Makalah Perpektif Tentang Perilaku Kepem

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bagi para manajer yang efektif, perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi dengan
mengorbankan perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih
penuh perhatian, mendukung dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang
berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif meliputi memperhatikan kepercayaan dan rasa
percaya, bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalah bawahan, membantu
mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi informasi kepada
bawahan, memperhatikan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan memberiak pengakuan
atas kontribusi dan keberhasilan bawahan.
Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan melakukan
eksperimen dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan melatih para pemipin untuk
meggunakan perilaku tertentu
Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis
didefenisikan berdasar istilah yang menghubungkan perilaku tersebut dengan persyaratan
spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin yang dipelajari. Mendefenisikan kategori perilaku
yang tingkat kekhususan ini memudahkan tujuan, seperti pengembangan alat penilaian kinerja
atau penentuan kebutuhan akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori tersebut
antar studi terhadap berbagai jenis pemimpin.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENELITIAN KEPEMIMPINAN DI OHIO STATE UNIVERSITY
Kuesioner penelitian tentang kepemimpinan yang efektif di pengaruhi oleh penelitian
awal Ohio State University. Selama tahun 1950-an, tugas awal para peneliti adalah
mengidentifikasikan kategori-kategori perilaku kepemimpinan yang relevan dan
mengembangkan kuesioner yang menjelaskan perilaku ini. Para peneliti telah menyusun daftar
dari sekitar 1.800 contoh perilaku kepemimpinan, kemudian mengurangi daftar tersebut sehingga
150 hal yang kelihatan menjadi contoh yang baik mengenai fungsi kepemimpinan yang penting.
Kuesioner awal yang terdiri dari hal-hal ini digunakan dengan sampel personalia militer dan sipil
untuk menjelaskan perilaku para penyelia mereka (Fleihsman, 1953 & Winer, 1957; Hemphil &
Coons, 1957)
a.

Kategori perilaku kepemimpinan
Analisis faktor terhadap respons-respons kuesioner menunjukan bahwa para bawahan
memandang perilaku penyelia mereka terutama berdasarkan dua kategori yang terdefinisi
secara luas, yang satu hubungan dengan tujuan tugas yang lainnya berhubungan dengan

hubungan antar peribadi.

1. Pertimbangan. Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan mendukung,
memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan mereka.
Contohnya meliputi melakukan kebaikan kepada bawahan, meluangkan waktu untuk
mendengarkan permasalahn bawahan, medukung atau berjuang bagi bawahan, berkonsultasi
dengan bawahan mengenai hal penting sebelum dilaksanakan, bersedia menerima saran dari
bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya.
2. Struktur memprakarsai (initiating structure). Pemimpin menentukan dan membuat strukutur
perannya sendiri dan peran para bawahan ke arah pencapaian tujuan formal. Contohnya
meliputi, mengkritik pekerjaan yang buruk, menekankan pentingnya memenuhi tenggat
waktu, menugaskan bawahan, mempertahnkan standar kinerja tertentu, meminta bawahan
untuk mengikuti prosedur standar, dan menawarkan pendekatan pendekatan baru terhadap
masalah, dan mengkoordinasikan aktivitas para bawahan yang berbeda-beda.
b. Kuesioner deskripsi perilaku

Berdasarkan hasil studi-studi awal, dua buah kuesioner yang direvisi dan dipersingkat
telah dibuat untuk mengukur pertimbangan dan struktur memperkarsai : Leader
Behaviour Description Quesionnaire (LBDQ) dan Supervisory Behaviour Description
(SBD atau SBDQ). Walaupun kedua kuesioner ini sering di perlakukan sama, isi skala
perilaku bagi kedua versi kuesioner tersebut tidaklah sama (Schriesheim & stogill 1975),
kuesioner ketiga, yang disebut “Leader Openion Quesionnare” (LOQ), oleh beberapa

peneliti telah di anggap sebagai ukuran mengenai perilaku, namun ia lebih cocok untuk
dipandang sebagai ukuran tentang sikap daripada perilaku.
 STUDI-STUDI KEPEMIMPINAN DARI MICHIGAN
Proses penelitian utama kedua mengenai perialaku kepemimpinan telah dilakukan oleh para
peneliti dari University of Michigan pada waktu yang kira-kira sama dengan studi
kepemimpinan dari Ohio State University. Fokus penelitian Michigan adalah identifikasi
hubungan di antara perilaku pemimpin, proses kelompok, dan ukuran mengenai kinerja
kelompok. Penelitian awal adalah sejumlah studi lapangan dengan berbagai macam pemimpin,
termasuk para manajer bagian dalam sebuah perusahaan asuransi (Katz, Maccoby dan
Morse1950), para penyelia di dalam sebuah perusahaan pabrikasi yang besar (Katz dan Kahn
1952), dan para penyelia dari kelompok bagian kereta api (Katz, Maccoby, Gurin dan Floor
1951), informasi tentang perilaku manajerialdi kumpulkan dengan cara wawancara dan
kuesioner. Ukuran ojektif mengenai produktifitaskelompok di gunakan untuk menggolongkan
para menejer sebagai relatif efektif atau tidak efktif. Perbandingan anatara para manajer, yang
efektif dan tidak efktif telah mengungkapkan beberapa perbedaan yang menarik dalam perilaku
manajerial, yang diringkaskan oleh Likert (1961-1967).
a. Perilaku kepemimpinan efektif
Penelitian menemukan bahwa tiga jenis perilaku kepemimpinan dapat dibedakan antara
para manajer yang efektif dan manajer tidak efektif. Setiap jenis perilaku dijelaskan
secara singkat.

1. Perilaku yang berorientasi tugas. Para manajer yang efektif tidak mengguanakan
waktu dan usahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti para
bawahannya. Sebaliknya para manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada
fungsi-fungsi yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan menagatur

pekerjaan, mengkoordinasikan kegiatan para bawahan, dan menyediakan
keperluan, peralatan dan bantuan teknis yang dibutuhkan.
2. Perilaku yang berorientasi hubungan. Bagi para manajer yang efektif, perilaku
yang berorientasi tugas tidak terjadi dengan mengorbankan perhatian terhadap
hubungan antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih penuh perhatian,
mendukung dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi
dengan kepemimpinan yang efektif meliputi memperhatikan kepercayaan dan rasa
percaya, bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalah
bawahan, membantu mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka,
selalu memberi informasi kepada bawahan, memperhatikan apresiasi terhadap
ide-ide para bawahan, dan memberiak pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan
bawahan.
3. Kepemimpinan partisipatif. Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak
supervisi kelompok daripada mengendalikan setiap bawahan sendiri-sendiri.
Pertemuan kelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan

keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerja sama, dan memudahkan
pemecahan konflik. Peran manajer dalam pertemuan kelompok yang utama
adalah harus memandu diskusi dan membuatnya mendukung konstruktif, dan
berorientasi pada pemecahan masalah.
b. Kepemimpinan rekan sejawat
Bower dan Seashore (1966) memperluas penelitian tentang perilaku kepemimpinan
dengan berpendapat bahwa kebanyakan fungsi kepemimpinan dapat dilakukan oleh orang
lain selain pemimpin kelompok yang telah ditunjuk. Menurut Bowers dan Seashore (1966
hal 249) terdapat pikiran sehat dan juga alasan teoritis untuk meyakini bahwa seorang
pemimpin yang diakui secara ormal melalui perialaku kepemimpinan penyelianya
tersebut menentukan pola kepemimpinan bersama yang diberikan oleh masing-masing
bawahan.
Bowers dan Seashore adalah peneliti pertama yang menyusun kuesioner untuk
mejelaskan kepemimpinan rekan sejawat dan juga perilaku kepemimpinan oleh manajer. Survey
organization (Taylor dan Bowers 1972) yang telah digunakan secara luas dalam organisasi oleh
para peneliti di University of Michigan, mempunyai skala yang mengukur dua perilaku yang
berorientasi pada tugas (penekanan dan sasaran pemberian fasilitas kerja).

 KETERBATASAN DARI PENELITIAN SURVEI
Penelitian yang menggunakan kuesioner sejauh ini menggunakan metode umum yang

digunakan untuk mempelajari hubungan antara perilaku kepemmpinan yang bersifat
mendasarinya (misalnya, ciri-ciri kepemimpinan, sikap) atau hasil dari perilaku ini (misalnya,
kepuasan dan kinerja bawahan). Namun, sering sulit diterjemahkan makna dari hasil studi survei
ini. Dua sumber kesalahan meliputi keterbatasana kuesioner dan permasalahan dalam
menentukan hubungan sebab akibat (causality).
1. Bias dalam Kuesioner Deskripsi Perilaku
Kuesioner deskripsi perilaku rentan terhadap beberapa jenis bias dan kesalaan (Luthans
dan Lockwood,1984; Schriesheim dan Kerr 1977; Uleman, 1991). Sebuah sumber
kesalah adalah penggunaan hah-hal ambigu (samar-samar).yang dapat diterjemahkan
dalam beberapa cara berbeda oleh beberapa responden berbeda. Kebanyakan kuesioner
kepemimpinan memiliki format respon tetap yang meminta responden memikirkan
kembali selama periode beberapa bulan atau tahun dan menunjukan beberapa sering atau
berapa banyak seorang pemimpin menggunakan perilaku yang dijelaskan dalam item
tertentu.
Sumber kesalah lain item-item kuesioner adalah bias respons. Misalnya beberapa
responden menjawab setiap item dengan cara hampir sama meskipun terdapat perbedaan
nyata dalam perilaku pemimpin itu, karena responden menyukai (atau tidak menyukai)
pemimpin tersebut (Schriesheim, Kinicki dan Schriesheim, 1979).
2. Menerjemahkan hubungan sebab akibat dalam studi survey
Sebagian besar penelitian mengenai dampak perilaku kepemimpinan telah mengukur

perilaku dengan kuesioner yang diisi oleh para bawahan, dan nilai-nilai perilaku yang
dihasilkan telah dokorelasikan dengan ukuran kriteria yang diperoleh pada titik waktu
yang sama.
 PENELITIAN PERILAKU TUGAS DAN HUBUNGAN MELALUI EKSPERIMEN
Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan melakukan
eksperimen dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan melatih para pemipin untuk
meggunakan perilaku tertentu. Beberapa eksperimen telah dilakukan dalam suasana laboratorium
kepada para mahasiswa universitas (Day, 1971; Day dan Hamblin, 1964; Farris dan Lim, 1969;
Herold, 1977; Lowin dan Craig, 1968; Misumi dan Shirakashi, 1966; Sims dan Manz

1984).penelitian ini memperlihatkan bahwa hubungan sebab akibat beroperasi dalam dua arah,
mdengan perilaku kehasil, dan sebaliknya.
Keterbatasan dan kebanyakan eksperimen laboratorium mengenai kepemimpinan adalah
bahwa eksperimen itu sangant tidak realistis, sehingga sulit menggeneralisasi hasilnya kepara
karyawan dalam organisasi sebenarnya. Dalam usaha untuk menanggulangi keterbatasan
tersebut, dua buah studi telah dilakukan dengan memperkerjakan para mahasiswa untuk
sementara waktu, bekerja paruh waktu, untuk seorang penyelia yang sebenarnya adalah salah
satu peneliti.
Eksperimen lapangan sulit dilakukan pada organisasi yang sebenarnya dan hanya sedikit dari
eksperimen itu digunakan untuk meneliti dampak dari perilaku kepemimpinan. Dalam

eksperimen lapangan ini, perialku telah dimanupulasi dengan program latihan. Dalam studi
selama 18 bulan terhadap para manajer sebuah pabrik saja, para manajer yang menerima
pelatihan menghsilkan pertimbangan lebih yang banyak dan memerima peringkat kerja
yanglebih tinggi dibanding para Manajer pada kelompok kendali (hand & slocum, 1972).
Hasilnya tidak pasti untuk perilaku yang berorientasi pada tugas. Pada studi mengenai para
penyelia sebuah rumah sakit, pelatihan meningkatkan perilaku pertimbangan dan menghasilkan
kepuasan dan kehadiran lebih tinggi, diukur dua bulan setelah pelatihan (wexley & Nemeroff,
1975). Dalam studi terhadap para penyelia lini pertama, pelatihan meningkatkan penggunaan
beberapa perilaku yang berorientasi pada hubungan (misalnya, mendengarkan secara aktif,
memberi pujian), dan terdapat peningkatan signifikan atas peringkat kinerja yang dibuat satu
tahun setelah pelatihan oleh atasan dari masing-masing penyelia (latham & Saari, 1979). Pada
studi terhadap penyelia, pelatihan hubungan antar manusia menghasilkan lebih banyak
penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi pada hubungan (misalnya mendengarkan secara
aktif, memberi pujian, konsultasi) dan peningkatan signifikan sebanyak 17 persen atas
produktivitas kerja (produksi per jam) terjadi pada enam bulan setelah pelatihan diselesaikan
(Porras &Anderson, 1981). Akhirnya, pada studi terhadap para penyelia produksi di sebuah parik
mebel, produktivitas meningkata (untuk enam bulan hingga 2 tahun setelah pelatuhan) pada tiga
dari empat departemen di mana para penyelianya dilatih untuk menggunakan lebih banyak pujian
kepada para bawahannya (Wikoff, Anderson & Crowell, 1983).


Ringkasnya, penelitian eksperimental dalam laboraturium dan suasana lapangan
menemukan bahwa peningkatan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan
biasanya menghasilkan kepuasan dan produktivitas yang lebih tinggi pada para bawahan.
Perilaku yang berorientasi pada tugas tidak dimanipulasi pada banyak studi eksperimental, dan
jika dimanupulasi hasilnya campur aduk dan tidak bisa disimpulkan.
2.2

PENELITIAN PERILAKU MENGGUNAKAN PERISTIWA KRITIS
Dalam kebanyakan studi tentang peristiwa kritis, peristiwa tersebut dikelompokan

bersama atas dasar isi perilaku yang sama, oleh para peneliti atau oleh panel atasa responden.
Kategori perilaku yang dihasilkan berbeda besar dari satu studi dengan studi lainya. Pembeda
tersebut sebagian disebabkan oleh keragaman pemimpin yang telah dipelajari, termasuk
misalnya penyelia produksi (Gellerman, 1976; Heizer, 1972), para menejer toko kelontong
(Anderson &Nilson, 1964) serta para menejer departemen pada toko-toko enceran (Campell,
Dunette, Arvey & Hellervik, 1973), dan para penyelia karyawan perkayuan (Latham & Wexley,
1977)perbedaan kategori perilaku juga disebabkan oleh sifat proses klaifikasi yang sembarang
(arbitrary) dan subyektif. Meski demikian, penilaian yang mendalam atas hasil-hassil studi itu
memperlihatkan bahwa adanya tinggkat kesamaan diantara studi terseut. Jenis perilaku
pemimpin berikut ini ada dalam seagian besar studi :

1. Merencanakan, mengkoordinasikan operasi
2. Mengawasi bawahan (mengarahkan, memberi instrukssi, memantau kinerja)
3. Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para bawahan
4. Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para atasan, rekan
sejawat, dan pihak luar.
5. Menerima tanggung jawab untuk mengawasi kebijakan organisatoriss, melaksanakan
tugas yang sibutuhkan, dan membuat keputusan yang diperlukan.
 Keterbatasan Penelitian Peristiwa Kritis
Metode peristiwa kritis mempunyai sejumlah keterbatasan. Metode ini mengasumsikan
bahwa sebagian esar responden mengetahui perilaku apa yang penting dan relevean bagi
efektifitas pemimpin, dan mengasumsikan bahwa perilaku tertentu itu penting jika sering muncul
pada peristiwa yang dilaporkan oleh banyak orang. Namun para responden terseut dapat bias
persepsi mereka tentang apa yang efektif, dan para responden dapat cenderung mengingat dan

melaporkan peristiwa yang konsisten dengan stereotipe mereka atau dengan teori implisit tentang
pemimpin yang efektif. Para peneliti jarang sekali melakukan tindakan lanjut atas studi peristiwa
kritis dengan penelitian tambahan untuk memverifikasi bahwa perilaku terseebut mampu
menbedakan antara para pemimpin yang efektif dan tidak efektif yang yang dipilih berdasarka
kriteria yang bebas, misalnya kinerja kelomppok. Pendekatan tindak lanjut tersebut telah
digunakan dengan sukses pada sebuah studi yang dilakukan oleh Latham dan Wexley (1977)

terhadap penyelia dari para pekerja dalam usaha perkayuan.
Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis
didefenisikan berdasar istilah yang menghubungkan perilaku tersebut dengan persyaratan
spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin yang dipelajari. Mendefenisikan kategori perilaku
yang tingkat kekhususan ini memudahkan tujuan, seperti pengembangan alat penilaian kinerja
atau penentuan kebutuhan akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori tersebut
antar studi terhadap berbagai jenis pemimpin. Keterbatasan tersebut dapat ditanggulangi dengan
melakukan kodifikasi peristiwa tersebut dalam kategori perilaku yang ditentukan lebih dulu yang
dapat diunkan secara luas, seperti yang telah dilakukan oleh Yukl dan Fleet (1982). Penggunaan
kategori perilaku yang spesifik dan ssituasional dan yang lebih generik memmungkinkan untuk
digunakan pada penelitian peristiwa kritis untuk mencapai beragam tujuan.
 PENELITIAN TERHADAP PEMIMPIN YANG HIGH-HIGH
Dalam sebagian besar studi atas perilaku kepemimpinan, para peneliti telah
menggunakan ukuran dan analisis yang mengasumsikan model aditif. Para peneliti ayng
dilakukan di negara-negara barat, hasil model aditif tidak bisa disimpulkan. Perilaku tugas dan
hubungan cenderung terkorelasi secra positif dengan kinerja bawahan, tetapi kolrelasi itu
biasanya lemah (Fisher & Edwards, 1988). Hanya sedeikit studi yang benar-benar telah menguji
interaksi antara perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang terorientasi pada orang, dan
hasilnya tidak konsisten (misalnya, Evans, 1970; Fleishmen & Harris, 1962; Larson, Hunt &
Osborn, 1976). Dalam survei dan studi quasi ekserimental telah memberikan dukunag yang
lebih konsisten (Misumi, 1985), tetapi model multi plikatif tidak diuji.
Sebagian rangkuman, penelitian survei hanya memberikan dukungan terbatas bagi usulan
universal bahwa para pemimpin tinggi-tinggi adalah lebih efektif. Sebaliknya, penelitian

deskriptif dari peristiwa kritis dan wawancara sangat menyarankan agar para pemimpin yang
efektif itu memandu dan memudahkan pekerjaan untuk mencapai tujuan tugas sambil
memelihara hubungan koopreatif dan kerja tim.
 EVALUASI DARI PENELITIAN MENGENAI MODEL
Penelitian survei atas konsekuensin dari perilaku pemimpin tidak memberikan ujian yang
memadai mengenai model tinggi-tinggi. Beberapa studi telah secara langsung menyelidiki
apakah kedua jenis perilaku pemimpin itu berinteraksi dalam cara yang saling memudahkan.
Bahkan jika sebagian besar studi telah menyimpulkan analisis demikian, terdapat beberapa
keraguan bahwa kuesioner yang digunakan dalam kebanyakan studdi menjadi dasra yang
memadai untuk mengevaluasi teori itu. Studi survei tidak mempertimbangakan kemungkinan
bahwa para pemimpin yang efektif menggunakan sebentuk perilaku yang berorientasi tuagas
maupun hubungan (Blake & Mouton, 1982;Sashkin & Fulmer,1988; Yukl, 1989). menurut Blake
& mouton, pemimpin efektif bukanlah seseorang yang secara simultan memperlihatkan dua jenis
perilaku yang berbeda, atau seseorang yang berganti-ganti perilaku, tetapi lebih sebagai
seseorang yang memilih bentuk perilaku tertentu yang secara simultan mencerminkan perhatian
baik terhadap tugas maupun orang.
Sebuah contoh akan membantu memperjelas perbedaan ini. Pemimpin yang tinggi-tinggi
(high-high) mendorong para bawahan untuk menetapkan sasaran yang menantang tetapi realistis
mengenai kualitas produk yang luarbiasa bagusnya dan berkonsultasi dengan mereka tentang
cara-cara untuk meningkatkan kualitas. Pemimpin yang tinggi tugas dan rendah hubungan
menetapkan sasaran kualitas yang sulit dan menekan para bawahan utuk meningkatkan kualitas.
Pemimpin yang rendah tugass dan tinggi hubungan mengabaikan masalah kualitas tetapi
perhatian terhadap bawahan dan berkonsultasi dengan mereka tentang cara-cara membuat
lingkungan kerja menjadi lebih menyenangkan. Pemimpin yang renda-rendah mengabaikan
masalh kualitas dan tidak acuh terhadap kebutuhan dan pilihan para bawahan.
Interdependensi biasa menjadi amat kompleks dan tidak selalu mungkin untuk
sebelumnya mengintegrasikan perhatian terhadap tugas dan orang. Pilihan yang sulit harus di
lakukan jika serangkaian tindakan memilimiki konsekuensi positif dan negatif. Sebagai contoh,
terkadang tindak mungkin mencapai tujuan tugas kecuali orang diminta untuk membeuat

pengorbanan, meninggalkan tunjangan pribadi, da memderita kesulitan berat yang tidak akan
mereka sukai. Lebih kagi, kebanyakan jenis perilaku memiliki hasil yang makin berkurang, dan
tingkat optimalnya cara merupakan jumlah maksimum dari setiap perilaku. Sebagai contoh,
biasanya menguntungkan bagi pemimpin bila memperjelas persyaratan peran para bawahan,
tetapi pengarahan (“mikromanaging”) yang berlebihan menyebabkan penolakan, menghalangi
inisiatif, dan merendahkan motivasi intrinssik. Biasanya menguntungkan bagi pemimpin jika
memberikan dukungan dan dorongan kepada para bawahan, tetapi sejumlah besar perilaku
mendukung (“menjadi terlalu melindungi”) yang berlebihan mendorong ketergantungan,
membatasi perkembangan, dan pada akhirnya dapat menyebabkan penolakan. Model tersebut
dan sebagian besar penelitian mengenai hal tersebut tidak mengakui kebutuhan untuk
menyeimbangkan nilai-nilai yang saling bersaing dan tidak menemukan setingkat perilaku yang
optimal.
 REKONSILASI PENDEKATAN UNIVERSAL dan SITUASIONAL
Cara perilaku pemimpin dikonseptualisasikan dan diukur juga mempunyai implikasi
terhadap kontroversi mengenai model universal situasional tentang efektifitas kepemimpinan.
Model universal mendalilkan bahwa atribut kepemimpinan tertentu adalah optimal dalam semua
situasi, sedangkan model situasional menyebutkan atribut berbeda berlaku dalam situasi berbeda.
Saat Blake n Mouton (1982) menekankan pada aspek kualitatif yang membedakan perilaku
tinggi-tinggi dari kombinasi lainnya, mereka dengan jelas mengakui perlunya para pemimpin
memilih bentuk perilaku yang spesifik yang cocok bagi waktu atau situasi tertentu. Para manajer
yang efektif mempunyai perhatian tinggi baik terhadap tugas maupun orang, namun cara
perhatian tersebut diterjemahkan menjadi perilaku berfariasi menurut situasi dan dari satu
bawahan dengan bawahan lainnya. Jadi, sebuah teori kepemimpinan mungkin saja memiliki
kedua aspek universal dan situasioanal. Bentuk universal dari teori mereka adalah orientasi nilai
yang digunakan oleh manajer yang tinggi-tingi untuk memilih perilaku yang cocok, bukan pola
tertentu dari perilaku tinggi-tinggi yang diterapkan secara otomatis pada semua situasi. Aspek
situasional dari teori mereka adalah pemikiran bahwa perilaku tersebut harus relevan dengan
situasi agar dapat menjadi efektif. Namun Blake & Mouton sebenarnya tidak pernah
mengembanngkan usulan yang spesifik mengenai perilaku yang cocok bagi situasi yang berbeda.
2.3

TASKONOMI PERILAKU KEPEMIMPINAN

Sebuah masalah besar dalam penelitian mengenai kandungan dari perilaku
kepemimpinan adalah identifikasi kategori perilaku yang relevan dan berarti bagi semua
pemimpin. Dalam penelitian atas aktivitas manajerial dalm bab 2, kita melihat bahwa setiap studi
menghasilkan sekempulan kategori perilaku yang agak berbeda yang menyulitkan untuk
membandingkan dan mengintegrasikan hail lintas studi. Kondisi yang sama juga terjadi pada
penelitian deskriptif yang ditinjau dalam bab ini. Konsekuensinya empat dekade terakhir ini telah
menyaksikan timbulnya berbagai konsep perilaku yang membingungkan menyangkut para
manajer dan pemimpin (lihat Bass,1990; Fleishman et al.,1991). Terkadang digunakan istilah
berbeda untuk menunjukan ke jenis perillaku yang sama. Pada saat lainnya, istilah yang sama
tersebut telah didefenisikan secara berbeda oleh eragai ahli teori. Apa yang diperlakukan sebagai
kategori perilaku yang umum oleh seorang ahli teori, dipandang sebagai dua atau tiga kategori
berbeda oleh ahli teori lainnya. Taksonomi yang berbeda telah timbuldari disiplin penelitian yang
berbeda, dan sulit sekali untuk menerjemahkan sejumlah koinsep ke konssep lainnya.
2.4

PERILAKU HUBUNGHAN KHUSUS
Bagian ini menjelaskan tiga jenis khusus perilaku yang berorientasi hubungan yang

sangat relevan bagi kepemimpinan efektif. Perilaku itu meliputi:
1.

Memberikan Dukungan
Memberikan dukungan meliputi beragam luas perilaku yang memperlihatkan
pertimbangna, penerimaan, dan perhatian akan kebutuan dan perasaan orang-orang lain.
Memberi dukungan merupakan komponen inti dari pertimbangan, seperti yang
didefenisikan oleh Fleishman (1953) dan Stogdill (1974), dan ini juga merupakan
komponen inti dari kepemimpinan supertif, sepeti yang didefinisikan oleh Bowers dan

Seashor (1966) dan Hause dan Mitchell (1974).
2. Mengembangkan
Mengembangkan meliputi beberapa praktek manjerial yang digunakan untuk
meningkatkan ketrampilan seseorang dan memudahkan penyesuaian pekerjaan dan
kemajuan karier. Perilaku konsumen melakukan pelatihan (coaching), memberikan
nasehat (mentoring), dan konseling karier.
3. Memberikan pengakuan
Memberikan pengakuan melibatkan memberikan pujian dan memperlihatkan apresiasi
kepada orang lain atas kinerja yang efektif. Keberhasilan yang signifikan, kontribusi yang

penting bagi organisasi. Walaupun paling umum memberikan pengakuan sebagai sesuatu
yang diberikan oleh manajer kepada bawahan, praktik manajerial ini juga digunakan
terhadap rekan sejawat, atasan dan orang-orang diluar unit kerja. Tujuan utama
pengakuan, khususnya saat digunakan kepada bawahan adalah untuk memperkuat
perilaku yang diinginkan dan komitmen kepada tugas. Bentuk utama pengakuan yaitu :
 Pujian
Pujian terdiri dari komentar lisan,ekspresi,atau bahasa tubuh yang mengakui keberhasilan
dan konstribusi seseorang. Ini merupakan bentuk pengakuan yang paling mudah
digunakan. Kebanyakan pujian diberikan secara pribadi, tetapi dapat digunakan dalam
acara ritual atau upacara public.
 Penghargaan
Penghargaan meliputi hal-hal seperti sertifikat keberhasilan,surat penghargaan, plakat,
tropi, medali, atau pita penghargaan. Memberikan penghargaan formal merupakan
tindakan simbolis yang menyampaikan nilaidan prioritas manajer kepada orang-orang
dalam organisasi. Jadi adalah agar penghargaan didasarkan pada kriteria bukannya sifat
pilih kasih atau penilaian sembarangan. Penghargaan yang sangat terlihatmemungkinkan
orang lain untukikutsertadalam proses mengharga isi menerima dan memperlihatkan
apresiasi bagi konstribusinya organisasi.
 Upacara Pengakuan
Upacara pengakuan memastikan bahwa keberhasilan seseorang diakui bukan hanya oleh
manajer tetapi anggota organisasi itu. Upacara pengakuan dapat digunakan untuk
merayakan keberhasilan unit kerja atau tim serta keberhasilan seseorang . kebiasaan atau
upacara khusus untuk menghormati karyawan atau tim tertentu dapat memiliki nilai
simbois yang kuat saat dihadiri oleh manajemen puncak, karena merekam emperlihatkan
perhatian mereka atas apek perilaku atau kinerja yang diberikan pengakuan.
Selama 50 tahun terakhir, penelitian mengenai hubungan antara perilaku dan efektivitas
kepemimpianan telah didominasi oleh perspektif tingkat mikro da focus atas proses
dyadic. Penelitian awal sebagian besar mengabaikan cara para pemimpin mempengaruhi orang
dengan menarik nilai-nilai ideology, membantu menerjemahkan makna peristiwa, dan
memudahkan adaptasi dan perubahan lingkungan yang bergolak. Aspek-aspek kepemimpinan
tersebut saa ini ditekankan pada teori kepemimpinan transformasional, karismatik,
danberorientasi pada perubahan.

Taksonomi perilaku merupakan bantuan deskriptif yang dapat membantu kita
menganalisis peristiwa rumit dan memberikan pengertian yang lebih baik mengenai hal tersebut.
Namun ,sangat penting untuk diingat bahwa semua taksonomi perilaku adalah sembarangan
(arbitary), dan tidak mempunyai keabsahan dalam arti kata absolut. Sayangnya, telah terlalu
banyak keasyikan dalam mendapatkan dan menggunakan kategori perilaku yang “benar” dalam
banyak studi lapanagan mengenai perilaku manajerial, hanya sedikit perilaku yang “benar” yang
diukur, yang mengakibatkan banyaknya peluang yang dilewatkan untuk mengumpulkan
informasi yang kaya dan bersifat deskriptif mengenai pola umum perilaku kepemimpinan. Baik
pada penelitian koesioner maupun observasi ,sangatlah penting untuk bertindak fleksibel
terhadap konsepsi perilaku yang digunakan untuk menganalisis pola-pola perilaku
kepemimpinan, bukannya mengansumsikan bahwa kita telah mengetahui lebih dulu konsep siapa
yang paling berguna.
Berapa taksonomi telah diuasulkan untuk menjelaskan jenis perilaku yang
khusus.Perbedaan anta taksonomi dapat dijelaskan sebagi sebuah hasil dari perbedaan dalam
tujuan.,tingkat abstraksi, dan metode pengembangan. Namun, perbedaan dalam label kategori
cenderung untuk mengaburkan sejumlah pemusatan pandangan dalam kandungan prilaku.
Perencanaan ,melakukan penjelasan dan pengawasan merupakan perilaku penting yang
berorientasi tugas yang secara bersama-sama mempengaruhi kinerja bawahan. Perencanaan
melibatkan membuat keputusan tentang tujuan, prioritas, strategi, alokasi sumber daya,
pemberian tanggung jaawab, pembuatan jadwal aktivitas, dan alokasi waktu manajer itu sendiri.
Membuat penjelasan meliputi memberikan tugas, menjelaskan tanggung jawab pekerjaan,
menjelaskan peraturan dan prosedur, mengkomunikasikan prioritas, menetapkan sasaran kinerja
khusus dan tenggat waku, dan memberikan instruksi tentang bagaimana melakukan sebuah
pekerjaan. Pengawasan melibatkan mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi
operasi dari unit kerja dan kinerja dari masing-masing bawahan.
Memberikan dukungan, mengembangkan dan memberikan pengakuan merupakan
perilaku penting yang berorientasi pada hubungan. Memberikan dukungan meliputiki saran luas
prilaku dimana seorang manaje rmemperlihatkan pertimbangan, penerimaan, dan perhatian
kepada kebutuhan dan persaan seseorang.seorang manajer yang perhatian dan bersahabat
terhadap orang-orang mungkin memenangkan persahabatan dan kesetiaan mereka.

Mengembangkan meliputi perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan dan memudahkan penyesuaian pekerjaan dan kemajuan karir
seseorang. Contohnya meliputi pelatihan, pemberian nasihat, dan konseling karir. Memberikan
pengakuan melibatkan memberikan pujian dan memperlihatkan apresiasi terhadap orang lain atas
kinerja yang efektif, keberhasilan yang signifikan, dan konstribusi penting kepada orgnisasi.
Memberikan pengakuan membantu untuk menguatkan perilaku yang diinginkan, meningkatkan
hubungan antar pribadi, dan menigkatkan kepuasaan kerja.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Memberikan dukungan, mengembangkan dan memberikan pengakuan merupakan

perilaku penting yang berorientasi pada hubungan. Memberikan dukungan meliputih saran luas
prilaku dimana seorang manajer rmemperlihatkan pertimbangan, penerimaan, dan perhatian
kepada kebutuhan dan perasaan seseorang. seorang manajer yang perhatian dan bersahabat
terhadap orang-orang mungkin memenangkan persahabatan dan kesetiaan mereka.
Mengembangkan meliputi perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan yang

berhubungan dengan pekerjaan dan memudahkan penyesuaian pekerjaan dan kemajuan karir
seseorang.

DAFTAR PUSTAKA
http://anthoposthink02.blogspot.co.id/2014/02/makalah-perpektif-tentang-perilaku.html
http://agimanajemenumg2011.blogspot.co.id/2013/10/kepemimpinan-perspektif-tentang_1.html