MAKALAH AKIBAT AKIBAT LAIN DARI PERKAWIN

MAKALAH
AKIBAT-AKIBAT LAIN DARI PERKAWINAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah: Hukum Perdata
Dosen Pengampu:Dr. Rosdalina, S.Ag, M.Hum
Faradila Hasan

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 8
Nurhayati Husain (16.1.2.009)
Nasrullah M. Basri (16.1.2.045)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) MANADO
2017

1


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
karunia serta taufik dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah “Akibatakibat Lain Dari Pernikahan”. Ini semua hanya sebatas pengetahuan dan kemampuan
yang kami miliki dan kami juga berterima kasih kepada Ibu.Faradila Hasan selaku
dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata, yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kami mengenai akibat lain dari pernikahan. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat banyak sekali kekurangan dan jauh
yang diharapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usul untuk
memperbaiki makalah ini dimasa yang akan datang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya
sekirahnya makalah yang telah kami susun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya.Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, terima kasih.

Manado, November 2017

2


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………

2

DAFTAR ISI………………………………………………………………….

3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………

4

B. Rumusan Masalah………………………………………………………

5


BAB II PEMBAHASAN
A. Akibat Hukum Perkawinan………………………………………….…

6

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………..

10

B. Saran………………………………………………………………..…..

10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….

3

11


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan ialah suatu pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan
untuk waktu yang lama.Undang-undang memandang perkawinan hanya dari
hubungan keperdataan, demikian pasal 26 Burgerlijk Wetboek.
Suami istri harus setia satu sama lain, bantu-membantu,berdiam bersama-sama, saling
memberikan nafkah dan bersama-sama mendidik anak-anak.
Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah
satu pihak dalam perkawinan itu.Untuk melindungi istri terhadap kekuasaan si suami
yang sangat luas itu atas kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si isteri, undangundang memberikan pada si isteri suatu hak untuk meminta pada hakim supaya
diadakan pemisahan kekayaan dengan tetap berlangsungnya.Pemisahan kekayaan
dapat diakhiri ataspersetujuan kedua belah pihak dengan meletakan persetujuan itu di
dalam suatu akte notaris, yang harus diumumkan seperti yang ditentukan untuk
pengumuman hakim dalam mengadakan pemisahan itu.
Akad perkawinan dalam hukum Islam adalah bukan perkara perdata semata,
melainkan ikatan suci (mitsaqan ghalidzan) yang terkait dengan keyakinan dan
keimanan

kepada


Allah.Dengan

demikian

ada

dimensi

ibadah

dalam

perkawinan.Untuk itu perkawinan harus dipelihara dengan baik.Suatu perkawinan
dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan suami istri yang harmonis dalam rangka
membentuk dan membina keluarga yang sejahtera dan bahagia sepanjang masa.
Setiap sepasang suami istri selalu mendambakan agar ikatan lahir batin yang dibuhul
dengan akad perkawinan itu semakin kokoh terpateri sepanjang hayat masih
dikandung badan.Namun demikian kenyataan hidup membuktikan bahwa memelihara
kelestarian dan kesinambungan hidup bersama suami istri itu bukanlah perkara yang

mudah dilaksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dan kehidupan yang
harmonis antara suami istri itu tidak dapat diwujudkan.Faktor-faktor psikologis,
biologis, ekonomi, perbedaan kecenderungan, pandangan hidup, dan sebagainya

4

sering muncul dalam kehidupan rumah tangga bahkan dapat menimbulkan krisis
rumah tangga serta mengancam sendi-sendinya.
Muculnya pandangan hidup yang berbeda antara suami dan istri, timbulnya
perselisihan pendapat antara keduanya, berubahnya kecenderungan hati pada masingmasingnya memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah suasana
harmonis menjadi percekcokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang
menjadi kebencian, semuanya merupakan hal-hal yang harus ditampung dan
diselesaikan.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan membahas tentang :
1. Akibat pekawinan terhadap suami istri
2. Akibat perkawinan terhadap harta
3. Akibat perkawinan terhadap anak

BAB II

PEMBAHASAN
A. Akibat Hukum Perkawinan
5

Dengan adanya perkawinan akan menimbulkan akibat baik terhadap suami istri, harta
kekayaan maupun anak yang dilahirkan dalam perkawinan.
1.

Akibat Perkawinan Terhadap Suami istri
a. Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakan rumah
tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 30 UU No.1 Tahun
1947).
b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat (Pasal 31 ayat (1) UU No.1 Tahun 1947).
c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum (ayat 2 UU
No.1 Tahun 1947).
d. Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.
e. Suami-istri wajib tinggal bersama dalam arti suami harus menerima istri, istri
tidak harus ikut di tempat suami kalau keadaannya tidak memungkinkan, suami

harus memenuhi kebutuhan istri (Pasal 104 KUHPerdata)
f. Adanya kewajiban suami-istri untuk saling setia, tolongmenolong, bantumembantu dan apabila dilanggar dapat menimbulkan pisah meja dan ranjang
dan dapat mengajukan perceraian (Pasal 103 KUHPerdata).
g. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan
kemampuannya.
h. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya. 1

1

Abidin Slamet dan Aminuddin. 1999. Fiqh Munakahat 1 Untuk Fakultas Syari'ah Komponen
MKDK, Bandung : hal 105

6

2.

Akibat Perkawinan Terhadap Harta Kekayaan
a. Timbul harta bawaan dan harta bersama.
Yang dimaksud harta / barang bawaan adalah segala perabot rumah tangga
yang dipersiapkan oleh isteri dan keluarga, sebagai peralatan rumah tangga

nanti bersama suaminya. Dalam hal barang / harta bawaan antara suami dan
istri, pada dasarnya tidak ada percampuran antara keduanya karena
perkawinan. Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya.
Demikian juga dengan harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai
penuh olehnya.

2

Sebelum memasuki perkawinan adakalanya suami atau isteri sudah memiliki
harta benda.Dapat saja merupakan harta milik pribadi hasil usaha sendiri,
harta keluarganya atau merupakan hasil warisan yang diterima dari orang
tuanya. Harta benda yang telah ada sebelum perkawinan ini bila dibawa
kedalam perkawinan tidak akan berubah statusnya. Pasal 35 ayat 2 UU nomor
1 tahun 1974 menetapkan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami dan
isteri adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain. Masing-masing berhak menggunakan untuk keperluan apa
saja.
Kedua suami isteri itu menurut pasal 89 dan 90 Inpres nomor 1 tahun 1991
wajib bertanggung jawab memelihara dan melindungi harta isteri atau harta
suaminya serta harta milik bersama. Jika harta bawaan itu merupakan hak

milik pribadi masing-masing jika terjadi kematian salah satu diantaranya
maka yang hidup selama menjadi ahli waris dari si mati.Kalau harta bawaan
itu
2

bukan

hak

miliknya

maka

kembali

sebagai

Tihami dan Sohari Sahrani, 2013, fiqh munakahat. Jakarta: hal 179

7


mana

adanya

sebelumnya.Kalau keduanya meninggal maka ahli waris mereka adalah anakanaknya.
Sebenarnya yang bertanggung jawab secara hukum untuk menyediakan
peralatan rumah tangga, seperti tempat tidur, perabot dapur dan sebagainya
adalah suami.Sekalipun mahar yang diterimanya lebih besar daripada
pembelian alat rumah tangga tersebut.Hal ini karena mahar menjadi hak
perempuan sepenuhnya dan merupakan hak mutlak istri. Berbeda dengan
pendapat golongan Maliki yang mengatakan bahwa mahar bukan mutlak bagi
istri. Oleh karena itu, ia tidak berhak membelanjakan untuk kepentingan
dirinya. Akan tetapi bagi perempuan yang miskin, ia boleh mengambil sedikit
darinya dengan cara-cara yang baik
b. Suami atau istri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya terhadap harta
bawaan untuk melakukan perbuatan hokum apapun.
c. Suami atau istri harus selalu ada persetujuan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap harta bersama (Pasal 35 dan 36). 3
3.

Akibat Perkawinan Terhadap Anak
a. Kedudukan anak
1) Anak yang dilahirkan dalam perkawinan adalah anak yang sah (Pasal 42)
2) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan kerabat ibunya saja.
b. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak

3 Drs. Supriatna ,dkk. 2009. Fiqh Munakahat II Dilaengkapi dengan UU No. 1/1974 dan Kompilasi
Hukum Islam, Yogyakarta : Teras hal.76

8

1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai
anak-anak tersebut kawin dan dapat berdiri sendiri (Pasal 45).
2) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya yang baik.
3) Anak yang dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis
keturunan ke atas sesuai kemampuannya, apabila memerlukan bantuan
anaknya (Pasal 46).4
c. Kekuasaan orang tua
1) Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di
bawah kekuasaan orang tua.
2) Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hokum baik di dalam maupun
di luar pengadilan.
3) Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hukum baik di dalam maupun
di luar pengadilan.
4) Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barangbarang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau
belum pernah kawin
5) Kekuasaan orang tua bisa dicabut oleh pengadilan apabila:
a) ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak
b) Ia berkelakuan buruk sekali

4

Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Jakarta : hal.88

9

6) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, tetap berkewajiban untuk
memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya.
7) Sedang yang dimaksud dengan kekuasaan orang tua adalah:
a) Kekuasaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap anak yang
belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan.
8) Isi kekuasaan orang tua adalah:
a) Kewenangan atas anak-anak baik mengenai pribadi maupun harta
kekayaannya.
b) Kewenangan untuk mewakili anak terhadap segala perbuatan
hokum di dalam maupun di luar pengadilan.
9) Kekuasaan orang tua itu berlaku sejak kelahiran anak atau sejak hari
pengesahannya. Kekuasaan orang tua berakhir apabila:
a) Anak itu dewasa
b) Anak itu kawin
c)

Kekuasaan orang tua dicabut.5

BAB III
PENUTUP
5 Ali Zainuddin, 2007. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, hal 98
10

A. Kesimpulan
Sejak terjadi perkawinan, timbullah hubungan hukum antara suami-istri.Hubungan
hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban antara suami-istri.Hak dan kewajiban
diatur dalam Pasal 30 sampai dengan 34 UU No.1/1974.
Harta kekayaan antara suami istri terbagi dua macam yaitu harta bawaan dan harta
bersama.Harta bawaan adalaah harta milik pribadi yang dibawah oleh masing-masing
antara suami istri.Harta harta bersama adalah harta yang diperoleh selama suami-istri
berkeluarga.
Dengan demikian, pernikahan tidak dianggap selesai dengan hanya ter-jadinya
akad nikah, itu sejalan dengan peru-bahan dan perkembangan hukum Islam da-lam
format perundang-undangan hukum keluarga di Indonesia khususnya dan di dunia
muslim pada umumnya.

B. Saran
Dalam makalah yang pemakalah rintis ini mungkin masih banyak kekurangan.Untuk
itu kritikan dan saran sangat kami harapkan dari pembaca demi kebaikan makalah
ini.Semoga dengan bertambahnya ilmu mengenai akibar perkawinan, diharapkan
bekal yang ada diterapkan, diexplore, dan digunakan dengan baik dalam
bermasyarakat.Sehingga tercipta ketaatan terhadap kaidah-kaidah yang ada

DAFTAR PUSTAKA
Salim, 2003, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW).Sinar Grafika;Jakarta.
Saptaningrum, Indriaswari Dyah. 2000. Sejarah UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Pembakuan Peran Gender, dalam Perspektif Perempuan. Jakarta:
Lembaga Bantuan Hukum Aso-siasi Perempuan untuk Keadilan.

11

SlametAbidin dan Aminuddin. 1999. Fiqh Munakahat 1 Untuk Fakultas Syari'ah
Komponen MKDK, (Bandung : CV Pustaka Setia
Sultan Hamengku Buwono X. 2007.Catatan Seorang Raja Tentang Peradilan
Agama, dalam Varia Peradilan: Majalah Hukum. Tahun ke-XII, No. 262
September Tahun 2007.
Supriatna ,dkk. 2009. Fiqh Munakahat II Dilaengkapi dengan UU No. 1/1974 dan
Kompilasi Hukum Islam, Yogyakarta : Teras.
Zainuddin Ali, 2007. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika

12