Efek Program SBABS Terhadap Pencegahan Stunting Anak Baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi
OPEN ACCESS
Indonesian Journal of Human Nutrition
P-ISSN 2442-6636 E-ISSN 2355-3987 www.ijhn.ub.ac.id
Artikel Hasil Penelitian
Efek Program SBABS Terhadap Pencegahan Stunting Anak Baduta di
Kabupaten Banggai dan Sigi
1*
2
3
4 Fahmi Hafid , Udin Djabu , Udin , Nasrul 1 2,3
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palu,
Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Palu
4 Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu*alamat korespondensi: hafid.fahmi79@gmail.com, Tlp : +6285255530999
Diterima: Mei 2017 Direview: Oktober 2017 Dimuat: Desember 2017
Abstrak
Program stop buang air besar sembarangan(SBABS) merupakan program sanitasi total berbasis
masyarakat yang membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit
berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat merubah perilaku untuk tidak
melakukan aktivitas buang air besar sembarangan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis
pengaruh program stop buang besar sembarangan terhadap pencegahan stunting anak baduta di
Kabupaten Banggai dan Sigi. Desain penelitian yang digunakan case control. Penelitian
dilaksanakan pada wilayah pelaksanaan program stop buang air besar di Sulawesi Tengah dengan
prevalensi stunting yang tinggi yaitu Kabupaten Banggai dan Sigi pada tanggal 8 September hingga
7 Oktober 2016. Sampel sebanyak 352 orang anak usia 1-2 Tahun. Pengambilan sampel dengan
metode consecutive sampling. Uji perbedaan menggunakan uji Mann-Whitney U. Hasil analisis
menunjukkan proporsi baduta stunting sebesar 15,6%. Jumlah sampel pada kelompok SBABS
sebanyak 116 orang (33,0%) dengan rerata tinggi badan -0,36±1,6 sedangkan pada kelompok non
SBABS sebanyak 236 orang (67,0%) dengan rerata tinggi badan -0,94±1,5. Terdapat perbedaan
yang bermakna antara pertumbuhan baduta kelompok SBABS dengan non SBABS (p=0,002).
Program stop buang air besar sembarangan mencegah stunting anak baduta di Kabupaten Banggai
dan Sigi.Kata kunci: Program SBABS, Stunting, Baduta
Abstract
Open Defecation Free (ODF) program is a total sanitation community-based program that
encourages clean and healthy living behavior, prevents the spread of environment-based diseases,
and improves community ability to change their behavior not to carry out open defecation. The
purpose of this research is to analyze the influence of open defecation free program on the
prevention of stunting baby under two years in Banggai and Sigi. The research design used was
case control. This research was conducted from 8 September to 7 October 2016 in the
implementation areas of open defecation free program in Central Sulawesi that have high stunting
prevalence, i.e Banggai and Sigi Regencies. The sample obtained was 352 babies aged 1-2 years
80 Indonesian Journal of Human Nutrition, Desember 2017, Vol. 4 No. 2, hlm. 79 - 87
ODF group was 236 babies (67.0%) with mean height -0.94±1.5. There is a significant difference
between the growth of baby under two years in ODF group and non ODF (p=0,002). Open
defecation free program prevents stunting baby under two years in Banggai and Sigi Regencies.Keywords: Open Defecation Free program, Stunting, Baby under two years ______________________________________________________________________________ PENDAHULUAN
Program sanitasi total berbasis ma- syarakat (STBM) merupakan kebijakan nasional berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 yang kemudian dilanjutkan dengan Per- menkes No 3 tahun 2014. Tujuan penye- lenggaraan program ini adalah untuk me- wujudkan perilaku masyarakat yang higie- nis dan saniter secara mandiri dalam rang- ka meningkatkan derajat kesehatan ma- syarakat yang setinggi-tingginya. Penerap- an STBM dilakukan dalam 5 pilar; Stop Buang Air Besar Sembarangan; Cuci Tangan Pakai Sabun; Pengelolaan Air Mi- num dan Makanan Rumah Tangga; Pe- ngamanan Sampah Rumah Tangga; dan Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga[1].
Penelitian di Libya, faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko stunting akibat lingkungan rumah adalah kondisi tempat tinggal, pasokan air bersih yang kurang dan kebersihan lingkungan yang tidak memadai [2]. Kejadian infeksi dapat menjadi penyebab kritis terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan [3]. Pe- nyediaan toilet, perbaikan dalam praktek cuci tangan dan perbaikan kualitas air ada- lah alat penting untuk mencegah tropical
METODE PENELITIAN
enteropathy dan dengan demikian dapat
mengurangi risiko hambatan pertumbuhan tinggi badan anak [4]. Pada usia anak dibawah 2 tahun diperkirakan 25% dari kejadian stunting terkait dengan kejadian diare
≥5 kali yang dialami oleh anak stunting tersebut [5]. Pertumbuhan linier pada anak usia dini merupakan penanda pertumbuhan yang sehat [6]. Tahun 2013 diperkirakan lebih dari sepertiganya berada di Afrika.
Terdapat kecenderungan penurunan pre- valensi stunting dimana pada tahun 2000 hingga 2013 prevalensi stunting menurun dari 33% menjadi 25% atau dari 199 juta balita menjadi 161 juta balita [7]. Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat preva- lensi stunting nasional mencapai 37,2 persen, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, se- perti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). Total stunting balita di Kabupaten Banggai dan Sigi tahun 2013 sebesar 41%, lebih tinggi dari rerata nasional [8]. Pemantauan status gizi di Kabupaten Banggai dan Sigi melaporkan stunting balita tahun 2015 sebesar 35,6%. Kabupaten dengan prevalensi tertinggi berturut turut di Kabupaten Sigi (45,2%) Kabupaten Touna (42,3%) dan Kabupaten Banggai kepulauan (40%). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh program stop buang besar sembarangan terhadap pencegahan stunting anak baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi.
Rancangan/Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain Kohor Retrospektif. Ke- lompok SBABS sebagai penerima pro- gram dengan kelompok Non SBABS yang tidak menerima program.
Wilayah SBABS meliputi 5 desa yaitu Desa Simoro, Baluase, Padangon, Balantak, Dolom dan Desa Padang dengan jumlah sampel 116 orang, sedangkan wi-
Fahmi, dkk, Efek Program SBABS terhadap ...
Sumber Data
Penelitian dilakukan pada tanggal 8 September-7 Oktober 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 352 orang berusia 6-23 bulan. Teknik pengambilan sampel secara
purposive dengan kriteria inklusi, sampel
berumur 6-23 Bulan, berdomisili minimal 6 bulan di wilayah penelitian dan bersedia menjadi sampel. Kriteria eksklusi sampel berumur <6 dan >23 bulan dan tidak bersedia menjadi sampel.
Pengumpulan data karakteristik ru- mah tangga meliputi status kepemilikan rumah, tipe lantai, konstruksi rumah, tipe toilet dan penggunaan listrik. Data karak- teristik orang tua seperti umur, pendi- dikan, pekerjaan, jumlah anak, jumlah anggota keluarga >4 orang dan penge- luaran rumah tangga. Data karakteristik anak meliputi jenis kelamin, berat dan panjang lahir serta umur.
Perilaku sanitasi meliputi perilaku buang air besar, praktik cuci tangan dan penggunaan air minum dalam keluarga. Pengumpulan data antropometri penguku- ran panjang badan menggunakan Length
Instrumen yang di gunakan telah di- uji coba dan telah telah memperoleh surat persetujuan komisi etik penelitian kesehat- an dari Politeknik Kemenkes Yogyakarta No. LB.01.01/KE/XXXIX/ 370/2016.
Pengembangan Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
81 Batu, Talima, Talima B, Tanotu, Tange- ban, Cemerlang, Taugi dan Minangdala sebanyak 236 orang.
Data Primer dari hasil wawancara kusioner terstruktur dan pengukuran pan- jang badan anak baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi. Data sekunder diper- oleh dari Puskesmas Pandere dan Baluase kab. Sigi Puskesmas Balantak dan Puskes- mas Tangeban Kabupaten Banggai.
HASIL PENELITIAN
Uji yang digunakan untuk menguji perbedaan Z-score panjang badan menurut umur antara kelompok SBABS dan Non SBABS adalah uji Mann Whitney U sedangkan hubungan antara status gizi, morbiditas dengan status SBABS dengan menggunakan uji Chi Square. Uji Norma- litas data Z-Score PB/U dengan menggu- nakan Uji kolmogorov-Sminornov yang mana pada kedua kelompok menunjukkan data tidak berdistibusi normal (p=0,000).
an bulan, hasil pengukuran tersebut kemu- dian dikonversikan dalam Z-Score PB/U menggunakan program WHO Antro 2005. Data pendukung lainnya diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang telah di- ujicoba.
Board Measuring , umur anak dalam satu-
Hasil penelitian menunjukkan Badu- ta yang berada pada wilayah desa/kelurah- an SBABS sebanyak 116 orang, 37,9% diantaranya berada di Kabupaten Banggai dan 62,1% berada di Kabupaten Sigi (Tabel 1).
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok SBABS, Kepemilikan rumah pribadi 78,8%, masih ada yang beralaskan tanah 18,8%, namun hampir semua ke- luarga telah menggunakan WC tertutup yaitu sebanyak 97,4% sedangkan pada kelompok Non SBABS tidak jauh berbeda kepemilikan rumah pribadi 73,8%, ber- lantai tanah 16,8% dan penggunaan WC tertutup sedikit lebih rendah yaitu 89,8%.
Responden dalam penelitian ini ada- lah anak, ibu dan keluarga dari anak yang menjadi sampel.
82 Indonesian Journal of Human Nutrition, Desember 2017, Vol. 4 No. 2, hlm. 79 - 87
Tabel 1. Wilayah Kabupaten Program Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi
SBABS Non SBABS Kabupaten
Total (n=116) (n=236)
Kabupaten
Banggai 44 (37,9%) 214 (90,7%) 258 (73,3%)
Sigi 72 (62,1%) 22 (9,3%) 94 (26,7%)
Tabel 2. Karakteristik Responden Program Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi
SBABS Non SBABS Total Karakteristik
(n=116) (n=236)
Karakteristik RT
Status KepemilikanRumah (pribadi) 78,8 73,8 76,3
Tipe lantai rumah (tanah) 18,8 16,8 17,8
Konstruksi rumah (kayu) 39,7 36,9 38,3
Tipe toilet (WC Tertutup) 97,4 89,8 93,6
Listrik (menyala selama 24 jam) 75,8 78,8 77,3
Karakteristik Orang tua
Umur Ibu, thn 28,06±7,2 30,25±7,5 29,15±7,3
Umur Ayah,thn 32,23±9,1 32,94±7,6 32,58±8,3
Jumlah Anak 2,7±1,2 2,8±1,6 2,7±1,4
Pendidikan Ibu ( ≥ Tamat SMA) 46,5 42,5 44,5
Pendidikan Ayah ( 52,8 49,8 51,3
≥Tamat SMA)
Pekerjaan Ayah (Petani/Nelayan) 50,9 50,9 50,9
Jumlah anggota keluarga> 4 orang 46,3 46,3 46,3
Pengeluaran keluarga (<1,670,000) 65,8 62,8 64,3
Karakteristik Anak Jenis Kelamin (Laki-laki) 56 (48,2) 113 (47,8)
48 Berat Lahir (gr) 3125,0±395 3172,4±509 3148,7±452
Panjang Badan Lahir (cm) 48,4±0,9 49,2±1,3 48,7±1,2
Z-Score BB/U -0,83±1,4 -0,59±1,6 -0,67±1,5
Z Score BB/TB -0,91±2,0 -0,09±2,0 -0,36±2,1
Z Score TB/U -0,32±1,6 -0,96±1,5 -0,75±1,6
Z-Score BMI/U -0,89±2,1 -0,03±2,1 -0,31±2,1
Kategori Umur 0-5 Bulan 32 (27,6%) 67 (28,4%) 99 (28,1%) 6-11 Bulan 34 (29,3%) 71 (30,1%) 105 (29,8%) 12-23 Bulan 50 (43,1%) 98 (41,5%) 148 (42,0%)
Fahmi, dkk, Efek Program SBABS terhadap ...
83
Tabel 3. Perilaku Sanitasi dan Hygene Responden Program Stop Buang Air Besar
Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi
SBABS Non SBABS p-value* Perilaku Sanitasi dan Hygene
(n=116) (n=236)
Perilaku Buang Air Besar Di Jamban 113 (97,4%) 212 (89,8%) 0,021 Sembarangan 3 (2,6%) 24 (10,2%)
Cuci Tangan Air Bersih mengalir pakai Sabun 115 (99,1%) 207 (87,7%) 0,000 Air tidak Pakai Sabun 1 (0,9%) 29 (12,3%)
Air Minum Rumah tangga
Aman dan Sehat 116 (100,0%) 228 (96,6%) 0,104
Tidak Aman dan Tidak Sehat 0 (0%) 8 (3,4%)- Uji Chi Square
Tabel 4. Nilai Z-Score Baduta di Wilayah SBABS dan Non SBABS
di Kabupaten Banggai dan Sigi
Mean±SD Z-Scorep-value* Indikator Antropometri SBABS Non SBABS
(n=116) (n=236)
Berat Badan Menurut Umur (BB/U) -0,80±1,5 -0,60±1,6 0,285
Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) -0,31±1,6 -0,96±1,5 0,000
Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) -0,87±2,0 -0,11±2,0 0,000
BMI menurut Umur (BMI/U) -0,86±2,1 -0,05±2,1 0,000
- Uji Mann-Whitney U
Tabel 5. Status Gizi dan Morbiditas Responden Program Stop Buang Air Besar
Sembarangan di Kabupaten Banggai dan Sigi
SBABS Non SBABS p-value* Status Gizi
(n=116) (n=236)
Berat Badan Menurut Umur Kurang 29 (25,0%) 41 (17,4%)
Baik 83 (71,6%) 185 (78,4%) 0,247
Lebih 4 (3,4%) 10 (4,2%)Tinggi Badan Menurut Umur Normal 106 (91,4%) 191 (80,9%) 0,017 Stunting 10 (8,6%) 45 (19,1%)
Berat Badan Menurut Tinggi Badan Kurus 38 (32,8%) 40 (16,9%)
Normal 67 (57,8%) 161 (68,2%) 0,032
Gemuk 11 (9,5%) 35 (14,8%)Morbiditas
Demam 2 minggu lalu 6 (5,2%) 14 (5,9%) 0,964
Diare 1 bulan lalu 2 (1,7%) 26 (11,0%) 0,000
Batuk 2 minggu lalu 6 (5,2%) 28 (11,9%) 0,005
ISPA 1 bulan lalu 0 (0%) 22 (9,3%) 0,002
84 Indonesian Journal of Human Nutrition, Desember 2017, Vol. 4 No. 2, hlm. 79 - 87 Pada kelompok SBABS rerata umur ibu 28 Tahun dan umur Ayah 32 tahun. Jumlah anak 2 orang, Tamat SMU seba- nyak 46,5% (Ibu) dan 52,8% (Ayah). Orangtua umumnya bekerja sebagai petani ataupun nelayan (50,9%). Pengeluaran keluarga yang kurang dari Rp. 1.670.000 sebanyak 65,8%.
Responden yang berjenis kelamin laki-laki 48,2%, rerata berat lahir 3.125,0 gr dengan panjang lahir 48,4 cm. Res- ponden berumur 0-5 bulan, 6-11 bulan dan 12-23 bulan berturut-turut sebanyak 27,6%, 29,3% dan 43,1%.
Perilaku Sanitasi buang air besar di jamban pada kelompok SBABS lebih tinggi 97,4% dibandingkan dengan ke- lompok Non SBABS yaitu 89,8%. Ter- dapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang ditunjukkan dengan nilai p=0,021 atau <0,05. Pada kelompok SBABS hampir semua responden mencuci tangan menggunakan air bersih yang mengalir dan memakai sabun (99,1%) sedangkan pada kelompok Non SBABS lebih rendah yaitu 87,7%. Terdapat per- bedaan yang signifikan antara kedua ke- lompok yang ditunjukkan dengan nilai p=0,000 atau <0,05 (tabel 3).
Terdapat perbedaan bermakna an- tara Z-Score panjang badan menurut umur di kelompok SBABS dibanding dengan kelompok Non SBABS (p=0,000). Z- Score Panjang badan menurut umur kelompok SBABS rata-rata -0,31±1,6 lebih tinggi dibanding pada kelompok Non SBABS yaitu -0,96±1,5. Prevalensi stunting pada kelompok SBABS juga lebih rendah 8,6% dibanding dengan kelompok Non SBABS yaitu 19,1% dengan perbedaan signifikan p=0,017.
Kejadian morbiditas pada kelom- pok Non SBABS lebih tinggi seperti Diare 11,0%, Batuk 11,9% dan ISPA 9,3%. Sedangkan pada kelompok SBABS ber- turut turut diare 1,7%, batuk 5,2% dan tangan menggunakan air mengalir/sabun, kejadian diare dengan kejadian stunting pada responden di Kabupaten Banggai dan Sigi.
PEMBAHASAN
Tujuan penelitian ini untuk meng- analisis pengaruh program stop buang besar sembarangan terhadap pencegahan stunting anak baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi. Hasil penelitian me- nunjukkan bahwa secara umum karak- teristik rumah tangga, karakteritik orang tua, riwayat berat dan panjang lahir tidak jauh berbeda antar kedua kelompok. Tingkat ekonomi dengan menilai penge- luaran keluarga <Rp 1.670.000 pun tidak jauh berbeda (65,8% vs 62,8%). Namun dalam hal perilaku buang air besar dan praktik cuci tangan berbeda antar kelom- pok SBABS dan Non SBABS.
Ada banyak faktor yang meme- ngaruhi tinggi badan salah satu dianta- ranya adalah faktor kesehatan lingkung- an. Hasil penelitian ini menunjukkan bah- wa rerata tinggi badan pada kelompok desa SBABS lebih tinggi dibanding dengan kelompok desa non SBABS. Mekanisme ini dapat merujuk melalui apa yang disebut sebagai pencegahan tropical
enteropathy , pencegahan diare dan penya-
kit infeksi lainnya yang menghambat penyerapan zat-zat gizi pada pencernaan anak baduta.
Humphrey melaporkan bahwa pe- nyakit lingkungan subklinis enteropati telah meningkatkan permeabilitas usus kecil untuk menjadi patogen sekaligus mengurangi penyerapan zat gizi. Hal ini- lah yang menyebabkan malnutrisi, stun- ting, bahkan dengan tanpa harus men- derita diare [4]. Sejalan dengan itu, Checkley et al dengan menggunakan data longitudinal secara rinci mempelajari hu- bungan antara anak diare dengan tinggi badan. Hasil penelitiannya menunjukkan
Fahmi, dkk, Efek Program SBABS terhadap ...
85 stunting pada umumnya telah mengalami diare
≥5 kali selama 2 tahun terakhir.
Studi ekonometrik terbaru mene- mukan bahwa program sanitasi peme- rintah India telah berpengaruh terhadap pengurangan kematian bayi. Program ter- sebut juga meningkatkan rerata tinggi badan anak-anak di pedesaan India. Selama 3 tahun mulai tahun 1999 hingga tahun 2012, pemerintah India telah melak- sanakan program sanitasi pedesaan yang dikenal dengan nama Total Sanitation
Campaign [5].
Di Maharashtra India, anak-anak yang tinggal di desa menerima perlakuan motivasi sanitasi dan subsidi pembangun- an jamban. Hasilnya ternyata pertum- buhan tinggi badan anak-anak penerima motivasi dan subsidi jamban lebih tinggi daripada anak-anak di desa kontrol. Pelajaran yang dipetik dari program terse- but adalah bahwa dalam rangka memper- siapkan tujuan pembangunan berkelan- jutan, disamping menyediakan akses ter- hadap air dan toilet, ada kebutuhan untuk meningkatkan kebersihan, terutama bagi perempuan dan anak perempuan. Sektor ini telah diamati selama bertahun-tahun bahwa air yang aman pada sumbernya sering tercemar oleh praktik penyimpanan air di tingkat rumah tangga, menyediakan toilet gratis tidak akan mengakibatkan penghentian buang air besar terbuka jika itu adalah pilihan sanitasi yang lebih disukai oleh anggota rumah tangga, dan mencuci tangan ternyata bukan perilaku yang sederhana untuk menjadi suatu kebiasaan [8].
Bayi dan baduta yang berada pada fase belajar untuk makan sendiri, meng- eksplorasi lingkungan dengan cara me- rangkak, memasukkan benda-benda di mulut merupakan aktifitas yang berisiko untuk mengalami kontaminasi makanan. Pembuangan tinja, pembuangan kotoran hewan dan kebersihan tangan menjadi hal berfungsi sebagai penghalang penting untuk praktik kebersihan yang tepat dan persiapan yang aman dari makanan pendamping anak baduta. Literatur medis dan epidemiologi telah mendokumen- tasikan mekanisme yang menghubungkan antara buang air besar sembarangan dengan hambatan pertumbuhan pada awal kehidupan manusia [9].
Menggunakan data Survei Demo- grafi dan Kesehatan dari 172 negara antara tahun 1986 dan 2007, Fink et al. melaporkan bahwa stunting dan sanitasi antar negara cukup bervariasi. Laporan ini menunjukkan kejadian stunting lebih ren- dah pada rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi [10]. Se- lain itu, berbagai penelitian dari masing- masing negara baik analisis survei cross- sectional, penelitian longitudinal dan pe- nelitian operasional menunjukkan bahwa peranan sanitasi sangat penting bagi pertumbuhan tinggi anak.
Sementara itu, Esrey yang meng- analisis data DHS dari 70 negara ber- penghasilan rendah dan menengah menun- jukkan bahwa sumber air yang baik dapat menurunkan prevalensi stunting. Secara khusus, Efek dari ketersedian air terhadap tinggi badan anak relatif kecil dan hanya berefek positif terhadap anak-anak pede- saan ketika pelayanan air yang tersedia ditingkatkan [11].
Rah et al menemukan bahwa efek perlindungan dari ibu atau pengasuh yang melaporkan praktik kebersihan pribadi terhadap stunting di India meningkat ke- tika mereka disertai dengan akses rumah tangga terhadap air melalui pemipaan. Sebuah meta-analisis data dari 14 uji coba cluster secara acak yang di lakukan di 10 negara berpenghasilan rendah dan me- nengah menemukan manfaat kecil inter- vensi air, sanitasi dan hygene pada tinggi anak di bawah usia lima tahun. Analisis dibatasi oleh kurangnya studi kualitas
86 Indonesian Journal of Human Nutrition, Desember 2017, Vol. 4 No. 2, hlm. 79 - 87 rendah dan perilaku buruk dapat berdam- pak pada status gizi anak dengan menye- babkan diare, infeksi cacing usus atau penyakit enteropati. Infeksi dan kondisi ini secara langsung mempengaruhi status gizi melalui jalur hilangnya nafsu makan, kehi-langan jaringan inang, pencernaan yang buruk atau malabsorpsi gizi, aktivasi kekebalan kronis dan tanggapan lain untuk infeksi yang mengalihkan penggu- naan zat gizi dan energi, seperti demam [12].
Penelitian Torlesse et al (2016) me- nunjukkan bahwa terdapat interaksi yang signifikan antara fasilitas sanitasi rumah tangga, pengolahan air rumah tangga dengan stunting. Prevalensi stunting se- cara signifikan lebih tinggi di antara anak- anak yang tinggal di rumah tangga tanpa memiliki jamban dibandingkan yang me- miliki jamban (35,3% vs 24,0%); rumah tangga yang tidak menggunakan sabun untuk mencuci tangan dibandingkan dengan mereka yang melakukannya (31,6% vs 25,8%); dan rumah tangga yang minum air yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah (38,2% vs 27,3%) [13].
UCAPAN TERIMAKASIH
Claire menawarkan upaya pening- katan status gizi dengan cara mengurangi penyakit diare dan infeksi enteric oleh karena kontaminasi tinja manusia [14].
Penelitian ini membuktikan bahwa rerata Z-Score tinggi badan menurut umur pada kelompok SBABS lebih tinggi dibanding dengan kelompok Non SBABS. Demikian pula prevalensi stunting pada kelompok SBABS lebih rendah dibanding dengan kelompok Non SBABS. Hal ini berarti bahwa dengan program SBABS merupakan salah satu cara pencegahan stunting anak baduta di kabupaten Banggai dan Sigi.
- – 9.
SIMPULAN
Program SBABS merupakan salah meningkatkan sanitasi terutama kepemi- likan jamban dan perilaku tidak buang air besar sembarangan, membiasakan praktik mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan menggunakan sabun. Kebi- jakan mengatasi stunting anak di Kabu- paten Banggai dan Sigi mempertimbang- kan air, sanitasi dan kebersihan diri pengasuh dan anak. Masih diperlukan penelitian operasional untuk menentukan cara terbaik yang mengintegrasikan air, sanitasi dan intervensi kesehatan menjadi pendekatan multisektoral yang lebih luas untuk mengurangi stunting di Kabupaten Banggai dan Sigi.
Kepada Direktur Politeknik Kese- hatan Kemenkes Palu dan Kepala Badan PPSDMK atas dukungan dana penelitian melalui Riset Pembinaan Tenaga Kese- hatan Tahun 2016 dan subyek yang bersedia mengikuti penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN 1. Kementerian Kesehatan RI.
Kurikulum dan Modul Pelatihan STBM bagi Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan di Indonesia [Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2013.
Available from: http://stbm- indonesia.org/files/BUKU_KURMO D_PELATIHAN_DOSEN.pdf
2. El Taguri A, Betilmal I, Mahmud SM, Monem Ahmed A, Goulet O, Galan P, et al. Risk factors for stunting among under-fives in Libya.
Public Health Nutr. 2009;12(8):1141
3. Prendergast AJ, Rukobo S, Chasekwa
B, Mutasa K, Ntozini R, Mbuya MNN, et al. Stunting is characterized by chronic inflammation in zimbabwean infants. PLoS One. 2014;9(2).
- –5. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0140- 6736(09)60950-8
Available from: http://documents.worldbank.org/curat ed/en/443941468042021369/Village- sanitation-and-childrens-human- capital-evidence-from-a-randomized- experiment-by-the-Maharashtra- government health: Evidence from the demographic and health surveys 1986-2007. Int J Epidemiol. 2011;40(5):1196 –204.
: Water , Sanitation , and Hygiene [Internet]. Washington DC; 2016.
14. Chase C, Ngure F. Multisectoral Approaches to Improving Nutrition
13. Torlesse H, Cronin AA, Sebayang SK, Nandy R. Determinants of stunting in Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey indicate a prominent role for the water, sanitation and hygiene sector in stunting reduction. BMC Public Health [Internet]. 2016;16(1):669. Available from: http://bmcpublichealth.biomedcentral. com/articles/10.1186/s12889-016- 3339-8
Household sanitation and personal hygiene practices are associated with child stunting in rural India: a cross- sectional analysis of surveys. BMJ Open [Internet]. 2015;5(2):e005180. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/ar ticlerender.fcgi?artid=4330332&tool= pmcentrez&rendertype=abstract
12. Rah JH, Cronin AA, Badgaiyan B, Aguayo VM, Coates S, Ahmed S.
C. Reviews / Analyses Effects of improved water supply and sanitation on. 1991;(Table 1).
11. Esrey SA, Potash JB, Roberts L, Shiff
9. Hammer J. Village Sanitation and Children ’ s Human Capital Evidence from a Randomized Experiment by the Maharashtra Government [Internet]. Washington, DC; 2013.
Fahmi, dkk, Efek Program SBABS terhadap ...
8. Ngure FM, Humphrey JH, Mbuya MNN, Majo F, Mutasa K, Govha M, et al. Formative Research on Hygiene Behaviors and Geophagy among Infants and Young Children and Implications of Exposure to Fecal Bacteria. 2013;89(4):709 –16.
7. International Food Policy Research Institute. Global Nutrition Report 2014: Actions and Accountability to Accelerate the World’s Progress on Nutrition [Internet]. Washington, DC; 2014. Available from: http://www.ifpri.org/publication/glob al-nutrition-report-2014-actions-and- accountability-accelerate-worlds- progress
2008;371(9608):243 –60.
6. Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, Caulfield LE, de Onis M, Ezzati M, et al. Maternal and child undernutrition: global and regional exposures and health consequences. Lancet.
2008;37(4):816 –30.
5. Checkley W, Buckley G, Gilman RH, Assis AM, Guerrant RL, Morris SS, et al. Multi-country analysis of the effects of diarrhoea on childhood stunting. Int J Epidemiol.
87 handwashing. Lancet [Internet]. 2009;374(9694):1032
Available from: http://documents.worldbank.org/curat ed/en/881101468196156182/Multisec toral-approaches-to-improving- nutrition-water-sanitation-and- hygiene