PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK YANG MENJADI KORBAN KEJAHATAN ITE DI BIDANG PERBANKAN Mahesa Jati Kusuma Abstrak - PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK YANG MENJADI KORBAN KEJAHATAN ITE DI BIDANG PERBANKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK YANG MENJADI KORBAN KEJAHATAN ITE DI BIDANG PERBANKAN
Mahesa Jati Kusuma Abstrak
Semakin maraknya tindak kejahatan cyber crime di bidang perbankan yaitu kasus pembobolan terhadap sistem keamanan dan pembobolan rekening (hacking) atau sistem elektronik nasabah dalam sistem perbankan nasional dengan menggunakan sarana, prasarana dan identitas orang lain guna memalsukan kartu kredit dalam kejahatan yang disebut Carding Sehingga dalam penegakan hukum pidana, korporasi khususnya lembaga perbankan tidak hanya menjadi korban pembobolan rekening nasabah tetapi juga masih bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh nasabah.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Kejahatan ITE
PENDAHULUAN
keinginan dengan tarikan pengaruh global yang tidak sedikit memproduk dan
Perkembangan kejahatan yang menawarkan perubahan yang bersifat berkaitan dengan teknologi ini sering kerugian. Misalnya menjadikan teknologi
dikatakan sebagai bentuk kejahatan cyber sebagai alat memenuhi perkembangan dan crime (kejahatan dunia maya). Bentuk dasar pengembangan sistem transaksi pada klasik dari kejahatan ini adalah seperti: perbankan, tetapi masih seringkali kita Joycomputing (memakai komputer tanpa gagal menolak dampak destruktifnya. ijin), hacking ( memasuki sistem jaringan Berdasarkan perkembangan zaman dan komputer secara tidak sah), The Trojan semakin canggihnya teknologi pula yang horse (memanipulasi program komputer), semakin memacu kejahatan cyber crime Data Leakage (pembocoran data), Data untuk berevolusi menjadi berbagai macam Diddling ( manipulasi data komputer) dan jenis kejahatan baru dan modus operandi Perusakan Data Komputer. Kejahatan yang berkaitan dengan tindak kejahatan mayantara tersebut dapat disebut sebagai
cyber crime.
”cost” atau harga mahal dari suatu
kejahatannya perubahan masyarakat global yang tingkat berkembang, mulai yang dikenal umum perkembangannya melebihi eksistensi
Bentuk
sepert, 1 ”Hacking”, ”Cracking” , hukum. Kejahatan cyber crime yang
”Carding” hingga yang lebih spesifik populer disebut juga kejahatan cyber space
seperti, ”Probe” (usaha untuk memperoleh merupakan
cerminan dari kondisi
masyarakat yang selalu berkejaran antara
1 Hacking atau Cracking adalah perbuatan membobol sistem computer.
akses ke dalam suatu sistem); ”Scan”
5. Sifat kejahatan mengikuti sifat teknologi yang bersifat intangible,
(Probe dalam jumlah b esar); ”Account virtual dan borderless.
Compromize ” (Penggunaan Account
6. Kerugian yang ditimbulkan tidak
bersifat secara illegal); ”Root Copromize” (account material (ekonomis) namun juga bersifat compromize dengan previlege bagi si
selalu
(waktu, jasa penyusup); ”Danial Of Service” atau Dos pelayanan, privasi, keamanan dll).
immaterial
kejahatan berbasis (membuat jaringan tidak berfungsi karena
7. Pelaku
teknologi dilakukan oleh orang- orang yang profesional (terdidik/
kebanjiran traffick )
penyalahgunaan
terpelajar) dalam arti memiliki Domain name,dll 2 .
pengetahuan dan keterampilan yang
lebih di bidang Diperkirakan kini jenis dan pengembangan dan pemanfaatan
bentuk kejahatan yang berbasis teknologi
teknologi.
telah berkembang semakin pesat lagi Pelaku kejahatan sulit dilacak
karena dalam teknologi informasi, dengan berbagai variasi modus operandi.
identitas
seseorang dapat disamarkan secara sempurna.
Kejahatan berbasis teknologi tersebut
9. Sebagaimana pelaku dunia IT memiliki
(Information Technology) lainnya pelaku kejahatan yang berbasis IT
membedakan dengan
kejahatan
memiliki jiwa yang konvensional, antara lain:
juga
menyukai tantangan. Semakin canggih sistem dalam teknologi,
1. Kejahatan tersebut terkait dengan semakin terdorong untuk mencari teknologi yang bekerja secara kelemahannya. Hanya bedanya elektronik dan sistem digital atau
kejahatan berbasis computerized, beserta sarana teknologi setelah menemukan sisi penunjangnya ( terutama: data, lemah dari sistem teknologi lalu program dan sistem. menyalahgunakan untuk motif-
pelaku
2. Teknologi dalam kejahatan ini motif penyimpangan. dapat berposisi sebagai alat/
kejahatan berbasis sarana maupun objek/ sasaran teknologi pada umumnya tidak kejahatan, bahkan dimungkinkan
10. Korban
kejahatan yang pula sebagai subjek kejahatan. dialaminya, dengan alasan: tidak
melaporkan
3. Perbuatan tersebut dilakukan mengetahui kalau dirinya menjadi dengan
memperdaya
atau
korban, ketidak kepercayaan memanipulasi teknologi sehingga
aparatur penegak teknologi tersebut tidak berfungsi hukum 3 atau takut terkena sebagaimana yang seharusnya dampak yang lebih parah lagi. (sesuai dengan kehendak pelaku
terhadap
berfungsi sebagai kejahatan).
Hukum
4. Perbuatan tersebut dilakukan perlindungan kepentingan manusia. Agar secara ilegal, tanpa hak atau tidak
kepentingan manusia terlindungi, hukum etis.
3 Penegak hukum adalah aparat negara
2 Barda Nawawi Arief, Strategi yang diberi hak dan kewajiban untuk menangani Penanggulangan Kejahatan Telematika , Semarang,
dan menyelesaikan pelanggaran atas ketentuan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010, hal.56.
hukum yang berlaku.
umumnya hukum pidana hanya menerima hukum merupakan perlindungan yang
harus dilaksanakan 4 . Jadi perlindungan
penafsiran otentik saja. Disamping diberikan oleh hukum maupun undang-
berbagai persoalan lain yang berkaitan undang untuk melindungi kepentingan
seperti alat bukti elektronik dan manusia agar kehidupan manusia dapat
sebagainya sebagai kelajutan. berlangsung normal, tentram dan damai.
tersebut diatas Permasalahan secara yuridis
Persoalan
sesungguhnya berkaitan dengan kebijakan untuk menjerat pelaku kejahatan ini
hukum pidana (penal policy). Marc Ancel biasanya dikaitkan dengan berbagai
mendefinisikan kebijakan hukum pidana persoalan yang berhubungan dengan
(penal policy) sebagai suatu ilmu sekaligus beberapa karakteristik kejahatan cyber
seni yang bertujuan untuk memungkinkan crime yaitu, pertama , siapa yang
peraturan hukum positif (dalam hal ini berwenang mengatur atau membuat
hukum pidana) di rumuskan secara lebih regulasi yang berkaitan dengan kejahatan
baik.
di internet mengingat kejahatan ini Sementara itu upaya perumusan melintasi batas teritorial atau borderless
hukum pidana secara lebih baik, mencakup territory, atau bahkan bisa dikatakan di
di dalamnya kebijakan merubah atau luar teritorial negara (out of the state
membuat aturan khusus (hukum pidana) territory ), yang pada akhirnya berkaitan
yang berkaitan dengan kejahatan cyber dengan yurisdiksi mana yang berhak
crime. Artinya walaupun secara essensial melakukan proses peradilan. Tetapi dalam
dapat di analogikan dengan kejahatan atau kajian ini, lebih memfokuskan pada tindak
tindak pidana yang dapat diatur dalam kejahatan cyber crime di wilayah teritorial
KUHP, namun menurut pendapat para nasional.
ahli, hukum pidana tidak menerima Kedua , berkaitan dengan asas
analogi. Disamping itu, juga karena legalitas yang sangat fundamental dalam
karakteristik kejahatan tersebut yang hukum pidana, apakah kejahatan dalam
berbeda maka dimungkinkan dijadikan dunia maya dapat di jerat dengan hukum
tindak pidana tersendiri dengan aturan pidana melalui cara penafsiran, mengingat
tersendiri pula dalam rangka mewujudkan kejahatan tersebut merupakan sesuatu
rumusan hukum pidana yang lebih baik. yang sama sekali baru. Sementara
Kriminalisasi terhadap perbuatan- perbuatan yang dalam Bab VII sebagai
4 Sudino Mertokusumo dan A. Pitlo,
perbuatan ada dua Undang- undang utama
“Bab- bab Tentang Penemuan Hukum”,Cet. I, PT. Citra Aditya Bakti, 1993,hal 1.
yang mengatur tentang informasi dan yang mengatur tentang informasi dan
undang No. 11 Tahun 2008 tentang kemajuan suatu sistem perbankan sudah Informasi dan Transaksi Elektronik.
barang tentu ditopang oleh peran teknologi Undang- undang yang ke dua adalah 6 informasi . Semakin berkembang dan
undang- undang yang telah dikeluaran kompleks fasilitas yang diterapkan sebelum dikeluarkannya Undang- undang
perbankan untuk memudahkan pelayanan, No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
itu berarti semakin beragam dan kompleks Transaksi Elektronik. Undang- undang
adopsi teknologi yang dimiliki oleh suatu tersebut adalah Undang- undang No. 36
bank 7 . Tidak dapat dipungkiri, dalam Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
setiap bidang termasuk perbankan Actus reus dari tindak pidana
penerapan teknologi bertujuan selain untuk
operasional intern rea dari tindak pidana tersebut diatas
tersebut diatas adalah ”mengakses”. Mens
memudahkan
perusahaan, juga bertujuan untuk semakin adalah ”dengan sengaja”. Objek dari
pelayanan terhadap actus reus tindak pidana tersebut adalah
memudahkan
kostomer atau nasabah bank. Apabila ”komputer dan/ atau Sistem Elektronik”.
untuk saat ini, khususnya dalam dunia Artinya, seorang hanya dapat dipidana
perbankan hampir semua produk yang berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (1) jo
ditawarkan kepada nasabah (costomer) Pasal 46 ayat (1) UU ITE apabila yang
serupa, sehingga persaingan yang terjadi diakses oleh pelaku adalah Komputer dan/
dalam dunia perbankan adalah bagaimana atau Sistem Elektronik. Yang menjadi
memberikan produk yang serba mudah dan korban tindak pidana tersebut adalah
serba cepat. Namun tampaknya dibalik pemilik Komputer dan/ atau Sistem
perkembangan ini terdapat berbagai Elektronik. Pasal tersebut menegaskan
permasalahan hukum yang berkaitan
bahwa cara apa pun yang ditempuh oleh
5 Perbankan adalah segala sesuatu yang
pelaku dalam mengakses Komputer dan/
menyangkut tentang bank, menyangkut tentang kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses
atau Sistem Komputer tersebut bukanlah
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Ketentuan Pasal 1 ayat 1 UU No.10 Tahun 1998.
merupakan faktor penentu bagi dapat atau
6 Ronny Prasetya, ”Pembobolan ATM,
tinjauan hukum perlindungan nasabah korban
tidak dapatnya pelaku dipertanggung
kejahatan perbankan ”, Jakarta, PT. Prestasi
jawabkan secara pidana. Pustaka, 2010, hal. 27.
7 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
dengan kejahatan informasi dan transaksi sah, dan bagaimana menggunakan kartu elektronik di bidang perbankan yang
kredit yang palsu itu. Memperoleh data kemudian merugikan bank, masyarakat
yang terkait dengan suatu rekening itu dan/ nasabah jika tidak diantisipasi dengan
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Hal baik.
dilakukan tanpa Seiring
itu
biasanya
sepengetahuan pemegang kartu kredit maraknya tindak kejahatan cyber crime di
dengan
semakin
(credit card holder), merchant, atau bank bidang perbankan yaitu kasus pembobolan
penerbit kartu kredit setidak- tidaknya terhadap
sampai akhirnya rekening tersebut pembobolan rekening (hacking) atau
digunakan untuk melakukan kejahatan. sistem elektronik nasabah dalam sistem
Cara- cara tersebut antara lain : perbankan nasional dengan menggunakan
a) Dengan cara mencuri kartu kredit. sarana, prasarana dan identitas orang lain
Cara yang digunakan dimulai guna memalsukan kartu kredit dalam
dengan mencuri kartu kredit atau kejahatan yang disebut Carding 8 . Sehingga
mendapatkan data yang terkait dalam penegakan hukum pidana, korporasi
dengan suatu rekening, termasuk khususnya lembaga perbankan tidak hanya
nomor rekening kartu kredit atau menjadi korban pembobolan rekening
informasi lain yang diperlukan nasabah tetapi juga masih bertanggung
oleh penerima kartu kredit jawab atas kerugian yang dialami oleh
(merchant) dalam suatu transaksi. nasabah.
cara menanamkan Modus operandi carding yaitu 9 Spyware parasites .
b) Dengan
terdapat berbagai program carding dan Spyware parasites ini dapat bagaimana mendapatkan kartu- kartu
melakukan pencurian identitas kredit, bagaimana membuat nomor- nomor
thelf ) dan dapat kartu kredit yang palsu, bagaimana
(identity
menelusuri nomer- nomer kartu menggandakan kartu- kartu kredit yang
kredik
ketika seseorang
8 Carding atau Credit Card Froud, 9 Spyware parasites, adalah suatu suatu kejahatan kartu kredit, merupakan salah
bentuk alat yang dapat melakukan pencurian satu bentuk dari pencurian (thelf) dan kecurangan
identitas (identity theft) dan dapat menelusuri (froud) di dunia internet yang dilakukan oleh
nomor- nomor kartu kredit ketika seorang pelakunya dengan menggunakan kartu kredit
pemegang kartu kredit menggunakan kartu (credit card) curian atau kartu kredit palsu yang
kreditnya untuk berbelanja secara on line. Apabila dibuat sendiri. Tujuannya tentu saja adalah untuk
informasi yang berasal dari kartu kredit tersebut membeli barang secara tidak sah atas beban
kemudian dapat di tangkap oleh mereka yang akan rekening dari pemilik kartu kredit yang sebenarnya
menggunakan informasi curian itu untuk tujuan- (yang asli) atau untuk menarik dana secara tidak
tujuan illegal, maka pemegang kartu kredit dapat sah dari suatu rekening bank milik orang lain.
kehilangan uangnya.
pemegang
c) Seorang petugas toko (merchant) menggunakan kartu kreditnya
kartu
kredit
menyalin tanda terima penjualan untuk berbelanja secara on line.
(sale receip) dari barang yang Apabila informasi yang berasal
dibeli oleh pelanggan dengan dari kartu kredit
tujuan untuk dapat digunakan kemudiandapat ditangkap oleh
tersebut
melakukan kejahatan di kemudian mereka yang akan menggunakan
hari.
informasi curian itu untuk tujuan-
d) Dengan melakukan skimming. tujuan ilegal, maka pemegang
Mendapatkan data pribadi anda kartu kredit dapat kehilangan
dapat dilakukan dengan apa yang uangnya.
disebut ”skimming”. Skimming Terkadang tindakan- tindakan
merupakan suatu hi- tech method, pengamanan bahkan tidak dapat
yaitu si pencuri memperoleh membantu unuk
inframasi mengenai pribadi anda pengamanan terhadap pencurian
melakukan
atau mengenai rekening anda dari data kartu kredit itu karena nomor
kartu kredit, surat ijin mengemudi kartu kredit anda dapat dengan
(SIM), kartu tanda penduduk mudah di dapatkan dengan
(KTP), atau paspor anda. Pelaku menggunakan program spyware
Skimming menggunakan alat parasite s tersebut. Bayangkan
elektronik (electronic drive ) apabila seseorang kehilangan
untuk memperoleh informasi kartu kreditnya dan carder
tersebut. Alat ini disebut skimmer (pelaku kejahatan kartu kredit)
yang harganya murah, yaitu tersebut adalah nasabah dari bank
dibawah US$ 50 atau sekitar Rp. yang sama dengan pemegang
450.000. ketika kartu kredit atau kartu kredit tersebut. Carder yang
kartu ATM anda digesek (swipe telah memperoleh nomor kartu
through ) melalui skimmer tadi, kredit dapat menciptakan nomor
maka informasi yang terdapat di kartu kredit yang lain dengan
dalam magnetic strip pada kartu bantuan
anda akan dibaca oleh skimmer tertentu. Nomor-nomor kartu
program-
program
dan disimpan di dalam alat itu kredit biasanya memiliki tanggal
atau di dalam komputer yang kadaluarsa (expire date) yang
tersambung dengan alat itu. sama.
hukum pidana materiel/ substantif, mesin ATM. Hal itu dilakukan
Skimmer yang terjadi melalui
merupakan upaya yang dapat memberikan oleh
perlindungan terhadap korban kejahatan memasukkan suatu card trapping
pelakunya
dengan
cyber crime di bidang Informasi dan drive ke dalam ATM card slot.
Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, Ketika
pembaharuan hukum pidana materiel/ dimasukkan ke dalam ATM card
substantif khususnya KUHP dalam rangka slot tersebut, maka card trapping
pembangunan/pembaharuan (sistem) drive yang ada dalam ATM card
hukum nasional merupakan kebutuhan slot membaca data dalam kartu
upaya memberikan ATM dan menyimpannya untuk
penting dalam
perlindungan terhadap masyarakat. Dalam di kemudian hari digunakan
Konsep KUHP saat ini yang mempertegas melalui kejahatan skimming.
pelaku kejahatan bukan hanya orang Sehingga dengan munculnya
(naturalijk person), tetapi juga badan modus operandi dari kejahatan carding ini,
(recht person ) merupakan menjadi pemicu munculnya dampak yang
hukum
perkembangan yang sangat luar biasa, ditimbulkan. Dampak atas kejahatan
karena melalui pembaharuan KUHP carding tersebut antara lain yaitu
terbuka kesempatan untuk memperluas terjadinya viktimisasi secara langsung dan
jenis kejahatan yang juga dapat dilakukan tidak langsung kepada masyarakat,
oleh korporasi, yakni dengan memastikan Kerugian secara material dan non material
atas perbuatan pidana siapa sajakah suatu kepada sistem perbankan secara khusus
korporasi harus bertanggung jawab secara dan sistem perekonomian secara umum,
pidana, serta menentukan jenis-jenis hukum di negara kita harus segera
pidana yang paling tepat bagi korporasi diremajakan.
agar dapat memberikan rasa adil bagi berkembangnya dunia komunikasi melalui
Maka
semakin
korban serta menimbulkan deterrent effect. jasa internet dan semakin bergantungnya
Seiring perkembangannya, ternyata badan transaksi bisnis menggunakan jasa
usaha atau korporasi tidak hanya bisa perbankan lewat Internet, maka pengaturan
menjadi pelaku kejahatan cyber crime cyber crime di Indonesia sudah sangat mendesak dibutuhkan.
Kebijakan hukum pidana (penal policy) dengan membuat peraturan hukum pidana yang baik melalui pembaharuan Kebijakan hukum pidana (penal policy) dengan membuat peraturan hukum pidana yang baik melalui pembaharuan
10 kasus “Carding”. kejahatan cyber crime lain .
e. Putusan
Pengadilan Negeri Bandung mempergunakan UU
Problem Kebijakan
Kriminalisasi
No.36 tahun 1999 tentang
Kejahatan Cyber Crime
Telekomunikasi. Berdasarkan analisis terhadap
kebijakan kriminalisasi kejahatan cyber perkembangan teknologi informasi telah crime melalui putusan - putusan para merubah pola kehidupan, virtual life dan hakim yang menangani perkara tersebut, reality life . Perubahan paradikma ini pada prinsipnya sudah melakukan sebagai akibat dari kehadiran cyber space, terobosan penjatuhan putusan yang yang merupakan imbas dari jaringan bersifat progresif. Yaitu pada penanganan computer global. kasus data didding (manipulasi data
computer) dengan menerapkan pasal kriminalisasi kejahatan cyber crime di
Problematika
kebijakan
pencurian (Pasal 362 KUHP) dan dalam Indonesia dapat yang berkaitan dengan
kasus carding dengan menerapkan pasal putusan pengadilan dalam penyelesaian
pencurian (Pasal 362 KUHP) juga. kasus cyber crime antara lain:
Adapun dalam perkara carding dengan menerapkan pasal penggelapan (Pasal 372)
a. Putusan
Pengadilan
Negeri
Jakarta Barat tahun 1989 yang dan penipuan (Pasal 378 KUHP). Putusan telah
para hakim tersebut dengan menerapkan pencurian (Pasal 362 KUHP) dalam kasus “Data Didding” di
menerapkan
tentang
dasar Legal- positifistik. PT Bank Bali Cabang Jakarta
Barat 11 . Tetapi berdasarkan hasil dari
b. Putusan
Pengadilan
Negeri
putusan- putusan tersebut, merupakan Sleman pada tahun 2002 yang
telah menerapkan Pasal tentang cerminan atas beberapa kelemahan- penipuan (Pasal 378 KUHP)
dalam Kasus “Carding”. kelemahan dalam penerapan atas sumber
c. Putusan
hukum (UU, KUHP, KUHAP) yang Semarang pada tahun 2003 yang
Pengadilan
Negeri
digunakan para hakim. Para hakim masih telah menerapkan pasal tentang
pencurian (Pasal 362 KUHP) mengalami kesulitan dalam menafsirkan dalam Kasus “Carding”.
d. Putusan
mengenai konsep perbuatan yang dilarang
pengadilan
Negeri
Sleman mempergunakan Pasal terutama dalam ketentuan UU ITE. Yaitu
10 Sjahdeini, Sutan Remy, Kejahatan dalam Pasal 27 ayat (4).
dan Tndak Pidana Komputer (Jakarta: Puataka utama Grafiti,2009),hlm. 82.
11 Barda Nawawi Arief, Loc.cit, hal. 82.
”Setiap orang dengan sengaja ketentuan perbuatan yang dilarang dalam dan tanpa hak mendisribusikan dan/ atau
KUHP yaitu : pencurian, penggelapan, dan mentransmisikan dan/ atau membuat
dapat di aksesnya Informasi Elektronik penipuan. Apabila hakim menerapkan dan/ atau Dokumen Elektronik yang
ketentuan tersebut, maka hanya akan memiliki muatan pemerasan dan/ atau pengancaman”.
ditujukan kepada para pelaku kejahatan Terutama berkaitan mengenai
ITE saja dan hak- hak korban terutama unsur-
unsur
perbuatan,
hak- hak para nasabah bank belum ”mendistribusikan”, ”mentransmisikan”,
terpenuhi. Sehingga dalam permasalahan ”membuat dapat diakses”. Sedangkan yang
ini UU ITE masih belum memberikan berkaitan dengan unsur perbuatan yang
perlindungan atas hak- hak nasabah bank memiliki muatan ”pemerasan” dan
sebagai korban kejahatan ITE di bidang ”pengancaman” masih sangat kurang
perbankan. Maka perlu dilakukan upaya spesifik dalam aturan penjelasannya.
hukum perdata, sebagai upaya atas Berkaitan dengan unsur yang
pemenuhan hak- hak nasabah bank sebagai memiliki
muatan
”pengancaman”
korban kejahatan ITE di bidang penafsirannya masih sangatlah luas.
perbankan.
Sebagai contohnya yaitu apabila seseorang Sebetulnya UU ITE sudah
mengakses suatu jaringan atau sistem mengatur mengenai sanksi hukum
komputer milik perusahaan atau perbankan terhadap pelaku kejahatan, yaitu tertuang
tertentu, sudah dapat dikatakan sebagai dalam Pasal 30 ayat (1) jo Pasal 46 ayat
perbuatan pengancaman. (1) UU ITE, namun ketentuan tersebut
Perbuatan pengancaman sendiri masih jarang digunakan karena masih
dapat berupa merusak data komputer, bersifat umum. Sedangkan apabila kita
pembocoran data ( Data Leakage) fokus kepada upaya hukum perdata yang
membobol (Hacking), memanipulasi data dilakukan oleh pihak bank dan nasabah
komputer (Data Didding) dan Carding bank yang menjadi korban kejahan ITE di
(pencurian melalui kartu kredit) pada suatu bidang perbankan, maka hak- hak nasabah
perusahaan perbankan. bank yang menjadi korban belum juga
Sehubungan dengan hal- hal yang terealisasi. Karena berdasarkan unsur
memiliki muatan pengancaman di atas perbuatannya, pelaku kejahatan ITE
belum terdapat aturan penjelasannya membobol suatu sistem milik perusahaan
dalam UU ITE, maka para hakim
melakukan upaya melakukan penafsiran yang bersifat legal
perbankan
dan
mengakses,mendistribusikan, positifistik
dengan
menggunakan
memanipulasi, menyalin data dan memanipulasi, menyalin data dan
bank yang menjadi korban kejahatan ada, lembaga perbankan tidak menjamin
pelaku pembobol rekening bank tersebut atas ganti kerugian material atas pencurian
(apabila ada perjanjian yang mengatur). rekening nasabah bank yang dilakukan
Adapun beberapa kelemahan oleh pelaku kejahatan ITE apabila tidak peraturan perundang- undangan dalam diatur secara terperinsi dalam draf perlindungan terhadap korban kejahatan, kesepakatan
perjanjian
penjaminan
antara lain adalah berkaitan dengan: keamanan rekening antara pihak bank
dengan nasabah bank (berkaitan dengan E-
a. Undang- undang Informasi dan Commerce ).
Transaksi Elektronik (UU ITE) Karena dalam ketentuan UU
Berkaiatan dengan masalah Saksi dan Korban diuraikan berkaitan
pengamanan system transaksi dengan pemenuhan hak- hak korban atas elektronik dan tanda tangan kerugian yang di timbulkan oleh pelaku
digital. Menurut Pasal 11 ayat (1) kejahatan. Sehingga diperlukan ketentuan
UU 12 ITE , tanda tangan khusus dalam UU Perbankan yang elektronik memiliki kekuatan mengatur hak- hak nasabah bank yang
hukum dan memiliki akibat menjadi korban kejahatan ITE di bidang
hukum yang sah. Apabila dalam perbankan. Selain nasabah bank yang
ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU menjadi korban kejahatan yang di lakukan ITE tersebut diatas tidak dapat oleh pelaku kejahatan ITE. Perusahaan
dipenuhi oleh pihak yang akan perbankan juga menjadi korban atas
menggunakan tanda tangan kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku tersebut sebagai alat bukti, maka kejahatan ITE di bidang perbankan.
tanda tangan elektronik tersebut Bank yang menjadi korban atas
mempunyai daya pelaku kejahatan ITE juga berhak pembuktian yang sah secara mendapatkan hak- hak atas kerugian yang
tidak
hukum.
dialami. Baik berkenaan dengan sistem/ jaringan komputer bank yang dirusak atau
Kemudian mengenai dibobol oleh pelaku kejahatan, juga ganti
tanda tangan kerugian atas rekening nasabah yang telah
pengamanan
elektronik, harus dijaga jangan di curi atau dibobol para pelaku kejahan
ITE. Selain itu perusahaan perbankan juga
12 Lihat Pasal 11 ayat (1) UU ITE.
sampai dapat disalahgunakan oleh dilakukan berdasarkan ketentuan orang lain selain oleh penanda
KUHAP. Sekalipun hal itu tidak tangan. Berkenaan dengan itu,
ditentukan secara tegas demikian penanda tangan perlu menjaganya
oleh UU ITE, tetapi mengingat di dengan menerapkan
dalam UU ITE tidak ditentukan pengamanan
system
lain maka harus ditafsirkan bahwa berkaitan dengan Pasal 12 ayat
tertentu,
yaitu
KUHAP berlaku bagi tindak- (2) UU ITE 13 .
tindak pidana yang berlaku dalam UU ITE kecuali apaila secara
Pentingnya
sertifikat
tegas di tentukan lain oleh UU elektronik, agar tanda tangan
ITE..
elektronik bukan saja aman namun juga diakui oleh pihak-
c. Undang- undang Telekomunikasi pihak yang akan menggunakan
Undang- undang No.36 tahun kekuatan tanda tangan elektronik 1999 tentang Telekomunikasi ini sebagai alat bukti dokumen belum secara spesifik mengatur elektronik yang mengandung tada hal- hal yang berkaitan dengan tangan
elektronik
harus
telekomunikasi melalui internet, dibubuhkan
oleh
penanda
maka perlu adanya UU ITE. tanagan,
hanyalah
mungkin
apabila tanda tangan tersebut Setiap kejahatan atau pelanggaran dibuat dan kemudian memperoleh
hukum sangat besar terjadi pelanggaran sertifikat dari penyelenggara
hak atau berakibat pada munculnya korban sertifikat elektronik sebagaimana
yaitu terutama dimaksud dalam Pasal 13 dan 14
(victim) kejahatan
kejahatan dalam Undang- undang No.11 UU ITE 14 .
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE).
b. Hukum Acara Undang- undang Permasalahan viktimisasi akibat ITEHukum acara yang dipakai
perkembangan ilmu untuk meakukan penyelidikan,
modernisasi,
teknologi serta penyidikan dan penuntutan, serta
pengetahuan
dan
sebagai suatu pemeriksaan di pengadilan dan
penyelasaiannya
manusia, kurang penjatuha putusan oleh hakim diperhatikan secara
permasalahan
integratif dan
13 Lihat Pasal 12 ayat (2) UU ITE.
memuaskan. Untuk mencegah viktimisasi
14 Lihat Pasal 13 dan Pasal 14 UU ITE.
secara sruktural dan yang non-struktural formulasi (kebijakan legislatif/legislasi), dalam korban modernisasi, perkembangan
tahap aplikasi (kebijakan yudikatif/ sains dan teknologi, permasalahan ini
yudicial), dan tahap eksekusi (kebijakan harus dipahami dan di hayati secara tepat.
eksekutif/ administratif) Alasannya, agar kita dapat bersikap dan
Dengan demikian keterjalinan bertindak demi pengembangan kebenaran, atau kesatuan mata rantai antara kebijakan keadilan dan kesejahteraan rakyat dalam
kebijakan aplikasi dan menyelesaikan permasalahan manusia
formulasi,
kebijakan eksekusi merupakan syarat ini .
untuk Kebijakan hukum pidana (penal
wajib
fungsionalisasinya/operasionalisasi hukum policy) melalui pembaharuan hukum
pidana. Secara sistematik kebijakan pidana materiel/ substantif merupakan
formulasi yang menjadi bagian tugas salah satu jalan yang dapat dilakukan
aparat pembuat hukum dapat dijadikan dalam upaya memberikan perlindungan
tolak ukur awal untuk menentukan terhadap korban kejahatan cyber crime di
operasionalisasi/fungsionalisasinya hukum bidang informasi dan transaksi elektronik.
pidana, apakah bisa berjalan baik pada Karena pada dasarnya kebijakan hukum
tahap-tahap berikutnya yaitu pada tahap pidana
kebijakan aplikasi dan kebijakan eksekusi, merumuskan suatu undang-undang yang
sehingga kebijakan formulasi inilah yang lebih baik dalam rangka penanggulangan
perlu mendapat perhatian pertama dan kejahatan yang lebih efektif dan usaha
serius dan perlu terus dilakukan perbaikan- penanggulangan
perbaikan yang disesuaikan dengan pembuatan
kejahatan
lewat
kebutuhan dalam perkembangan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian
undang-undang
(hukum)
pidana. Dapat dikatakan bahwa adanya integral
kelemahan dalam kebijakan formulasi masyarakat (social welfare). Usaha
dari usaha
perlindungan
hukum pidana akan sangat berpengaruh penanggulangan kejahatan dengan sarana
operasionalisasi/ penal merupakan “penal policy” tersebut
strategis
terhadap
fungsionalisasi hukum pidana dalam untuk
rangka kebijakan kriminal dan upaya fungsionalisasi/operasionalisasinya harus
dapat
perlindungan korban.
melalui beberapa tahap, yakni tahap
formulasi hukum pidana pada hakikatnya untuk membuat
Kebijakan
15 Arif Gosita (2004), Masalah Korban Kejahatan (Jakarta : Bhuana),hlm. 166.
peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan dengan
dicegah atau permasalahan terkait dengan persoalan
diusahakan
untuk
ditanggulangi dengan hukum pidana harus pokok dalam hukum pidana yaitu meliputi
perbuatan yang tidak tindak pidana, pertanggungjawaban pidana
merupakan
dikehendaki, yaitu perbuatan yang dan pemidanaan. Kebijakan melalui
mendatangkan kerugian (material dan atau tahapan kebijakan formulasi sebagai satu
spiritual) atas warga masyarakat. Ketiga, kesatuan dengan kebijakan aplikasi dan
Penggunaan hukum pidana harus pula kebijakan eksekusi adalah bertujuan untuk
memperhitungkan prinsip biaya dan hasil mencegah dan menanggulangi kejahatan
(Cost and benefit principle). Keempat, dengan hukum pidana. Dengan demikian
Penggunaan hukum pidana harus pula kebijakan formulasi hukum pidana
memerhatikan kapasitas atau kemampuan merupakan bagian dari kebijakan kriminal
daya kerja dari badan- badan penegak dalam
hukum, yaitu jangan sampai ada (khususnya penegakan hukum pidana).
kelampauan beban tugas (overbelasting). Bertolak
Di samping itu jika di lihat lebih kebijakan itu pula, Sudarto berpendapat
dari
pendekatan
jauh, kebijakan hukum pidana juga bahwa dalam menghadapi masalah sentral
merupakan bagian integral dari kebijakan yang pertama di atas, yang sering disebut
sosial (social policy). Karena pada masalah kriminalisasi, harus diperhatikan
hakikatnya kebijakan perlindungan hukum hal- hal yang pada intinya sebagai
terhadap korban kejahatan sebagai salah berikut 16 : Pertama, penggunaan hukum
satu tahapan dalam kebijakan hukum pidana harus memperhatikan tujuan
pidana yang berupaya memberikan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan
perlindungan masyarakat (social defence), masyarakat adil dan makmur secara merata
baik secara langsung dan tidak langsung. materiil spiritual berdasarkan Pancasila;
Melalui konsep perlindungan masyarakat sehubungan
tersebut diharapkan dalam kebijakan (penggunaan) hukum pidana bertujuan
perlindungan hukum terhadap korban untuk menanggulangi kejahatan dan
kejahatan dalam hukum pidana diharapkan melakukan pengukuran terhadap tindakan
adanya nilai keseimbangan, salah satunya penangulangan
nilai keseimbangan dalam memberikan kesejahteraan
perlindungan antara korban dan pelaku masyarakat. Kedua , Perbuatan yang
dan
pengayoman
tindak pidana yang selama ini dalam
16 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, hukum pidana masih sangat lemah dalam
1977,hal. 44-48.
formulasinya.
Melalui konsep Melalui konsep
Hukum terhadap Nasabah Bank yang mencapai kesejahteraan masyarakat (social
Menjadi Korban Kejahatan ITE di Bidang welfare) .
Perbankan ini menggunakan pendekatan Bagaimanakah
yang bersifat yuridis normatif, yaitu hukum terhadap nasabah yang menjadi
perlindungan
dengan mengkaji/ menganalisis bahan korban kejahatan ITE di bidang perbankan
hukum sekunder yang berupa bahan-bahan dalam
hukum terutama bahan hukum primer dan Bagaimanakah tanggung jawab bank
bahan hukum sekunder dengan memahami terhadap nasabah yang menjadi korban
hukum sebagai seperangkat peraturan atau tindak pidana ITE dalam bidang
norma-norma positif di dalam sistem perbankan? Bagaimanakah pemenuhan
yang mengatur hak- hak korban dalam proses penegakan
perundang-undangan
mengenai kehidupan manusia. hukum kejahatan ITE dalam bidang
PEMBAHASAN
perbankan? Demi terciptanya welfare state,
METODE PENELITIAN
maka negara membuat aturan- aturan Spesifikasi dalam penelitian ini
hukum yang diharapkan dapat menjamin adalah penelitian hukum normatif , yaitu
eksistensi warga negaranya. Salah satu penelitian di bidang hukum yang
kewajiban negara adalah memberikan
perlindungan bagi warga negaranya, baik sekunder
menggunakan secara terperinci data
yang
dari segi hukum, sosial, ekonomi, maupun permasalahan. Merupakan suatu penelitian
menjadi
pokok
budaya. Berkaitan dengan permasalahan yang menggunakan sumber- sumber data
yang di bahas pada penulisan ini berkaitan sekunder saja yang berupa peraturan
mengenai Perlindungan Hukum terhadap perundang-
Nasabah Bank yang Menjadi Korban pengadilan, teori hukum dan pendapat para
undangan,
keputusan
Kejahatan ITE di Bidang Perbankan, maka sarjana. Itupula sebabnya digunakan
negara membentuk Undang- undang analisis secara kualitatif (normatif-
Informasi dan Transaksi Elektronika yang kualitatif)
diharapkan menjadi salah satu upaya untuk kualitatif 17 .
karena datanya
bersifat
menciptakan kepastian dan perlindungan
17 Topo Santoso, Hand out,” Penulisan pelatihan hukum fakultas hukum UI, 25 April Proposal Hukum Normatif, yang disampaikan pada
hukum terhadap korban kejahatan cyber pidana. Jadi dalam arti luas berhubungan crime.
pembahasan masalah dari sudut pandang Permasalahan kejahatan selama
hukum pidana dan kriminologi. Juga ini terus menerus menjadi pembahasan dan
berhubungan dengan kenisbian pandangan hal ini tidak terlepas dari korban kejahatan
tentang kejahatan, delinkuensi, deviasi, yang
kualitas kejahatan yang berubah-ubah: permasalahan kejahatan tidak hanya
dapat ditimbulkannya.
Jadi
proses kriminalisasi dan deskriminalisasi pembahasan terhadap pelaku kejahatan,
suatu tindakan atau tindakan pidana akan tetapi terkait juga dengan
menguat, tempat, waktu, kepentingan dan pembahasan terhadap korban kejahatan itu
kebijaksanaan golongan yang berkuasa, sendiri.
serta
hidup orang (berhubungan dengan perkembangan
pandangan
Pengertian Korban Kejahatan sosial, ekonomi dan kebudayaan pada
Yang dimaksud dengan korban masa dan di tempat tertentu). kejahatan adalah: mereka yang menderita
Berhubung masalah korban adalah jasmani dan rohani sebagai akibat tindakan
masalah manusia, maka sudahlah wajar orang lain yang mencari pemenuhan
apabila kita berpegangan pada pandangan kepentingan diri sendiri atau orang lain
yang tepat mengenai manusia serta yang bertentangan dengan kepentingan
eksistensinya. Berdasarkan pandangan dan hak asasi yang menderita. “Mereka”
atau pengertian yang tepat mengenai disini dapat berarti: individu, atau
manusia, maka dimungkinkan kita kelompok baik suasta maupun pemerintah.
bersikap dan bertindak tepat dalam Berdasarkan Undang- undang No.13
menghadapi manusia yang ikut serta dalam Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
terjadinya atau lahirnya si pembuat korban dan Korban, korban adalah seseorang yang
tindak pidana dan si korban dan mengalami penderitaan fisik, mental,
menentukan tanggung jawabnya masing- dan/atau
masing. Penderitaan si korban adalah hasil
interaksi antara si pembuat korban dan si Yang diartikan dengan tindak pidana
diakibatkan oleh suatu tindak pidana 18 .
korban, saksi, badan- badan penegak adalah: tindakan yang tidak hanya
hukum, dan anggota masyarakat lain. dirumuskan oleh Undang- undang Hukum
sebagai dasar Pidana sebagai kejahatan atau tindak
penilaian disini
18 Pasal 1 ayat 2 Undang- undang No.13 pandangan tentang manusia dalam arti
tahun 2006.
manusia sebagai sesame kita yang manusia sebagai sesame kita yang
dalam terjadinya suatu kejahatan. ini adalah sesuai dengan falsafah negara
Pada kenyataannya dapat dikatakan Pancasila. Berkaitan dengan adanya
bahwa tidak mungkin timbul suatu kesadaran bahwa si korban dan si pembuat
kejahatan kalau tidak ada korban korban itu adalah manusia yang sama
kejahatan, yang merupakan peserta utama martabatnya dengan kita dan ada bersama
dari si penjahat dalam hal terjadinya suatu dengan kita dalam suatu ikatan kelompok
hal pemenuhan masyarakat, bangsa dan dunia, maka kita
kejahatan
dalam
kepentingan si penjahat yang berkibat pada akan lebih waspada dalam bersikap dan
penderitaan si korban. Dengan demikian bertindak terhadap para pembuat korban
dapat dikatakan bahwa si korban dan korban demi keadilan, kepentingan
mempunyai tanggung jawab fungsional dan hak asasi mereka. Sehubungan dengan
dalam terjadinya kejahatan. Timbullah masalah tersebut dapat dicegah terjadinya
sekarang perhatian pada sebab musabab atau lahir lebih banyak lagi korban yang
orang sampai menjadi korban dari para tidak di inginkan, antara lain oleh si
sarjana. Pengetahuan mengenai si korban korban atau orang lain yang ingin
merupakan salah satu dari persyaratan menyatakan perhatiannya terhadap si
utama dalam usaha mengerti lebih banyak korban baik karena simpati atau karena
mengenai hubungan antara penjahat dan harus melaksanakan tugas dalam jabatan
kejahatannya.
tertentu. Merupakan perhatian terhadap Mengasingkan victimologi sebagai korban secara ilmiah.
subyek yang terpisah sendiri akan merusak Victimologi (istilah dalam bahasa
kemajuan yang telah dicapai kriminologi inggris) berasal dari bahasa latin Victima
hingga kini dan akan menurunkan yang berarti korban, logos yang berarti
mutunya. Menurut Quinney semua ilmu pengetahuan ilmiah,studi. Masalah
kejahatan pasti menimbulkan korban, korban ini sebetulnya bukanlah masalah
suatu perbuatan tertentu dikatakan jahat, yang baru, hanya karena hal- hal tertentu
karena seseorang dianggap telah menjadi kurang diperhatikan, bahkan diabaikan. 19 korban. Kejahatan yang terjadi tentu saja
Apabila kita mengamati masalah kejahatan menimbulkan kerugian-kerugian baik menurut proporsi yang sebenarnya secara
kerugian yang bersifat ekonomis materil dimensional, maka mau tidak mau kita
maupun yang bersifat immateril terhadap harus memperhitungkan peranan si korban
dalam timbulnya suatu kejahatan.korban
19 Arief Amrullah, Op.cit., hal.130.
korbannya. Secara tegas dapat dikatakan khusus walaupun secara substansi ada bahwa kejahatan merupakan tingkah laku
untuk menyoroti yang anti sosial (a-sosial).
perkembangan
perlindungan/ kepentingan korban tindak Berbicara tentang kejahatan dalam
pidana, akan tetapi pada fenomenanya pembahasanya terkait dengan pelaku dan
kerap kali masih timbul kekecewaan dari korbannya, menjadi objek kajian khusus
pihak korban tindak pidana khususnya kriminologi. Victimologi sebagai bagian
menyangkut korban kejahatan cyber crime, dari kriminologi merupakan ilmu dengan
oleh karenanya dalam hal ini perlu pembahasan dari sudut korban terhadap
pembenahan konsep suatu peristiwa kejahatan.
dilakukan
perlindungannya. Pembenahan konsep Kedua disipilin ilmu tersebut sangat
perlindungan terhadap korban kejahatan memberikan kontribusi besar dalam usaha
ini pada dasarnya adalah untuk bisa pembangunan hukum khususnya hukum
menentukan kebijakan yang tepat agar pidana. Melalui objek kajian kedua
tercapai nilai keadilan, kemanfaatan dan disiplin ilmu ini diharapkan kontribusi
kepastian hukum yaitu tidak hanya bagi kajiannya memberikan bentuk pada
pelaku tindak pidana (offenders) akan kebijakan pembangunan hukum pidana
tetapi juga bagi korban tindak pidana yang berorientasi pada nilai keseimbangan
pengaturan dan sebagai ide dasarnya, yakni salah satunya
dalam
perkembangannyanya. keseimbangan
antara
Secara global dan representatif, perlindungan/kepentingan pelaku tindak pengertian korban kejahatan terdapat pada pidana (ide individualisasi pidana) dan angka 1 “Declaration of basic principles korban tindak pidana. of justice for victims of crime and abuse of
Macam dan Bentuk Korban
power” tanggal 6 september 1985 yang Jika di lihat pada hukum pidana
menegaskan, bahwa : 20 yang dipergunakan selama ini baik itu
hukum pidana material (KUHP) dan “Victim means persons who, individually or collectively, have suffered
hukum pidana formil (KUHAP) sebagai harm, including physical or mental injury,
peraturan induk hukum pidana di emotional suffering, economic loss or substansial
impairment of their Indonesia, maka secara substansi yang
fundamental right, through acts or menjadi sorotan utama selama ini adalah
omissions that are in violation of criminal laws operative within member states,
menyangkut perlindungan/ kepentingan
pelaku 20 tindak pidana (offenders). Lilik Mulyadi, Kapita Selekta
Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi,
Sedangkan terkait dengan hukum pidana
Djambatan, Jakarta, 2004, hal. 120.
including those laws proscribing criminal
victimization yang abuse power”.
3) tertiary
menjadi
korban adalah masyarakat luas.
Dari batasan diatas, dapat
4) mutual
victimization yang diuraikan bahwa korban kejahatan : 21 menjadi korban adalah si pelaku
sendiri. Misalnya : pelacuran, perzinahan, narkotika.
a. Ditinjau dari sifatnya, ada yang
5) no victimization, bukan berarti individual dan kolektif. Korban
tidak ada korban, melainkan korban tidak segera dapat
individual karena dapat diidentifikasi diketahui, misalnya konsumen
sehingga perlindungan
korban
yang tertipu dalam menggunakan suatu hasil produksi.
dilakukan secara nyata akan tetapi korban
c. Ditinjau dari kerugiannya maka diidentifikasi. Walau demikian, dalam
oleh seseorang, Pasal 37 UU 23/1997 diberikan jalan
dapat
diderita
masyarakat maupun keluar terhadap korban kolektif berupa
kelompok
masyarakat luas. Selain itu, kerugian hak menuntut ganti kerugian atau
korban dapat bersifat materiil yang pemulihan lingkungan hidup melalui
dapat dinilai dengan uang dan class action. immaterial yakni perasaan takut, sakit,
sedih, kejutan psikis dan lain
b. Ditinjau dari jenisnya, korban
sebagainya.
kejahatan ada yang bersifat langsung yaitu korban kejahatan itu sendiri dan
Hak dan Kewajiban Korban
tidak langsung (korban semu/abstrak) Bila kita berbicara mengenai
yaitu masyarakat : kedudukan si korban dalam suatu tindak
pidana maka kita akan menyinggung sebagaimana di kemukakan dalam
Menurut Sellin
dan
Wolfgang
peranan serta hak dan kewajiban si korban tulisan Lilik Mulyadi mengenai jenis
dalam terjadinya kejahatan sebagai tindak korban dapat berupa :
pidana. Peranan si korban akan mempengaruhi penilaian dan penentuan
1) primary victimization adalah hak dan kewajiban si korban dalam suatu
korban individual. Jadi korbannya orang perorangan atau bukan
tindak pidana dan penyelesaiannya. kelompok.
2) secondary victimization dimana yang menjadi korban adalah
Korban mempunyai peranan dan tanggung
jawab fungsional dalam pembuatan dirinya kelompok seperti badan hukum.
sebagai korban. Sebagai pertimbangan penentuan hak dan kewajiban si korban
21 Ibid., hal.120-121.
adalah taraf keterlibatan dan tanggung merupakan isu nasional, tetapi juga jawab fungsional si korban dalam tindak
internasional. Oleh karena itu, masalah ini pidana itu. Demi keadilan dan kepastian
perlu memperoleh perhatian yang serius. hukum, hak dan kewajiban suatu
Pentingnya perlindungan korban kejahatan peraturan/ undang- undang yang mudah
memperoleh perhatian serius, dapat dilihat perumusannya, dapat dimengerti oleh
dari dibentuknya Konvensi Internasional orang banyak, tetapi dapat dipertanggung
yaitu “Declaration of Basic Principles of jawabkan secara yuridis ilmiah.
Justice for Victims of Crime and Abuse of Korban berhak mendapatkan
Power” oleh Perserikatan Bangsa-bangsa, kompensasi atas penderitaannya, sesuai
sebagai hasil dari The Seventh United dengan kemampuan member kompensasi
Nation Conggres on the Prevention of si pembuat korban dan taraf keterlibatan/
Crime and the Treatment of Offenders, partisipasi/ peranan si korban dalam
yang berlangsung di Milan, Italia, terjadinya kejahatan, delinkuensi, dan
September 1985. Dalam salah satu penyimpangan tersebut; berhak menolak 22 rekomendasinya disebutkan :
kompensasi untuk kepentingan pembuat “Offenders or third parties
korban (tidak mau diberi kompensasi responsible for their behaviour should, karena tidak memerlukannya); berhak
where appropriate, make fair restitution to victims, their families or dependants. Such
mendapatkan kompensasi. Untuk ahli restitution should include the return of warisnya bila si korban meninggal dunia
property or payment for the harm or loss suffered, reimbursement of expenses
incurred as a result of the victimization, mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi;
karena tindakan
tersebut;
berhak
the provision of services and the restoration of rights.”
berhak mendapatkan kembali hak Perlindungan hukum pada korban
miliknya; berhak menolak menjadi saksi kejahatan tersebut merupakan bentuk
bila hal ini akan membahayakan dirinya; perlindungan terhadap hak asasi manusia
berhak mendapatkan perlindungan dari atau kepentingan hukum seseorang yang
ancaman pihak pembuat korban bila sudah seharusnya perlu mendapatkan
melapor dan menjadi saksi; berhak perhatian serius dan penting adanya
mendapatkan bantuan penasehat hukum;
perlindungannya, berhak mempergunakan upaya hukum
22 Dikdik M. Arief Mansur dan
Perlindungan hukum pada korban
Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan (Antara Norma dan Realita), PT.
kejahatan secara memadai tidak saja
Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2006, hal. 23- 24.
mengingat dewasa ini bentuk kejahatan dalam eksistensi suatu viktimisasi dapat dan korbannya begitu kompleks seiring
pula menjadi korban. Misalnya pihak dengan majunya peradaban. Bentuk
pelaku, polisi, hakim, saksi dapat menjadi kejahatan baru yang seringkali disebut
korban ketidakpuasan, dan balas dendam dengan istilah white-collar crime ,
pihak korban.
mempunyai modus operandi yang sangat Apabila kita berbicara tentang susah dalam pengungkapan kasusnya, viktimisasi kita telah terbiasa hanya karena dilakukan secara profesional di berfikir tentang orang- orang, yang bidangnya dan juga seringkali melibatkan menimbulkan korban dan yang menjadi kekuasaan (power). Korban kejahatan korban. Ini adalah pemikiran yang sempit. perbankan sulit untuk diketahui atau Adalah tepat jika dalam setiap kasus, kita korban baru nampak pada waktu yang tidak hanya mengasumsikan adanya suatu cukup lama setelah terjadinya kejahatan viktimisasi orang terhadap orang, tetapi dan lebih parah lagi kadang korban tidak juga suatu viktimisasi yang struktural. mengetahui kalau dirinya telah menjadi
korban dari suatu perbuatan tertentu. Sehubungan dengan hal ini perlu di perhatikan dua hal, yakni bahwa pihak
Viktimisasi Struktural penimbul korban dan pihak korban dua-
Suatu viktimisasi antara lain duanya mempunya suatu struktur yang dapat
sedikit banyak adalah kabur atau sedikit penimbulan penderitaan (mental, fisik dan
banyak jelas. Misalnya permasalahan sosial) serta kerugian pada pihak tertentu