Pemodelan Geographically Weighted Regression dengan Pembobot Fixed Gaussian Kernel pada Data Spasial (Studi Kasus Ketahanan Pangan di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan)

  

Pemodelan Geographically Weighted Regression dengan Pembobot

Fixed Gaussian Kernel pada Data Spasial

  

(Studi Kasus Ketahanan Pangan di Kabupaten Tanah Laut

Kalimantan Selatan)

1)* 2) 2) 1)

Tutuk Munikah , Henny Pramoedyo , Rahma Fitriani

Program Studi Magister Statistika, Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang

2)

Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang

  

Diterima 30 Januari 2014, direvisi 26 April 2014

ABSTRAK

  Geographically Weighted Regression (GWR) merupakan suatu model regresi yang memperhatikan

adanya efek heterogenitas spasial. Dalam model regresi, sering terdapat hubungan antara dua atau lebih

variabel prediktor yang disebut multikolinieritas. Geographically Weighted Lasso (GWL) merupakan suatu

metode spasial yang digunakan untuk mengatasi heterogenitas spasial dan multikolinieritas lokal. Tujuan

penelitian ini membentuk model dengan menggunakan metode GWL dalam mengatasi kasus heterogenitas

spasial dan multikolinieritas lokal pada masalah kerawanan pangan di Kabupaten Tanah Laut. Secara

umum, kerawanan pangan di Kabupaten Tanah Laut dipengaruhi oleh persentase penduduk tanpa akses

listrik, rata-rata jumlah toko/warung kelontong serta persentase kematian balita dan ibu melahirkan.

Model GWL yang didapatkan sesuai dengan banyaknya lokasi pengamatan. Hasil validasi dengan data

sekunder menunjukkan bahwa model yang diperoleh dalam penelitian telah sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya di lapangan. Model dengan pembobot Fixed Gaussian Kernel mampu memprediksi delapan

desa dengan kondisi ketahanan pangan yang sama dengan data sekunder.

  Kata kunci : Multikolinieritas lokal, GWR, GWL, kerawanan pangan.

  

ABSTRACT

Geographically Weighted Regression (GWR) is a regression model that takes into account the spatial

heterogeneity effect. In regression models, often there is a relationship between two or more predictor

variables is called multicollinearity. Geographically Weighted Lasso (GWL) is a method used to overcome

spatial and spatial heterogeneity of local multicollinearity. The purpose of this study establish the model by

using the method of GWL in the case of spatial heterogeneity and overcome local multicolinearity on the

issue of food insecurity in Tanah Laut district. Generally, food insecurity in Tanah Laut district is affected

by the percentage of the population without access to electricity, the average number of store/grocery shop,

and percentage of children under five and maternal mortality. GWL models obtained in accordance with

the number of observation locations. The results validate the secondary data showed that the model

obtained in the study are in accordance with the actual conditions in the field. Models with fixed weighting

Gaussian Kernel is able to predict the eight villages with food security conditions are the same as the

secondary data. Keywords : local multicollinearity , GWR, GWL , food insecurity. PENDAHULUAN

  Kerawanan pangan merupakan suatu fenomena keheterogenan spasial, yang biasanya

  • ditunjukkan dengan kecenderungan daerah
    • Corresponding author : E-mail: tutukmunikah@gmail.com

  rawan pangan yang mengelompok pada suatu

  [5]. Pada pemodelan GWR, perhitungan nilai VIF dilakukan pada masing-

  j

  2 (3)

  2 ~ ( )

  2 ]

  1 ) [

  −1

  2 ) ( )

  1

  = (

  : ragam galat variabel prediktor ke-j Statistik uji BP memiliki rumus:

  2

  σ

  i

  e i

  : ragam galat

  2

  σ

  p : banyaknya variabel prediktor i : 1, 2, …, n

  dimana:

  2

  ≠ σ

  2

  j

  dengan elemen vektor f adalah f

  =

  2 H 1

  T

  j

  β

  Pada model regresi, sering terdapat hubungan antara dua atau lebih variabel prediktor yang disebut dengan multikolinieritas. Multikolinieritas lokal pada model spasial adalah suatu keadaan di mana terdapat satu atau lebih variabel yang berkorelasi dengan variabel lainnya di setiap lokasi pengamatan. Salah satu alat untuk mengukur adanya multikolinieritas adalah Variance Inflation Factor (VIF). Adanya multikolinieritas menyebabkan ragam galat besar. Galat besar akan memperkecil statistik uji-t dan memperlebar selang kepercayaan bagi

  : matriks berukuran n x (p+1) yang berisi vektor dari X yang sudah dinormal- standarkan untuk setiap lokasi

  Z

  : matriks pembobot

  W

  ]

  2

  W + W

  : Tr[W

  e i

  i T

  : ragam galat e

  2

  σ

  e : vektor galat

  : galat least square pengamatan ke-i

  e i

  dimana,

  (4)

  2

  2 σ

  : minimal ada satu j di mana σ

  = σ

  H :

  H 1

  Aspek yang diamati berkenaan dengan analisis ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan pemanfaatan pangan. Masing-masing aspek memiliki beberapa variabel yang digunakan untuk menganalisis kerawanan pangan baik secara individual (per variabel) maupun komposit [6]. Ketika akan dibentuk model seharusnya variabel-variabel yang mempengaruhi ketahanan pangan tidak boleh saling berkolerasi satu sama lain. Namun kondisi ini sulit dipenuhi.

  wilayah tertentu. Adanya variasi geografis dalam kerawanan pangan dan kondisi ketahanan pangan itu sendiri sering disebabkan oleh faktor-faktor dengan dimensi spasial, seperti sumber daya alam dan akses layanan seperti kesehatan dan infrastruktur, sehingga perlu dilakukan analisis dengan menggunakan metode spasial.

  W ij

  = exp [(d ij h ⁄ )

  2 ] (2)

  Pengujian parameter pada model GWR dilakukan untuk mengetahui koefisien parameter dari variabel prediktor mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon untuk setiap lokasi pengamatan, pengujian menggunakan statistik uji t dengan hipotesis:

  2

  β

  k

  (u

  i

  ,v

  i

  )=0

  : β

  (GWR) merupakan suatu model regresi yang memperhatikan adanya efek heterogenitas spasial. Heterogenitas spasial adalah suatu kondisi pada suatu wilayah yang memiliki perbedaan kondisi antara satu lokasi yang satu dengan lokasi lain, yang ditinjau dari segi geografis, keadaan sosial-budaya maupun hal lain yang dapat menimbulkan kondisi heterogenitas spasial pada lokasi yang diteliti. Secara matematis model GWR dapat dituliskan sebagai berikut [10]:

  1

  p

  = ⋯= σ

  2

  2

  = σ

  2

  σ

  k

  H :

  ) ≠ 0, k = 1,2,⋯,p Heterogenitas data secara spasial dapat diuji dengan menggunakan statistik Breusch-Pagan test (BP test) yang mempunyai hipotesis:

  i

  ,v

  i

  (u

  Geographically Weighted Regression

  • (
    • 1

  β k ( u i ,v i

  ,v i

  Koefisien parameter GWR diduga dengan metode Weighted Least Square (WLS) [7]. Pembobot yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Gaussian Kernel dan dapat dinyatakan pada persamaan 2 [2].

  : galat ke-i yang diasumsikan IIDN (Identik, Independen, dan Berdistribusi Normal)

  ) : titik koordinat pada lokasi ke-i ε i

  ) : parameter regresi untuk setiap lokasi ke-i ( u i ,v i

  y i

  = β (u i

  ) + ∑ β k

  ( u i ,v i ) : nilai intersep model GWR

  (u i

  ,v i

  )x ik

  i p k=1

  (1)

  • ε

  dimana, y i : nilai observasi variabel respon lokasi ke-i x ik

  : nilai observasi variabel prediktor k pada lokasi ke-i β

  • R

  )X+λI)

  j

  ). Koefisien determinasi dapat menggambarkan besarnya keragaman peubah respon yang dapat dijelaskan oleh peubah prediktor pada setiap lokasi.

  Least Absolute Shrinkage

  and Selection

  Operator (Lasso) yang diaplikasikan dalam

  suatu pemodelan GWR dan selanjutnya dikenal dengan istilah Geographically Weighted Lasso (GWL) merupakan suatu metode spasial yang digunakan untuk mengatasi heterogenitas dan multiko-linieritas lokal yang tidak dapat ditangani oleh Metode Kuadrat Terkecil (MKT) sehingga diharapkan dapat diperoleh estimasi parameter koefisien yang tidak bias dan efisien sehingga hasil prediksi yang didapatkan lebih akurat [9]. Lasso didefinisikan sebagai berikut:

  )Y (8)

  X T W(u i, v i

  W(u i, v i

  i

  2 n i=1

  )=(X T

  β̂(u i, v i

  Koefisien parameter pada model GWL diduga dengan Weighted Least Square (WLS) dengan menambahkan fungsi pengganda Lagrange. Batasan ini mutlak pada koefisien regresi menyebabkan pola nonlinier sehingga harus diselesaikan dengan program kuadratik [1].

  dengan s menyatakan parameter penyusutan (shrinkage) yang memiliki nilai 0 sampai 1. Setiap titik lokasi geografis mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda. Hal ini menghasilkan variasi pada nilai parameter regresi di suatu kumpulan wilayah geografis.

  (7)

  | p k=1

  ∑ | β ̂ k

  ,v

  dengan variabel prediktor lainnya untuk setiap lokasi (u

  s = ∑ |

  (5)

  masing variabel prediktor. Nilai VIF dinyatakan sebagai berikut:

  VIF k ( u i ,v j

  ) =

  1

  1

  k

  2 (u i ,v j )

  dengan R

  k

  k

  2

  (u

  i

  ,v

  j

  ) adalah koefisien determinasi antara

  X

  β ̂ k| p k=1

  • 1

METODE PENELITIAN

  • β - ∑ x

  β

  )

  ∑ |β

  Menurut [8] menyatakan bahwa batasan Lasso

  p k=1 .

  dengan syarat ∑ |β k | ≤ t

  (6)

  ik β k p k=1

  p k=1

  )= ∑ (y i

  (β̂ Lasso

  Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Kalimantan Selatan. Sementara data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada para responden.

  Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling dan simple

  random sampling . Pengambilan sampel

  dilakukan di Kabupaten Tanah Laut pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kintap yang mewakili kecamatan dengan kondisi ketahanan pangan yang rawan pangan, Kecamatan Pelaihari mewakili kecamatan dengan kondisi cukup tahan pangan dan Kecamatan Kurau mewakili kecamatan dengan kondisi ketahanan pangan yang tahan pangan. Total responden 150 orang.

  Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel respon dan tujuh variabel prediktor. Sebagai variabel respon adalah persentase penduduk yang rawan pangan. Sementara variabel prediktor terdiri dari rata-rata jumlah toko/warung kelontong (eceran), persentase penduduk miskin, persentase penduduk tanpa akses penghubung yang memadai, persentase penduduk tanpa

  | ≤ t

  di mana t merupakan suatu besaran yang mengontrol besarnya penyusutan pada pendugaan koefisien Lasso dengan t ≥ 0. Jika

  k

  |

  merupakan penduga parameter koefisien Lasso terkecil dan t = ∑ |β̂

  k

  |

  p k=1

  , maka nilai t < t akan menyebabkan solusi MKT menyusut kearah nol, dan memungkinkan beberapa koefisien tepat nol. Jika nilai t yang dipilih lebih besar atau sama dengan t , maka penduga Lasso memberikan hasil yang sama dengan penduga koefisien Lasso. Penduga koefisien Lasso diperoleh dengan menentukan batas yang dibakukan yaitu s = t ∑ |β̂

  k

  p k=1

  Masalah Lasso dapat diselesaikan dengan cara memodifikasi algoritma Lars [4]. Pada tahap penyelesaian Lasso dengan algoritma Lars, parameter shrinkage (s) harus di pendugaan terlebih dahulu sebelum solusi akhir Lasso. Parameter shrinkage (s) merupakan parameter yang digunakan sebagai batasan berpengaruh signifikan terhadap variabel respon. Parameter shrinkage Lasso diduga dengan Cross-Validation. Adapun parameter shrinkage lasso didefinisikan:

  ⁄ dengan t = ∑ |β̂

  k

  |

  p k=1

  d an β̂

  k

  adalah penduga parameter untuk model penuh atau pada gambar ditulis sebagai | beta |/ max | beta | [3].

  k akses listrik, persentase penderita gizi buruk, persentase kematian balita dan ibu melahirkan, persentase sarana/prasarana kesehatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Sungai Riam 61032,56 0,00 Tampang 52601,10 0,00 Telaga 62398,69 0,00 Panjaratan 66274,78 0,00

  dan maksimum menunjukkan besar pengaruh

  2 ) nilai penduga minimum

  sampai 1,10. Nilai tersebut menunjukkan besarnya pengaruh rata-rata jumlah toko/warung terhadap persentase penduduk yang rawan pangan antara -3,59 sampai dengan 1,10. Pada penduga parameter persentase penduduk miskin (X

  1 ) adalah -0,55 dan berkisar antara -3,59

  Hasil pendugaan parameter yang tersaji pada Tabel 3 menunjukkan rata-rata penduga parameter untuk rata-rata jumlah toko/warung (X

  Hasil perhitungan jarak Euclidean yang disajikan pada Tabel 2 diketahui bahwa jarak desa terjauh dari Desa Muara Kintap adalah Desa Padang Luas yaitu sejauh 80357 meter. Sementara jarak desa terdekat dengan Desa Muara Kintap adalah Desa Kebun Raya yaitu sejauh 3819 meter. Semakin besar jarak Euclidean maka semakin kecil nilai pembobot. Sebaliknya, semakin kecil jarak Euclidean maka semakin besar nilai pembobot.

  Kali Besar 74082,24 0,00 Sungai Bakau 75411,53 0,00

  Tungkaran 66500,51 0,00 Bawah Layung 77522,56 0,00 Padang Luas 80357,46 0,00 Handil Negara 76241,91 0,00

  Secara umum, kondisi ketahanan pangan Kabupaten Tanah Laut berada pada kondisi tahan pangan. Namun demikian bukan berarti seluruh kecamatan di Kabupaten Tanah Laut juga berada pada kondisi yang sama.

  Tabel 1. Persentase Desa Rawan Pangan Kabupaten Tanah Laut Tahun 2012

  Muara Kintap persentase penduduk miskin terhadap mempengaruhi kasus kerawanan pangan persentase penduduk rawan pangan yaitu antara disetiap lokasi dengan hipotesis: 3,15 sampai dengan 6,81 dengan nilai rata-rata H

  Jarak Euclidean (d ij ) dan Pembobot (W ij ) Desa Muara Kintap Lokasi d ij W ij

  Tabel 2.

  Penentuan bandwidth (h) optimum dengan metode Cross-Validation dilakukan dengan software GWR4 dan didapatkan h sebesar 8684,69. Setelah itu, dihitung juga jarak Euclidean antar lokasi.

  Pengujian pengaruh heterogenitas spasial dilakukan untuk mengetahui apakah data atribut yang akan dilakukan pemodelan spasial mengandung heterogenitas spasial atau tidak. Analisis GWR tepat digunakan jika terdapat keragaman antar lokasi pada setiap variabel. Adanya pengaruh heterogenitas spasial dapat diketahui dengan statistik uji Breusch-Pagan. Hasil perhitungan statistik uji Breusch-Pagan berdasarkan persamaan (3) diperoleh nilai BP sebesar 20,14. Hasil uji heterogenitas spasial menunjukkan bahwa terdapat heterogenitas spasial pada data kerawanan pangan di Kabupaten Tanah Laut.

  Uji asumsi model dilakukan untuk menjawab sah atau tidaknya suatu model regresi yang akan dipakai sebagai model penjelas bagi pengaruh antar variabel prediktor terhadap variabel respon. Hasil pengujian terhadap residual menunjukkan bahwa residual dari data kerawanan pangan menyebar normal dan memiliki ragam residual yang homogen, tetapi terdapat keheterogenan spasial. Adanya aspek spasial menyebabkan penggunaan analisis regresi MKT menjadi kurang cocok karena metode ini mengabaikan pengaruh lokasi sehingga pemodelan regresi yang memperhatikan lokasi seperti GWR dapat digunakan.

  Batu Ampar 21,43 Jorong 63,64 Kintap 78,57

  Kurau 0,00 Bumi Makmur 9,09 Bati-bati 14,29 Tambang Ulang 55,56 Pelaihari 30,00 Bajuin 66,67

  Kecamatan Desa Rawan Pangan (%) Panyipatan 10,00 Takisung 25,00

  1 Riam Adung 23337,53 0,03 Kintap Kecil 5457,22 0,82 Salaman 22846,88 0,03 Kebun Raya 3819,68 0,91

  : ( )

  β j u i ,v i = 0 sebesar 5,62. Sementara penduga parameter 1 H : ( )

  β j u i ,v i ≠ 0 persentase akses penghubung yang kurang Jika nilai |statistik uji| > titik kritis t =

  (α 2; ⁄ n-p-1)

  memadai (X

  3 ), persentase penduduk tanpa akses

  t = 2,36 maka parameter ke-j

  (0.025;7)

  listrik (X

  4 ), persentase penderita gizi buruk berpengaruh terhadap kasus kerawanan pangan.

  (X

  5 ), persentase kematian balita dan ibu

  melahirkan (X

  6 ) serta persentase Tabel 5. Pengujian Parameter Model GWR Secara

  sarana/prasarana kesehatan (X

  7 ) memiliki arti Parsial Desa Muara Kintap

  yang sama yaitu besar pengaruh parameter Salah p-

  Parameter Penduga t hit Baku value

  tersebut terhadap persentase penduduk rawan

  β 17,11 0,47 36,71 0,00*

  pangan sebesar nilai rata-ratanya dengan kisaran antara nilai minimum dan maksimum -

  β -3,33 0,25 0,00*

  1 13,06 sesuai pada Tabel 3.

  β 3,15 0,52 6,01 0,00*

  2 Tabel 3.

  Ringkasan Penduga Parameter Model GWR.

  β 0,53 0,57 0,92 0,39

  3 ,v β̂(u i i )

  β 4,29 0,21 20,04 0,00* Variabel

  4 Rata-rata Minimum Maksimum β -2,67 0,33 -8,19 0,00*

  5 Intersep 15,74 14,31 17,67 β 1,86 0,18 10,10 0,00*

  6 X -0,55 -3,59 1,10

  1 β 3,98 0,54 7,44 0,00*

  7 X 5,62 3,15 6,81

  2

  • nyata pada

  α = 5% X 2,17 0,53 3,04

  3 Tabel 6. Nilai VIF Masing-masing Lokasi.

  X 4 2,62 1,07 4,45

  VIF

  X 5 -0,27 -3,63 0,99 Desa

  X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X -0,02 -1,24 2,31

6 Muara Kintap 17,59 71428,57 2288,33 1,37 2,04 1,70 2,72

  X 3,35 2,37 4,26

  7

  • Riam Adungan 841,04 58823,53 1,37 2,04 1,70 2,72 Kintap Kecil 33,47 83333,33 3344,48 1,37 2,04 1,70 2,72

  Pengujian parameter model GWR secara

  • Salaman 979,43 83333,33 1,37 2,04 1,70 2,72

  simultan dilakukan untuk mengetahui pengaruh

  Kebun Raya 14,51 62500,00 2070,39 1,37 2,04 1,70 2,72

  pemberian bobot dalam proses pendugaan

  Sungai Riam 1517,45 450,86 302,94 1,37 2,04 1,70 2,72

  parameter. Pengujian ini menggunakan uji F

  Tampang 1582,28 876,42 368,73 1,37 2,04 1,70 2,72

  dengan hipotesis:

  Telaga 873,36 309,60 337,27 1,37 2,04 1,70 2,72 H :

  β 1 (u i ,v i ) = β 2 (u i ,v i ) = … = β 7 (u i ,v i ) = 0 Panjaratan 445,63 366,57 506,07 1,37 2,04 1,70 2,72

  H 1

  : paling tidak ada satu β (u ,v ) ≠ 0

  j i i Tungkaran 370,37 416,67 600,24 1,37 2,04 1,70 2,72

  dimana j = 1, 2, …, 7 dan i = 1, 2, …, 15

  Bawah Layung 90,11 454,55 700,77 1,37 2,04 1,70 2,72 Padang Luas 75,62 338,29 367,51 1,37 2,04 1,70 2,72 Tabel 4. Pengujian Parameter Model GWR Secara

  Handil Negara 105,11 421,23 491,40 1,37 2,04 1,70 2,72 Simultan

  Kali Besar 131,08 480,54 558,97 1,37 2,04 1,70 2,72 SK DB JK KT F

  Sungai Bakau 143,49 578,37 967,12 1,37 2,04 1,70 2,72 Regresi Global 8 50,91 GWR Improv. 6,97 50,91 7,30 41,66

  Model GWR dengan Desa Muara Kintap

  GWR Residual 0,03 0,01 0,18

  berdasarkan hasil pengujian parameter yang disajikan pada Tabel 5 adalah: Nilai statistik uji F (41,66) > titik kritis

  y ̂ = 17,11 – 3,33X1 + 3,15X2 + 0,53X3 + 4,29X4

  F = F = 3,52 sehingga H

  (9) (α;n,n-p-1) (0.05;15,7)

  • – 2,67X5 + 1,86X6 + 3,98X7

  ditolak, dapat disimpulkan bahwa pemberian Terdapat enam statistik uji yaitu rata-rata pembobot berpengaruh terhadap pendugaan jumlah toko/warung kelontong, persentase parameter model GWR. penduduk miskin, persentase penduduk tanpa

  Pengujian secara parsial bertujuan untuk akses listrik, persentase penderita gizi buruk, mengetahui variabel prediktor yang persentase kematian bayi dan ibu melahirkan seperti ditunjukkan pada Gambar 3

  Kernel

  1 . Variabel prediktor yang

  Kondisi ketahanan pangan Kabupaten Tanah Laut dengan pembobot Fixed Gaussian

  Kondisi ketahanan pangan Kabupaten Tanah Laut dengan menggunakan data sekunder seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 diketahui bahwa desa yang termasuk rawan pangan cenderung mengelompok pada satu wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kintap. Sementara desa yang berada pada kondisi cukup tahan pangan dan tahan pangan mengelompok di Kecamatan Pelaihari dan Kurau.

  Peta Kondisi Ketahanan Pangan di lokasi penelitian.

  ŷ = 9,39 – 3,94X1 + 0,43X2 + 0,55X3 + 0,93X4 – 5,47X5 + 2,98X6

  ˆ) di Desa Muara Kintap adalah 0,61. Model GWL Lokal di Desa Muara Kintap adalah:

  berpengaruh nyata dapat diketahui dengan melihat variabel prediktor yang masuk pada batasan shrinkage, di mana nilai shrinkage (s

  Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa semua variabel prediktor berpengaruh nyata terhadap kerawanan pangan di Desa Muara Kintap kecuali X

  serta persentase sarana/prasarana kesehatan bersifat nyata yang berarti persentase penduduk rawan pangan di Desa Muara Kintap dipengaruhi oleh enam variabel ini atau semua variabel prediktor yang digunakan dalam penelitian kecuali variabel persentase penduduk tanpa akses penghubung yang memadai. Lima variabel prediktor mempunyai hubungan positif dengan persentase penduduk rawan pangan dan dua variabel prediktor mempunyai hubungan negatif dengan persentase penduduk rawan pangan.

  Pada pemodelan GWL lokal dilakukan pendugaan parameter di setiap lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan geografis di setiap lokasi penelitian. Model GWL lokal yang didapat sesuai dengan banyaknya lokasi penelitian. Contoh hasil pemodelan GWL lokal di Desa Muara Kintap ditunjukkan pada Gambar 1.

  memiliki nilai VIF lebih dari 10. Oleh karena itu pemodelan GWL perlu dilakukan pada data tersebut, sehingga diperoleh hasil prediksi yang lebih baik.

  1 , X 2 dan X 3 yang

  Hasil deteksi multikolinieritas menunjukkan adanya multikolinieritas lokal pada model GWR. Hal ini dapat dilihat pada nilai VIF untuk variabel X

  Nilai parameter shrinkage dan variabel yang nyata pada pemodelan GWL Desa Muara Kintap.

  Gambar 1.

  Untuk mendeteksi variabel prediktor yang tidak berpengaruh nyata di lokasi penelitian pada pemodelan GWR, dilakukan deteksi multikolinieritas lokal untuk melihat hubungan antar variabel prediktor di masing-masing lokasi. Deteksi multikolinieritas lokal pada model GWR ini menggunakan kriteria nilai VIF (Tabel 6).

  • – 0,16X7 (10) Gambar 2.
diketahui bahwa terdapat 3 desa dengan kondisi rawan pangan, 2 desa dengan kondisi cukup tahan pangan dan 10 desa dengan kondisi tahan pangan. Apabila dibandingkan dengan kondisi ketahanan pangan dengan menggunakan data sekunder, terdapat 8 desa dengan kondisi ketahanan pangan yang sama, 1 desa dengan kondisi ketahanan pangan yang lebih jelek dan 6 desa dengan kondisi ketahanan pangan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

  [5] Hamilton, L. C. (1992), Regression With

  [10] Yasin, H., (2011), Pemilihan Variabel pada Model Geographically Weighted Regression, J. Media Statistika 4(2): 63 – 72.

  Journal of Geographical System 7(2): 161 –187.

  [9] Wheeler, D., dan Tiefelsdorf, M., (2005), Multicollinearity and Correlation Among Local Regression Coefficients in Geographically Weighted Regression,

  58 (1): 267 – 288.

  Journal of the Royal Statistical Society B

  [8] Tibshirani, R., (1996), Regression shrinkage and selection via the lasso,

  Environment and Planning A(32): 9 –32.

  [7] Leung, Y., Mei, C. L., dan Zhang, W. X., (2000), Statistic Tests for Spatial Non- Stasionarity Based on the Geographically Weighted Regression Model, J.

  Evaluasi Ketahanan Pangan, Tanggal Akses 3 April 2013

  s, Wadsworth: California. [6] Hanani, N., (2009), Monitoring dan

  Graphics A Second Course in Applied Statistic

  Gambar 3.

  Peta Kondisi Ketahanan Pangan di lokasi penelitian dengan pembobot Fixed Gaussian Kernel .

  Jurnal Ilmu Dasar 11(1): 83 – 91.

  [3] Dewi, Y.S. (2010), OLS, LASSO dan PLS pada data mengandung multikolinieritas,

  Munich Personal RePEc Arkhive (MPRA) Paper 1682(12).

  (2007), Modeling Spatial Variations in Household Disposable Income with Geographically Weighted Regression,

  ITS Surabaya. [2] Chasco, C., Garcia, I., dan Vicens, J.,

  , Tesis,

  Pemodelan Geographically Weighted Lasso (GWL) pada Penderita Diare di Kabupaten Sumedang

  [1] Arumsari. N., (2011), Penggunaan

  Hasil validasi model menunjukkan bahwa pembobot Fixed Gaussian Kernel mampu memprediksi 8 (delapan) desa dengan kondisi ketahanan pangan yang sama dengan data sekunder.

  Weighted Lasso (GWL).

  Berdasarkan hasil analisis kasus kerawanan pangan di Kabupaten Tanah Laut terdapat kasus heterogenitas spasial dan multikolinieritas lokal, sehingga untuk mengatasinya dilakukan pendekatan metode yang menggunakan pembobot yaitu metode Geographically

  KESIMPULAN

  [4] Efron, B., Hastie, T., Johnstone, I., dan Tibshirani, R. (2004), Least Angle Regression, The Annals of Statistics 32(2): 407 – 451.