tepung terigu adalah 2,48%
(bk). Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan terigu dan varietas gandum yang
digunakan. Walau demikian, kadar pati resisten tepung terigu ini lebih tinggi daripada
kadar pati resisten pati garut termodifikasi 1,68% (bk) (Gustiar, 2009). Kisaran angka
pati resisten pada mi gandum utuh (Tabel 3) menurut Goni dkk. (1996) berada pada
tingkatan rendah yaitu 1-2,5% untuk substitusi gandum utuh 0-20%, sedangkan untuk
substitusi gandum utuh 30-50% berada pada tingkatan sedang yaitu 2,5-5%. Pangan
yang mengandung pati resisten dapat menurunkan respon insulin sehingga dapat
menurunkan kecepatan gula darah yang mengakibatkan kebutuhan energi turun dan
menunda rasa lapar (Raben dkk., 1994).
Kadar amilosa yang lebih tinggi dari
amilopektin menjadi salah satu faktor penentu hasil pati resisten (Sajilata, 2006),
sehingga jika suatu pangan memiliki kadar amilosa yang tinggi maka pangan tersebut
juga memiliki kadar pati resisten yang tinggi. Hal ini sesuai dengan kadar amilosa
sampel yang tinggi dan cenderung meningkat.
13
Kadar Gizi Mi Gandum Utuh
Penentuan kadar gizi dilakukan dengan menguji mi secara organoleptik terlebih
dahulu untuk menentukan mi yang akan diukur nilai indeks glikemiknya dan
dibandingkan dengan mi terigu (kontrol). Produk mi gandum utuh dapat dilihat pada
Gambar 1. Hasil organoleptik pada mi gandum utuh dapat dilihat pada Tabel 4.
40
50
30
10
20
0
Gambar 1. Mi dengan berbagai kadar subtitusi gandum utuh (%)
Tabel 4. Hasil Organoleptik Mi Gandum Utuh
Parameter
Warna
0
4,33 ±
0,29b
10
3,83 ±
0,29ab
Mi gandum utuh
20
30
3,67 ±
3,17 ±
0,31ab
0,26a
W
40
2,83 ±
0,32a
50
2,50 ±
0,41a
3,10 ±
3,47 ±
3,63 ±
3,50 ±
3,40 ±
3,43 ±
0,36a
0,29a
0,28a
0,27a
0,27a
0,37a
3,90 ±
3,83 ±
3,90 ±
3,27 ±
2,97 ±
3,17 ±
Tekstur
0,32ab
0,29ab
0,30ab
0,31a
0,32a
0,41a
4,03 ±
3,97 ±
3,70 ±
3,50 ±
3,10 ±
2,77 ±
Rasa
ab
ab
ab
a
a
0,23
0,23
0,24
0,21
0,33
0,32a
1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka
Aroma
0,82
0,68
0,83
0,81
Menurut Meilgaard dkk. (1999), warna merupakan salah satu atribut penampilan pada
suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap
produk tersebut secara keseluruhan. Semakin besar penambahan tepung gandum utuh,
warna mi yang putih kekuningan (kontrol) akan semakin kecoklatan. Dari hasil
organoleptik warna yang paling disukai adalah mi tanpa subtitusi gandum utuh dengan
skor 4,33 ± 0,29 diikuti oleh mi dengan subtitusi gandum utuh sebesar 10% dan 20% dengan
skor masing-masing 3,83 ± 0,29 dan 3,67 ± 0,31. Berdasarkan analisisnya, dalam
14
parameter aroma tidak ada perbedaan nyata dengan selang kepercayaan 95% untuk
semua mi, dengan skor berkisar 3,10 ± 0,36 - 3,63 ± 0,2856, yang menunjukkan bahwa
penambahan tepung gandum utuh tidak mempengaruhi aroma pada mi. Setser (1995)
menyatakan bahwa tekstur merupakan parameter kritis selain penampakan dan aroma,
terhadap penerimaan keseluruhan dari produk makanan. Mi dengan subtitusi gandum
utuh rendah 0-20%, cenderung lebih untuk disukai oleh panelis dengan skor 3,90 ± 0,32;
3,83 ± 0,2995; dan 3,90 ± 0,30 secara berurutan. Rasa mi untuk semua kadar subtitusi
gandum utuh tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%, namun skor tertinggi
secara matematis adalah mi dengan konsentrasi 20% (3,97 ± 0,23). Hal ini
menunjukkan bahwa dengan penambahan tepung gandum utuh tidak mempengaruhi
rasa pada mi. Dari keempat parameter tersebut, dapat ditentukan bahwa mi gandum
utuh yang disukai adalah mi dengan penambahan tepung gandum utuh 10% dan 20%.
Berdasarkan hal tersebut, untuk pengukuran nilai indeks glikemik dan kadar gizi
selanjutnya akan menggunakan sampel mi gandum utuh 20% yang akan dibandingkan
dengan mi tanpa subtitusi gandum utuh 0% sebagai kontrol.
Mi gandum utuh yang dibuat memiliki kadar gizi yang lebih tinggi daripada mi
terigu. Perbedaan ini terlihat dengan adanya perbedaan kadar gizi pada tepung gandum
utuh dan terigu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mi. Baik tepung dan mi
gandum utuh kadar gizinya dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) No.
3751 : 2009 dan No. 01-2987-1992. Kadar gizi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar Gizi Tepung dan Mi Gandum Utuh
PARAMETER
AIR (%)
ABU (%)
LEMAK (%)
PROTEIN
TERLARUT(%)
KARBOHIDRAT
(%)
SNI
< 14,5
7
TEPUNG
TERIGU
GANDUM
UTUH
14,62 ± 0,61
9,37 ± 0,73
0,85 ± 0,31
2,14 ± 0,11
2,06 ± 0,18
1,36 ± 0,26
12,91 ± 1,98
18,01 ± 1,43
52,93 ± 1,25
65,93 ± 0,31
SNI
MI GANDUM UTUH
0%
20 %
20-35
10
12,45 ± 0,10
14,49 ± 0,36
56,59 ± 2,70
62,12 ± 3,22
Tepung gandum utuh memiliki kadar gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tepung terigu. Kecuali lemak yang lebih rendah, kadar air, abu, protein terlarut dan
karbohidrat mengalami peningkatan dibanding tepung terigu. Hal ini dikarenakan
tepung gandum utuh tidak hanya terdiri dari bagian endosperm saja, namun ada bagian
bran dan germ gandum yang mengandung vitamin B, lemak, protein, mineral, serta serat
15
yang tinggi (Fitriyanto, 2009). Jika kadar gizi tepung dan mi gandum utuh dibandingkan
dengan SNI . 3751 : 2009 tentang tepung dan 01-2987-1992 tentang mi (Tabel 5), maka
terbukti bahwa tepung dan mi gandum utuh tersebut memenuhi standar mutu yang
ditentukan, sehingga layak untuk dikonsumsi.
Nilai Indeks Glikemik Mi Gandum Utuh
Mi yang akan dianalisis indeks glikemik harus dianalisis proksimat terlebih dahulu
untuk mengetahui jumlah mi yang harus dikonsumsi oleh relawan atau panelis dalam uji
indeks glikemik, yaitu setara dengan 50 gram kandungan karbohidrat termasuk
polisakarida non pati (El 1999). Kadar karbohidrat mi terigu tanpa penambahan gandum
utuh diperoleh sebesar 56,59%, sehingga jumlah sampel yang harus ditimbang adalah
sebesar 88 g. Untuk mi gandum utuh 20%, diperoleh kadar karbohidrat sebesar 62,12%,
maka jumlah sampel yang harus ditimbang adalah sebesar 80 g.
Nilai indeks glikemik pada mi gandum utuh lebih kecil dibandingkan dengan
indeks glikemik pada mi tanpa penambahan tepung gandum utuh. Nilai indeks glikemik
dapat dihitung melalui area di bawah kurva perubahan kadar glukosa darah. Kurva
perubahan kadar glukosa darah setelah mengkonsumsi mi terigu dan mi gandum utuh
ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Dari kurva tersebut dapat dihitung luas area di bawah kurva dengan menggunakan
perhitungan luas trapesium dan selanjutnya dibandingkan dengan standar yaitu glukosa.
Nilai indeks glikemik mi gandum utuh cenderung lebih rendah daripada nilai indeks
glikemik mi terigu yaitu 66,23±2,16 dan 69,49±1,37 secara berturut-turut. Hal ini
disebabkan oleh lebih tingginya kandungan serat dan pati resisten, serta lebih rendahnya
daya cerna pati mi gandum utuh dibandingkan dengan mi terigu. Serat pangan dan pati
resisten merupakan komponen yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan
sekaligus dapat menghambat metabolisme karbohidrat dalam saluran pencernaan
(Gustiar, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung gandum utuh dapat
menurunkan nilai indeks glikemik suatu pangan.
16
glukosa darah (mg/dl)
170
160
mie terigu
150
mi gandum 20%
140
130
glukosa (standar)
120
110
100
90
0
30
60
90
waktu (menit)
120
Gambar 2. Kurva perubahan kadar glukosa darah rata-rata relawan setelah konsumsi mi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kadar amilosa pada mi gandum utuh mengalami peningkatan dari 30,85
menjadi 39,18% pada kadar subtitusi gandum utuh 50%. Sedangkan daya cerna
mi mengalami penurunan dari 14,84 menjadi 8,93%-10,03% pada kadar
subtitusi gandum utuh 40% dan 50%. Serat kasar dan pati resisten mi
mengalami peningkatan pada kadar subtitusi gandum utuh sebesar 30%, yaitu
dari 11,37 menjadi 17,71 dan dari 1,99 menjadi 3,18%, secara berturut-turut.
Kadar serat dan pati resisten tersebut semakin tinggi lagi dengan semakin
banyaknya subtitusi gandum utuh dimana semakin meningkat dengan
meningkatnya penambahan tepung gandum utuh.
2. Mi gandum utuh 20% memiliki kadar gizi yang memenuhi SNI 01-2987- 1992.
Kadar gizi mi gandum utuh 20% selain lemak, lebih tinggi dibandingkan kadar
gizi mi tanpa penambahan tepung gandum utuh.
3. Indeks glikemik mi gandum utuh 20% adalah 66,23±6,14 lebih rendah
dibandingkan dengan mi terigu yaitu 69,49±1,37.
Saran
Penambahan konsentrasi tepung gandum utuh perlu ditingkatkan lagi untuk
mencapai nilai indeks glikemik yang lebih rendah, namun produk tetap disukai. Metode
pengukuran kadar serat kasar perlu dioptimalkan lebih lanjut, karena berdasarkan
validasi yang dilakukan hanya mencapai 82,69%. Selain itu perlu dilakukan pengukuran
kadar serat pangan. Serat pangan berbeda dengan serat kasar, serat kasar adalah
komponen sisa hasil hidrolisis suatu bahan pangan dengan asam dan basa kuat sehingga
kehilangan selulosa 50% dan hemiselulosa 85%, sedangkan serat pangan masih
17
mengandung komponen yang hilang tadi (Tensiska, 2008). Serat pangan dapat diukur
dengan metode enzimatik (AOAC, 1995) menggunakan enzim α-amilase, pepsin, dan
enzim pankreatin untuk memperkuat nilai pati resisten.
UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terlaksananya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir.
Djoko Murdono, M. P selaku sponsor dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aliawati G. 2003. Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. Buletin Teknik Pertanian. 8 (2) :
82-84.
AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc, Washington
D.C., 1995.
AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc, Washington
D.C., 1985.
Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-2987-1992 tentang Mi Basah. Jakarta, 1992
Behall, K.M. and J. Hallfrisch. 2002. Plasma glucoce and insulin reduction after consumption of
bread varying in amylose content. Eur. J. Clin. Nutr. 56(9):913-920.
Brand-Miller J, Hayne S, Petocz P, dan Colagiuri S. 2003. Low-glycemic index diets in the
management of diabetes: A meta-analysis of randomized controlled trials. Diabetes Care,
26, 2261–2267.
Carreira, M.C., F.M. Lajolo, and E.W. de Menezes. 2004. Glycemic index: effect of food
storage under low temperature. Brazilian Archives of Biology and Technology 47(4):569.
Erwidodo, H.P, Saliem, E. Ariningsih, Pengkajian Diversifikasi Konsumsi Pangan Utama di
Indonesia, Laporan Hasil Penelitian, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan
Litbang Pertanian : Bogor, 2004
Foster-Powell K dan Miller B. 1995. International tables of glicemic index. American Journal of
Clinical Nutrition. 62 : 871s-893s.
Frei, M., Siddhuraju, P. and Becker, K. 2003. Studies on the in vitro starch digestibility and the
glycemic index of six different indigenous rice cultivars from the Philippines. Food
Chemistry 83 : 395-402.
Goni, I., L.G Diz, E. Manas, and F.S Calixto, “Analysis of Resistant Starch : a Method for
Foods and Food products,” Journal Food Chem, vol. 56, no.4, pp. 445-449, 1996.
Gustiar, Haris. 2009. Sifat Fisiko-Kimia dan Indeks Glikemik Produk Cookies Berbahan Baku
Pati Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi. Bogor : IPB.
Idris, S. 1994. Metode Pengujian Bahan Pangan Sensoris. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya. Malang.
Leach, H. W, Gelatinization of Starch, In : Goldsworth, R (Eds). Abundant of Plant Varieties,
New York : World Wide Inc, 1965
Ludwig DS. 2000. Dietary glycemic index and obesity. J Nutr Supl 130: 280S- 283S
Mariati. 2001. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati dan Tepung Garut (Maranatha arundinacea
L.) dari Beberapa Varietas Lokal. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor
18
Muchtadi D, Palupi NS, dan Astawan M. 1992. Metode Kimia, Biokimia, dan Biologi dalam
Evaluasi Nilai Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.IPB, Bogor.
Muoma, Ike. 2013. Whole Grain Vs Whole Wheat Vs Whole Meal Vs GranaryRefined Bread?
Which is best? What to choose?. URL www.iketrainer.co.uk/articles/breads
. Diakses
pada 15 September 2013.
Noda, T., Takigawa, S., Matsuura-Endo, C., Suzuki, T., Hashimoto, N., Kottearachchi, N.S.,
Yamauchi, H. and Zaidul, I.S.M. 2008. Factors affecting the digestibility of raw and
gelatinized potato starches. Food Chemistry 110 : 465-470
Nursantiyah. 2009. Gambaran Umum Industri Tepung Terigu di Indonesia dan Ketentuan Pajak
Pertambahan Nilai Terkait. Jakarta : UI.
Praptini, P.E. 2011. Menu 30 Hari dan Resep untuk Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Umum
Pratiwi R. 2008. Modifikasi Pati Garut (Marantha arundinacea) dengan Perlakuan Siklus
Pemanasan Suhu Tinggi-Pendinginan (Autoclaving- Cooling Cycling) untuk Menghasilkan
Pati Resisten Tipe III. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2003. Trend Konsumsi Pangan
Produk Gandum di Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia ,
25, hal. 11-12.
Raben, A., A. Tagliabue, N.J. Christensen, J. Madsen, J.U. Holst, and A. Astrup. 1994.
Resistant starch : the effecton postpradial glycemia, hormonal response, and satiety. Am. J.
Clin. Nutr. 60: 544-551
Ratnaningsih. 2010. Pembuatan Tepung Komposit dari Jagung, Ubikayu, Ubijalar dan Terigu
(Lokal dan Impor) untuk Produk Mi. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian.
Richana, Nur dan Widyaningru,. 2009. Penggunaan Tepung dan Pasta dari Beberapa Varietas
Ubi Jalar sebagai Bahan Baku Mi. Bogor : Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Journal Pascapanen 6 (1) hal : 43-53.
Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks glikemik pangan. Penebar Swadaya. Jakarta
Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK., “Resistant starch” –a review., Journal Comprehensive
review in food science and food safety, 2006
Schulz, A.G.M., J. M. M Van Amelsvoort, and A.C Beynen, “Dietary Native Resistant Starch
but Not Retrograded Resistant Starch Raises Magnesium and Calcium Absorption in Rats,”
Journal Nutrition, vol.123, pp.1724-1731
Shin S, Byun J, Park KW, and Moon TW, “Effect of partical acid and heat moisture treatment
of formation of resistant tuber starch,” Journal Ceral Chemistry, vol.81, no.2, pp. 194-198,
2004
Simanjutak, B.H. 2002. Prospek Pengembangan Gandum (Triticum aestivum L) di Indonesia.
Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana.
Soto R.A., Acevedo E., Feria J., Villalobos R., Perez L.A., “Resistant starch made from banana
starch by autoclaving and debranching,” Journal starch, vol. 56, pp. 495-499, 2004
Steel, R.G.D and Torrie, J.H, Principles and Procedure of Statistics : A Biometrical Approach
2nd ed. McGraw-Hill, New York, 1980.
Suardi, Suarni, A. Prabowo. 2002. Prosesing Sorgum sebagai Bahan Pangan. Sulawesi Selatan :
Seminar Nasional Balai Pengkajian Pertanian
Tensis. 2008. Serat Makanan. Bandung : Universitas Padjajaran, Teknologi Industri Pertanian
19
Lampiran 1
Keterangan :
TT : Tepung Terigu, TG : Tepung Gandum Utuh, M : Mi
0.16
Absorbansi (abs)
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
y = 0.00030x - 0.00190
R² = 0.99797
0.04
0.02
0
0
100
200
300
400
500
600
Konsentrasi (µg/mL)
Gambar 3. Kurva standar amilosa
Volume sampel : 10 mL
contoh perhitungan :
massa sampel : 0,0147 g ; ABS : 0,2883 ; vol. Sampel : 10 ml; pengenceran : 10x
kadar air : 14,33%
massa sampel kering : 0,0147 g = 14700 µg – (14700 x 14,33%) = 12593,49 µg
konsentrasi : y = 0,00030x - 0,00190
0,2883 = 0,0030x - 0,00190
X = 96,7333 µg/ml
% pati =
= 75,8064
% amilosa 75,8064 x 30% = 22,74%
Tabel 6. Kadar amilosa
ulangan
sampel
1
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
A 625 nm
0,2375
0,2952
0,1941
0,1997
0,2022
0,2259
0,2398
0,2305
Konsentrasi
(mg/mL)
79,80
99,03
65,33
67,20
68,03
75,93
80,57
77,47
Kadar amilosa
(%)
25,09
27,99
26,52
28,22
25,57
27,52
33,00
32,70
20
ulangan
sampel
A 625 nm
2
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,2958
0,3278
0,2356
0,2297
0,2566
0,2590
0,2771
0,3178
ulangan
sampel
A 625 nm
3
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,2883
0,3281
0,2457
0,2388
0,2622
0,2376
0,3021
0,3048
ulangan
sampel
A 625 nm
4
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,2883
0,3281
0,2517
0,2354
0,2402
0,2755
0,3263
0,2976
Konsentrasi
(mg/mL)
99,2333
109,9001
79,1667
77,2022
86,1667
86,9667
93,0000
106,5667
Kadar amilosa
(%)
20,80
23,87
20,27
18,57
30,23
24,60
27,49
36,69
Konsentrasi
(mg/mL)
96,7333
110
82,5333
80,2333
88,0333
79,8333
101,3333
102,2333
Kadar amilosa
(%)
25,96
29,02
24,17
26,48
25,46
28,74
26,63
30,89
Konsentrasi
(mg/mL)
96,7333
110,0021
84,5333
79,1000
80,7000
92,4667
109,4000
99,8333
Kadar amilosa
(%)
22,74
25,37
26,92
25,79
27,12
26,88
29,50
33,64
21
Lampiran 2
0.3
Absorbansi (abs)
0.25
0.2
0.15
0.1
y = 0.285x - 0.0613
R² = 0.9754
0.05
0
0
0.2
0.4
-0.05
0.6
0.8
1
1.2
Konsentrasi (mg/mL)
Gambar 4. Kurva standar maltosa
Volume sampel = 100 mL
Contoh perhitungan :
massa sampel : 1,3520 g ; ABS : 0,0587 ; vol. Sampel : 100 ml; pengenceran : 2,5x
kadar air : 13,78%
massa sampel kering : 1,3520 g = 1352 mg – (1352 x 13,78%) = 1165,694 mg
konsentrasi : y = 0,285x - 0,061
0,0587 = 0,285x - 0,061
X = 0,42 mg/ml
% daya cerna =
Tabel 7. Daya cerna pati
ulangan
sampel
1
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
A 520 nm
0,0162
0,0131
0,0533
0,0426
0,0136
0,0498
0,0265
0,0173
Konsentrasi
(mg/mL)
0,2709
0,2600
0,4011
0,3635
0,2617
0,3888
0,3071
0,2747
Daya cerna pati
(%)
7,00
6,42
12,53
11,57
8,07
11,85
9,84
8,70
22
ulangan
sampel
A 520 nm
2
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0655
0,0455
0,0742
0,0616
0,0523
0,0648
0,0281
0,0154
ulangan
sampel
A 520 nm
3
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0578
0,0512
0,0675
0,0659
0,0679
0,0558
0,0283
0,0187
ulangan
sampel
A 520 nm
4
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0587
0,0468
0,0622
0,0593
0,0585
0,0421
0,0253
0,0186
Konsentrasi
(mg/mL)
0,4438
0,3737
0,4744
0,4302
0,3975
0,4414
0,3126
0,2681
Daya cerna pati
(%)
8,63
9,11
15,86
12,92
12,43
12,20
9,44
8,75
Konsentrasi
(mg/mL)
0,4168
0,3937
0,4509
0,4453
0,4524
0,4098
0,3133
0,2796
Daya cerna pati
(%)
10,24
7,91
14,44
12,79
11,32
10,16
10,08
8,69
Konsentrasi
(mg/mL)
0,4200
0,3782
0,4323
0,4221
0,4193
0,3617
0,3028
0,2793
Daya cerna pati
(%)
8,56
7,69
13,55
11,88
11,68
11,06
8,76
7,79
23
Lampiran 3
Tabel 8. Kadar Serat Kasar
Ulangan
Sampel
1
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
Ulangan
Sampel
2
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
Ulangan
Sampel
3
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
Ulangan
Sampel
4
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
Massa Sampel
kering (g)
0,1850
0,2144
0,2245
0,1350
0,1412
0,1706
0,1458
0,1526
Massa Serat (g)
Serat kasar (%)
0,0271
0,0354
0,0185
0,0149
0,0169
0,0235
0,0257
0,0254
14,65
16,51
8,24
11,04
11,97
13,78
17,62
16,64
Massa Sampel
kering (g)
0,1729
0,1823
0,1560
0,1500
0,1593
0,1530
0,1457
0,1489
Massa Serat (g)
Serat kasar (%)
0,0237
0,0302
0,017
0,0187
0,0196
0,0200
0,0187
0,0259
13,71
16,57
10,90
12,47
12,31
13,07
12,83
17,40
Massa Sampel
kering (g)
0,1847
0,1882
0,1475
0,1523
0,1561
0,1532
0,1403
0,1579
Massa Serat (g)
Serat kasar (%)
0,0234
0,0269
0,0189
0,0213
0,0214
0,0255
0,0220
0,0293
12,67
14,30
12,81
13,99
13,71
16,65
15,69
18,55
Massa Serat (g)
Serat kasar (%)
0,0258
0,0392
0,0208
0,0211
0,0234
0,0288
0,0261
0,0283
12,31
16,95
11,20
13,22
13,66
15,22
16,60
18,38
Massa Sampel
kering (g)
0,2096
0,2313
0,1858
0,1596
0,1713
0,1893
0,1572
0,1540
24
Lampiran 4
1.2
Absorbansi (abs)
1
0.8
y = 0,005713x - 0,006606
R² = 0,998927
0.6
0.4
0.2
0
0
50
100
150
200
250
Konsentrasi (mg/mL)
Gambar 5. Kurva standar glukosa
Volume sampel = 100 mL
Contoh perhitungan :
massa sampel : 0,5000 g ; ABS : 0,1003 ; vol. Sampel : 100 ml; pengenceran : 10x
kadar air : 28,54%
massa sampel kering : 500000 µg = 500000 µg – (1352 x 28,54%) = 357300 µg
konsentrasi : y = 0,005735x - 0,006659
0,1003 = 0,005735x - 0,006659
X = 18,6502 µg/ml
% pati resisten =
Tabel 9. Pati Resisten
ulangan
sampel
1
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
A 630 nm
0,0441
0,1294
0,0359
0,0483
0,0617
0,0589
0,0886
0,0857
Konsentrasi
(µg/mL)
8,8507
23,7243
7,4209
9,5831
11,9196
11,4314
16,6101
16,1044
Pati Resisten
(%)
1,86
4,74
1,83
2,27
3,01
2,79
4,15
4,08
25
ulangan
sampel
A 630 nm
2
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0583
0,1205
0,0295
0,0387
0,0403
0,0672
0,0865
0,0975
ulangan
sampel
A 630 nm
3
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0547
0,1021
0,0316
0,0375
0,0418
0,0581
0,0931
0,1025
ulangan
sampel
A 630 nm
4
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0638
0,1280
0,0351
0,0397
0,0416
0,0579
0,0882
0,1003
Konsentrasi
(µg/mL)
11,3268
22,1724
6,3050
7,9092
8,1881
12,8786
16,2439
18,1620
Pati Resisten
(%)
2,38
4,36
1,57
2,00
2,06
3,08
4,23
4,64
Konsentrasi
(µg/mL)
10,6990
18,9641
6,6711
7,6999
8,4497
11,2919
17,3948
19,0338
Pati Resisten
(%)
2,12
3,71
1,64
1,91
2,05
2,82
4,46
4,80
Konsentrasi
(µg/mL)
12,2858
23,4802
7,2814
8,0835
8,4148
11,2570
16,5404
18,6502
Pati Resisten
(%)
2,58
4,67
1,95
2,15
2,17
2,95
4,20
4,70
26
Lampiran 5
Tabel 10. Kadar air
Sampel
UL 1
14,27
8,53
27,8
28,44
TT
TG
M 0%
M 20%
Tabel 11. Kadar abu
Ulangan
Sampel
1
2
3
TT
TG
M 0%
M 20%
TT
TG
M 0%
M 20%
TT
TG
M 0%
M 20%
Tabel 12. Kadar lemak
Ulangan
Sampel
1
2
3
TT
TG
M 0%
M 20%
TT
TG
M 0%
M 20%
TT
TG
M 0%
M 20%
Kadar air (%bb)
UL 2
14,26
9,85
27,18
28,83
UL 3
15,32
9,74
26,79
25,81
Massa sampel kering
(g)
0,4255
0,9374
0,4482
0,8866
0,4194
0,9249
0,4728
0,9824
0,4325
0,8902
0,4426
0,8860
Massa abu (g)
Massa sampel kering
(g)
4,2865
4,5735
3,6100
3,5694
4,287
4,506515
3,630128
3,5585
4,234
4,513
3,655142
3,7043
Massa lemak
(g)
0,0811
0,0699
0,1144
0,1078
0,0874
0,0675
0,1096
0,0843
0,0953
0,0483
0,1086
0,1093
0,0040
0,0200
0,0068
0,0259
0,0046
0,0208
0,0063
0,0246
0,0022
0,0181
0,0050
0,0235
14,62
9,37
27,26
27,69
Kadar abu
(%bk)
0,94
2,13
1,52
2,92
1,10
2,25
1,33
2,50
0,51
2,03
1,13
2,65
Kadar lemak
(%bk)
1,89
1,53
3,17
3,02
2,04
1,50
3,02
2,37
2,25
1,07
2,97
2,95
27
Lampiran 6
0.6
Absorbansi (abs)
0.5
0.4
0.3
0.2
y = 0.042237x + 0.022458
R² = 0.995379
0.1
0
0
5
10
Konsentrasi (mg/mL)
15
Gambar 6. Kurva standar BSA
Volume sampel = 5 mL
Contoh perhitungan :
massa sampel : 0,2633 g ; ABS : 0,3998 ; vol. Sampel : 5 ml; pengenceran : 1x
kadar air : 9,85%
massa sampel kering : 263,3mg = 263,3 mg – (263,3 x 9,85%) = 237,365 mg
konsentrasi : y = 0,042237x + 0,022458
0,3998 = 0,042237x + 0,022458
X = 8,9339 mg/ml
% protein terlarut =
Tabel 13. Kadar protein terlarut
Ulangan
Sampel
Massa sampel
kering (mg)
TT
501,7
TG
250
1
M 0%
533,3
M 20%
504,3
TT
248
TG
263,3
2
M 0%
504,8
M 20%
523,9
TT
252,5
TG
250,3
3
M 0%
250
M 20%
250
A 550 nm
0,3023
0,3904
0,2817
0,3260
0,2037
0,3998
0,2938
0,3266
0,2033
0,3354
0,1586
0,1821
Konsentrasi
(mg/mL)
6,6255
8,7114
6,1378
7,1866
4,2911
8,9339
6,4243
7,2008
4,2816
7,4092
3,2233
3,7797
Protein
terlarut (%)
10,64
18,85
11,39
14,29
14,24
18,82
12,54
14,02
13,86
16,35
13,42
15,18
28
Lampiran 7
1.2
Absorbansi (abs)
1
0.8
0.6
0.4
y = 0.005735x - 0.006659
R² = 0.998643
0.2
0
0
50
100
150
200
250
Konsentrasi (µg/mL)
Gambar 7. Kurva standar glukosa
Volume sampel = 5 mL
Contoh perhitungan :
massa sampel : 0,5000 g ; ABS : 0,6055 ; vol. Sampel : 35 ml; pengenceran : 50x
kadar air : 30,92%
massa sampel kering : 500000 mg = 500000 mg – (500000 x 30,92%) = 345400 mg
konsentrasi : y = 0,005735x - 0,0006659
0,6055 = 0,005735x - 0,006659
X = 106,7409 mg/ml
% karbohidrat =
Tabel 14. Kadar karbohidrat
Ulangan
Sampel
Massa sampel
kering (mg)
TT
50,21
TG
500000
1
M 0%
500000
M 20%
55,8
TT
50,18
TG
500000
2
M 0%
500000
M 20%
50,42
TT
51,22
TG
500000
3
M 0%
50,88
M 20%
51,23
A 630 nm
0,2483
1,0168
0,6055
0,2657
0,255
0,9937
0,6659
0,2583
0,2626
0,975
0,2144
0,2488
Konsentrasi
(µg/mL)
44,4567
178,4584
106,7409
47,4907
45,6249
174,4305
117,2727
46,2004
46,9501
171,1698
38,5456
44,5439
Karbohidrat
(%)
51,63
67,58
48,67
58,79
53,02
66,05
59,42
65,21
54,13
66,17
56,32
62,35
29
Lampiran 8
Indeks Glikemik
Tabel 15. Respon glukosa darah glukosa (standar)
panelis
waktu (menit)
0
30
60
90
100
165
132
110
1
116
188
163
124
2
119
167
129
105
3
100
155
114
110
4
103
140
122
116
5
94
128
153
117
6
108
147
125
106
7
93
137
124
92
8
100
142
128
102
9
91
152
121
100
10
102,4
152,1
131,1
108,2
ratarata
Luas di
bawah kurva
120
97
96
94
99
98
102
108
84
82
89
94,9
15165
17430
15225
14355
14355
14880
14580
13245
13890
13890
14701,5
Daerah di bawah kurva masing-masing panelis = luas trapesium
Contoh perhitungan :
Luas area di bawah kurva glukosa
luas trapesium =
65,87
Tabel 16. Respon glukosa darah mi terigu
panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
ratarata
0
98
115
103
106
102
95
102
95
92
89
99,7
waktu (menit)
30
60
90
121
115
107
140
135
132
134
118
103
108
125
116
138
117
97
141
102
106
127
113
104
127
113
102
126
112
103
128
109
116
129
115,9
108,6
120
110
124
98
106
88
87
97
91
95
87
98,3
Luas di
bawah kurva
IG
9990
11715
10110
10290
9885
9495
9840
9615
9600
9570
10011
65,88
67,21
66,40
71,68
68,86
63,81
67,49
72,59
69,11
68,90
68,19
30
Tabel 17. Respon glukosa darah mi gandum
panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
rata-rata
0
95
114
108
104
103
69
98
91
94
83
95,9
waktu (menit)
30
60
90
107
104
100
142
135
119
118
115
110
124
125
110
115
120
106
114
109
104
115
110
109
113
107
102
110
105
103
110
105
101
116,8
113,5
106,4
120
98
121
103
102
100
102
103
100
95
98
102,2
Luas di
bawah kurva
9120
11490
10035
10350
9960
9105
9675
9300
9180
9030
9724,5
IG
65,88
67,64
67,98
69,91
71,06
67,74
68,93
74,18
70,63
70,95
69,49
Proceeding of International Conference On Research, Implementation And Education
Of Mathematics And Sciences 2014, Yogyakarta State University, 18-20 May 2014
and starch component also influence starch digestibility (Noda et al, 2008). Starch
digestibility is parameters that show starch’s ability to digest in body. Starch digestibility
influenced many factor, there are amylose, amylopectin, protein, fat, fiber, and processing. This
goal of this research to determine amylose content and starch digestibility from processed food
of whole wheat flour and determine the glycemic score.
RESEARCH METHOD
This research is performed in Chemistry’s Laboratory, Science and Mathematics
Department, Satya Wacana Christian University (SWCU), Salatiga, Indonesia.
Materials and instrument
The main material is whole wheat flour Dewata’s variety from Agricultural Department
SWCU. Chemical reagent that used is I2, KI, NaOH, standard glucose, ethanol, standard
amylose, DNSA (dinitrosalysilic acid), NaHPO4, Na2HPO4, standard maltose (E-Merck grade
pro analysis, Germany), α-amylase enzyme (Agricultural Techonology, UGM, Indonesia), and
distilled water.
The instrument are water content measurement (OHAUS, USA), incubator (WTB binder,
Germany), spectrophotometer (Optizen 2120 UV, Korea), waterbath (Memmert, Germany),
digital analytic balance (OHAUS, USA), glucose blood test (Easy Touch GU, Taiwan), and
glassware (pyrex, USA).
Method
Produce whole wheat wet noodle
Producing wet noodle in this research use whole wheat flour that substituted with wheat
flour 10 %, 20%, 30%, 40% and 50%. As a control is wet noodle without substitution of whole
wheat flour.
Table 1. Formulation of wet noodle
Substitution of whole wheat flour
Material
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Wheat flour (g)
500
450
400
350
300
250
Whole wheat flour (g)
0
50
100
150
200
250
Egg
1
1
1
1
1
1
Salt (g)
3
3
3
3
3
3
Baking powder (g)
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
Produce whole wheat cookies
Producing cookies in this research use whole wheat flour that substituted with wheat flour
10 %, 20%, 30%, 40% and 50%. As a control is wet noodle without substitution of whole wheat
flour.
Table 2. Formulation of cookies
Substitution of whole wheat flour
Material
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Wheat flour (g)
100
90
80
70
60
50
Whole wheat flour (g)
0
10
20
30
40
50
Sugar (g)
30
30
30
30
30
30
Butter (g)
50
50
50
50
50
50
Amylose Content (Apriyantono et al. 1989 in Gustiar 2009)
Amylose standard curve
Weighed carefully 40 mg standard amylose, included to capped test tube, add 1 mL ethanol
95% and 9 mL NaOH 1 M. The tube be heat in waterbath 95oC fo
PENDAHULUAN
Tepung gandum utuh kini mulai dikenal dan diminari oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia karena dinilai lebih kaya nutrisinya daripada tepung terigu.
Tepung gandum utuh berbeda dari tepung terigu karena tepung gandum utuh diperoleh
dari hasil penepungan semua bagian gandum, yaitu bran, germ, dan endosperm
(Nursantiyah, 2009; Muoma, 2013). Di Indonesia sendiri terdapat beberapa varietas
gandum yang berhasil ditanam dan dibudidayakan, salah satunya adalah gandum
varietas DWR-162 atau Dewata (Simanjuntak, 2002). Gandum ini ditanam di Getasan
Kabupaten Semarang. Semakin berkembangnya budidaya tanaman gandum maka
membuka potensi pengembangan produk pangan berbasis tepung gandum utuh lokal
tersebut.
Mi adalah pangan olahan basah yang digemari oleh masyarakat Indonesia, terbukti
dengan adanya peningkatan konsumsi produk makanan berbahan dasar terigu sebesar
0,2% setiap tahunnya sejak tahun 1990 hingga 2004 (Survei Sosial Ekonomi Pertanian,
2004). Mi mentah harus memiliki kadar gizi yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 01-2987-1992.
Gandum utuh memiliki indeks glikemik 55-69 (Brand-Miller, 2003 ; Foster-Powell
1995). Pangan bernilai glikemik rendah sangat disarankan untuk penderita diabetes,
karena karbohidrat di dalamnya tidak langsung dikonversi menjadi gula darah (Praptini,
2011). Oleh karena itu olahan pangan dari tepung gandum utuh dapat menjadi alternatif
pangan bagi penderita diabetes.
Indeks glikemik sangat dipengaruhi oleh kadar amilosa dan daya cerna pati pada
makanan. Makanan yang kandungan amilosanya tinggi berhubungan dengan kadar gula
darah yang rendah (Frei dkk., 2003). Kandungan amilosa pada tepung dipengaruhi oleh
ukuran dan bentuk biji, bentuk kristal, tingkat polimerisasi dan komponen tepung. Hal
tersebut juga sangat berpengaruh pada daya cerna pati (Noda dkk., 2008). Daya cerna
pati merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk dapat dicerna dan
diserap dalam tubuh. Daya cerna pati sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
kadar amilosa, amilopektin, protein, lemak, serat, proses pengolahan dan lain-lain
(Ratnaningsih, 2010).
Pati resisten didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak
terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat, bersifat resisten terhadap hidrolisis
3
enzim amilase (Shin dkk., 2004). Pati resisten dikategorikan sebagai bagian dari serat
pangan. Menurut Sajilata (2006) pati resisten memiliki efek fisiologis yang bermanfaat
bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik, berperan
sebagai prebiotik, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak.
Dengan demikian , pati resisten dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pangan
fungsional. Kandungan pati resisten dalam makanan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut : sangat rendah(15%) (Goni dkk., 1996).
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan kandungan amilosa, daya cerna pati, serat kasar, dan pati resisten,
pada mi gandum utuh.
2. Menentukan indeks glikemik mi gandum utuh.
3. Menentukan kadar gizi, meliputi kadar air, abu, lemak, protein terlarut, serta
karbohidrat mi gandum utuh yang disukai.
METODA PENELITIAN
Bahan dan piranti
Bahan utama yang digunakan adalah tepung gandum utuh varietas Dewata yang
diperoleh dari Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana. Tepung dibuat
dari hasil penggilingan biji gandum utuh menggunakan mesin penggiling dengan mesh
0,4 mm. Bahan kimia yang digunakan adalah HCl, NaH2PO4.2H2O, Na2HPO4.12H2O,
CuSO4.5H2O, K2SO4 KI, NaKTartart, petroleum eter, H2SO4 98%, anthrone, I2, KI,
glukosa standar, amilosa standar, maltosa standar, bahan-bahan tersebut adalah grade
pro analyse, E-Merck, Jerman. Selain itu, NaOH, etanol, dan KOH dengan tingkat
teknis, E-Merck, Jerman, DNSA (asam dinitrosalisilat) (BDH, UK), enzim α-amilase
dan enzim protease dari buah crude (Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Indonesia),
enzim amiloglukosidase (SIGMA A-9913, Jerman), dan akuades (Kotterman 1033,
Jerman).
Piranti yang digunakan antara lain moisture analyser (OHAUS MB25, USA),
inkubator (WTB binder, Jerman), spektrofotometer (Optizen 2120 UV, Korea),
penangas air (Memmert WTB A4, Jerman), tanur (Ney Vulcan A-550, USA),
4
timbangan analitik digital (OHAUS PA114, USA), peralatan gelas (Pyrex, USA dan
Herma, Cina), dan alat pengukur gula darah (Easy Touch GU, Taiwan).
Metode
Pembuatan Mi Gandum Utuh
Pembuatan mi pada penelitian ini menggunakan tepung gandum utuh yang
disubstitusikan pada tepung terigu sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Sebagai
kontrol adalah mi tanpa substitusi tepung gandum utuh (0%).
Tabel 1. Formulasi Mi
Bahan
Tepung terigu (g)
Tepung gandum utuh (g)
Telur (butir)
Garam (g)
Soda kue (g)
Formulasi mi dengan penambahan tepung gandum utuh
0%
500
0
1
3
0,5
10%
450
50
1
3
0,5
20%
400
100
1
3
0,5
30%
350
150
1
3
0,5
40%
300
200
1
3
0,5
50%
250
250
1
3
0,5
Pengukuran Kadar Serat Kasar (Sudarmadji, 1985)
Sampel dihaluskan, ditimbang 0,2 g bahan kering dan bebas lemaknya. Kemudian
ditambahkan 200 mL larutan H2SO4 2,5% lalu ditutup dengan pendingin balik dan
didihkan selama 30 menit. Suspensi disaring dan residu dicuci dengan akuades
mendidih. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke erlenmeyer dan
sisanya dicuci dengan 200 mL larutan NaOH 2,5% sampai semua residu dimasukkan ke
dalam erlenmeyer, tutup dengan pendingin balik dan dididihkan selama 30 menit.
Setelah itu, disaring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya sambil dicuci
dengan larutan K2SO4 10%. Residu dicuci dengan akuades mendidih dan 15 mL alkohol
95%. Kemudian kertas saring dikeringkan pada 110oC sampai berat konstan. Setelah itu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Pengukuran Kadar Amilosa (Apriyantono dkk., 1989 dalam Gustiar 2009)
Sebagai kurva standar digunakan 40 mg amilosa standar yang ditimbang secara teliti,
dan ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 M ke dalam tabung reaksi.
Larutan dipanaskan pada suhu 95oC selama 20 menit sampai terbentuk gelatin. Setelah
didinginkan, larutan gel pati dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 mL
5
dan ditambah akuades sampai tanda tera. Larutan amilosa standar ini sebagai larutan
stok. Larutan dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 mL dan dipindahkan masing-masing ke dalam
labu takar 100 mL. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut kemudian ditambahkan
0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL larutan asetat 1 M. Ditambahkan 2 mL larutan iod ke
dalam labu, ditera dengan akuades dan dihomogenkan. Larutan dibiarkan 20 menit dan
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 625 nm.
Sebanyak 100 mg sampel pati ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 M
ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi dipanaskan pada suhu 95oC sampai terbentuk
gel. Setelah didinginkan, larutan gel pati dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL
secara kuantitatif dan ditambahkan akuades sampai tanda tera dan dihomogenkan.
Dipipet 5 mL larutan pati kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam
labu, ditambah 1 mL larutan asam asetat 1 M dan 2 mL larutan iod, lalu ditera dengan
air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 625 nm.
keterangan : 30% = jumlah amilosa dalam 100 % pati
Daya Cerna Pati (Muchtadi dkk., 1992)
Sebanyak 1 g sampel ditambahkan dengan 100 mL akuades. Wadah ditutup dengan
aluminium foil dan dipanaskan hingga mencapai suhu 90oC sambil diaduk. Sampel
segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet 2 mL ke dalam tabung
reaksi bertutup dan ditambahkan 3 mL akuades dan 5 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7.
Masing-masing sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup
dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5
mL larutan enzim α-amilase (1 mg/mL dalam buffer fosfat pH 7) untuk sampel dan 5
mL buffer fosfat 0,1 M pH 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30
menit. Sebanyak 1 mL campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi
bertutup berisi 2 mL larutan DNSA. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12
menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10
mL akuades dan dihomogenkan. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 520 nm.
Kurva standar diperoleh dari perlakuan DNSA terhadap 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0
6
mL larutan maltosa standar 0.5 mg/mL yang ditepatkan menjadi 1 mL dengan air
destilata.
faktor konversi = 0,95
Pengukuran Kadar Pati Resisten (AOAC 1995 yang dikombinasikan dengan
AOAC 1985 dalam Gustiar, 2009)
Sampel ditimbang 0,5 g dan dilarutkan dalam 25 mL buffer fosfat 0,08 M (pH 6,0)
lalu ditutup aluminium foil. Larutan ditambah 0,2 mL enzim α-amilase dan diinkubasi
pada suhu 95oC selama 30 menit dengan diaduk lembut. Setelah didinginkan sampai
suhu ruang, pH larutan diatur hingga 4,5 dengan HCl 0,275 M dan ditambahkan 30 μL
enzim amiloglukosidase (10 mg/mL buffer fosfat pH 6.0) lalu diinkubasi dengan
penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30 menit. Setelah didinginkan sampai
suhu ruang, pH campuran diatur menjadi 7,5 dengan menambahkan larutan NaOH
0,325 M, lalu ditambah 50 μL enzim protease (40 mg protease/50 mL buffer fosfat pH
6,0) dan campuran diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30
menit. Larutan disentrifuse 3000 rpm selama 10 menit dan diambil bagian peletnya.
Pelet dicuci dua kali dengan etanol 80% dan akuades dan ditambah 1 mL akuades.
Larutan dipanaskan pada suhu 100oC selama 20 menit sambil dikocok halus. Larutan
ditambah 1 mL KOH 4 M kemudian diaduk selama 30 menit pada suhu ruang. Larutan
ditambah 1 mL buffer asetat 0,4 M pH 4,75 lalu ditambah HCl 2 M sampai pH 4,75.
Setelah itu, ditambahkan 60 μL amiloglukosidase (10 mg/mL buffer asetat 0,4 M pH
4,75) dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang suhu 60oC selama 30 menit lalu
disentrifuse 3500 rpm selama 30 menit. Kemudian supernatan diambil dan ditepatkan
menjadi 10 mL (larutan stok).
Kadar gula diukur dengan metode anthrone. 1 mL larutan stok dipipetkan ke labu
ukur 100 mL dan ditepatkan dengan akuades. Larutan stok sampel yang telah
diencerkan sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu
ditambahkan dengan 5 mL pereaksi Anthrone 0,1%. Sebagai standar adalah larutan
glukosa murni 0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang masingmasing kemudian ditepatkan menjadi 1 mL dengan akuades. Tabung ditutup dan
diinkubasi pada suhu 100oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm.
7
faktor konversi = 0,9
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)
Pengujian organoleptik yang dilakukan meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur mi
gandum utuh dengan skala hedonis sebagai berikut 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka,
3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka. Penilaian dilakukan kepada 30 orang panelis.
Kadar Air Metode Gravimetri (AOAC 1995)
Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam
desikator, dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel mi gandum utuh yang disukai ditimbang
dengan tepat dalam cawan yang telah diketahui bobot kosong tersebut, lalu dikeringkan
dalam oven pengering suhu 105oC selama 6 jam. Cawan dengan isinya kemudian
didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali hingga
diperoleh berat konstan.
Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1995)
Cawan porselen dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan dalam cawan porselen dan
ditimbang, lalu diabukan dalam tanur bersuhu 550oC sampai berwarna putih. Setelah itu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak dikeringkan dengan oven. Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 5 g
dibungkus dengan kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring tersebut
diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut
petroleum eter dimasukkan ke dalam labu lemak lalu direfluks selama minimal 3-4 jam.
8
Sisa pelarut dalam labu lemak dihilangkan dengan dipanaskan dalam oven, lalu
ditimbang.
Kadar Protein Terlarut Metode Biuret (AOAC, 1995)
Reagen biuret diibuat dengan melarutkan 0,15 g CuSO4.5H2O dan 0,6 NaKTartart
dalam labu ukur 50 mL. Larutan ditambah 30 mL NaOH 10% dan digenapkan dengan
akuades dalam labu ukur 100 mL.
Kurva standart dibuat dari larutan protein standar bovine serum albumine (BSA)
dengan konsentrasi 10 mg/mL. Larutan standar tersebut disiapkan satu seri dengan
konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 mg/mL dalam 1 mL. Larutan diaduk dan
dihomogenisasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi larutan diukur pada
panjang gelombang 550 nm.
Sebanyak 0,25-0,5 g sampel dilarutkan dalam 15 mL akuades dan dipusingkan
selama 15 menit. 5 mL supernatan diambil dan ditambah 1 mL NaOH 1 M dan
dipanaskan dengan penangas air suhu 90oC. Larutan didinginkan hingga mencapai suhu
ruang dan diambil 1 mL lalu ditambah 4 mL reagen biuret dan diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm.
Kadar Karbohidrat Total Metode Anthrone (Apriyantono, 1989 yang dimodifikasi
dalam Gustiar, 2009)
Hidrolisis karbohidrat dengan asam
Sebanyak 0,05-0,5 g sampel dimaserasi dengan 5 mL etanol 80% pada suhu ruang
selama 15 menit. Kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven vakum pada suhu
50oC selama 6 jam. Sebanyak 0,05 g sampel halus ditimbang dan ditambah 2,5 mL
akuades dan 0,5 mL HCl 25%. Wadah ditutup, lalu dipanaskan pada suhu 100 oC selama
2,5 jam untuk menghidrolisis terigu. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis
dinetralkan dengan NaOH 25% dan diencerkan sampai 10 mL. Setelah itu,
dihomogenisasi dan disaring untuk kemudian disebut larutan stok
9
Penentuan total karbohidrat dengan metode Anthrone
Larutan stok dipipet 1 mL dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Sebanyak
1 mL larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan dengan 5
mL pereaksi Anthrone 0,1%. Sebagai kurva standar digunakan larutan glukosa standar
0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang ditepatkan menjadi 1 mL
dengan akuades. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 12 menit.
Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya pada
panjang gelombang 630 nm.
faktor konversi = 0,9
Uji Indeks Glikemik (El, 1999 yang dimodifikasi dalam Gustiar, 2009)
Makanan yang akan ditentukan nilai indeks glikemiknya dianalisis proksimat untuk
mengetahui jumlah makanan yang harus dikonsumsi oleh panelis, yaitu setara dengan
50 g kandungan karbohidrat. Setiap porsi sampel yang akan ditentukan nilai indeks
glikemiknya diberikan kepada panelis yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air)
selama 10 jam. Panelis yang digunakan adalah individu sehat, tidak menderita diabetes,
dan memiliki IMT (indeks masa tubuh) normal (18-25). Panelis yang digunakan
berjumlah 10 orang (3 pria dan 7 wanita). Selama dua jam pasca pemberian asupan mi
gandum utuh yang disukai, sampel darah sebanyak 20 μL (finger-prick cappilary blood
samples method) diambil setiap 30 menit selama 2 jam untuk diukur kadar glukosanya.
Pada waktu berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa
standar (sebagai pangan acuan) kepada panelis. Kadar gula darah (pada setiap waktu
pengambilan sampel) diplotkan pada dua sumbu waktu (X) dan kadar gula (Y). Indeks
glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan
yang diukur IG-nya dengan pangan acuan.
Analisis Data
Data serat kasar, amilosa, daya cerna pati, dan pati resisten yang diperoleh
dianalisis menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 6
perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi subtitusi tepung gandum
10
utuh. Pengujian rataan antar perlakuan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie, 1980). Analisis deskriptif dengan 3
kali ulangan dilakukan untuk parameter kadar air, abu, lemak, protein terlarut, dan
karbohidrat mi gandum utuh yang disukai panelis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amilosa dan Daya Cerna Pati
Pati merupakan bentuk homopolimer dari glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati
terdiri atas dua polimer yang berbeda, yaitu polimer yang lurus (amilosa) dan polimer
bercabang (amilopektin) (Muchtadi dkk., 2006). Amilosa adalah homopolimer lurus α-Dglukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) dan bersifat larut dalam air panas.
Kandungan amilosa dalam bahan pangan berpati digolongkan menjadi empat kelompok
yaitu kadar amilosa sangat rendah < 10%, kadar amilosa rendah 10-20%, dan kadar
amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa tinggi > 25% (Aliawati 2003). Pangan yang
mengandung kadar amilosa tinggi memiliki aktivitas hipoglikemik yang tinggi.
Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh
enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Dalam metode ini sampel
dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit sederhana seperti maltosa. Kandungan
maltosa sampel ditentukan berdasarkan kurva standar maltosa (Gustiar, 2009).
Kadar amilosa dan daya cerna pati pada mi sangat berkaitan. Peningkatan kadar
amilosa diiringi dengan penurunan daya cerna pati pada mi (Tabel 2.).
Tabel 2. Kadar Amilosa dan Daya Cerna Pati (%bk±SD) Mi Gandum Utuh
PARAMETER
Kadar amilosa
Daya cerna
pati
Tepung
terigu
27,70 ±
2,70
9,19 ±
1,42
Tepung
gandum
31,08 ±
2,70
8,07 ±
0,97
0
26,39 ±
1,87a
14,09 ±
1,49bc
Mi gandum utuh dengan % subtitusi
10
20
30
40
27,35 ±
27,09 ±
28,23 ±
29,16 ±
1,47a
2,61a
1,28a
2,86ab
12,29 ±
10,88 ±
11,32 ±
9,53 ±
0,70b
2,02ab
0,96ab
0,61a
50
33,48 ±
2,85c
8,48 ±
0,49a
W
3,23
1,87
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar amilosa pada mi gandum utuh 40% tidak
berbeda dari substitusi gandum utuh 0-30%. Sedangkan pada subtitusi gandum utuh
50% ada perbedaan kadar amilosa secara signifikan dibandingkan dengan substitusi
gandum utuh 40%. Sedangkan kadar amilosa pada tepung gandum utuh dan tepung
terigu sebesar 31,08% (bk) dan 27,70% (bk), dimana kadar amilosa tepung gandum
utuh lebih besar. Berdasarkan hasil penelitian Gustiar tahun 2009, diketahui bahwa
kadar amilosa pada terigu sebesar 4,70% (bk). Menurut Pratiwi (2008), kadar amilosa
11
dari pati garut sebesar 18,66% (bk). Hasil ini penelitian Gustiar (2009) berbeda jauh
dengan hasil peneliti, karena dimungkinkan adanya perbedaan jenis tepung terigu yang
digunakan dan perbedaan biji gandum yang digunakan pada masing-masing tepung
terigu.
Amilosa dipengaruhi dengan tingkat gelatinisasi dan proses pengolahan, dimana
pada pangan olahan kering kadar amilosa lebih tinggi daripada pangan olahan basah.
Pada hasil penelitian didapatkan kadar amilosa mi 26,39-33,48% (bk) berbeda dengan
penelitian Mariati (2001) yang menyebutkan bahwa cookies pati garut memiliki amilosa
24,81-27,82%. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam metode, dimana proses
gelatinisasi pada penelitian Mariati (2001) hanya selama 10 menit, sedangkan pada hasil
peneliti lama waktu gelatinisasi selama 20 menit. Mi diolah secara basah sehingga
proses gelatinisasinya berjalan lebih cepat dan mempengaruhi jumlah pati yang larut.
Hal ini menyebabkan struktur gel pati terutama amilosa akan melemah karena
diabsorbsi oleh air. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke dalam granula
sehingga amilosa larut dalam air (Suardi, 2002).
Dalam pengukuran daya cerna pati digunakan enzim α-amilase. Enzim ini dapat
memecah sampel pati melalui proses hidrolisis, menjadi unit sederhana seperti maltosa
(Gustiar, 2009). Daya cerna pati pada mi gandum utuh adalah 8,48-14,09% (bk). Karena
nilai daya cerna tepung gandum lebih rendah 1,12% dibandingkan dengan tepung terigu
(Tabel 2), maka semakin besar jumlah tepung gandum utuh yang ditambahkan,
seyogyanya semakin rendah daya cerna pati. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran
yang menunjukkan bahwa pada subtitusi gandum utuh 40% mulai terjadi penurunan
daya cerna pati secara sangat signifikan, dari 14,84%% (tanpa subtitusi gandum utuh)
menjadi 10,03%s. Menurut Willet dkk. (2002), karbohidrat yang diserap secara lambat
akan menghasilkan puncak kadar glukosa darah yang rendah dan berpotensi dalam
mengendalikan daya cerna pati yang dipengaruhi oleh komposisi amilosa. Hal ini
seiring dengan kadar amilosa pada pangan olahan yang juga meningkat dengan adanya
penambahan tepung gandum utuh.
Peningkatan Kadar Serat Kasar dan Pati Resisten
Serat adalah karbohidrat yang resisten terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan
manusia, di dalam serat terdapat selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, β-glukan,
12
fruktan, dan pati resisten. Secara umum gandum mengandung lebih banyak serat tak
larut seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa (Tala, 2009).
Oleh karena pati resisten adalah bagian serat pangan maka keduanya memiliki
keterkaitan. Kadar serat kasar dan pati resisten dalam mi gandum utuh mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya subtitusi tepung gandum utuh dalam
pembuatan mi. Kadar serat kasar dan pati resisten dalam mi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar Serat Kasar dan Pati Resisten (%bk±SD) Mi Gandum Utuh
PARAMETER
Serat kasar
Pati resisten
Tepung
terigu
13,33 ±
1,06
2,48 ±
0,35
Tepung
gandum
16,08 ±
1,21
5,07 ±
0,18
0
11,37 ±
0,98a
1,83 ±
0,14a
Kadar subtitusi gandum utuh (%)
10
20
30
40
12,57 ± 12,89 ± 14,66 ± 16,38 ±
1,30a
0,92a
1,61b
0,95c
1,96 ±
2,03 ±
2,91 ±
4,30 ±
0,16a
0,13a
0,13b
0,15c
50
17,71 ±
0,91c
4,55 ±
0,32d
W
1,57
0,27
Mi gandum utuh mengalami peningkatan kadar serat kasar dan pati resisten mulai
dari penambahan tepung gandum utuh 30%. Hal ini dikarenakan tepung gandum utuh
sendiri kadar seratnya lebih tinggi 2,75% dibanding tepung terigu.
Berdasarkan penelitian Gustiar (2009) pati resisten pada tepung terigu adalah
3,37% (bk) sedangkan dari hasil penelitian pati resisten tepung terigu adalah 2,48%
(bk). Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan terigu dan varietas gandum yang
digunakan. Walau demikian, kadar pati resisten tepung terigu ini lebih tinggi daripada
kadar pati resisten pati garut termodifikasi 1,68% (bk) (Gustiar, 2009). Kisaran angka
pati resisten pada mi gandum utuh (Tabel 3) menurut Goni dkk. (1996) berada pada
tingkatan rendah yaitu 1-2,5% untuk substitusi gandum utuh 0-20%, sedangkan untuk
substitusi gandum utuh 30-50% berada pada tingkatan sedang yaitu 2,5-5%. Pangan
yang mengandung pati resisten dapat menurunkan respon insulin sehingga dapat
menurunkan kecepatan gula darah yang mengakibatkan kebutuhan energi turun dan
menunda rasa lapar (Raben dkk., 1994).
Kadar amilosa yang lebih tinggi dari
amilopektin menjadi salah satu faktor penentu hasil pati resisten (Sajilata, 2006),
sehingga jika suatu pangan memiliki kadar amilosa yang tinggi maka pangan tersebut
juga memiliki kadar pati resisten yang tinggi. Hal ini sesuai dengan kadar amilosa
sampel yang tinggi dan cenderung meningkat.
13
Kadar Gizi Mi Gandum Utuh
Penentuan kadar gizi dilakukan dengan menguji mi secara organoleptik terlebih
dahulu untuk menentukan mi yang akan diukur nilai indeks glikemiknya dan
dibandingkan dengan mi terigu (kontrol). Produk mi gandum utuh dapat dilihat pada
Gambar 1. Hasil organoleptik pada mi gandum utuh dapat dilihat pada Tabel 4.
40
50
30
10
20
0
Gambar 1. Mi dengan berbagai kadar subtitusi gandum utuh (%)
Tabel 4. Hasil Organoleptik Mi Gandum Utuh
Parameter
Warna
0
4,33 ±
0,29b
10
3,83 ±
0,29ab
Mi gandum utuh
20
30
3,67 ±
3,17 ±
0,31ab
0,26a
W
40
2,83 ±
0,32a
50
2,50 ±
0,41a
3,10 ±
3,47 ±
3,63 ±
3,50 ±
3,40 ±
3,43 ±
0,36a
0,29a
0,28a
0,27a
0,27a
0,37a
3,90 ±
3,83 ±
3,90 ±
3,27 ±
2,97 ±
3,17 ±
Tekstur
0,32ab
0,29ab
0,30ab
0,31a
0,32a
0,41a
4,03 ±
3,97 ±
3,70 ±
3,50 ±
3,10 ±
2,77 ±
Rasa
ab
ab
ab
a
a
0,23
0,23
0,24
0,21
0,33
0,32a
1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka
Aroma
0,82
0,68
0,83
0,81
Menurut Meilgaard dkk. (1999), warna merupakan salah satu atribut penampilan pada
suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap
produk tersebut secara keseluruhan. Semakin besar penambahan tepung gandum utuh,
warna mi yang putih kekuningan (kontrol) akan semakin kecoklatan. Dari hasil
organoleptik warna yang paling disukai adalah mi tanpa subtitusi gandum utuh dengan
skor 4,33 ± 0,29 diikuti oleh mi dengan subtitusi gandum utuh sebesar 10% dan 20% dengan
skor masing-masing 3,83 ± 0,29 dan 3,67 ± 0,31. Berdasarkan analisisnya, dalam
14
parameter aroma tidak ada perbedaan nyata dengan selang kepercayaan 95% untuk
semua mi, dengan skor berkisar 3,10 ± 0,36 - 3,63 ± 0,2856, yang menunjukkan bahwa
penambahan tepung gandum utuh tidak mempengaruhi aroma pada mi. Setser (1995)
menyatakan bahwa tekstur merupakan parameter kritis selain penampakan dan aroma,
terhadap penerimaan keseluruhan dari produk makanan. Mi dengan subtitusi gandum
utuh rendah 0-20%, cenderung lebih untuk disukai oleh panelis dengan skor 3,90 ± 0,32;
3,83 ± 0,2995; dan 3,90 ± 0,30 secara berurutan. Rasa mi untuk semua kadar subtitusi
gandum utuh tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%, namun skor tertinggi
secara matematis adalah mi dengan konsentrasi 20% (3,97 ± 0,23). Hal ini
menunjukkan bahwa dengan penambahan tepung gandum utuh tidak mempengaruhi
rasa pada mi. Dari keempat parameter tersebut, dapat ditentukan bahwa mi gandum
utuh yang disukai adalah mi dengan penambahan tepung gandum utuh 10% dan 20%.
Berdasarkan hal tersebut, untuk pengukuran nilai indeks glikemik dan kadar gizi
selanjutnya akan menggunakan sampel mi gandum utuh 20% yang akan dibandingkan
dengan mi tanpa subtitusi gandum utuh 0% sebagai kontrol.
Mi gandum utuh yang dibuat memiliki kadar gizi yang lebih tinggi daripada mi
terigu. Perbedaan ini terlihat dengan adanya perbedaan kadar gizi pada tepung gandum
utuh dan terigu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mi. Baik tepung dan mi
gandum utuh kadar gizinya dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) No.
3751 : 2009 dan No. 01-2987-1992. Kadar gizi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar Gizi Tepung dan Mi Gandum Utuh
PARAMETER
AIR (%)
ABU (%)
LEMAK (%)
PROTEIN
TERLARUT(%)
KARBOHIDRAT
(%)
SNI
< 14,5
7
TEPUNG
TERIGU
GANDUM
UTUH
14,62 ± 0,61
9,37 ± 0,73
0,85 ± 0,31
2,14 ± 0,11
2,06 ± 0,18
1,36 ± 0,26
12,91 ± 1,98
18,01 ± 1,43
52,93 ± 1,25
65,93 ± 0,31
SNI
MI GANDUM UTUH
0%
20 %
20-35
10
12,45 ± 0,10
14,49 ± 0,36
56,59 ± 2,70
62,12 ± 3,22
Tepung gandum utuh memiliki kadar gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tepung terigu. Kecuali lemak yang lebih rendah, kadar air, abu, protein terlarut dan
karbohidrat mengalami peningkatan dibanding tepung terigu. Hal ini dikarenakan
tepung gandum utuh tidak hanya terdiri dari bagian endosperm saja, namun ada bagian
bran dan germ gandum yang mengandung vitamin B, lemak, protein, mineral, serta serat
15
yang tinggi (Fitriyanto, 2009). Jika kadar gizi tepung dan mi gandum utuh dibandingkan
dengan SNI . 3751 : 2009 tentang tepung dan 01-2987-1992 tentang mi (Tabel 5), maka
terbukti bahwa tepung dan mi gandum utuh tersebut memenuhi standar mutu yang
ditentukan, sehingga layak untuk dikonsumsi.
Nilai Indeks Glikemik Mi Gandum Utuh
Mi yang akan dianalisis indeks glikemik harus dianalisis proksimat terlebih dahulu
untuk mengetahui jumlah mi yang harus dikonsumsi oleh relawan atau panelis dalam uji
indeks glikemik, yaitu setara dengan 50 gram kandungan karbohidrat termasuk
polisakarida non pati (El 1999). Kadar karbohidrat mi terigu tanpa penambahan gandum
utuh diperoleh sebesar 56,59%, sehingga jumlah sampel yang harus ditimbang adalah
sebesar 88 g. Untuk mi gandum utuh 20%, diperoleh kadar karbohidrat sebesar 62,12%,
maka jumlah sampel yang harus ditimbang adalah sebesar 80 g.
Nilai indeks glikemik pada mi gandum utuh lebih kecil dibandingkan dengan
indeks glikemik pada mi tanpa penambahan tepung gandum utuh. Nilai indeks glikemik
dapat dihitung melalui area di bawah kurva perubahan kadar glukosa darah. Kurva
perubahan kadar glukosa darah setelah mengkonsumsi mi terigu dan mi gandum utuh
ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Dari kurva tersebut dapat dihitung luas area di bawah kurva dengan menggunakan
perhitungan luas trapesium dan selanjutnya dibandingkan dengan standar yaitu glukosa.
Nilai indeks glikemik mi gandum utuh cenderung lebih rendah daripada nilai indeks
glikemik mi terigu yaitu 66,23±2,16 dan 69,49±1,37 secara berturut-turut. Hal ini
disebabkan oleh lebih tingginya kandungan serat dan pati resisten, serta lebih rendahnya
daya cerna pati mi gandum utuh dibandingkan dengan mi terigu. Serat pangan dan pati
resisten merupakan komponen yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan
sekaligus dapat menghambat metabolisme karbohidrat dalam saluran pencernaan
(Gustiar, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung gandum utuh dapat
menurunkan nilai indeks glikemik suatu pangan.
16
glukosa darah (mg/dl)
170
160
mie terigu
150
mi gandum 20%
140
130
glukosa (standar)
120
110
100
90
0
30
60
90
waktu (menit)
120
Gambar 2. Kurva perubahan kadar glukosa darah rata-rata relawan setelah konsumsi mi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kadar amilosa pada mi gandum utuh mengalami peningkatan dari 30,85
menjadi 39,18% pada kadar subtitusi gandum utuh 50%. Sedangkan daya cerna
mi mengalami penurunan dari 14,84 menjadi 8,93%-10,03% pada kadar
subtitusi gandum utuh 40% dan 50%. Serat kasar dan pati resisten mi
mengalami peningkatan pada kadar subtitusi gandum utuh sebesar 30%, yaitu
dari 11,37 menjadi 17,71 dan dari 1,99 menjadi 3,18%, secara berturut-turut.
Kadar serat dan pati resisten tersebut semakin tinggi lagi dengan semakin
banyaknya subtitusi gandum utuh dimana semakin meningkat dengan
meningkatnya penambahan tepung gandum utuh.
2. Mi gandum utuh 20% memiliki kadar gizi yang memenuhi SNI 01-2987- 1992.
Kadar gizi mi gandum utuh 20% selain lemak, lebih tinggi dibandingkan kadar
gizi mi tanpa penambahan tepung gandum utuh.
3. Indeks glikemik mi gandum utuh 20% adalah 66,23±6,14 lebih rendah
dibandingkan dengan mi terigu yaitu 69,49±1,37.
Saran
Penambahan konsentrasi tepung gandum utuh perlu ditingkatkan lagi untuk
mencapai nilai indeks glikemik yang lebih rendah, namun produk tetap disukai. Metode
pengukuran kadar serat kasar perlu dioptimalkan lebih lanjut, karena berdasarkan
validasi yang dilakukan hanya mencapai 82,69%. Selain itu perlu dilakukan pengukuran
kadar serat pangan. Serat pangan berbeda dengan serat kasar, serat kasar adalah
komponen sisa hasil hidrolisis suatu bahan pangan dengan asam dan basa kuat sehingga
kehilangan selulosa 50% dan hemiselulosa 85%, sedangkan serat pangan masih
17
mengandung komponen yang hilang tadi (Tensiska, 2008). Serat pangan dapat diukur
dengan metode enzimatik (AOAC, 1995) menggunakan enzim α-amilase, pepsin, dan
enzim pankreatin untuk memperkuat nilai pati resisten.
UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terlaksananya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir.
Djoko Murdono, M. P selaku sponsor dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aliawati G. 2003. Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. Buletin Teknik Pertanian. 8 (2) :
82-84.
AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc, Washington
D.C., 1995.
AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc, Washington
D.C., 1985.
Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-2987-1992 tentang Mi Basah. Jakarta, 1992
Behall, K.M. and J. Hallfrisch. 2002. Plasma glucoce and insulin reduction after consumption of
bread varying in amylose content. Eur. J. Clin. Nutr. 56(9):913-920.
Brand-Miller J, Hayne S, Petocz P, dan Colagiuri S. 2003. Low-glycemic index diets in the
management of diabetes: A meta-analysis of randomized controlled trials. Diabetes Care,
26, 2261–2267.
Carreira, M.C., F.M. Lajolo, and E.W. de Menezes. 2004. Glycemic index: effect of food
storage under low temperature. Brazilian Archives of Biology and Technology 47(4):569.
Erwidodo, H.P, Saliem, E. Ariningsih, Pengkajian Diversifikasi Konsumsi Pangan Utama di
Indonesia, Laporan Hasil Penelitian, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan
Litbang Pertanian : Bogor, 2004
Foster-Powell K dan Miller B. 1995. International tables of glicemic index. American Journal of
Clinical Nutrition. 62 : 871s-893s.
Frei, M., Siddhuraju, P. and Becker, K. 2003. Studies on the in vitro starch digestibility and the
glycemic index of six different indigenous rice cultivars from the Philippines. Food
Chemistry 83 : 395-402.
Goni, I., L.G Diz, E. Manas, and F.S Calixto, “Analysis of Resistant Starch : a Method for
Foods and Food products,” Journal Food Chem, vol. 56, no.4, pp. 445-449, 1996.
Gustiar, Haris. 2009. Sifat Fisiko-Kimia dan Indeks Glikemik Produk Cookies Berbahan Baku
Pati Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi. Bogor : IPB.
Idris, S. 1994. Metode Pengujian Bahan Pangan Sensoris. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya. Malang.
Leach, H. W, Gelatinization of Starch, In : Goldsworth, R (Eds). Abundant of Plant Varieties,
New York : World Wide Inc, 1965
Ludwig DS. 2000. Dietary glycemic index and obesity. J Nutr Supl 130: 280S- 283S
Mariati. 2001. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati dan Tepung Garut (Maranatha arundinacea
L.) dari Beberapa Varietas Lokal. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor
18
Muchtadi D, Palupi NS, dan Astawan M. 1992. Metode Kimia, Biokimia, dan Biologi dalam
Evaluasi Nilai Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.IPB, Bogor.
Muoma, Ike. 2013. Whole Grain Vs Whole Wheat Vs Whole Meal Vs GranaryRefined Bread?
Which is best? What to choose?. URL www.iketrainer.co.uk/articles/breads
. Diakses
pada 15 September 2013.
Noda, T., Takigawa, S., Matsuura-Endo, C., Suzuki, T., Hashimoto, N., Kottearachchi, N.S.,
Yamauchi, H. and Zaidul, I.S.M. 2008. Factors affecting the digestibility of raw and
gelatinized potato starches. Food Chemistry 110 : 465-470
Nursantiyah. 2009. Gambaran Umum Industri Tepung Terigu di Indonesia dan Ketentuan Pajak
Pertambahan Nilai Terkait. Jakarta : UI.
Praptini, P.E. 2011. Menu 30 Hari dan Resep untuk Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Umum
Pratiwi R. 2008. Modifikasi Pati Garut (Marantha arundinacea) dengan Perlakuan Siklus
Pemanasan Suhu Tinggi-Pendinginan (Autoclaving- Cooling Cycling) untuk Menghasilkan
Pati Resisten Tipe III. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2003. Trend Konsumsi Pangan
Produk Gandum di Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia ,
25, hal. 11-12.
Raben, A., A. Tagliabue, N.J. Christensen, J. Madsen, J.U. Holst, and A. Astrup. 1994.
Resistant starch : the effecton postpradial glycemia, hormonal response, and satiety. Am. J.
Clin. Nutr. 60: 544-551
Ratnaningsih. 2010. Pembuatan Tepung Komposit dari Jagung, Ubikayu, Ubijalar dan Terigu
(Lokal dan Impor) untuk Produk Mi. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian.
Richana, Nur dan Widyaningru,. 2009. Penggunaan Tepung dan Pasta dari Beberapa Varietas
Ubi Jalar sebagai Bahan Baku Mi. Bogor : Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Journal Pascapanen 6 (1) hal : 43-53.
Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks glikemik pangan. Penebar Swadaya. Jakarta
Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK., “Resistant starch” –a review., Journal Comprehensive
review in food science and food safety, 2006
Schulz, A.G.M., J. M. M Van Amelsvoort, and A.C Beynen, “Dietary Native Resistant Starch
but Not Retrograded Resistant Starch Raises Magnesium and Calcium Absorption in Rats,”
Journal Nutrition, vol.123, pp.1724-1731
Shin S, Byun J, Park KW, and Moon TW, “Effect of partical acid and heat moisture treatment
of formation of resistant tuber starch,” Journal Ceral Chemistry, vol.81, no.2, pp. 194-198,
2004
Simanjutak, B.H. 2002. Prospek Pengembangan Gandum (Triticum aestivum L) di Indonesia.
Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana.
Soto R.A., Acevedo E., Feria J., Villalobos R., Perez L.A., “Resistant starch made from banana
starch by autoclaving and debranching,” Journal starch, vol. 56, pp. 495-499, 2004
Steel, R.G.D and Torrie, J.H, Principles and Procedure of Statistics : A Biometrical Approach
2nd ed. McGraw-Hill, New York, 1980.
Suardi, Suarni, A. Prabowo. 2002. Prosesing Sorgum sebagai Bahan Pangan. Sulawesi Selatan :
Seminar Nasional Balai Pengkajian Pertanian
Tensis. 2008. Serat Makanan. Bandung : Universitas Padjajaran, Teknologi Industri Pertanian
19
Lampiran 1
Keterangan :
TT : Tepung Terigu, TG : Tepung Gandum Utuh, M : Mi
0.16
Absorbansi (abs)
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
y = 0.00030x - 0.00190
R² = 0.99797
0.04
0.02
0
0
100
200
300
400
500
600
Konsentrasi (µg/mL)
Gambar 3. Kurva standar amilosa
Volume sampel : 10 mL
contoh perhitungan :
massa sampel : 0,0147 g ; ABS : 0,2883 ; vol. Sampel : 10 ml; pengenceran : 10x
kadar air : 14,33%
massa sampel kering : 0,0147 g = 14700 µg – (14700 x 14,33%) = 12593,49 µg
konsentrasi : y = 0,00030x - 0,00190
0,2883 = 0,0030x - 0,00190
X = 96,7333 µg/ml
% pati =
= 75,8064
% amilosa 75,8064 x 30% = 22,74%
Tabel 6. Kadar amilosa
ulangan
sampel
1
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
A 625 nm
0,2375
0,2952
0,1941
0,1997
0,2022
0,2259
0,2398
0,2305
Konsentrasi
(mg/mL)
79,80
99,03
65,33
67,20
68,03
75,93
80,57
77,47
Kadar amilosa
(%)
25,09
27,99
26,52
28,22
25,57
27,52
33,00
32,70
20
ulangan
sampel
A 625 nm
2
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,2958
0,3278
0,2356
0,2297
0,2566
0,2590
0,2771
0,3178
ulangan
sampel
A 625 nm
3
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,2883
0,3281
0,2457
0,2388
0,2622
0,2376
0,3021
0,3048
ulangan
sampel
A 625 nm
4
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,2883
0,3281
0,2517
0,2354
0,2402
0,2755
0,3263
0,2976
Konsentrasi
(mg/mL)
99,2333
109,9001
79,1667
77,2022
86,1667
86,9667
93,0000
106,5667
Kadar amilosa
(%)
20,80
23,87
20,27
18,57
30,23
24,60
27,49
36,69
Konsentrasi
(mg/mL)
96,7333
110
82,5333
80,2333
88,0333
79,8333
101,3333
102,2333
Kadar amilosa
(%)
25,96
29,02
24,17
26,48
25,46
28,74
26,63
30,89
Konsentrasi
(mg/mL)
96,7333
110,0021
84,5333
79,1000
80,7000
92,4667
109,4000
99,8333
Kadar amilosa
(%)
22,74
25,37
26,92
25,79
27,12
26,88
29,50
33,64
21
Lampiran 2
0.3
Absorbansi (abs)
0.25
0.2
0.15
0.1
y = 0.285x - 0.0613
R² = 0.9754
0.05
0
0
0.2
0.4
-0.05
0.6
0.8
1
1.2
Konsentrasi (mg/mL)
Gambar 4. Kurva standar maltosa
Volume sampel = 100 mL
Contoh perhitungan :
massa sampel : 1,3520 g ; ABS : 0,0587 ; vol. Sampel : 100 ml; pengenceran : 2,5x
kadar air : 13,78%
massa sampel kering : 1,3520 g = 1352 mg – (1352 x 13,78%) = 1165,694 mg
konsentrasi : y = 0,285x - 0,061
0,0587 = 0,285x - 0,061
X = 0,42 mg/ml
% daya cerna =
Tabel 7. Daya cerna pati
ulangan
sampel
1
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
A 520 nm
0,0162
0,0131
0,0533
0,0426
0,0136
0,0498
0,0265
0,0173
Konsentrasi
(mg/mL)
0,2709
0,2600
0,4011
0,3635
0,2617
0,3888
0,3071
0,2747
Daya cerna pati
(%)
7,00
6,42
12,53
11,57
8,07
11,85
9,84
8,70
22
ulangan
sampel
A 520 nm
2
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0655
0,0455
0,0742
0,0616
0,0523
0,0648
0,0281
0,0154
ulangan
sampel
A 520 nm
3
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0578
0,0512
0,0675
0,0659
0,0679
0,0558
0,0283
0,0187
ulangan
sampel
A 520 nm
4
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0587
0,0468
0,0622
0,0593
0,0585
0,0421
0,0253
0,0186
Konsentrasi
(mg/mL)
0,4438
0,3737
0,4744
0,4302
0,3975
0,4414
0,3126
0,2681
Daya cerna pati
(%)
8,63
9,11
15,86
12,92
12,43
12,20
9,44
8,75
Konsentrasi
(mg/mL)
0,4168
0,3937
0,4509
0,4453
0,4524
0,4098
0,3133
0,2796
Daya cerna pati
(%)
10,24
7,91
14,44
12,79
11,32
10,16
10,08
8,69
Konsentrasi
(mg/mL)
0,4200
0,3782
0,4323
0,4221
0,4193
0,3617
0,3028
0,2793
Daya cerna pati
(%)
8,56
7,69
13,55
11,88
11,68
11,06
8,76
7,79
23
Lampiran 3
Tabel 8. Kadar Serat Kasar
Ulangan
Sampel
1
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
Ulangan
Sampel
2
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
Ulangan
Sampel
3
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
Ulangan
Sampel
4
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
Massa Sampel
kering (g)
0,1850
0,2144
0,2245
0,1350
0,1412
0,1706
0,1458
0,1526
Massa Serat (g)
Serat kasar (%)
0,0271
0,0354
0,0185
0,0149
0,0169
0,0235
0,0257
0,0254
14,65
16,51
8,24
11,04
11,97
13,78
17,62
16,64
Massa Sampel
kering (g)
0,1729
0,1823
0,1560
0,1500
0,1593
0,1530
0,1457
0,1489
Massa Serat (g)
Serat kasar (%)
0,0237
0,0302
0,017
0,0187
0,0196
0,0200
0,0187
0,0259
13,71
16,57
10,90
12,47
12,31
13,07
12,83
17,40
Massa Sampel
kering (g)
0,1847
0,1882
0,1475
0,1523
0,1561
0,1532
0,1403
0,1579
Massa Serat (g)
Serat kasar (%)
0,0234
0,0269
0,0189
0,0213
0,0214
0,0255
0,0220
0,0293
12,67
14,30
12,81
13,99
13,71
16,65
15,69
18,55
Massa Serat (g)
Serat kasar (%)
0,0258
0,0392
0,0208
0,0211
0,0234
0,0288
0,0261
0,0283
12,31
16,95
11,20
13,22
13,66
15,22
16,60
18,38
Massa Sampel
kering (g)
0,2096
0,2313
0,1858
0,1596
0,1713
0,1893
0,1572
0,1540
24
Lampiran 4
1.2
Absorbansi (abs)
1
0.8
y = 0,005713x - 0,006606
R² = 0,998927
0.6
0.4
0.2
0
0
50
100
150
200
250
Konsentrasi (mg/mL)
Gambar 5. Kurva standar glukosa
Volume sampel = 100 mL
Contoh perhitungan :
massa sampel : 0,5000 g ; ABS : 0,1003 ; vol. Sampel : 100 ml; pengenceran : 10x
kadar air : 28,54%
massa sampel kering : 500000 µg = 500000 µg – (1352 x 28,54%) = 357300 µg
konsentrasi : y = 0,005735x - 0,006659
0,1003 = 0,005735x - 0,006659
X = 18,6502 µg/ml
% pati resisten =
Tabel 9. Pati Resisten
ulangan
sampel
1
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
A 630 nm
0,0441
0,1294
0,0359
0,0483
0,0617
0,0589
0,0886
0,0857
Konsentrasi
(µg/mL)
8,8507
23,7243
7,4209
9,5831
11,9196
11,4314
16,6101
16,1044
Pati Resisten
(%)
1,86
4,74
1,83
2,27
3,01
2,79
4,15
4,08
25
ulangan
sampel
A 630 nm
2
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0583
0,1205
0,0295
0,0387
0,0403
0,0672
0,0865
0,0975
ulangan
sampel
A 630 nm
3
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0547
0,1021
0,0316
0,0375
0,0418
0,0581
0,0931
0,1025
ulangan
sampel
A 630 nm
4
TT
TG
M 0%
M 10%
M 20%
M 30%
M 40%
M 50%
0,0638
0,1280
0,0351
0,0397
0,0416
0,0579
0,0882
0,1003
Konsentrasi
(µg/mL)
11,3268
22,1724
6,3050
7,9092
8,1881
12,8786
16,2439
18,1620
Pati Resisten
(%)
2,38
4,36
1,57
2,00
2,06
3,08
4,23
4,64
Konsentrasi
(µg/mL)
10,6990
18,9641
6,6711
7,6999
8,4497
11,2919
17,3948
19,0338
Pati Resisten
(%)
2,12
3,71
1,64
1,91
2,05
2,82
4,46
4,80
Konsentrasi
(µg/mL)
12,2858
23,4802
7,2814
8,0835
8,4148
11,2570
16,5404
18,6502
Pati Resisten
(%)
2,58
4,67
1,95
2,15
2,17
2,95
4,20
4,70
26
Lampiran 5
Tabel 10. Kadar air
Sampel
UL 1
14,27
8,53
27,8
28,44
TT
TG
M 0%
M 20%
Tabel 11. Kadar abu
Ulangan
Sampel
1
2
3
TT
TG
M 0%
M 20%
TT
TG
M 0%
M 20%
TT
TG
M 0%
M 20%
Tabel 12. Kadar lemak
Ulangan
Sampel
1
2
3
TT
TG
M 0%
M 20%
TT
TG
M 0%
M 20%
TT
TG
M 0%
M 20%
Kadar air (%bb)
UL 2
14,26
9,85
27,18
28,83
UL 3
15,32
9,74
26,79
25,81
Massa sampel kering
(g)
0,4255
0,9374
0,4482
0,8866
0,4194
0,9249
0,4728
0,9824
0,4325
0,8902
0,4426
0,8860
Massa abu (g)
Massa sampel kering
(g)
4,2865
4,5735
3,6100
3,5694
4,287
4,506515
3,630128
3,5585
4,234
4,513
3,655142
3,7043
Massa lemak
(g)
0,0811
0,0699
0,1144
0,1078
0,0874
0,0675
0,1096
0,0843
0,0953
0,0483
0,1086
0,1093
0,0040
0,0200
0,0068
0,0259
0,0046
0,0208
0,0063
0,0246
0,0022
0,0181
0,0050
0,0235
14,62
9,37
27,26
27,69
Kadar abu
(%bk)
0,94
2,13
1,52
2,92
1,10
2,25
1,33
2,50
0,51
2,03
1,13
2,65
Kadar lemak
(%bk)
1,89
1,53
3,17
3,02
2,04
1,50
3,02
2,37
2,25
1,07
2,97
2,95
27
Lampiran 6
0.6
Absorbansi (abs)
0.5
0.4
0.3
0.2
y = 0.042237x + 0.022458
R² = 0.995379
0.1
0
0
5
10
Konsentrasi (mg/mL)
15
Gambar 6. Kurva standar BSA
Volume sampel = 5 mL
Contoh perhitungan :
massa sampel : 0,2633 g ; ABS : 0,3998 ; vol. Sampel : 5 ml; pengenceran : 1x
kadar air : 9,85%
massa sampel kering : 263,3mg = 263,3 mg – (263,3 x 9,85%) = 237,365 mg
konsentrasi : y = 0,042237x + 0,022458
0,3998 = 0,042237x + 0,022458
X = 8,9339 mg/ml
% protein terlarut =
Tabel 13. Kadar protein terlarut
Ulangan
Sampel
Massa sampel
kering (mg)
TT
501,7
TG
250
1
M 0%
533,3
M 20%
504,3
TT
248
TG
263,3
2
M 0%
504,8
M 20%
523,9
TT
252,5
TG
250,3
3
M 0%
250
M 20%
250
A 550 nm
0,3023
0,3904
0,2817
0,3260
0,2037
0,3998
0,2938
0,3266
0,2033
0,3354
0,1586
0,1821
Konsentrasi
(mg/mL)
6,6255
8,7114
6,1378
7,1866
4,2911
8,9339
6,4243
7,2008
4,2816
7,4092
3,2233
3,7797
Protein
terlarut (%)
10,64
18,85
11,39
14,29
14,24
18,82
12,54
14,02
13,86
16,35
13,42
15,18
28
Lampiran 7
1.2
Absorbansi (abs)
1
0.8
0.6
0.4
y = 0.005735x - 0.006659
R² = 0.998643
0.2
0
0
50
100
150
200
250
Konsentrasi (µg/mL)
Gambar 7. Kurva standar glukosa
Volume sampel = 5 mL
Contoh perhitungan :
massa sampel : 0,5000 g ; ABS : 0,6055 ; vol. Sampel : 35 ml; pengenceran : 50x
kadar air : 30,92%
massa sampel kering : 500000 mg = 500000 mg – (500000 x 30,92%) = 345400 mg
konsentrasi : y = 0,005735x - 0,0006659
0,6055 = 0,005735x - 0,006659
X = 106,7409 mg/ml
% karbohidrat =
Tabel 14. Kadar karbohidrat
Ulangan
Sampel
Massa sampel
kering (mg)
TT
50,21
TG
500000
1
M 0%
500000
M 20%
55,8
TT
50,18
TG
500000
2
M 0%
500000
M 20%
50,42
TT
51,22
TG
500000
3
M 0%
50,88
M 20%
51,23
A 630 nm
0,2483
1,0168
0,6055
0,2657
0,255
0,9937
0,6659
0,2583
0,2626
0,975
0,2144
0,2488
Konsentrasi
(µg/mL)
44,4567
178,4584
106,7409
47,4907
45,6249
174,4305
117,2727
46,2004
46,9501
171,1698
38,5456
44,5439
Karbohidrat
(%)
51,63
67,58
48,67
58,79
53,02
66,05
59,42
65,21
54,13
66,17
56,32
62,35
29
Lampiran 8
Indeks Glikemik
Tabel 15. Respon glukosa darah glukosa (standar)
panelis
waktu (menit)
0
30
60
90
100
165
132
110
1
116
188
163
124
2
119
167
129
105
3
100
155
114
110
4
103
140
122
116
5
94
128
153
117
6
108
147
125
106
7
93
137
124
92
8
100
142
128
102
9
91
152
121
100
10
102,4
152,1
131,1
108,2
ratarata
Luas di
bawah kurva
120
97
96
94
99
98
102
108
84
82
89
94,9
15165
17430
15225
14355
14355
14880
14580
13245
13890
13890
14701,5
Daerah di bawah kurva masing-masing panelis = luas trapesium
Contoh perhitungan :
Luas area di bawah kurva glukosa
luas trapesium =
65,87
Tabel 16. Respon glukosa darah mi terigu
panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
ratarata
0
98
115
103
106
102
95
102
95
92
89
99,7
waktu (menit)
30
60
90
121
115
107
140
135
132
134
118
103
108
125
116
138
117
97
141
102
106
127
113
104
127
113
102
126
112
103
128
109
116
129
115,9
108,6
120
110
124
98
106
88
87
97
91
95
87
98,3
Luas di
bawah kurva
IG
9990
11715
10110
10290
9885
9495
9840
9615
9600
9570
10011
65,88
67,21
66,40
71,68
68,86
63,81
67,49
72,59
69,11
68,90
68,19
30
Tabel 17. Respon glukosa darah mi gandum
panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
rata-rata
0
95
114
108
104
103
69
98
91
94
83
95,9
waktu (menit)
30
60
90
107
104
100
142
135
119
118
115
110
124
125
110
115
120
106
114
109
104
115
110
109
113
107
102
110
105
103
110
105
101
116,8
113,5
106,4
120
98
121
103
102
100
102
103
100
95
98
102,2
Luas di
bawah kurva
9120
11490
10035
10350
9960
9105
9675
9300
9180
9030
9724,5
IG
65,88
67,64
67,98
69,91
71,06
67,74
68,93
74,18
70,63
70,95
69,49
Proceeding of International Conference On Research, Implementation And Education
Of Mathematics And Sciences 2014, Yogyakarta State University, 18-20 May 2014
and starch component also influence starch digestibility (Noda et al, 2008). Starch
digestibility is parameters that show starch’s ability to digest in body. Starch digestibility
influenced many factor, there are amylose, amylopectin, protein, fat, fiber, and processing. This
goal of this research to determine amylose content and starch digestibility from processed food
of whole wheat flour and determine the glycemic score.
RESEARCH METHOD
This research is performed in Chemistry’s Laboratory, Science and Mathematics
Department, Satya Wacana Christian University (SWCU), Salatiga, Indonesia.
Materials and instrument
The main material is whole wheat flour Dewata’s variety from Agricultural Department
SWCU. Chemical reagent that used is I2, KI, NaOH, standard glucose, ethanol, standard
amylose, DNSA (dinitrosalysilic acid), NaHPO4, Na2HPO4, standard maltose (E-Merck grade
pro analysis, Germany), α-amylase enzyme (Agricultural Techonology, UGM, Indonesia), and
distilled water.
The instrument are water content measurement (OHAUS, USA), incubator (WTB binder,
Germany), spectrophotometer (Optizen 2120 UV, Korea), waterbath (Memmert, Germany),
digital analytic balance (OHAUS, USA), glucose blood test (Easy Touch GU, Taiwan), and
glassware (pyrex, USA).
Method
Produce whole wheat wet noodle
Producing wet noodle in this research use whole wheat flour that substituted with wheat
flour 10 %, 20%, 30%, 40% and 50%. As a control is wet noodle without substitution of whole
wheat flour.
Table 1. Formulation of wet noodle
Substitution of whole wheat flour
Material
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Wheat flour (g)
500
450
400
350
300
250
Whole wheat flour (g)
0
50
100
150
200
250
Egg
1
1
1
1
1
1
Salt (g)
3
3
3
3
3
3
Baking powder (g)
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
Produce whole wheat cookies
Producing cookies in this research use whole wheat flour that substituted with wheat flour
10 %, 20%, 30%, 40% and 50%. As a control is wet noodle without substitution of whole wheat
flour.
Table 2. Formulation of cookies
Substitution of whole wheat flour
Material
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Wheat flour (g)
100
90
80
70
60
50
Whole wheat flour (g)
0
10
20
30
40
50
Sugar (g)
30
30
30
30
30
30
Butter (g)
50
50
50
50
50
50
Amylose Content (Apriyantono et al. 1989 in Gustiar 2009)
Amylose standard curve
Weighed carefully 40 mg standard amylose, included to capped test tube, add 1 mL ethanol
95% and 9 mL NaOH 1 M. The tube be heat in waterbath 95oC fo