MANAJEMEN KONFLIK DALAM PERENCANAAN SUKSESI PERUSAHAAN KELUARGA DI BIDANG EKSPEDISI DI SURABAYA | Laurence | Agora 2951 5494 1 SM

AGORA Vol. 3, No. 1, (2015)

725

MANAJEMEN KONFLIK DALAM PERENCANAAN SUKSESI PERUSAHAAN
KELUARGA DI BIDANG EKSPEDISI DI SURABAYA
Lucia Laurence dan Ronny H Mustamu
Program Manajemen Bisnis, Program Studi Manajemen, Universitas Kristen Petra
Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya
E-mail: lucia11178@yahoo.com; mustamu@petra.ac.id
Abstrak- Suksesi kepemimpinan dalam perusahaan keluarga memiliki potensi menimbulkan konflik.
Konflik dalam perencanaan suksesi terjadi pada perusahaan keluarga dibidang ekspedisi di Suabaya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengindentifikasi penyebab terjadinya konflik internal, 2) Dampak bagi
perusahaan atas konflik internal pada, dan 3) Mekanisme
penyelesaian masalah atas konflik internal pada perusahaan keluarga dibidang ekspedisi di Suabaya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, sedangkan jenis penelitiannya adalah
deskriptif. Penentuan narasumber dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara purposive sampling. Jenis data yang digunakan ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah dengan cara deskriptif, sedangkan untuk
uji validasi menggunakan triangulasi sumber. Hasil
penelitian menunjukkan penyebab terjadinya konflik

internal pada perusahaan keluarga dibidang ekspedisi di
Suabaya adalah ketidak nyamanan dari anak pertama
pimpinan perusahaan atas penunjukan anak ketiga
sebagai suksesor. Dengan demikian, konflik lebih disebabkan karena variabel-variabel pribadi seperti emosi,
karena dalam perencanaan suksesi yang dilakukan pimpinan mengabaikan keberadaan anak perempuan. Konflik internal pada perusahaan keluarga dibidang ekspedisi di Suabaya berdampak negatif karena proses pengambilan keputusan tertunda. Selain itu, dampak bagi
karyawan dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan. Konflik yang terjadi berdampak negatif dengan
munculnya sekutu-sekutu diantara karyawan. Penyelesaian konflik internal dalam adalah tetap menempatkan narasumber ketiga sebagai manajer keuangan, namun memiliki kewenangan lebih besar seperti kebebasan untuk
memberi saran tentang strategi-strategi perusahaan serta
kebijakan yang akan diambil perusahaan.
Kata Kunci- Manajemen konflik, Penyebab konflik, Dampak konflik, Penyelesaian konflik

I. PENDAHULUAN
Perusahaan keluarga memiliki peran penting
dalam perekonomian suatu negara. Ismail dan Mahfodz
(2009) perusahaan keluarga di Amerika Serikat memiliki kontribusi sebesar 12% dari total PDB dan mampu
menyerap sebanyak 15% dari total tenaga kerja. Sedangkan di Australia sebanyak 20% dari total perusahaan
yang terdaftar adalah perusahaan keluarga, kemudian
di Frankurt dan Paris dari 250 perusahaan sebanyak lebih dari 50% adalah perusahaan keluarga.
Perusahaan keluarga adalah jenis perusahaan
khusus yang sangat berbeda dari bisnis non-keluarga.

Perkembangan bisnis keluarga tentunya tidak lepas dari

pengaruh suksesi kepemimpinan yang diterapkan dari
setiap pemimpin di setiap generasi karena setiap generasi pasti punya pandangan lain dalam memajukan dan
mengembangkan perusahaan perbedaan pendapat antara generasi sering terjadi dan hal tersebut terkadang dapat menimbulkan konflik yang dapat menghancurkan
perusahaan namun bagaimana seorang pemimpin menyampaikan pendapatnya dengan cara berkomunikasi
dengan baik dan mencari solusi yang tidak merugikan
kedua belah pihak, pada penelitian Solomon et al.,
(2011) (dalam Filser et al., 2013) bahwa tingkat kegagalan dalam proses suksesi di perusahaan keluarga sangat tinggi,hanya sepertiga dari bisnis keluarga bertahan
hidup dalam kedua generasi, dan sekitar 10-15 persen
bertahan hidup hingga generasi ketiga.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Hnatek
(2012) dapat diketahui perusahaan keluarga menghadapi masalah khusus terkait suksesi dan pertukaran generasi. Hal ini terjadi pada perusahaan keluarga di Republik Ceko tidak memiliki tradisi jangka panjang dalam
keberlangsungan perusahaan karena tidak adanya perencanaan dalam suksesi. Dengan demikian, di dalam
perusahaan keluarga suksesi sangat penting. Keberlangsungan perusahaan keluarga dapat bertahan lama tergantung dari proses suksesi yang berjalan dari generasi
ke generasi serta bagaimana menyelesaikan masalah internal dengan komunikasi yang transparan dan terbuka
satu sama lain.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail dan
Mahfodz (2009) menunjukkan bahwa perencanaan suksesi merupakan salah satu isu yang penting dalam menjalankan dan menjaga kelangsungan perusahaan keluarga. Keberhasilan suksesi akan menentukan keberlangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Suksesi di perusahaan-perusahaan keluarga dapat dicapai dengan cara

bagaimana kita meningkatkan kesadaran yang tinggi
dan ketekunan untuk memastikan kelangsungan hidup
perusahaan dapat bertahan lama. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan yang matang dan keyakinan tentang pentingnya orientasi kepemimpinan dalam jangka
panjang.
Di Indonesia, suksesi kepemimpinan masih be
lum mendapatkan perhatian dari beberapa perusahaan
keluarga karena dari hasil survei The Jakarta Consulting Group dapat diketahui perusahaan-perusahaan keluarga di Indonesia belum semuanya mempersiapkan
penerus melalui perencanaan suksesi.
Kurangnya perhatian perusahaan keluarga da
lam. melakukan perencanaan suksesi tentu akan mempengaruhi kelancaran proses transisi kepemimpinan antara generasi di perusahaan tersebut yang pada akhir-

AGORA Vol. 3, No. 1, (2015)

nya mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan karena keberlangsungan hidup perusahaan tergantung bagaimana calon suksesor secara cekatan merespon setiap
perubahan yang terjadi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lucky et al., (2011) bisnis keluarga adalah komponen pengembangan kewirausahaan dan aspek penting
dari pembangunan ekonomi dan transformasi ekonomi
yang menawarkan pekerjaan dan menciptakan kekayaan bagi keluarga dan orang-orang lain yang bekerja di
bisnis keluarga. Oleh karena itu, pendiri dan penerus
akan berupaya semaksimal mungkin demi keberlangsungan hidup bisnis keluarga

Suksesi kepemimpinan pada perusahaan keluarga merupakan isu yang paling krusial terutama kalau
kendali perusahaan keluarga sudah mulai bergerak ke
arah generasi kedua, kemudian ke generasi ketiga. Isuisu dalam suksesi antara lain adalah rencana suksesi
yang tidak jelas dan konflik-konflik antar calon pengganti (The Jakarta Consulting Group, 2014). Dengan
demikian, suksesi kepemimpinan dapat berjalan dengan baik apabila memiliki perencanaan yang jelas dari
pendiri atau pemilik perusahaan dalam menentukan
siapa yang akan menjadi penggantinya. Hal ini dikarenakan pergantian kepemimpinan di perusahaan keluarga memerlukan kesiapan dari penerus kepemimpinan.
Pergantian kepemimpinan yang dilakukan secara mendadak dan tidak terencana dapat menyebabkan
kinerja perusahaan tidak maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Hnatek (2012) bahwa transisi generasi
adalah proses panjang yang harus direncanakan dan dipikirkan sebelumnya. Ketidakmampuan untuk mengelola perubahan transisi generasi akan mengarah pada
penghentian operasi perusahaan keluarga. Hal ini tentu
saja memiliki dampak negatif terhadap lapangan kerja,
penurunan produk domestik bruto dan juga membawa
perubahan iklim sosial.
Suksesi kepemimpinan dalam perusahaan keluarga memiliki potensi menimbulkan konflik. Hal ini
dapat terjadi apabila ada persaingan antar saudara, ketidaksepakatan mengenai siapa yang memegang kendali
atas perusahaan, dan konflik pribadi yang menyebabkan pertikaian sengit sehingga menyebabkan hancurnya perusahaan yang semula cukup kuat (Zimmerer
dan Scarborough, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan Filser et al., (2013) menunjukkan persaingan antar
saudara dapat menyebabkan sulitnya menentukan siapa
yang menjadi generasi penerus. Hal ini dikarenakan

suksesi perusahaan keluarga berhubungan dengan berbagai potensi konflik psikologis yang harus dipertimbangkan. Emosi dan konflik tidak boleh diabaikan ketika mempertimbangkan proses suksesi. Kunci untuk
kesuksesan dalam proses suksesi adalah ikatan keluarga yang kuat dan solid. Selanjutnya, ketika konflik
dalam bentuk apapun muncul, komunikasi yang terbuka dan solusi sangat penting untuk menanggulanginya dan memastikan kelancaran suksesi..
Perusahaan keluarga yang bergerak di bidang
ekspedisi yang beralamat di Jalan Undaan Wetan no
termasuk dalam perusahaan keluarga kategori Family
Business Enterprise (FBE) karena untuk posisi-posisi
terpenting di perusahaan seperti pimpinan, manajer

726

keuangan dan manajer operasional dipegang sendiri
oleh anggota keluarga. Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 1982 di mana pimpinan perusahaan saat ini
adalah narasumber 1 yang merupakan anak kandung
dari pendiri perusahaan dan memegang kepemimpinan
sejak tahun 1997. Dengan demikian, kepemimpinan
perusahaan saat ini adalah kepemimpinan generasi kedua.
Narasumber 1 sebagai pemimpin generasi kedua
berkeinginan agar anak kandungnya yang nomer tiga
yang merupakan narasumber 2 meneruskan kepemimpinan perusahaan. Kriteria yang digunakan oleh narasumber 1 dalam menentukan calon suksesornya adalah

harus anak laki-laki dan anak pertama, tapi karena anak
pertama dan anak keduanya adalah perempuan maka
yang menjadi suksesornya adalah narasumber 2.
Perencanaan suksesi dengan menunjuk narasumber 2 sebagai suksesor menimbulkan ketidaknyamanan dari narasumber 3 yang menjabat sebagai manajer keuangan. Ketidaknyamanan ini diakibatkan narasumber 3 merasa berhak menjadi penerus kepemimpinan perusahaan karena lebih dulu bergabung di perusahaan dan merupakan anak pertama dari pemilik
perusahaan, sedangkan Narasumber 2 merasa dirinya
lebih berhak karena anak laki-laki dan ditunjuk langsung oleh pemilik perusahaan.
Persaingan untuk menjadi suksesor antara anggota keluarga berpotensi menimbulkan konflik apabila
tidak ada pihak yang menjadi penengah. Oleh karena
itu, diperlukan peran pemilik perusahaan yang sekaligus merupakan orang tua dari kedua belah pihak yang
bersaing untuk menjadi penengah dan memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi.
Menurut Kidwell, Kellermanns dan Eddleston
(2011) family business adalah suatu perusahaan dimana
anggota keluarga sering bertindak dan berperan sebagai
pengurus yang membantu family business tetap sukses
dengan menyediakan sumber daya tertentu. Sedangkan
Sindhuja (2009) berpendapat sebuah bisnis dikatakan
sebagai family business ketika salah satu dari tiga
kriteria berikut berlaku: 50% atau lebih kepemilikan
perusahaan dipegang oleh satu keluarga, kelompok keluarga secara efektif mengendalikan bisnis, atau adanya
proporsi keluarga yang signifikan dalam posisi manajemen senior.

Rumusan masalah dalam penelitian sebagai
berikut:
“Bagaimana manajemen konflik dalam perencanaan suksesi pada perusahaan keluarga yang bergerak di bidang ekspedisi?”
Menurut Donnelley (2002) (dalam Nurwantoro,
dan Sobirin, 2013) sebuah perusahaan dinamakan perusahaan keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatan dua generasi dalam perusahaan itu dan keberadaan mereka berpengaruh terhadap kebijakan perusahaan. Menurut Hartanto (2009) dalam perusahaan keluarga, anggota perusahaan biasanya mengetahui bahwa
pemilik yang pada umumnya juga menjadi pemimpin
perusahaan memiliki berbagai hak khusus, seperti hak
mempekerjakan anggota keluarga tanpa melalui proses
seleksi, menempatkan anggota keluarga pada jabatan

AGORA Vol. 3, No. 1, (2015)

tertentu, dan menentukan informasi apa saja yang boleh diketahui anggota perusahaan lain. Pemilik juga
menyadari kedudukan dan hak khususnya. Oleh karena
itu, pemilik sekaligus pemimpin perusahaan biasanya
mempertahankan hak tersebut. Tidak ada peraturan
tertulis dan kontrak formal yang menetapkan hal tersebut, tetapi orang yang bekerja bagi perusahaan keluarga
merasa terikat secara psikososial untuk menerima pengaturan kekuasaan (power arrangement).
Mroczkowski dan Tanewski (2006) (dalam Ismail dan Mahfodz, 2009) mendefinisikan perusahaan
keluarga sebagai suatu perusahaan yang dikendalikan

sendiri oleh pendiri perusahaan baik secara langsung
maupun tidak langsung atau dengan melibatkan kerabat
terdekat.
Tipe-tipe perusahaan keluarga menurut Tjondrorahardja (2005) terdiri dari
1. Family business adalah perusahaan yang dimiliki
oleh keluarga (saham dan kepemilikan) dan yang
menjalankan atau mengoperasikan perusahaan keluarga sehari-hari adalah salah satu dari pihak keluarga yang telah dipilih berdasarkan kriteria tertentu
yang ditentukan bersama dalam perusahaan keluarga tersebut.
2. Family owned business adalah perusahaan keluarga
yang dimiliki oleh keluarga (saham dan kepemilikan) namun yang menjalankan atau mengoperasikan perusahaan keluarga sehari-hari menggunakan
profesional atau ahli di bidangnya
3. Business family adalah perusahaan keluarga yang
dihibahkan orang tua kepada anak sebagai warisan
usaha di mana hanya memenuhi sisi tanggung jawab tradisional turun temurun orang tua kepada
anak saja. Tidak ada ambisi dari orang tua untuk
menjadikan besar perusahaannya. Keputusan sang
anak mau meneruskan perusahaannya atau menutup
perusahaan untuk kemudian dijual dan uangnya diinvestasikan untuk kegiatan yang lain sepenuhnya
merupakan open management sang anak.
Karakteristik perusahaan keluarga menurut Westhead (1997) adalah:

1. Dimiliki oleh kelompok keluarga tunggal yang dominan dengan jumlah ke¬pe-milikan saham lebih
dari 50%
2. Dikelola oleh orang-orang yang berasal dari keluarga pemilik mayoritas saham
3. Posisi kunci dipegang keluarga
4. Keuangan perusahaan cenderung berbaur dengan
keuangan keluarga,
5. Tidak adanya mekanisme pertanggung jawaban yang ketat,
6. Motivasi kerja tinggi
7. Tidak adanya kekhususan dalam manajemen
Menurut Leach (2008) nilai yang tampak pada
perusahaan keluarga adalah:
a. Honesty and integrity
Perusahaan keluarga akan selalu berusaha untuk
berlaku adil dan tidak hanya menilai seseorang berdasarkan tingkat kemakmuran seseorang atau
tingkatan sosialnya
b. Care and share

727

Perusahaan keluarga akan menunjukkan keadilan,

saling menghormati dan memahami keluarga dan
para pekerja
c. Respect
Perusahaan keluarga akan menunjukkan keadilan,
saling menghormati, dan memahami keluarga dan
para pekerja
d. Unity
Perusahaan keluarga akan selalu berusaha untuk
bersatu dan melindungi anggota keluarga dari ancaman yang ada
Para profesional di dalam perusahaan keluarga
mayoritas akan meminta persetujuan dari anggota keluarga yang memimpin. Posisi anggota keluarga yang
duduk dalam kepemimpinan perusahaan memegang
peran yang sedemikian penting, sehingga kalangan profesional harus berkonsultasi dengan anggota keluarga
dalam pengambilan keputusan. Menurut Poza (2010)
terdapat sepuluh kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin untuk membantunya dalam proses kepemimpinan, yaitu:
1. Visi. Syarat utama menjadi seorang pemimpin adalah memiliki visi yang baik. Visi yang menginspirasi menyebabkan seorang pemimpin dapat melaksanakan tugasnya.
2. Kemampuan. Seorang pemimpin harus memiliki
pemahaman yang baik atas pekerjaannya. Karyawan biasanya menunjukkan kesabaran kepada seorang pemimpin yang baru, tetapi karyawan akan kehilangan kepercayaan kepada seorang pemimpin
yang gagal dalam melaksanakan tugas
3. Antusiasme. Ciri dari seorang pemimpin yang baik

yaitu memiliki antusiasme yang kuat. Antusiasme
yang ditunjukkan seorang pemimpin membangkitkan antusiasme pengikutnya
4. Stabilitas. Seorang pemimpin harus memiliki profesionalisme dengan membedakan antara masalah perusahaan dan masalah pribadi
5. Memahami sesama. Seorang pemimpin tidak boleh
merendahkan bawahannya atau memperlakukannnya seperti mesin. Seorang pemimpin harus memahami kesejahteraan bawahannya. Pengertian terhadap orang lain membutuhkan kesadaran dan kemauan untuk mendegarkan permasalahan bawahannya
6. Percaya diri. Apabila seorang pemimpin kurang
percaya diri, maka karyawan akan mempertanyakan
otoritasnya bahkan mengabaikan perintah
7. Ketekunan. Seorang pemimpin memiliki kebulatan
tekad dan ketekunan untuk menyelesaikan suatu
masalah yang sulit.
8. Vitalitas. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan dan stamina yang prima dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin
9. Karisma. Seorang pemimpin harus memiliki karisma yaitu kemampuan untuk menarik perhatian bawahannya, sehingga membuat mengikutinya
10. Integritas. Syarat paling penting seorang pemimpin
yaitu integritas. Integritas yaitu kejujuran, karakter
yang kuat, dan keberanian. Tanpa integritas maka
tidak ada kepercayaan

AGORA Vol. 3, No. 1, (2015)

Menurut Wijatno (2009) agar suksesi dapat
berjalan dengan sukses, maka harus mempertimbangkan lima aspek yang terdiri dari:
1. Waktu. Semakin dini perencanaan suksesi, akan semakin bagus kemungkinan untuk memperoleh suksesor atau orang yang tepat. Masalah terbesar yang
dihadapi adalah kejadian yang memaksa tindakan
segera dan hasil dalam situasi yang tidak tepat
untuk menemukan penggantian terbaik
2. Tipe usaha. Beberapa entrepreneur mudah untuk
diganti yang lainnya tidak. Semua ditentukan oleh
tipe usaha. Seorang entrepreneur dengan jejaring
yang luas dan pengetahuan teknologinya yang tinggi, akan sangat sulit untuk dicari penggantinya. Sebaliknya entrepreneur yang menjalankan operasi
yang membutuhkan keahlian minimum akan lebih
mudah untuk digantikan tanpa kesulitan berarti
3. Kapabilitas manajer. Entrepreneur yang memiliki
keterampilan teknologi tinggi yang diikuti dengan
pemahaman atas pemasaran akan lebih bernilai daripada entrepreneur dengan keterampilan tinggi tetapi tidak dibekali pemahaman atas pemasaran
4. Visi entrepreneur. Seorang entrepreneur memiliki
visi, harapan dan keinginan terhadap organisasi.
Suksesor diharapkan membagi visinya untuk melanjutkan kelangsungan organisasi.
5. Faktor lingkungan. Ada kalanya suksesor dibutuhkan karena lingkungan bisnis berubah dan perubahan pararel dibutuhkan di tingkat top manajemen
Konflik-konflik yang terjadi sangat mempengaruhi atau menghambat dan berhubungan dalam suksesi.
Pengertian suksesi adalah proses seumur hidup dalam
keseluruhan proses bisnis untuk mempersiapkan pengalihan kekuasaan dan kontrol dari generasi ke generasi.
(Aronoff, 2003). Dalam proses transisi, ada perencanaan kontingensi yang merupakan rencana darurat.
Rencana kontingensi dalam suksesi merupakan perlindungan penting terhadap penjualan perusahaan secara
terpaksa pada waktunya atau likuidasi bisnis. (Aronoff,
2003).
Rothwell (2001) mendefinisikan perencanaan
suksesi sebagai upaya yang disengaja dan sistematis
oleh sebuah organisasi untuk menjamin kelangsungan
kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci, mempertahankan dan mengembangkan organisaisi untuk masa
depan, dan mendorong kemajuan individu. Sedangkan
Perry (2000) mendefinisikan suksesi sebagai pengalihan bisnis yang dihasilkan dari pemilik yang ingin pensiun atau meninggalkan bisnis untuk beberapa alasan.
Suksesi dapat melibatkan transfer ke anggota keluarga
pemilik, atau pihak eksternal keluarga. Konflik dapat
diartikan sebagai suatu pertarungan, suatu benturan,
suatu pergulatan; pertentangan kepentingan-kepentingan, opini-opini atau tujuan-tujuan; pergulatan mental dan penderitaan batin (Lacey,2003). Pengertian konflik yang lain dikemukakan oleh Soeharso (1995) yang
menjelaskan konflik sebagai benturan ide-ide, nilainilai keyakinan diri, sikap-sikap, dan standar-standar.
Pickering (2005) mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak
yang tidak cocok satu sama lain

728

2.

Keadaan atau perilaku yang bertentangan (misalnya pertentangan pendapat, kepentingan, atau pertentangan antar individu)
3. Perselisihan akibat kebutuhan, dorongan, keinginan, atau tuntutan yang bertentangan
Menurut Wahyudi (2008) suatu organisasi yang
mengalami konflik dalam aktivitasnya memiliki ciriciri. Terdapat lima ciri yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan
antar individu atau kelompok
2. Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam
menafsirkan program organisasi
3. Terdapat pertentangan norma dan nilai-nilai individu maupun kelompok
4. Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan,
menghalangi pihak lain untuk memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas
5. Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya kreativitas, inisiatif, atau gagasangagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi
Agar konflik yang terjadi tidak semakin
meluas dan menjadi sulit terkontrol, maka diperlukan
manajemen konflik. Menurut Hendricks (2004) manajemen konflik yang efektif dikatakan berhasil bila
mampu mengembangkan dan mengimplementasikan
strategi konflik dengan hati-hati. Untuk itu, perlu diketahui tahapan-tahapan dalam konflik, karena akan
membantu melukiskan konflik sebagai suatu rangkaian
peristiwa yang dapat dikelola. Tahapan konflik ada tiga
macam di mana konflik pada tahap satu tidak begitu
mengancam dan paling mudah untuk dikelola. Bila
konflik mengalami eskalasi ke tahap dua dan tiga, maka konflik menjadi lebih sulit untuk dikelola dan potensinya meningkat menjadi berbahaya.
Robinson dan Clifford (1974) (dikutip dalam
Liliweri, 2005) menjelaskan manajemen konflik merupakan tindakan konstruktif yang direncanakan, diorganisasikan, digerakkan, dan dievaluasi secara teratur atas
semua usaha demi mengakhiri konflik. Manajemen
konflik harus dilakukan sejak konflik pertama kali tumbuh. Karena itu, sangat dibutuhkan kemampuan manajemen konflik antara lain melacak berbagai faktor positif pencegah konflik daripada melacak faktor negatif
yang mengancam konflik.
Hendricks (2004) menjelaskan bahwa karakteristik konflik terdiri dari:
1. Dengan meningkatnya konflik, perhatian terhadap
konflik itu sendiri juga meningkat
2. Keinginan untuk menang meningkat seiring dengan meningkatnya keinginan pribadi. Menyelematkan muka semakin penting pada tingkat konflik
yang lebih tinggi
3. Orang yang menyenangkan dapat menjadi berbahaya bagi yang lain seiring dengan meningkatnya
konflik
4. Strategi manajemen konflik yang bekerja pada
tingkat konflik yang rendah, pada konflik tingkat

AGORA Vol. 3, No. 1, (2015)

yang lebih tinggi sering tidak efektif, dan kadangkadang menjadi tidak ada artinya
5. Konflik dapat melampaui dari tahapan yang lazim
6. Orang tampaknya menjadi seperti individu yang
berbeda selama berada dalam konflik, tapi konflik
yang terjadi pada seluruh tingkat organisasi dapat
diidentifikasi
Menurut Robbins dan Judge (2008) sebab atau
sumber konflik terdiri dari:
1. Komunikasi. Komunikasi dapat menjadi sumber
konflik karena konotasi kata dapat menimbulkan
makna yang berbeda, pertukaran informasi yang
tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi yang
dapat menimbulkan konflik. Proses penyaringan
atau filterisasi yang terjadi ketika informasi
disampaikan di antara para anggota dan peyimpangan komunikasi dari saluran-saluran formal yang ada membuka peluang munculnya konflik
2. Struktur. Konflik yang terjadi dapat bersifat struktural. Istilah struktural digunakan dalam konteks
ini mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan
kepada anggota kelompok, kejelasan yurisdiksi,
keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat di mana letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar
potensi munculnya konflik
3. Variabel-variabel pribadi. Kategori sumber potensial konflik yang terakhir adalah variabel-variabel
pribadi yang meliputi kepribadian, emosi, dan
nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu seperti individu yang sangat otoriter memiliki potensi memunculkan konflik,
emosi juga dapat menyebabkan konflik. Misalnya,
seorang karyawan yang datang kerja dengan marah karena perjalanan ke kantor yang tidak mengenakkan dan membawa amarah tersebut ke tempat
kerja, sehingga menjengkelkan kolega-koleganya
yang kemudian menyebabkan ketegangan di tempat kerja. Terakhir, nilai yang berbeda-beda yang
dianut tiap-tiap anggota menyebabkan munculnya
konflik. Perbedaan nilai, misalnya menyangkut
beragam isu, prasangka, ketidaksepakatan atas
kontribusi seseorang terhadap kelompok dan imbalan yang layak diterima seseorang. Perbedaan
dalam sistem nilai merupakan sumber penting
yang menciptakan potensi konflik.
Pickering (2005) menjelaskan konflik memiliki
dampak yang positif, seperti:
1. Motivasi meningkat
2. Identifikasi masalah/pemecahan meningkat
3. Ikatan kelompok lebih erat
4. Penyesuaian diri pada kenyataan
5. Pengetahuan/keterampilan meningkat
6. Kreativitas meningkat
7. Membantu upaya mencapai tujuan
Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan
menurut Pickering (2005) terdiri dari:

729

1.
2.
3.
4.

Produktivitas menurun
Kepercayaan merosot
Pembentukan kubu-kubu atau kelompok
Informasi dirahasiakan dan arus komunikasi
berkurang
5. Timbul masalah moral
6. Waktu terbuang sia-sia
7. Proses pengambilan keputusan tertunda
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
menyelesaikan konflik, yaitu (Hendricks, 2004):
1. Menyelesaikan konflik dengan mempersatukan
2. Menyelesaikan konflik dengan kerelaan untuk
membantu
3. Menyelesaikan konflik dengan mendominasi
4. Menyelesaikan konflik dengan menghindar
5. Menyelesaikan konflik dengan kompromi
II. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif. Endraswara (2006) menjelaskan
bahwa dalam pendekatan kualitatif deskripsi lewat kata-kata. Kajian tidak memanfaatkan perhitungan angka
seperti pada pendekatan kuantitatif. Sedangkan jenis
penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Menurut
Hermawan (2005) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang memaparkan suatu karakteristik tertentu
dari suatu fenomena. Penelitian ini menggunakan jenis
deskriptif karena ingin mengkaji fenomena konflik
yang terjadi di perusahaan keluarga dengan melihat
sumber konflik, dampak konflik, dan penyelesaian konflik
Definisi Konseptual
Definisi konseptual yang digunakan adalah manajemen konflik. Manajemen konflik merupakan tindakan konstruktif atas semua usaha demi mengakhiri
konflik dengan melihat sumber konflik, dampak konflik, dan penyelesaian konflik.
Subyek Penelitian
Pada penelitian ini, penulis melakukan penelitian pada perusahaan keluarga yang bergerak di bidang pengiriman barang (ekspedisi). Perusahaan berdiri sejak tahun 1982
Obyek Penelitian
Objek penelitiannya adalah manajemen konflik
dalam perencanaan suksesi perusahaan ekspedisi di
Surabaya. Konflik terjadi ketika pimpinan saat ini melakukan perencanaan suksesi dengan menunjuk anak
laki-lakinya menjadi suksesor perusahaan. Penunjukan
ini menimbulkan kecemburuan dari anak perempuan
yang sekaligus anak pertama karena merasa lebih berhak menjadi penerus kepemimpinan perusahaan
Penentuan Informan Penelitian
Penentuan narasumber dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara purposive sampling. Purposive
sampling yaitu sampel dipilih atas dasar fokus penelitian (Moleong, 2012). Penelitian ini difokuskan pada

AGORA Vol. 3, No. 1, (2015)

fenomena konflik yang terjadi di perusahaan keluarga
dengan melihat sumber konflik, dampak konflik, dan
penyelesaian konflik. Oleh karena itu, yang menjadi
sampel adalah pihak-pihak internal perusahaan yang
terlibat dalam konflik. Sampel yang digunakan sebagai
narasumber penelitian ada empat orang yang terdiri
dari:
1. Narasumber pertama adalah pemimpin perusahaan
yang menjadi penengah dan memberikan solusi atas
konflik yang terjadi antar anggota keluarga
2. Narasumber kedua adalah anak laki-laki dari
pemimpin perusahaan yang telah ditunjuk sebagai
suksesor dan terlibat dalam konflik.
3. Narasumber ketiga adalah anak perempuan dari
pemimpin perusahaan yang terlibat konflik dengan
narasumber kedua
4. Narasumber keempat dan kelima adalah dua orang
karyawan perusahaan dengan pertimbangan untuk
mengetahui dampak konflik terhadap karyawan
perusahaan. Karyawan yang dipilih sebagai narasumber adalah karyawan yang menjadi bawahan
dari narasumber kedua (staff keuangan) dan karyawan yang menjadi bawahan narasumber ketiga
(staff bagian operasional) dan total lama bekerja
mereka adalah 5 tahun.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif.
Istijanto (2005) menjelaskan bahwa data kualitatif
bersifat tidak terstruktur dalam arti variasi data yang
diberikan oleh sumbernya sangat beragam. Kebebasan
sumber informasi dalam menyampaikan pendapat
membuat periset mampu memperoleh pemahaman
yang lebih baik atas masalah yang sedang diteliti.
Sedangkan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari:
1. Data primer. Menurut Wibisono (2003) data primer
merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan
interaksi langsung antara peneliti dengan sumber
utama penelitian. Dalam penelitian ini sumber
utama penelitian adalah narasumber yang berasal
dari pihak-pihak internal perusahaan yang terlibat
dalam konflik. Sedangkan interaksi langsung antara
peneliti dengan sumber utama penelitian terjadi
ketika wawancara. Dengan mendapatkan data primer ini diharapkan dapat diketahui fenomena
konflik yang terjadi di perusahaan keluarga dengan
melihat sumber konflik, dampak konflik, dan penyelesaian konflik.
2. Data sekunder. Menurut Wibisono (2003) data
sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak
lain sebelumnya. Data sekunder dapat dijadikan
sebagai data pendukung penelitian. Data sekunder
yang diperoleh dalam penelitian ini berupa dokumen perusahaan yang berisikan tentang struktur organisasi, visi dan misi perusahaan, dan deskripsi
kerja karyawan hal tersebut di perkuat dengan observasi langsung.
Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data
yang digunakan adalah sebagai berikut:

730

1. Wawancara
Wawancara dilakukan secara langsung secara
individual melalui tatap muka dengan narasumber
di mana peneliti terlebih dahulu menyusun pedom
an wawancara berdasarkan definisi konseptual. Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu mengadakan perjanjian dengan pihak naras
umber untuk menentukan waktu yang tepat.
2. Dokumentasi
Data dokumentasi berupa foto-foto hasil observasi
di lapangan.
Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah dengan cara
deskriptif. Seiddel (dalam Moleong, 2012) menyebutkan langkah-langkah analisis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pencatatan data
Peneliti melakukan pencatatan terhadap hasil lapangan maupun wawancara, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya dapat ditelusuri
2. Kategorisasi data
Peneliti mengumpulkan, memilah-milah, dan mengklasifikasikan data sesuai dengan yang dibutuhkan
3. Interpretasi data
Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data
itu mempunyai makna, mencari dan menemukan
pola dan hubungan-hubungan serta membuat temuan-temuan umum.
Uji Keabsahan Data
Penelitian ini juga menggunakan uji keabsahan
data. Uji keabsahan data dalam penelitian ini melalui
triangulasi. ada empat cara dalam melakukan triangulasi. Dari beberapa cara tersebut, penulis menggunakan triangulasi sumber untuk membandingan hasil wawancara dari semua narasumber
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perusahaan berdiri sejak tahun 1982, sedangkan
pimpinan perusahaan saat ini adalah Narasumber
pertama yang merupakan anak kandung dari pendiri
perusahaan dan memegang kepemimpinan sejak tahun
1997. Dengan demikian, kepemimpinan saat ini adalah
kepemimpinan generasi kedua. Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga yang bergerak di bidang
pengiriman barang (ekspedisi)
Seiring dengan berjalannya waktu, arus barang
yang masuk dan keluar dari Surabaya melalui Pelabuhan Tanjung Perak, sehingga sangat banyaknya perusahaan berskala sedang sampai besar yang membutuhkan
jasa angkutan untuk mengangkut barang yang akan
dikirim ke kawasan wilayah Indonesia Timur dan kotakota besar di Pulau Jawa. Perusahaan tergolong jenis
EMAD (Ekspedisi muatan angkutan darat). Sampai
saat ini perusahaan telah memiliki kurang lebih 25-30
unit armada sendiri dan sekitar 15 unit armada gabungan yang berasal dari berbagai mitra kerjasama yang
ingin bergabung dalam perusahaan tersebut. Perusahaan juga telah memiliki beberapa mitra tetap yang
menjadi pelanggan dalam pengiriman barang dalam

AGORA Vol. 3, No. 1, (2015)

partai besar dan rutin, sedangkan dalam mendukung
kegiatan operasional perusahaan terutama dalam pengiriman ke luar pulau, maka perusahaan bekerjasama
dengan maskapai penerbangan dan perusahaan pelayaran
Perusahaan berupaya memberikan pelayanan
terbaik, dengan menghadirkan berbagai produk inovatif
jasa layanan pengiriman barang seperti layanan 24 jam
dan pengurusan dokumen. Pendirian usaha ekspedisi
ini didasari pada sebuah peluang usaha jasa pengiriman
barang yang prospeknya masih sangat menjanjikan.
Terlebih dengan adanya tren dikalangan perusahaanperusahaan besar yang belakangan cenderung menyerahkan kepada pihak lain untuk urusan pengiriman barang hingga penanganan gudang penyimpanan barang.
Visi perusahaan adalah dapat menjadi salah satu
perusahaan jasa angkutan barang yang terbesar dan terpercaya di Indonesia.
Misi perusahaan adalah dapat memberikan jasa
pelayanan angkutan atau pengiriman barang yang cepat
dengan harga yang terjangkau serta jaminan atas barang yang dikirim sampai di tujuan dengan baik.
Pembahasan Sumber Konflik
Sumber konflik merupakan sebab yang mengakibatkan terjadinya konflik. Informasi mengenai sumber
konflik yang terjadi berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan terhadap narasumber pertama (Direktur),
narasumber kedua (manajer operasional dan manajer
SDM), dan narasumber ketiga (manajer keuangan). Sumber konflik akan dilihat berdasarkan komunikasi,
struktur, dan variabel-variabel pribadi
Komunikasi dapat menjadi sumber konflik karena
konotasi kata dapat menimbulkan makna yang berbeda,
namun selama ini pertukaran informasi berjalan dengan
baik. Pertukaran informasi berjalan dengan baik karena
perusahaan memberi kebebasan untuk saling bertukar
informasi seperti misalnya melalui diskusi. Direktur
memberikan kebebasan pada karyawan untuk berinteraksi dengan rekan kerjanya. Karena komunikasi dengan rekan kerja merupakan hal yang penting terutama
untuk koordinasi dan saling bertukar pikiran ketika ada
masalah
Hasil penelitian menunjukkan pertukaran informasi tidak menyebabkan terjadinya konflik, tetapi lebih
kepada penunjukkan narasumber kedua sebagai generasi penerus kepemimpinan di perusahaan. Dengan
demikian, yang menjadi sumber terjadinya konflik dilihat dari komunikasi bukan berasal darigangguan pada
saluran komunikasi atau salah pengertian dalam memahami pesan, namun karena aspek manusia. Aspek manusia yang dimaksud disini adalah ketidakpuasan narasumber ketiga terhadap penunjukan narasumber kedua
sebagai suksesor.
Astrachan dan McMillan (2003) komunikasi yang
baik dalam keluarga dan perusahaan dapat terjadi apabila dapat menghindari kesalahan dalam menafsirakan
pesan. Dalam komunikasi, konotasi katadapat menimbulkan makna berbeda yang berpotensi menimbulkan
konflik.
Narasumber kedua dan narasumber ketiga ketika
berkomunikasi ada kesamaan bahasa yang digunakan

731

yaitu bahasa Indonesia dan mandarin. Dengan demikian, tidak ada perbedaan bahasa sehingga dapat menghindari kesalahan dalam menafsirkan pesan.
Menurut Robbins dan Judge (2008) hambatan
dalam komunikasi juga dapat menjadi sumber konflik.
Hasil penelitian menunjukkan selama ini tidak ada hambatan dalam komunikasi yang menyebabkan terjadinya konflik antara narasumber kedua dan narasumber
ketiga. Hal ini dikarenakan komunikasi yang dilakukan
antara narasumber kedua dan ketiga dilakukan secara
langsung melalui tatap muka sehingga pesan yang disampaikan lebih jelas dan dapat mengurangi kesalahpahaman. Seperti yang dikatakan Astrachan dan McMillan (2003) bahwa komunikasi yang dilakukan secara
langsung kepada orang yang dituju untuk mengurangi
kesalah pahaman.
Konflik disebabkan karena narasumber ketiga
tidak setuju atas penunjukan narasumber kedua sebagai
calon suksesor karena sebagai anak pertama narasumber ketiga menganggap dirinya yang lebih tepat ditunjuk sebagai suksesor. Hal ini menunjukkan ada pertentangan karena ketidakcocokan atas kebijakan pimpinan
perusahaan dalam menunjuk calon suksesor sehingga
menimbulkan konflik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pickering (2005) bahwa persaingan atau pertentangan
antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain dapat menyebabkan terjadinya konflik.
Hasil penelitian menunjukkan spesialisasi pekerjaan tidak menyebabkan terjadinya konflik karena pekerjaan yang dilakukan oleh narasumber kedua dan ketiga sesuai dengan keahlian masing-masing. Narasumber kedua menjabat sebagai manajer operasionaldan SDM, sedangkan narasumber ketiga menjabat
sebagai manajer keuangan. Manajer operasional dan
manajer keuangan merupakan posisi kunci dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan karena berkaitan dengan kelancaran operasional perusahaan dan keuangan.
Merupakan hal yang biasa ketika posisi kunci dalam
perusahaan keluarga dipegang oleh anggota keluarga.
Seperti yang dikatakan oleh Westhead (1997) bahwa
karakteristik perusahaan keluarga salah satunya adalah
posisi kunci yang dipegang keluarga
Dengan demikian, perbedaan pekerjaan atau tugas
bukan menjadi masalah yang menjadi penyebab terjadinya konflik. Hal ini dikarenakan perusahaan telah
mempunyai struktur organisasi dan deskripsi kerja dari
masing-masing bagian sehingga tugas dan tanggung
jawab yang dibebankan kepada narasumber kedua dan
narasumber ketiga sudah jelas. sedangkan dilihat berdasarkan komitmen dalam mensukseskan perusahaan
menunjukkan narasumber kedua dan narasumber ketiga
memiliki tujuan yang sama yaitu berkomitmen untuk
memajukan perusahaan. Hal ini berarti ada kesamaan
tujuan pihak yang berkonflikuntuk mencapai tujuan
organisasi. Oleh karena itu, baik narasumber kedua
maupun narasumber ketiga berusaha memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan.
Konflik juga dapat terjadi karena gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat menyebabkan konflik apabila pemimpin bertindak diskriminatif terhadap
anggota organisasi. Hasil penelitian menunjukkan Direktur dalam memimpin perusahaan berusaha untuk

AGORA Vol. 3, No. 1, (2015)

demokratis dan tidak otoriter. Hal ini dilakukan dengan
cara bersikap terbuka terhadap saran dan kritik dari
bawahan. Selain itu, Direktur dengan senang hati akan
menerima ide atau gagasan dari bawahan untuk kemajuan perusahaan.
Sistem imbalan dapat menciptakan konflik apabila apa yang diterima satu anggota tidak sama dengan
anggota lain yang memiliki beban pekerjaan dan tanggung jawab yang sama besarnya. Menurut Astrachan
dan McMillan (2003) konflik muncul dari cinta dan
kepedulian dari anggota keluarga satu denganyang lainnya. Ketidaksepakatan muncul di dalam berbagai isu
yang seharusnya penting untuk dinegosiasikan seperti
terkiat dengan kompensasi. Penentuan besarnya kompensasi kepada anggota keluarga yang terlibat di perusahaan dapat menimbulkan konflik apabila ada ketidakadilan. Hasil penelitian menunjukkan sistem imbalan yang diberikan kepada narasumber kedua dan narasumber ketiga sama karena berada di tingkatan level
Manajer. Dengan demikian, tidak terjadi perbedaan penerapan sistem imbalan yang dapat menyebabkan
konflik.
Ada perbedaan prinsip mengenai kriteria yang
digunakan dalam memilih calon suksesor kepemimpinan yang akhirnya menjadi sumber konflik. Selain
masalah perbedaan nilai-nilai, konflik dapat ditimbulkan oleh emosi. Emosi merupakan aspek yang dapat
mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Hasil penelitian menunjukkan emosi dari narasumber ketiga yang
tidsak puas atas penunjukan narasumber kedua sebagai
suksesor menyebabkan konflik. Seperti yang dikatakan
oleh Wirawan (2010) bahwa emosi erat hubungannya
dengan konflik. Orang yang emosional akan menilai
segala sesuatu yang dihadapinya berdasarkan persepsinya dan tidak atau kurang memperhatikasn persepsi orang lain
Pembahasan Dampak Konflik
Pickering (2005) menjelaskan konflik memiliki
dampak pada motivasi karyawan. Menurut Irianto
(2005) motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan
atau mendorong seseorang atau kelompok orang untuk
melakukan suatu tindakan. Hasil penelitian menunjukkan konflik tidak berdampak pada penurunan motivasi
kerja karyawan. Konflik tidak berdampak pada motivasi karena dalam merespon konflik yang terjadi, karyawan bersikap membiarkantujuannya dengan sendirinya konflik akan berakhir. Hal ini dikarenakan konflik yang terjadi merupakan masalah keluarga akibat
ketidakpuas atas penunjukan suksesor kepemimpinan
di perusahaan.
Selain motivasi, adanya konflik yang terjadi juga
dimungkinkan berdampak peningkatan inisiatif atau
gagasan-gagasan. Seperti yang dikatakan oleh Wahyudi (2008) bahwa suatu organisasi yang mengalami konflik dalam aktivitasnya memiliki ciri-ciri munculnya
kreativitas, inisiatif, atau gagasan-gagasan baru dalam
mencapai tujuan organisasi. Hal ini dikarenakan dengan adanya konflik akan memunculkan perdebatan dan
pertentangan sehingga ada kreativitas, inisiatif atau
gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi. Hasil penelitian menunjukkan konflik keluarga

732

yang berkaitan dengan penunjukkan calon suksesor
tidak berdampak pada peningkatan kreativitas, inisiatif
atau gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan
organisasi. Hal ini dikarenakan konflik yang terjadi
melibatkan atasan mereka sehingga para karyawan menilai inisiatif atau gagasan-gagasan yang akan diajukan
tidak akan mendapat respon dari atasannya. Dampak
positif konflik yang lain adalah timbulnya ikatan yang
terjadi antar anggota organisasi yang memiliki kesamaan nilai-nilai atau pandangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan tetap bisa saling kerjasama
dengan karyawan lain meskipun terjadi konflik antara
narasumber kedua dan narasumber ketiga.
Selain berdampak positif, konflik yang terjadi juga dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas
karyawan. Hasil penelitian menunjukkan konflik yang
terjadi tidak berdampak pada produktivitas karyawan
karena tetap bekerja secara maksimal dan tidak terpengaruh dengan konflik yang ada.
Hal ini dikarenakan karyawan menyadari apabila
produktivitasnya menurun akan menganggu pelayanannya kepada para pelanggan. Adanya konflik yang terjadi tidak menyebabkan penurunan produktivitas karyawan. Selain itu, tingkat kepercayaan antar karyawan
selama konflik tetap terjaga. Konflik yang terjadi antara narasumber kedua dan narasumber ketiga tidak
menyebabkan penurunan kepercayaan antar karyawan.
Hal ini akan memudahkan karyawan untuk saling bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi.Namun,
konflik yang terjadi berdampak negatif dengan munculnya sekutu-sekutu diantara karyawan. Meskipun
karyawan bersekutu dengan pihak yang berkonflik,
namun keterbukaan dalam memberikan informasi masih terjaga karena karyawan memiliki kebutuhan dan
keinginan informasi untuk mengetahui tugas–tugasnya
dan mengerti seluruh tujuandan strategi perusahaan.
Selain itu, dengan adanya keterbukaan dalam informasi
akan memudahkan karyawan untuk berdiskusi dengan
rekan kerja ketika menghadapi masalah.
Konflik yang terjadi di perusahaan memiliki dampak bagi karyawan dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan. Konflik yang melibatkan narasumber ketiga selaku manajer keuangan telah menyebabkan
kebijakan-kebijakan terkait pemberian uang makan,
uang transport, dan pemberian gaji kepada karyawan
menjadi terganggu. Gaji yang diberikan kepada karyawan setiap tanggal 1 sering mengalami keterlambatan.
Dampak konflik terhadap pengambilan keputusan memang ada karena bagaimanapun juga yang berkonflik
adalah para manajer yang memiliki kewenangan dalam
mengambil suatu kebijakan, sehingga konflik yang
melibatkan para manajer dapat menyebabkan terganggunya pelaksanaan suatu kebijakan
Pembahasan Penyelesaian Konflik
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada keputusan
sementara selama konflik yang terjadi, misalnya dengan mencabut keputusan semula yang menunjuk narasumber kedua sebagai suksesor. Keputusan awal yang
menetapkan narasumber kedua sebagai calon penerus
kepemimpinan di perusahaan masih belum berubah.

AGORA Vol. 3, No. 1, (2015)

Tidak adanya keputusan sementara selama konflik
yang terjadi karena narasumber pertama menganggap
bahwa keputusan untuk mengangkat narasumber kedua
sebagai suksesor kepemimpinan di perusahaan sudah
tepat dengan mempertimbangkan bahwa nama pimpinan perusahaan nantinya masih menggunakan marga
pendiri, sehingga eksistensi marga pendiri dalam mengelola perusahaan masih terjaga dan perusahaan masih identik dengan keluarga pendiri. Oleh karena itu,
narasumber pertama memang tidak menginginkan ada
perubahan keputusan dalam penunjukan calon suksesor
perusahaan.
Robbins dan Judge (2008) mengemukakan bahwa
cara penghindaran dilakukan ketika sebuah isu tidak
begitu penting atau ketika isu-isu yang lebih penting
mendesak untuk ditangani, ketika pengumpulan informasi lebih utama daripada keputusan segera, ketika
orang lain dapat menyelesaikan konflik secara lebih
efektif, dan ketika isu-isu tanpak tidak relevan atau merupakan gejala dari siu yang lain. Hal ini juga dilakukan oleh narasumber pertama bahwa menjaga eksistensi perusahaan ditengah persaingan yang ketat antar
perusahaan ekspedisi lebih penting daripada pikiran
terfokus untuk menyelesaikan konflik. Oleh karena itu,
diharapkan pihak-pihak yang berkonflik sudah dewasa
dan dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri
dengan cara memberi kebebasan kepada pihak yang
berkonflik untuk menyelesaikan masalahnya sendiri
tanpa campur tangan dari narasumber pertama. Hal ini
dikarenakan ada kepercayaan dari narasumber pertama
bahwa narasumber kedua dan narasumber ketiga dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri.
Narasumber pertama yang memberikan kebebasan kepada narasumber kedua dan narasumber ketiga
untuk menyelesaikan konflik menunjukkan tidak ada
keinginan dari narasumber pertama untuk mempersatukan dua pendapat yang berbeda dari pihak yang berkonflik, karena keputusan penunjukan suksesor tidak
dapat berubah sehingga tidak ada keinginan untuk memberi kesempatan kepada Narasumber ketiga sebagai
suksesor
Hasil penelitian menunjukkan narasumber pertama berusaha mencari titik temu terhadap konflik yang
terjadi. Hal ini dilakukan oleh narasumber pertama dengan cara tetap menempatkan narasumber ketiga sebagai manajer keuangan, namun memiliki kewenangan
lebih besar seperti kebebasan untuk memberi saran
tentang strategi-strategi perusahaan serta kebijakan yang akan diambil perusahaan. Selain itu, ketika narasumber ketiga dapat mewakili Direktur untuk bertemu
dengan klien-klien dan mitra perusahaan. Titik temu
untuk menyelesaikan konflik diperlukan karena konflik
dapat mendatangkan kerugian bagi organisasi. Seperti
yang dikatakan Hardjana (2006) bahwa konflik dapat
mendatangkan kerugian, karena itu konflik jangan diberi keleluasaan untuk berkembang dan mewabah tetapi perlu dikendalikan dan diselesaikan.
Kompromi yang dilakukan oleh narasumber pertama sebagai upaya untuk menghindarkan dari tuduhan
pilih kasih dalam penanganan konflik. Menurut Liliweri (2005) penyelesaian konflik dengan cara kompromi adalah menggunakan strategi mengurangi hara-

733

pan, tawar menawar, memberi dan menerima, serta memecahkan perbedaan. Narasumber pertama tidak ingin
dipandang terlalu berpihak kepada narasumber kedua
dalam konflik, karena itu perlu diambil jalan kompromi
dengan manambah kewenangan yang dimiliki oleh narasumber ketiga tanpa harus merubah keputusan awal
yang menunjuk narasumber kedua sebagaiu calon suksesor perusahaan.
Kompromi yang dilakukan oleh narasumber pertama menunjukkan bahwa tidak ada sifat otoriter dalam
menyelesaikan konflik. Hasil penelitian menunjukkan
narasumber pertama yang merupakan pemimpin perusahaan menginginkan semua pihak untuk mematuhi
keputusannya. Namun demikian, narasumber pertama
berusaha tidak otoriter dalam menyelesaikan konflik
dan berusaha untuk melakukan titik temu dengan cara
menambah kewenangan yang lebih besar kepada manajer keuangan untuk menjadi wakil Direktur
Pembahasan Keseluruhan
Perencanaan suksesi dengan menunjuk anak ketiga Narasumber kedua sebagai suksesor menimbulkan
ketidak nyamanan dari anak pertama yang bernama
Narasumber ketiga. Hal ini dikarenakan dalam penentuan suksesor, Narasumber pertama mengabaikan keberadaan anak perempuan. Pertimbangan yang digunakan
adalah apabila perusahaan dikelola oleh Narasumber
ketiga maka marga pendiri tidak mungkin terpakai karena dalam budaya keluarga pendiri anak perempuan
apabila telah menikah akan mengikuti keluarga suami,
Oleh karena itu, Narasumber pertama lebih memilih
putra satu-satu nya menjadi penerus perusahaan. Fakta
tersebut, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wang (2010) yang menunjukkan suksesi bisnis keluarga adalah proses di mana laki-laki mendominasi
dalam arti bahwa secara umum mengabaikan keberadaan anak perempuan. Hambatan yang menghambat suksesi anak perempuan dalam bisnis keluarga adalah faktor sosial/budaya dalam tingkat mikro (individu dan
keluarga). Ketidaknyamanan dari anak pertama yang
yang merupakan Narasumber ketiga atas penunjukan
Narasumber kedua sebagai suksesor menyebabkan terjadinya konflik. Hasil penelitian menunjukkan penyebab konflik bukan disebabkan karena faktor komunikasi dan struktur emosi, namun lebih banyak disebabkan
karena variabel-variabel pribadi seperti emosi. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Filser et al.,
(2013) yang menunjukkan persaingan antar saudara dapat menyebabkan sulitnya menentukan siapa yang
menjadi generasi penerus. Hal ini dikarenakan suksesi
perusahaan keluarga berhubungan dengan berbagai
potensi konflik psikologis yang harus dipertimbangkan
seperti emosi. Emosi dan konflik tidak boleh diabaikan
ketika mempertimbangkan proses suksesi.
Konflik yang terjadi antara Narasumber kedua
dan Narasumber ketiga tidak berdampak positif bagi
karyawan, namun justru berdampak negatif karena proses pengambilan keputusan tertunda. Konflik memiliki
dampak bagi karyawan dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan. Selain it