HUBUNGAN KEMAMPUAN VISUAL SPASIAL DENGAN KINERJA KETERAMPILAN DASAR BEDAH

  Artikel Asli HUBUNGAN KEMAMPUAN VISUAL SPASIAL DENGAN KINERJA KETERAMPILAN DASAR BEDAH Sondang Pandjaitan Sirait, Jenny Bashiruddin*, Joedo Prihartono* Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

  FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

  • *Departemen Pendidikan Kedokteran FK Universitas Indonesia, Jakarta

  ABSTRAK Kemampuan visual spasial dapat berperan terhadap kemampuan seorang pembelajar untuk mempelajari keterampilan bedah.Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai kemampuan visual spasial, serta keterampilan dasar bedah di lingkungan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan visual spasial peserta pelatihan dasar bedah kulit IKKK, serta menilai hubungannya dengan keterampilan dasar bedah kulit.

  Dilakukan studi potong lintang multisenter dengan pendekatan observasional analitik pada peserta Pelatihan Dasar Bedah Kulit (PDBK) di Universitas Diponegoro, Universitas Indonesia, dan Universitas Hasanuddin. Peserta terdiri atas 124 orang mahasiswa peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dan dokter spesialis IKKK (Sp.KK), namun hanya 70 orang mahasiswa PPDS dan 30 dokter SpKK yang memenuhi kriteria penelitian, di antaranya 23 orang laki-laki dan 77 orang perempuan. Mereka diminta untuk mengerjakan tes visual spasial Mental Rotation Test (MRT), dan melakukan tindakan dasar bedah berupa membuat simpul Reef, melakukan gerakan forehand-backhand saat memindahkan jarum jahit kulit, dan membuat jahitan matras vertikal pada kulit babi/kambing. Kemampuan visual spasial tertinggi adalah 20 dan terendah adalah 0 dengan nilai rerata 6,58 (+SD 4,132) Nilai median kemampuan visual spasial subyek penelitian (SP) laki-laki 7 (+SD 4,192), sedangkan perempuan 6 (+SD 4,062), namun ditemukan tidak berbeda bermakna secara statistik. Sebanyak 72% SP terampil membuat simpul Reef yang benar dalam satu menit, yang terampil memindahkan jarum jahit kulit dari posisi forehand ke backhand 49%, dan yang terampil membuat jahitan matras vertikal 62%. Pembuatan simpul yang benar dan tidak merusak benang dalam praktek menjahit matras vertikal dilakukan oleh 67% SP, yang memperhatikan keamanan pribadi dengan tidak memegang jarum 79% SP. Hanya 23% SP kompeten dalam semua aspek tindakan dasar bedah. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kemampuan visual spasial tinggi dan rendah dengan keterampilan bedah secara umum. Dengan demikian disimpulkan, bahwa seorang dengan kemampuan visual spasial apa pun, dapat mempelajari tindakan dasar bedah.

  Kata kunci: visual spasial, MRT, keterampilan bedah ABSTRACT

  Visual spatial ability plays an important role in learning a surgical procedure. Until recently, there are no research concerning visual spatial ability associated with basic surgical skills performance in Dermatovenereology field. The purpose of this study is to know the visual spatial ability of trainees in basic Dermatological surgical skills training, and correlate it to the basic surgical performance.

  A multicentered cross sectional study with observational analytic approach was performed on trainees and specialists in basic Dermatological surgical skills training at University Diponegoro, University Indonesia, and University Hasanuddin. There were 124 trainees, consists of Residents in Dermatovenereology field and Dermatologists, although only 70 Residents and 30 Dermatologistswere eligible for this study, among them are 77 females and 23 males. Trainees were asked to complete a visual spatial test (Mental Rotation Test = MRT), and perform basic surgical techniques such as tying a Reef knot, do a forehand-backhand maneuver in moving a needle, and making a vertical mattress suture on pig/goat skin. The highest visual spatial test score was 20 and the lowest 0, with a mean 6,58 (+SD 4,132). Medianscore for male trainees was 7 (+SD 4,192), and female trainees was 6 (+SD 4,062), but was not statistically significant. Seventy-two percent of trainees were skilled to make a correct Reef knot in 1 minute, 49% trainees were skilled in moving a needle from forehand to backhand and 62% were skilled in making a vertical mattress suture. A correct knot and not jeopardizing the thread while making suture was shown by 67% of trainees, and cautiousness for personal safety without touching the needle with hands was shown by 79% of trainees. In general, only 23% trainees were competent in all basic surgical skills. There was no significant difference in

  Korespondensi : visual spatial ability compared to general basic surgical skill. We conclude that persons with any visual spatial

  Jl. Dr. Soetomo no 16 Semarang ability can learn basic surgical skills. Telpon/Fax: 024-8444571 Keywords:visual spatial, MRT, surgical skills. Email

  

MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015;176 - 181

PENDAHULUAN

  Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan pendekatan observasional analitik dan dilakukan secara multisenter. Kolegium IKKK mengadakan PDBK untuk dokter Sp.KK dan PPDS IKKK yang dilaksanakan secara bertahap mulai bulan November 2010 sampai dengan Mei 2011 di berbagai kota di Indonesia. Penelitian dilakukan selama bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2011 di Departemen IKKK Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang (19-20 Maret 2011), Departemen IKKK Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta (26-27 Maret 2011), dan Departemen

  11.0. Hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik, tabular, dan tekstular. Ukuran statistik yang digunakan adalah rerata (mean) dan Standar Deviasi (SD) bila sebaran

  Analisis data dilakukan dengan cara edit dan koding data, kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS

  Pengamatan dilakukan dengan merekam seluruh kegiatan dengan video. Setelah pelatihan selesai, video dievaluasi oleh peneliti dan dinilai pula oleh pengajar PDBK.

  backhand dan kemampuan membuat jahitan matras vertikal.

  keterampilan dasar bedah berdasarkan kemampuan membuat simpul Reef, kemampuan memindahkan jarum forehand-

  Global Rating Scales yang disusun peneliti. Penilaian kinerja

  Untuk kinerja keterampilan bedah dinilai dengan

  diberikan sesuai jumlah gambar soal yang dijawab dengan benar. Nilai tertinggi adalah 24, dengan demikian didapatkan data numerik dan dihitung nilai rerata. Bila nilai SP di atas rerata dikategorikan sebagai kemampuan tinggi, sedangkan bila nilai SP di bawah rerata dikategorikan kemampuan rendah.

  Mental Rotation Test (MRT-A) Vandenberg dan Kuse.Nilai

  Subyek penelitian (SP) adalah dokter Sp.KK yang merupakan staf pengajar di institusi pendidikan IKKK dari seluruh Indonesia dan mahasiswa PPDS IKKK yang mengikuti PDBK di berbagai kota di Indonesia. Peserta terdiri atas 124 orang mahasiswa (PPDS) dan dokter Sp.KK, namun hanya 70 orang mahasiswa PPDS dan 30 dokter SpKK yang memenuhi kriteria penelitian, di antaranya 23 orang laki-laki dan 77 orang perempuan. Alat ukur yang dipakai untuk menilai kemampuan visual spasial adalah

  IKKK Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin, Makassar (14-15 Mei 2011).

  METODE

  Keterampilan bedah diperlukan dalam berbagai cabang ilmu kedokteran, termasuk Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK). Untuk mempelajari keterampilan bedah diperlukan pengetahuan anatomi jaringan. Kemampuan visual spasial merupakan kemampuan yang penting bagi praktisi kedokteran dalam mempelajari anatomi.Pengetahuan dan latihan memegang serta menggunakan alat bedah, membuat simpul, melayangkan benang dan cara menggerakkan tangan, merupakan hal mendasar dalam ilmu bedah.Untuk itu, diperlukan latihan yang terarah dan mendalam untuk mendapatkan keterampilan bedah yang baik sampai seorang dokter dapat dinyatakan kompeten.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan visual spasial dan kinerja keterampilan dasar bedah peserta PDBK. Juga ingin diketahui hubungan antara kemampuan visual spasial dengan kinerja keterampilan dasar bedah peserta PDBK.

  TUJUAN

  penilaian kemampuan visual spasial terhadap dokter yang dikaitkan dengan kinerja keterampilan bedah di lingkungan Kolegium IKKK. Mengingat pentingnya keterampilan melakukan tindakan bedah dalam bidang IKKK, maka perlu

  Beberapa peneliti menganjurkan penggunaan tes visual spasial sebagai salah satu prediktor untuk menyeleksi calon mahasiswa PPDS, konseling karir, pendidikan berkelanjutan, dan pelatihan keterampilan teknik dalam berbagai cabang ilmu kedokteran. Tes ini dapat mengidentifikasi mahasiswa PPDS atau peserta pelatihan yang akan mendapatkan manfaat dari pelatihan singkat atau membutuhkan modul tambahan untuk menguasai keterampilan tertentu.

  Pendidikan calon dokter spesialis IKKK dalam bidang keterampilan dasar bedah, terkadang menemui kendala berupa keterampilan dasar yang berbeda-beda pada masing-masing mahasiswa PPDS yang didapat selama pendidikan dokter umum.Demikian pula kecepatan pemahaman ilmu yang baru diberikan berbeda pada masing- masing individu.Asumsi sementara adalah bahwa hal ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan visual spasial.

  Dokter spesialis IKKK (Sp.KK) dalam praktek sehari-hari dituntut untuk terampil dalam melakukan tindakan bedah dasar, yaitu biopsi eksisi dan insisi maupun eksisi sebagai tindakan pengobatan. Dalam kurikulum Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) IKKK juga tercantum kompetensi keterampilan tersebut. Oleh sebab itu Pelatihan Dasar Bedah Kulit (PDBK) dirasakan perlu dilakukan oleh Kolegium IKKK untuk menyamakan penuntun yang digunakan di lingkungan IKKK, yang mengacu kepada Royal College London.

  iii

  Kemampuan spasial menurut Thurstone yang dikutip oleh Wright, dibagi atas 3 kemampuan utama, yaitu mengenali obyek dilihat dari berbagai sudut pandang, membayangkan gerakannya, dan memikirkan hubungan spasial dalam konteks orientasi tubuh. Kombinasi kemampuan tersebut masih harus ditambahkan dengan kontrol gerakan motorik halus. Berbagai profesi dianggap memiliki kemampuan spasial yang tinggi, yaitu: pelaut, insinyur, dokter bedah, pemahat, dan pelukis.

  2 ii

  Untuk dapat melakukan tindakan bedah diperlukan kemampuan visual spasial yang baik. Prosedur bedah yang lebih sulit akan membutuhkan kemampuan visual spasial yang lebih tinggi, misalnya kemampuan membayangkan hasil akhir sebelum prosedur itu dimulai.

  i

2 Belum pernah dilakukan penelitian

   Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan SP Sirait & dkk Hubungan kemampuan visual spasial dengan kinerja keterampilan dasar bedah

  distribusi normal. Bila sebaran distribusi tidak normal akan Semarang, Universitas Indonesia di Jakarta, dan Universitas disajikan dalam bentuk median dan nilai minimum- Hasanuddin di Makassar. Peserta PDBK yang terdaftar maksimum. Uji kemaknaan yang digunakan adalah adalah 124 orang, namun tidak semua memenuhi seluruh tidak terpenuhi) antara data kualitatif dikotom dengan dinilai secara menyeluruh hanya 100 orang. variabel kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Data dikumpulkan dari tiga lokasi pelaksanaan PDBK Kolegium IKKK, yaitu Universitas Diponegoro di

  Tabel 1. Karakteristik demografik peserta PDBK Kolegium IKKK di Semarang, Jakarta, dan Makassar tahun 2011 (N=100).

  Karakteristik n % Jenis kelamin Laki-laki

  23 23,0 Perempuan 77 77,0 Kelompok umur 47 47,0 ≤ 30 tahun

  31-39 32 32,0 tahun 21 21,0

≥ 40 tahun

  Profesi Konsultan 9 9,0 Spesialis 21 21,0 Mahasiswa PPDS tahap akhir 19 19,0 Mahasiswa PPDS tahap awal 51 51,0 Pernah mengikuti pelatihan bedah dasar Ya 23 23,0 Tidak 77 77,0

  Keterangan: n = Jumlah subyek penelitian; PPDS: Program Pendidikan Dokter Spesialis

  Subyek penelitian terbanyak adalah perempuan digunakan dan sering dipakai sebagai tes standar untuk

  v,vi

  (77%), sebagian besar berusia kurang atau sama dengan 30 menilai kemampuan visual spasial. tahun (47%), merupakan mahasiswa PPDS tahap awal (51%), dan sebagian besar belum pernah mengikuti pelatihan dasar bedah (77%). Hal ini sesuai dengan anjuran Kolegium

  IKKK yang menganjurkan agar mahasiswa PPDS mengikuti PDBK terlebih dahulu sebelum masuk di divisi yang melakukan tindakan bedah kulit. Subyek penelitian yang telah mengikuti PDBKdiharapkan lebih terampil menggunakan instrumen bedah. Namun, ada banyak faktor yang mempengaruhi keterampilan seorang dokter, salah satunya adalah frekuensi melakukan tindakan bedah. Latihan yang banyak akan membuat seorang lebih terampil. Pelatihan dengan menggunakan simulator merupakan cara yang banyak digunakan untuk melatih prosedur di bidang medis, namun belum dapat memastikan seorang dokter mampu melakukannya dengan baik pada pasien sesungguhnya. Penerapan tindakan bedah terhadap pasien,

  Gambar 1. Sebaran subyek penelitian menurut hasil tes

  tidak hanya memerlukan kemampuan teknik bedah, akan

  kemampuan visual spasial menggunakan Mental Rotation Test tetapi juga komunikasi efektif.

   (MRT-A) pada peserta PDBK Kolegium IKKK di Semarang, Jakarta, dan Makassar tahun 2011 (N=100).

  Mental Rotation Test (MRT) untuk menilai

  kemampuan visual spasial dibuat oleh Vandenberg dan Kuse Kemampuan visual spasial tertinggi adalah 20 dari pada tahun 1978, kemudian digambarkan oleh Shepard dan nilai maksimum 24 dan terendah adalah 0 dengan nilai

  Metzler. Edisi pertama sudah rusak, karena disalin sinar tengah 7. Berdasarkan nilai tengah, maka didapatkan 51 berulang kali sehingga sulit dibaca. Peters, dkk pada tahun peserta mendapatkan nilai tinggi dan

  49 peserta 1995 menggambarkan kembali tes MRT Vandenberg & mendapatkan nilai rendah pada hasil tes kemampuan visual

  iv

  Kuse dengan sistem Autocad. Tes ini paling banyak spasial. Intelegensi spasial menggambarkan kemampuan

  

MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015;176 - 181

  Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada studi ini, staf pengajar IKKK lebih kaku membuat simpul Reef dengan tangan dibandingkan dengan mahasiswa PPDS, namun lebih terampil melakukan gerakan-gerakan pada saat menjahit matras vertikal menggunakan needle holder.

  16 6 4,062

  77

  17 7 4,192 0,981 Perempuan

  23

  Laki-laki

  Nilai maksimum Median SD P

  Nilai tes visual spasial N Nilai minimum

  Tabel 2. Distribusi nilai tes kemampuan visual spasial menggunakan Mental Rotation Test (MRT-A)menurut jenis kelamin pada peserta PDBK Kolegium IKKK di Semarang, Jakarta, dan Makassar tahun 2011 (N=100)

  simpul yang benar, tidak merusak benang jahit, dan melakukan tindakan menjahit matras vertikal secara kompeten. Didapatkan kemampuan bedah secara umum dari masing-masing SP. Dalam penelitian ini hanya 23% SP yang terampil melakukan semua aspek tindakan dasar bedah, terdiri atas 4 (14,3%) orang staf pengajar IKKK dan 19 (26,4%) orang mahasiswa PPDS. Jumlah SP laki-laki yang terampil dalam kemampuan bedah secara umum terdapat 5 orang (21,7%) dan 18 (23,4%) orang perempuan. Relatif tidak terdapat perbedaan jenis kelamin dalam hal kemampuan bedah secara umum, namun mahasiswa PPDS cenderung lebih banyak yang terampil dibandingkan dengan staf pengajar.

  persepsi dunia visual secara akurat. Terdiri atas: (1) kemampuan membentuk model dunia spasial secara mental dan kemampuan bermanuver menggunakan model tersebut, mentransformasi imajinasi tersebut serta menciptakan

  ix,x

  Meningkatkan kemampuan visual spasial dapat dilakukan dengan cara berlatih menyelesaikan soal-soal tes Mental Rotation, berlatih dengan simulator visual, dan berlatih dengan beberapa jenis permainan komputer.

  4 dengan perempuan. viii

  seorang pembelajar, maka semakin cepat dia belajar membuat simpul dan semakin banyak simpul yang dapat dibuat dalam kurun waktu tertentu.

  3 Semakin tinggi kemampuan visual spasial

  Seluruh kemampuan bedah tersebut digabungkan dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu keamanan pribadi dengan tidak memegang jarum, membuat pengalaman visual baru tanpa stimulus fisik yang berarti, dan (3) kemampuan memproduksi gambaran grafik dari informasi spasial.

  vii

  Untuk membuat simpul Reef diperlukan kemampuan spasial memegang benang dalam posisi yang benar, melayangkan benang, sampai menyelesaikan simpul.Simpul Reef merupakan simpul dasar yang perlu diketahui seorang dokter saat melakukan tindakan bedah. Gerakan forehand- backhand saat memegang instrumen bedah merupakan kegiatan spasial yang mengkoordinasikan gerak kedua tangan secara simultan. Gerakan ini perlu dilatih agar tidak kaku, sehingga luwes saat melakukan tindakan bedah.Menutup luka bedah dapat dilakukan dengan berbagai jenis jahitan. Salah satu yang cukup kompleks dalam hal spasial adalah jahitan matras vertikal. Perlu perencanaan posisi benang dalam jaringan, keterampilan menggunakan instrumen, dan eksekusi yang terampil.

  Nilai tengah kemampuan visual spasial SP laki-laki 7, sedangkan perempuan 6, namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik. Beberapa penelitian juga memberikan hasil yang sama, yaitu laki-laki menunjukkan kemampuan visual spasial yang lebih baik dibandingkan

  Gambar 2 Sebaran subyek penelitian menurut kemampuan jumlah simpul yang dapat dibuat, kemampuan forehand- backhand, kemampuan membuat jahitan matras vertikal, konsisten menjaga keamanan pribadi, dan membuat simpul yang benar dalam praktek pada peserta PDBK Kolegium IKKK di Semarang, Jakarta, dan Makassar tahun 2011. (N=100).

   Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan SP Sirait & dkk Hubungan kemampuan visual spasial dengan kinerja keterampilan dasar bedah

  xvii

  4.26 Keterangan: CI = confidence interval; OR = odds ratio; Bermakna bila p< 0,05

  0.70

  1.72

  34 0.276

  29

  15

  22

  Tinggi Rendah

  Keterampilan bedah p OR 95% CI Kompeten Kurang kompeten Low High

  Tabel 3. Hubungan antara kemampuan visual spasial terhadap keterampilan bedah secara umum pada peserta PDBK Kolegium IKKK di Semarang, Jakarta, dan Makassar tahun 2011 (N=100) Kemampuan visual spasial

  Diperlukan penelitian dengan metode bedah yang lebih kompleks untuk menilai hubungan antara kemampuan visual spasial dengan keterampilan bedah.Diperlukan juga SP yang belum pernah mempelajari ilmu bedah untuk menilai hubungan antara kemampuan visual spasial dengan

  Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kemampuan visual spasial dengan keterampilandasar bedah secara umum.Tes kemampuan visual spasial tetap diperlukan untuk merencanakan modul pendidikan PPDS, terutama dapat dipakai dalam perencanaan modul tambahan, khususnya bagi mahasiswa PPDS yang mendapatkan nilai tes yang rendah. Bimbingan dapat diberikan dengan pendampingan langsung secara lebih intensif, maupun dengan memberikan modul khusus yang terpisah dari kurikulum. Dalam bidang IKKK terdapat banyak keahlian yang dibutuhkan, baik dalam bidang medis non bedah dan bidang bedah kulit. Hasil tes ini dapat dipakai untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa PPDS untuk memilih jalur karier dalam bidang IKKK seperti halnya preferensi bidang subspesialisasi bedah kulit.

  Bila dianalogikan dengan keterampilan dasar bedah, maka seorang yang telah memiliki jam terbang tinggi dalam melakukan tindakan bedah, akan memiliki risiko untuk berkurang kehati-hatiannya. Sampel yang tidak sama banyak dan tidak matched juga dapat menjadi penyebab tindakan bedah kulit. kawan-kawan juga menganjurkan agar tes kemampuan visual spasial hanya digunakan untuk menyeleksi mahasiswa yang belum pernah melakukan tindakan bedah, terutama dengan hasil tes yang rendah.

  Walaupun demikian, staf pengajar lebih banyak membuat kesalahan sewaktu menjahit matras vertikal, misalnya memegang jarum dengan tangan, menjepit benang dengan simpul mati. Oleh sebab itu, jumlah PPDS yang terampil dalam kemampuan bedah secara umum, relatif lebih banyak dibandingkan dengan staf pengajar. Rendahnya tingkat keterampilan staf IKKK dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) staf pengajar IKKK yang mengikuti pelatihan bukan staf dalam bidang bedah kulit dan kurang berminat dalam bidang tersebut; (2) staf pengajar IKKK tidak sungguh-sungguh melakukan tindakan tersebut, karena tidak melibatkan pasien sesungguhnya; (3) staf pengajar IKKK sudah terbiasa melakukannya, sehingga sulit untuk mengubah kebiasaan yang salah; (4) menjadi kurang teliti, karena merasa sudah terbiasa melakukannya; (5) sebagian staf IKKK kurang tertarik untuk bidang bedah kulit, padahal

  xvi

  Salah satu penyebab adalah semakin banyak jam terbang semakin kurang ketelitian dan kehati-hatian pilot.

  xv

  Wanzel dan instruksi kepada SP. Kesulitan untuk mengubah sebuah lebih lanjut.Perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikan hubungan keterampilan dengan seringnya melakukan pelatihan diberikan untuk semua staf pengajar dari berbagai divisi; dan (6) kemungkinan ada hambatan sosiokultural di pihak SP dalam melakukan prosedur dan mengikuti arahan Penelitian dalam bidang penerbangan menjelaskan tingkat kesalahan manusia yang dilakukan pilot lebih banyak terjadi pada pilot yang berusia lebih tua dan memiliki jam terbang lebih tinggi, terutama jam terbang tinggi yang baru saja dilalui dalam kurun waktu tertentu.

  1,xiv

  Kemampuan spasial dibutuhkan pada tahap awal mempelajari keterampilan bedah, yaitu dalam tahap kognitif dan integrasi, namun kemampuan motorik, kecepatan, dan presisi didapatkan pada tahap otonomus dengan banyaknya latihan.

  xiii

  Dengan melakukan latihan-latihan tindakan bedah, maka kemampuan persepsi dan motoriknya akan semakin baik seiring berjalannya waktu.

  2,xii

  Demikian pula kemampuan visual spasial hanya mempengaruhi kemampuan seseorang saat pertama kali mempelajari manuver yang baru. Setelah menjalani latihan walaupun hanya singkat (10 menit), maka orang tersebut dapat melakukan manuver tersebut dengan baik.

  xi

  Berdasarkan nilai p, maka disimpulkan bahwa tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kemampuan visual spasial dengan keterampilan dasar bedah secara umum. Beberapa penelitian terdahulu juga tidak mendapatkan perbedaan bermakna antara kemampuan visual spasial dengan keterampilan bedah, khususnya untuk tindakan bedah yang lebih mudah dan hanya membutuhkan sedikit keterampilan rotasi mental. Keterampilan bedah yang lebih kompleks terutama yang membutuhkan kemampuan membayangkan anatomi secara 3 dimensi, memerlukan kemampuan visual spasial yang lebih tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

  10. Hedman L, Strom P, Andersson P, Kjellin A, Wredmark T, Fellander-Tsai L. High-level visual- spatial ability for novices correlates with simulator task. Surg. Endosc. 2006; 20(8): 1275 – 80.

  keterampilan dasar bedah.Demikian pula perlu penelitian yang melibatkan suasana bedah pada pasien sesungguhnya untuk dapat menilai seluruh keterampilan bedah dan IKKK.

DAFTAR PUSTAKA 1.

  Reznick RK, MacRae H. Medical education: teaching surgical skills - changes in the wind. N Engl J Med.2006; 355: 2664-9 2. Wanzel KR, Hamstra SJ, Anastakis DJ,

  Matsumoto ED, Cusimano MD. Effect of visual- spatial ability on learning of spatially-complex surgical skills. Lancet. 2002; 359: 230-1.

  3. Wright S. Spatial intelligence. Pearson Allyn Bacon Prentice Hall. Diunduh dari:

  

  ada tanggal…..

  4. Peters M, Laeng B, Latham K, Jackson M, Zaiyouna R, Richardson C. Redrawn Vandenberg and Kuse Mental Rotations Test: different versions and factors that affect performance. Brain Cogn. 1995; 28: 39-58 5. Quaiser-Pohl C. The mental cutting test “Schnitte” and the picture rotation test

  3D User Interfaces 2006, 25

  Spatial analysis tools for virtual reality-based surgical planning. Dalam: Kitamura Y, Bowman D, Foehlich B, Stuerzlinger W, penyunting. Proceedings of 3DUI 2006: IEEE Symposium on

  (final report). U.S. DOT/Transportations Systems Center and Federal Aviation Administration. Report number: OTRS57-83-P-80750 14. Reitinger B, Schmalstieg D, Bornik A, Beichel R.

  Part III: Consolidated database experiments final report. Federal Aviation Administration, Office of Aviation Medicine. Report number: DOT/FAA/AM-94/22,1994 13. Golaszewski R. The influence of total flight time, recent flight time, and age on pilot accident rates

  12. Kay EJ, Hillman DJ, Hyland DT, Voros RS, Harris RM, Deimler JD. Age 60 rule research,

  11. Brandt MG, Davies HT. Visual-spatial ability, learning modality and surgical knot tying. Can J Surg. 2006; 49(6): 412-6.

  

MDVI Vol 42 No. 4 Tahun 2015;176 - 181

  • – 26 March 2006, Virginia, USA. Los Alamitos: IEEE Publisher, 2006 15.

  9.

  7. Tzuriel D, Egozi G. Gender differences in spatial ability of young children: the effects of Training and Processing Strategies. Child Dev. 2010; 81:1417 30 8. Schlickum M K, Hedman L, Enochson L, Kjellin

  year medical students. Med Teach. 1992; 14: 49-52

  th

  6. Lossing A, Groetzsch GA. Prospective controlled trial of teaching basic surgical skills with 4

  31.

  —two new measures to assess spatial ability. Int J Testing. 2003; 3: 219-

  Suzuki K, Shikishima C, Ando J. Genetic and environmental sex differences in mental rotation ability: A Japanese Twin Study. Twin Res Hum Genet. 2011;14(5): 437 –43.

  16. Keehner M M, Tendick F, Meng M V, Anwar H P, Hegarty M, Stoller M L, dkk. Spatial ability, experience, and skill in laparoscopic surgery.

  Am J Surg. 2004 Jul; 188(1): 71-5 17. Hamdorf JM, Hall JC. Acquiring surgical skills.

  Br J Surg.2000; 87: 28-37 18. Wanzel KR, Hamstra SJ, Carminiti MF, Anastakis

  DJ, Grober ED, Reznick RK. Visual-spatial ability correlates with efficiency of hand motion and successful surgical performance. Surgery. 2003; 134(5): 750-7.

  A, Tsai LF. Systematic video game training in surgical novices improves performance in virtual reality endoscopic surgical simulators: a prospective randomized study. World J Surg. 2009; 33: 2360 –7.

   Efek iritasi deterjen cair pencuci alat makan kajian berdasarkan SP Sirait & dkk Hubungan kemampuan visual spasial dengan kinerja keterampilan dasar bedah .