7 HAL YANG PERLU ANDA KETAHUI TENTANG SK

7 HAL YANG PERLU ANDA KETAHUI TENTANG SKANDAL
PANAMA PAPER
Minggu (3/4) kemarin, Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ) mempublikasikan
bocoran dokumen rahasia mengenai skandal Panama Paper, yakni sebuah skandal mengenai
dunia offshoreatau dunia tanpa pajak kerja. Publik dunia terhenyak mendengarnya lantaran
skandal tersebut disebut-sebut menyebabkan kerugian sangat besar bagi banyak negara.
Apa itu Panama Paper? Seperti apa bentuk skandalnya? Di bawah ini, kami hadirkan tujuh
hal yang perlu Anda ketahui mengenai skandal Panama Paper.
1. Apa itu Panama Paper?
ICIJ dan koalisi media internasional, di mana dari Indonesia hanya diwakili oleh majalah
Tempo, melakukan investigasi terhadap bocoran data sebesar 2,6 terabita mengenai
informasi dunia offshoredari tahun 1977 hingga 2015. Informasi tersebut konon menyebut
skandal bisnis yang dilakukan oleh para rekanan Presiden Vladimir Putin, pelanggaran kode
etik bisnis para petinggi FIFA, hingga penyelewengan pajak beberapa pebisnis besar dunia.
2. Mengapa skandal ini disebut Panama Paper?
Selama hampir empat dekade lamanya, sebanyak lebih dari 11 juta
dokumen offshore terhubung oleh Mossack Fonseca, sebuah firma hukum internasional yang
berbasis di Panama. ICIJ menyebut bahwa firma ini melayani pembentukan
perusahaan bodong dan pengelabuan pajak bagi banyak institusi bisnis global. ICIJ juga
melaporkan bahwa pada audit 2015 lalu, Mossack Fonseca diketahui menyimpan rahasia
204 nama institusi bisnis terkemuka dunia dari lebih 14.000 perusahaan yang terdaftar di

Seychelles, sebuah kepulauan kecil di Samudera Hindia yang terkenal sebagai surga pajak.
3. Apakah skandal Panama Paper terbukti ilegal?
Kumpulan dokumen tersebut tidak sepenuhnya mengindikasikan aktivitas ilegal.
Namun, faktanya memang para perusahaan bodong dan akun fiktif tersebut dapat menjadi
topeng untuk menyembunyikan transaksi dan kepemilikan finansial tertentu. Bocoran
rahasia terkait juga menyebut beberapa nama dan perusahaan yang maduk daftar hitam di
Eropa dan Amerika Serikat (AS) akibat keterlibatan pada perdagangan narkoba, terorisme,
dan lain-lain.
4. Siapa saja yang terlibat dalam skandal Panama Paper?
Bocoran dokumen tersebut menyebut 12 nama pemimpin dunia (sekarang dan mantan),
serta 128 politisi dunia dan beberapa figur publik terkenal. Selain Putin dan petinggi FIFA,
skandal Panama Paper juga menyebut keterlibatan Perdana Menteri Islandia melalui akun
milik istrinya.
5. Apakah sudah ada respon terhadap terkuaknya skandal Panama Paper?
Pusat pemerintahan Rusia, Kremlin, aktif menampik tudingan tersebut dengan 'alasan'
menggangu rencananya tampilnya Putin pada pemilu mendatang Sementara itu, FIFA

berkomentar bahwa skandal Panama Paper adalah hal yang konyol. Namun, beberapa
negara seperti Inggris, Prancis, Australia,dan Meksiko telah mengumumkan komando
investigasi untuk membuktikan kebenaran skandal tersebut.

6. Apa yang dikatakan oleh Mossack Fonseca?
Pada Senin (4/4) kemarin, Mossack Fonseca mengeluarkan pernyataan resmi yang
menyayangkan tuduhan tersebut karena dianggap merusak reputasi sang firma selama
hampir empat dekade lamanya beroperasi. Pendiri firma tersebut, Ramon Fonseca,
mengatakan bahwa bocoran rahasia tersebut tidak benar, tidak akurat, dan beberapa
kondisi yang disebutkan oleh ICIJ tidak pernah terhubung dengan para klien yang
ditanganinya.
7. Bagaimana ICIJ mendapatkan bocoran skandal Panama Paper?
Sebuah sumber rahasia memberikan dokumen terkait kepada surat kabar Jerman,
Suddeutsche Zeitung, dan kemudian disalurkan ke ICIJ. Beberapa organisasi media
kemudian ikut melaporkan bocoran tersebut, seperti BBC, The Guardian, dan Tempo.

Mengapa Panama disebut sebagai surga pajak? Baca selengkapnya di sini.

SKANDAL PANAMA PAPER: MENGAPA PANAMA DISEBUT
SURGA PAJAK?
Mengapa banyak jutawan menyembunyikan nilai jumlah kekayaannya di Panama? Inilah
yang banyak ditanyakan publik belakangan ini terkait bocornya dokumen skandal Panama
Paper. Mossack Fonsesca, sebuah firma hukum yang berbasis di Panama, dituding menjadi
dalang utama dalam skandal tersebut. Presiden Panama, Juan Carlos Varela, sampai turun

tangan menyatakan tidak ada kata ampun untuk krimanlisasi finansial dan berjanji segera
mengatasinya hingga tuntas.
Namun, kembali lagi pada pertanyaan awal, mengapa banyak jutawan menyembunyikan
nilai jumlah kekayaannya di Panama? Berikut adalah empat alasan utamanya.
1. Sejarah Panama sebagai negara jasa
Berawal dari kesepakatan dengan Standard Oil, raksasa migas dunia besutan John
Rockafeller, Panama bantu sediakan kapal-kapal tanker berbendera dirinya untuk
mengangkut migas dari Texas, sehingga terhindar dari pajak produksi. Hal tersebut
dikarenakan adanya peraturan pemerintah Amerika Serikat (AS) mengenai peningkatan nilai
pajak produksi pada perusahaan-perusahaan yang memiliki kelengkapan armada distribusi.
Melalui skenario pengangkutan hasil produksi dengan kapal asing, maka perusahaanperusahaan di AS pun tidak akan mengalami peningkatan nilai pajak.
Selanjutnya, pada 1920-an, beberapa eksekutif Wall Street membantu Panama melegalkan
kebijakan bebas pajak penghasilan kepada seluruh warganya. Adapun alasannya adalah
karena Panama memiliki sebuah terusan penting yang menghubungkan jalur pelayaran
Atlantik dan Pasifik, dan hal tersebut tentu akan menarik jumlah retribusi besar tanpa pajak.
Hingga 60 tahun kemudian ketika diktator Manuel Noriega mulai berkuasa di Panama sejak
1983, ia membantu Medelin, kartel narkoba terbesar di dunia asal Kolombia, untuk
menyembunyikan jumlah nilai kekayaannya yang berkisar 4 miliar dolar AS (sekitar Rp 52,8
triliun) per tahun di Panama. Meskipun Noriega telah dikenai sanksi internasional oleh AS
atas tudingan pro komunis, namun Panama sudah terlanjur dikenal sebagai surga pencucian

uang.
2. Hukum yang bersahabat
Menurut undang-undang hukum bisnis Panama, perusahaan dapat didirikan dengan mudah,
tidak mewajibkan retur pajak dan audit finansial, yang dalam beberapa kasus mampu
memberi celah bagi pengusaha untuk menyembunyikan jumlah harta kekayaan

sesungguhnya. Selain itu, pemerintah Panama juga menerapkan insentif pajak berupa
pengurangan atau bahkan tidak bayar pajak sama sekali jika perusahaan yang terdaftar
lokal berhasil melakukan kerja sama bisnis dengan pengusaha asing.
3. Ekonomi berbasis dolar
Terkenal sebagai negara jasa dengan hukum yang 'bersahabat', Panama kian melengkapi ciri
surga pajak ketika pemerintah menetapkan dolar AS sebagai mata uang resminya. Hal ini
membuat transaksi keuangan di sana tidak serumit transaksi di negara-negara lain yang
menggunakan mata uang selain dolar.
4. Berkah Terusan Panama
Terusan Panama merupakan penghubung utama pelayaran antara Samudera Atlantik dan
Samudera Pasifik, di mana setiap tahunnya minimal menyumbang 6 persen GDP Panama.
Meski berstatus kawasan internasional, namun kendali utamanya tetap ada di tangan
pemerintah Panama yang dikenal memiliki hukum 'bersahabat', sehingga lagi-lagi
memberikan celah yang cukup besar bagi pengusaha untuk mencuci uangnya.


Panama Papers dan Praktik Penghindaran
Pajak
I Wayan Sudiarta, CNN Indonesia
Selasa, 12/04/2016 11:24 WIB
Panama Papers menunjukkan betapa besarnya potensi penghindaran pajak yang terjadi, termasuk di Indonesia.
(REUTERS/Stigtryggur Johannsson).

Jakarta, CNN Indonesia -- Boleh jadi laporan bernama Panama Papers dari International
Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) menjadi momok bagi pejabat publik dunia, politisi,
kaum superkaya, dan pesohor yang namanya disebut dalam dokumen tersebut.
Pasalnya, dokumen tersebut mengungkap rahasia keuangan yang mengindikasikan perilaku tidak
terbuka, tidak etis, atau tidak patut dari para pejabat publik dunia, politisi, dan kalangan superkaya.
Informasi yang selama ini sangat rahasia, tiba-tiba bocor dan menjadi konsumsi publik. Lebih dari
214.000 informasi perusahaan cangkang (shell company) yang terdaftar di 21 negara suaka atau
surga pajak (tax havens countries) diungkap dalam bocoran dokumen terbesar sepanjang sejarah
tersebut.
Laporan ICIJ menjelaskan bagaimana para pejabat, politisi, dan kaum superkaya melindungi
(menyembunyikan) kekayaannya melalui pendirian perusahaan cangkang di negara-negara surga
pajak.

Tak pelak, dokumen tersebut menimbulkan berbagai macam reaksi di seluruh dunia. Di Islandia,
Panama Papers telah “memakan korban” dengan mundurnya Perdana Menteri Sigmundur
Gunnlaugsson karena namanya dikaitkan dengan kepemilikan salah satu perusahaan cangkang.
Australia mulai melakukan investigasi atas 800 perusahaan dan perorangan yang namanya
tercantum dalam dokumen tersebut. Demikian juga negara-negara lain seperti India, Prancis, Italia,
dan Selandia Baru.
Di Indonesia, Menteri Keuangan telah meminta Direktorat Jenderal Pajak untuk mempelajari

dokumen tersebut. Data Panama Papers menjadi informasi tambahan dalam pengujian kepatuhan
pembayaran pajak, melengkapi data yang sudah dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Sejatinya, mendirikan perusahaan di luar negeri (offshore company) bukanlah tindakan yang
melanggar hukum. Perusahan atau perorangan bebas mendirikan perusahaan di negara manapun
yang dikehendaki termasuk di negara-negara surga pajak atau juga dikenal sebagai pusat
keuangan offshore.
Beragam motif pendirian perusahaan di luar negeri, diantaranya adalah memaksimalkan akses
terhadap pasar keuangan dunia atau penetrasi pasar global.
Pilihan investasi global yang lebih beragam, memanfaatkan iklim bisnis yang lebih kondusif, dan
efisiensi biaya bagi perusahaan multinasional adalah pertimbangan lainnya.
Pendirian induk usaha (holding company) atau anak usaha di luar negeri merupakan bagian dari
strategi bisnis.

Perusahaan di luar negeri biasanya sering difungsikan sebagai Spesial Purpose Vehicle(SPV) yang
menangani aktivitas aksi korporasi perusahaan seperti penghimpunan modal, penerbitan surat
utang, maupun kegiatan pembelian dan pelepasan bisnis.
Bagi kalangan superkaya, pendirian perusahaan di luar negeri atau penempatan dana di luar negeri
merupakan bagian dari pengelolaan keuangan pribadi.
Namun demikian, pendirian perusahaan di negara-negara surga pajak seringkali dipersepsikan
negatif. Hal ini tidak terlepas dari kerahasiaan yang ditawarkan disamping tidak ada pajak atau
minimnya pajak yang dikenakan.
Negara-negara seperti Cayman Islands, British Virgin Island (BVI), Panama, Bermuda, Bahama,
Belize, Cook Islands, Seychelles, Marshall Islands, Siprus, dan Mauritius menawarkan kerahasiaan
keuangan tingkat tinggi.
Negara-negara tersebut tidak mewajibkan pengungkapan pemilik yang sebenarnya (beneficial
owner) atas suatu perusahaan atau asset yang ditempatkan di negara tersebut.
Pendirian perusahaan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Hanya dengan modal US$1,
perusahaan sudah siap beroperasi dalam hitungan jam. Perusahaan cukup diwakili oleh agen
penyedia jasa (seperti Mossack Fonseca) sebagai agen terdaftar dan pemegang saham. Pemilik
sebenarnya tidak pernah terungkap.
Informasi yang bisa diakses publik hanya terbatas pada alamat perusahaan dan informasi agen

yang mendaftarkan. Legislasi yang longgar tersebut menjadi daya tarik bagi kalangan superkaya

untuk menempatkan hartanya di sana. Bahkan menjadi tempat yang aman bagi para pejabat dan
politisi serta pelaku tindak kriminal untuk menyembunyikan harta yang diperoleh dari cara yang tidak
patut atau hasil kriminal.
Disamping kerahasiaan, negara-negara tersebut menawarkan keringanan pajak yang ekstrem.
Pajak umumnya tidak dikenakan dan kalaupun ada, nominalnya sangat kecil. Oleh karena itu
negara-negara itu disebut sebagai surga pajak. Negara-negara lain mengharuskan perusahaan
memiliki usaha aktif namun negara-negara surga pajak tidak mewajibkan adanya usaha aktif.
Selain itu, tidak ada persyaratan mengenai anggota manajemen lokal maupun keharusan
manajemen untuk melakukan pertemuan tahunan di negara tersebut. Perusahaan tidak lebih dari
sekedar “kotak surat” yang tidak memiliki kegiatan apapun sehingga disebut perusahaan cangkang.
Negara-negara surga pajak juga tidak mengikat perjanjian pajak dengan negara-negara lain
sehingga tidak memiliki kewajiban melakukan pertukaran informasi.
Pajak yang minimal (bahkan tidak ada sama sekali) dan kerahasiaan yang ketat benar-benar
menjadi paket yang komplet untuk menarik investasi masuk. Meski tidak selalu bertujuan melawan
hukum, investasi atau pendirian perusahaan di negara-negara surga pajak hampir pasti bertujuan
untuk melakukan peghindaran pajak.
Perusahaan multinasional misalnya, mempunyai pilihan yang lebih luas dalam mengatur beban
pajaknya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa perusahaan seperti Google, Apple, Amazon, dan Starbucks
mempunyai anak usaha yang berlokasi di yurisdiksi surga pajak. Tujuan utamanya adalah

meminimalkan beban pajak yang harus dibayar di negara asalnya (Amerika Serikat) maupun di
negara dimana penghasilan diperoleh (source country).
Keuntungan usaha dialihkan ke negara-negara surga pajak sehingga tidak dapat dijangkau oleh
negara asal ataupun negara sumber penghasilan. Penghindaran pajak dilakukan dengan
memanfaatkan kelemahan peraturan perpajakan melalui skema yang disebut ”Double Irish Dutch
Sandwich”.
Bocoran dokumen Luxembourg Leaks pada tahun 2014 semakin mempertegas praktik
penghindaran pajak yang dilakukan Google dan 350 perusahaan multinasional lainnya.
Tindakan tersebut dianggap sebagai penghindaran pajak yang legal (tax avoidance). Meski legal,
tindakan tersebut dipandang tidak etis karena bertentangan dengan tujuan pembuatan undangundang perpajakan, yaitu pajak seharusnya dibayar di negara tempat penghasilan diperoleh.

Tindakan yang ilegal adalah memanfaatkan negara-negara surga pajak untuk melakukan
pengelakan atau pengemplangan pajak (tax evasion).
Bagi pejabat dan politisi korup serta pelaku tindak kriminal, tindakan pengelakan pajak tersebut
menjadi satu paket dengan tindakan menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan.
Seringkali juga disertai dengan strategi memasukkan kembali uang haram ke dalam sistem
keuangan yang transparan (money laundering). Perusahaan cangkang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut.
Perusahaan cangkang menerima penghasilan dan aset yang hendak disembunyikan. Penghasilan
dan aset tersebut tentu tidak dilaporkan di negara asalnya. Dengan cara ini, sebagian besar

penghasilan atau bahkan seluruhnya tidak dikenakan pajak.
Pengelakan pajak dapat dilakukan dengan berbagai metode, dari yang sederhana sampai metode
yang rumit. Metode yang paling sederhana adalah mendirikan perusahaan cangkang atau membuka
akun bank memakai nama sendiri.
Metode yang lebih rumit melibatkan struktur kepemilikan dan transaksi yang kompleks. Untuk
mempersulit jangkauan otoritas maka kepemilikan maupun transaksi dibuat berlapis-lapis. Alih-alih
menggunakan nama pribadi sebagai pemilik atau direktur perusahaan, maka digunakan nama
bayangan (nominee) sebagai pemilik maupun direktur.
Para penyedia jasa perusahaan offshore biasanya juga menyediakan jasa direktur bayangan. Untuk
menghilangkan kekhawatiran akan kendali perusahaan, penyedia jasa offshore menyiapkan surat
pengunduran diri direktur bayangan yang telah ditanda tangani namun belum dibubuhi tanggal.
Direktur bayangan dapat dikeluarkan atau diganti kapanpun dikehendaki. Jadi perusahaan
cangkang sepenuhnya di bawah kendali pemilik sebenarnya. Pengendalian juga dilakukan melalui
penerbitan saham atas unjuk (bearer shares).
Pembukaan rekening bank dilakukan di yurisdiksi surga pajak yang berbeda. Transaksi dilakukan
dengan melibatkan banyak perusahaan cangkang dan bank untuk menghilangkan jejak. “Own
nothing but control everything”, demikian John D. Rockefeller melindungi kekayaannya.
Penghindaran maupun pengelakan pajak menghambat kemampuan negara untuk memungut pajak
secara maksimal. Negara, yang menyediakan infrastruktur dan berbagai fasilitas lainnya, hanya
mendapat penerimaan yang minimal dibanding potensi yang seharusnya.

Penerimaan tersebut seringkali tidak mampu menutup kebutuhan dana pembangunan yang semakin
besar. Akibatnya Pemerintah menaikkan pungutan pajak dan memperluas basis pemajakan. Pada
akhirnya masyarakat kelas menengah akan menanggung beban terberat dari situasi tersebut.

Praktik penghindaran dan pengelakan pajak juga menimbulkan kondisi persaingan ekonomi yang
tidak sehat dan ekonomi spekulatif (casino economy).
Keberadaan negara-negara surga pajak menjadi momok bagi negara-negara lain. Keberadaanya
telah membantu pengusaha maupun kalangan superkaya menghindari pajak.
Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Liberasi sistem keuangan dunia sekarang
ini sangat memudahkan perputaran uang dan modal.
Zucman (2015) mengatakan bahwa kapitalisme tanpa surga pajak adalah sebuah utopia,
pengenaan pajak yang progresif terhadap penghasilan dan keuntungan ditakdirkan untuk gagal,
kecuali kita memilih jalan proteksionisme.
Hal ini berarti negara harus melakukan upaya-upaya yang dapat mencegah terjadinya penghindaran
pajak sekaligus melakukan upaya penegakan hukum untuk menarik pajak atas penghasilan ataupun
kekayaan yang disembunyikan di negara-negara surga pajak. Lebih jauh, upaya-upaya untuk
memberikan tekanan pada negara atau yurisdiksi surga pajak perlu ditingkatkan untuk memaksa
mereka bekerjasama dalam hal keterbukaan informasi.
Panama Papers sedikit banyak telah menunjukkan betapa besarnya potensi penghindaran pajak
yang terjadi, termasuk di Indonesia. Apapun langkah yang diambil nantinya, apakah penegakan
hukum atau tax amnesty, kita berharap Panama Papers memberi manfaat maksimal bagi upaya
pengumpulan penerimaan negara oleh Direktorat Jenderal Pajak.