ANALISIS KESTABILAN MODEL DUA PEMANGSA DAN SATU MANGSA DENGAN PENERAPAN RACUN

  Jurnal SCIENCETECH Vol 2 No 1April2016

  HASIL DAN PEMBAHASAN Pembentukan Model

  

This research discussed prey and predator model showing the interaction between

one prey and two predators by using poison. The interaction between prey and predator used response function of Holling type II. The growth of prey and predator used logistic function. From the model, it was found five equilibrium points. The local stability of each equilibrium point was analyzed. To make it easier in interpreting the dynamic between prey and two predators and the effect of giving poison, the numeric simulation was done by showing the change of parameter of the level of death due to poison and the efficiency of changing the prey consumption towards the birth of the first and second predators.

  ( ) x t ( ) y t ( ) z t

  Kemudian diasumsikan bahwa populasi pemangsa dan populasi mangsa bersifat ter- tutup, artinya tidak ada pemangsa dan mangsa yang melakukan migrasi.

  pada populasi pemangsa pertama pada saat waktu t dinotasikan dengan , jumlah individu pada populasi pemangsa kedua pada saat waktu t dinotasikan dengan .

  t dinotasikan dengan , jumlah individu

  Berikut akan dibahas mengenai pembentukan model mangsa pemangsa dengan dua pemangsa dan satu mangsa. Jumlah individu pada populasi mangsa pada saat waktu

  (Cyrtorhinus lividipennis). Model Lotka- Volterra dapat dikembangkan untuk memodelkan interaksi antara dua pemangsa dan satu mangsa. Salah satunya adalah (Alebraheem, J dan Abu-Hasan, Y., 2012) telah menurunkan model dua pemangsa dan satu mangsa dengan asumsi pertumbuhan mangsa dan pemangsa mengikuti pertumbuhan logistik dimana terjadi kompetisi antara kedua predator tersebut. Di lain pihak, (Kar,T.K., Ghorai. A., and Jana, S.W., 2012) juga telah menurunkan model mangsa pemangsa dengan penerapan racun/pestisida. Oleh karena itu, pada penelitian ini Penulis tertarik untuk mengkaji model mangsa pemangsa yang melibatkan dua pemangsa yang saling berkompetisi dan satu mangsa dengan asumsi pertumbuhan mangsa dan pemangsa mengikuti pertumbuhan logistik dengan penerapan racun.

  100

  Menochilus sexmaculatus dan kepik mirid

  C. H., dan Penney, D. E., 2008) model mangsa pemangsa yang paling sederhana adalah model Lotka-Volterra. Model Lotka-Volterra hanya melibatkan satu pemangsa dan satu mangsa saja sedangkan pada beberapa ekosistem terdapat predasi yang melibatkan dua pemangsa dengan mangsa yang sama. Contoh predasi semacam ini adalah wereng batang padi coklat (Nilaparvata lugens Stal.) yang dimangsa oleh pemangsa alaminya, seperti kumbang

  Hubungan antara mangsa dan pemangsa dapat dimodelkan secara matematis menjadi model mangsa-pemangsa. Menurut (Edwards,

  Sejumlah racun dapat mengkontaminasi sua- tu ekosistem. Salah satu contohnya adalah penggunaan racun secara instan dan teratur pada bidang pertanian. Racun dapat membunuh hama dengan cepat namun hasil pertanian tersebut membahayakan kesehatan bagi hewan-hewan bahkan manusia.

  PENDAHULUAN

  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

  

ANALISIS KESTABILAN MODEL DUA PEMANGSA

DAN SATU MANGSA DENGAN PENERAPAN RACUN

Irham Taufiq

  

Keywords: prey-predator model, poison, numeric simulation, equilibrium point

ABSTRACT

  Jurnal SCIENCETECH Vol 2 No 1 April 2016

    1 y k a x1 R

  u tetapi apabila terdapat mangsa maka terjadi

  interaksi antara mangsa dan pemangsa pertama, pertumbuhan pemangsa mengikuti model logistik yaitu dengan adanya keterbatasan daya dukung lingkungan sebesar k y dengan sebanding dengan tidak tersedianya sejumlah mangsa dan tingkat pertumbuhan respon numerik sehingga pemangsa akan bertambah dengan laju dengan dengan menyatakan pengubahan konsumsi mangsa ke dalam kelahiran pemangsa pertama.

  Selain itu, Terjadi interaksi antara pemangsa yang satu dengan lainnya. Tingkat kompetisi dari pemangsa pertama pada pemangsa kedua sebesar . Akibatnya, populasi pemangsa pertama akan berkurang sebesar . Banyaknya kematian y diakibatkan oleh racun , yaitu yang merupakan perkalian antara laju kematian akibat racun dengan kepadatan populasi pemangsa pertama y. Dengan demikian, laju perubahan jumlah pemangsa pertama terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai

  (2) Selanjutnya, apabila tidak ada mangsa maka terjadi penurunan populasi pemangsa kedua dengan tingkat kematian alami sebesar w tetapi apabila terdapat mangsa maka terjadi interaksi antara mangsa dan pemangsa kedua, pertumbuhan pemangsa mengikuti model logistik yaitu dengan adanya keterbatasan daya dukung lingkungan sebesar k z dengan sebanding dengan tidak tersedianya sejumlah mangsa dan tingkat pertumbuhan respon numerik sehingga pemangsa akan bertambah dengan laju dengan 1 2

  1

  1

  1 dx x xy xz rx dt k h x h x mx x

     

              

    1 1 / y

  Dengan demikian, laju perubahan jumlah mangsa terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai

  R y y k

    1 1 1 / 1 R xe h x     1 e

  1 c 1 c yz

   y

  1 1

  1 y dy y uy R y c yz y dt k

              

    2 z k a x2 R

    2 1 / z

  (1) Kemudian, apabila tidak ada mangsa maka terjadi penurunan populasi pemangsa pertama dengan tingkat kematian alami sebesar

   x

  Model mangsa pemangsa yang dikaji terdiri dari dua pemangsa dan satu mangsa. Terjadi interaksi antara mangsa dan pemangsa. Antara pemangsa yang satu dengan yang lainnya saling berkompetisi artinya terjadi persaingan antara kedua pemangsa untuk mendapatkan mangsa tersebut. Pertumbuhan mangsa dan pemangsa mengikuti pertumbuhan logistik.

  ( ) / 1 g x x h x  

  Selanjutnya, diasumsikan bahwa apabila tidak ada interaksi antara pemangsa dan mangsa, maka per-tumbuhan mangsa mengikuti model logistik yaitu dengan adanya keterbatasan daya dukung lingkungan sebesar k dan tingkat pertumbuhan intrinsik r akibatnya mangsa akan bertambah dengan laju . Pemangsaan pemangsa pada kelas mangsa menggunakan respon Holling tipe II yaitu

  . Ketika terdapat interaksi antara pemangsa pertama dan mangsa sebesar pertumbuhan mangsa akan berkurang sebesar yang merupakan laju perkalian antara fungsi respon Holling tipe II dengan populasi pemangsa, dimana dengan adalah tingkat pencarian dan penangkapan mangsa oleh pemangsa pertama dan adalah tingkat penanganan dan pencernaan pemangsa pertama, .

  Ketika terdapat interaksi antara pemangsa kedua dan mangsa sebesar pertumbuhan mangsa akan berkurang sebesar yang merupakan laju perkalian antara fungsi respon Holling tipe II dengan pemangsa

  z, diperoleh dengan

  adalah tingkat pencarian dan penangkapan mangsa oleh pemangsa kedua dan adalah tingkat penanganan dan pencernaan pemangsa kedua, sehingga .

  Adanya kematian alami pada populasi mangsa dengan laju mengakibatkan populasi mangsa akan berkurang sebesar .

  Banyaknya kematian x diakibatkan oleh racun , yaitu yang merupakan perkalian antara laju kematian akibat racun dengan kepadatan populasi mangsa x.

   

  1 / rx x k   

    1 ( ), g x 1 ( ) g x y

      m mx

    1 1 ( ) / 1 g x x h x

       1 h

    1 1

  ( ) / 1 g x y xy h x     2

  ( ), g x 2 ( ) g x z

    2 2

  ( ) / 1 g x x h x    

   2 h

    2 2 ( ) / 1 g x z xz h x

  R z z k

  Jurnal SCIENCETECH Vol 2 No 1April2016

      1 2 2 1

1

1 1 1 2 2

2

2 2 2

    

     

  1 dx xy xz x x

dt h x h x

m x e xy e y dy c yz dt h x h x u y e xz e z dz c yz dt h x h x w z

  1

  1

  1

  1

  1

  1

       

     

               

       

  , , x y z t rt x y z k a k a k ka ka e e r r a e rh u w e u w h a r r a rh a kc a kc h c c a r r m m r r

  , , , , , , , , , , , , , ,

  Akibatnya . 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 2 1 2 2

  adalah (8) karena , maka (8) menjadi . Selanjutnya, jika , maka memiliki solusi .

  Teorema 1. Solusi dari Sistem (7) yang berada di untuk adalah terbatas. Bukti: Persamaan pertama dari Sistem (7)

  (7) dengan fungsi adalah fungsi kontinu smooth pada .

  Sistem (7) dapat ditulis dalam bentuk tak berdimensi untuk mereduksi banyaknya parameter. Hal ini mengakibatkan analisis matematikanya tidak rumit. Selanjutnya didefinisikan (6) Kemudian persamaan-persamaan pada Persa- maan (6) disubstitusikan ke Persamaan (5). Kemudian dengan menghapus bar pada semua parameter dan menyederhanakannya maka Per- samaan (5) menjadi Persamaan (5) menjadi

    

  

           

     

  1 t x be

  1

   

  1 dx x x dt

     

  1 dx x x dt

      1 2 / 1 , / 1 , , xy h x xz h x x mx          

         

  

  1 dx xy xz x x dt h x h x m x

            

  1

  1

  

   

1

2

  ฀ t

       ฀ ฀ 3

  , , : 0, 0, x y z x y z

      3

3

    , ; 1, 2 i L M i

          

               

      

  102 dan menyatakan peungubahan konsumsi mangsa ke dalam kelahiran pemangsa kedua.

  2 c 2 c yz

  1

  2 2

  1 2 1 1

   

           

  

  1 z dz z wz R z dt k c yz z

  2 2

   z

      2 e

  1

    2 2 2 / 1 R xe h x

   

  (5)

     maka Persamaan (4) menjadi:

  (4) dengan syarat awal Jika , dan disubstitusikan ke Persamaan (4),

  (3) Berdasarkan Persamaan (1), (2), dan (3) diperoleh model dua pemangsa dan satu mangsa persamaan diferensial non linier.

  antara laju kematian akibat racun dengan kepadatan populasi pemangsa kedua z.. Dengan demikian, laju perubahan jumlah pemangsa kedua terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai

   , yaitu yang merupakan perkalian

  Selain itu, Terjadi interaksi antara pemangsa yang satu dengan lainnya. Tingkat kompetisi dari pemangsa kedua pada pemangsa pertama sebesar . Akibatnya, populasi pemangsa kedua akan berkurang sebesar . Banyaknya kematian z diakibatkan oleh racun

  1

  1

       

         

       

  1 dx x xy xz rx dt k h x h x m x xe y xe y dy u y dt h x h x a x xe z xe z dz w z dt h x h x a x

  1

  1

  1

  1

  1

  1

    1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2

  

  1 y z dx x xy xz rx dt k h x h x mx x dy y uy R y c yz y dt k dz z wz R z c yz z dt k

  / 1 , R xe h x     2 z k a x

     1 1 1

    2 2 2 / 1 R xe h x     1 , y k a x

  (0) , y y  dan (0) . z z

            (0) , x x

               

         

          

       

   

1, 0 x t   

  Teorema 2. 1. Jika , maka titik bersifat stabil asimtotik lokal.

  Jurnal SCIENCETECH Vol 2 No 1 April 2016

          

               

    

  2 2 1 ( ) 1 1 e e w e m e x h x

y

e c h x   

    5 , , TE x y z     2 2 2 2 2

  , , 0

  Jika dan dipenuhi maka titik ekuilibrium bersifat stabil asimtotik lokal. Jika , dan dipenuhi maka titik ekuilibrium bersifat stabil asimtotik lokal. Jika dan f 22 <0, dipenuhi maka titik ekuilibrium bersifat stabil asimtotik lokal. Jika dan maka titik ekuilibrium bersifat stabil asimtotik lokal.

  Kestabilan titik-titik ekuilibrium diselidiki dari hasil linierisasi di sekitar titik ekuilibriumnya dan disajikan pada teorama berikut.

               

  Selanjutnya, dari Persamaan (10), (12), dan (14) diperoleh titik ekuilibrium , dengan dan

  1 TE x e x u h x e

             

        11 33 11 33 13 31

  0, 0 f f f f f f         2 2 4 2

  ˆ, 0 ˆ , ˆ

  1 TE e x w h x e x

               

  

1 1 1 1 1 1

  1 2 ( )

  1

       

2

2

  0,

h

  0, 0 h h h h h h      33

      11 22 11 22 12 21

    

    2 TE 1 , 0, 0 m

  1  1 e m w h m                1, m   

  1

  1 1 , e m u h m                

  1 e e u e m e x h x

z

e c h x

  1

        1 1

    1 0, 0, 0 TE

     1 m

  

          

                

      

1 TE x

         2 2 4 2

              

     1 1 3 1

    1 2

  1

     1 1 1 1

   y

          dy dt

      

  1 y z x m h x h x

  1

  1

  dx dtx

          

  . Selanjutnya, dari Persamaan (10), (12) dan (13) diperoleh titik ekuilibrium dengan Selanjutnya, dari Persamaan (10), (11), dan (14) diperoleh titik ekuilibrium dengan

  . Kemudian dari Persamaan (10), (11) dan (13) diperoleh titik ekuilibrium

  Berdasarkan uraian di atas, dari Persamaan (9), (11) dan (13) diperoleh titik ekuilibrium yaitu

  Kemudian, jika , maka (13) atau (14)

  (11) atau (12)

  (10) Kemudian, jika , maka

  Jika , maka (9) atau

  Selain itu, solusi y dan z juga terbatas. Karena keterbatasannya mengikuti keterbatasan x. Titik Ekuilibrium Model dan Kestabilannya

  1 e x e y u h x h x

    dz dt

        

  e x u h x e    

  u h e x h u h u h e e h

  4

  1

  2 ( )

  1

  1 2 1 1 1 1 1 ( )

    1 1

         

  , , 0

   z

     1 1 3 1

     

  0, 0, 0 TE    2 TE 1 , 0, 0 m

      1

          

  1 e x e z w h x h x

  1

    2 2

  

  • 2

1 TE

      

  ˆ, 0 ˆ , ˆ

          

    

     

  1 e x u h x e x h u h x h x

  1

  1 ( )

  2

       1 1 1 22 1 1

          

  Dengan ,

         

  1 1 2 ( )

  , , TE x y z          1 1 11 2 1 1

  AB C     5

  0, 0, A B C   

  e x w h x e x

                2 2

  2 2 2 2 2 2 2 ( ) 1 2 ( ) 1 4 + 2 w h e x h w h w h e e h   

        

           

           

  1 e x u h x h x m e h x

  Jurnal SCIENCETECH Vol 2 No 1April2016 Simulasi Numerik

   x h   , 12 Simulasi model dilakukan dengan

   1 h x1 menggunakan Software Maple. Simulasi ini

  e x   u 1  h x bertujuan untuk melengkapi hasil-hasil yang 1       1 h21 2 diperoleh secara analisis pada bab sebelumnya.

  1  h x    1 2 Pada bagian ini dilakukan simulasi titik

   h e x    u1 1   1  h x1   

  ekuilibrium untuk mengetahui perilaku dinamik

   , 2 1  h x    1

  penyelesaian Sistem (7) dalam jangka waktu yang lama di sekitar titik ekuilibrium tersebut.

  ex ˆ  w   1  hx ˆ 2    2 f 1 2 x ˆ ( m  ) 11      2 Dalam simulasi model mangsa pemangsa e 1 hx ˆ 2 2 

  dengan dua pemangsa dan satu mangsa di

   x ˆ

  lingkungan beracun ini digunakan wereng

  f 13   ˆ 1  hx 2

  batang padi coklat sebagai mangsa, sedangkan

  Menochilus sexmaculatus sebagai pemangsa ex 2 2 ez 2 h    33

  pertama dan kepik mirid sebagai pemangsa

  1 hx 1 hx   2 2

  kedua. Simulasi model matematika mangsa

   exu   1   1  hx1  c  ( w   ) 2  

  pemangsa ini pada Sistem (7) menggunakan

  e1  

  nilai parameter berdasarkan (Alebraheem, J dan

  e x ˆ  w  1  h x ˆ 2      2  Abu-Hasan, Y., 2012) dan (Kar,T.K., Ghorai. f   31 2

  1  h x ˆ   2  2 A., and Jana, S.W., 2012). Adapun nilai-nilai parameter yang digunakan adalah h e x ˆ w 1 h x ˆ

         2 2   2    2 m  0,1; u  0,55; w  0, 65; c  0, 08; c  0, 05; 1 2

  1  h x ˆ   2 

   1, 41; 1, 5;  e  0,8; 0, 79; 0, 005; eh

  ,   1 2 1

  h  0, 004; 0,5;  ˆ ˆ  2 e xw

  1  h x 2 e x ˆ    2   2   2   f   33

  ˆ ˆ 1  hx 1  hx 2 2 Dan diambil nilai awalnya sebagai berikut.

   ( w   ) x (0)  0, 5; (0) y  0, 2; (0) z  0, 2

    ex ˆ  w   1  hx ˆ Dengan bergantung pada nilai parameter ex ˆ    1 2 2 fc 22   1  

  1 h x  ˆ e1  2  e dan e 1 2

  yang berbeda, hal ini dapat ditunjuk-

    ( u  )

  , kan secara numerik eksistensi dan kepunahan

  A   ggg , Bg gg gg g

  dari salah satu pemangsa pada solusi non peri-

   11 22 33  22 33 11 22 11 33 odik (siklus kehidupan tidak akan berhenti).

   g gg gg g , 13 31 32 23 12 21 e dan e 1 2 Cg g gg g gg g g 13 31 22 32 23 11 12 21 33 Parameter merupakan parameter yang sangat penting karena termuat dalam fungsi

   g g gg g gg g g 12 23 31 13 32 21 11 22 33

  respon dan respon numerik yang membentuk 2 komponen utama dari model mangsa pemangsa. dengan

      y 1 h x    h xy 

   1  1

   

  g   1 2 x      11 2 Permainan respon fungsi merupakan peranan   1 h x  

   1

   

    2 penting dalam interaksi diantara mangsa dan  

   z  1 hx   h xz    2  2

   

     ( m   ), 2 e dan e 1 2

    1 hx   2 pemangsa. Ukuran parameter menya-

   

    ex  2 e   z 2 2 takan efisiensi pengubahan konsumsi mangsa g c y  ( w  ) 33    2  

  1 hx  1 h   x2  2

  terhadap kelahiran pemangsa pertama dan

    x   x kedua. g , g , 12   13  

  1 h x   1 hx   1  2 2 2 2 ey1  1  h x    eh xy   1  1 1 eh y 1 1 , Ada beberapa simulasi numerik yang berbeda g   21 2 2

  1  hx  1  h x  

   1   1  yang dilakukan, yaitu

       0,95 e x 1

  2 e y 1

  

  g     ( u  ), 22

  1. Jika parameter parameter lain

  1  h x   1 1  h x   1

  seperti yang telah ditetapkan. Diperoleh titik

  , , g   c y g    c z23 1 32 2 2 2 2 ekuilibrikum TE 1 . ez  1 hxeh zx2     eh z2 2 2 2 2 g   , 31 2 2

    1  hx 1  hx

   2   2 

  104

  Jurnal SCIENCETECH Vol 2 No 1 April 2016 Gambar 4. Potret Fase Sistem (7) untuk

   0, 95  e  0.8 dan e1 2

  0.45 Gambar 1. Potret Fase Sistem (7) untuk

    0, 4

  e 1

  2. Jika parameter dan parameter

  5. Nilai ditetapkan 0,8, sedangkan nilai lain seperti yang telah ditetapkan. Diperoleh

  e2

  0.79

  diubah-ubah untuk menunjukkan titik ekuilibrium TE 2 . adanya kecocokan hasil pada keeksistensian dan kepunahan dari pemangsa bergantung pada keefesiensian dari konversi tersebut.

    0, 4 Potret Fase Sistem (7) untuk Gambar 2.

  Gambar 5. Potret Fase Sistem (7) untuk e 2

  3. Nilai ditetapkan 0,79, sedangkan nilai

  e 0.8 dan e

  0.79 1   2

  e 2 KESIMPULAN

  diubah-ubah untuk menunjukkan dampak Berdasarkan pembahasan diperoleh dari efisiensi pengubahan mangsa terhadap ke- kesimpulan bahwa dalam penelitian ini lahiran pemangsa pada keeksistensian dan ke- diberikan model mangsa pemangsa dengan dua punahan dari salah satu pemangsa. Diperoleh pemangsa dan satu mangsa dengan penerapan titik ekuilibrium TE 3. racun, dengan respon pemangsaannya menggunakan fungsi respon Holling tipe II dan laju pertumbuhan mangsa dan pemangsa memenuhi fungsi logistik. Sistem (9) memiliki lima titik ekuilibrium. Kestabilan titik ekuilibrium Sistem (9) dianalisis hanya kestabilan lokal.

  Pada simulasi ini, ketiga populasi akan tetap bertahan hidup ketika nilai dari tingkat efisiensi pengubahan konsumsi mangsa terhadap kelahiran pemangsa pertama dan kedua saling

  Gambar 3. Potret Fase Sistem (7) untuk

  berdekatan. Adanya racun juga mempengaruhi

  e  0.45 dan e1 2

  0.79 penurunan ketiga populasi tersebut. e 1 DAFTAR PUSTAKA

  Alebraheem, J dan Abu-Hasan, Y., 2012,“Persistence of

  4. Nilai ditetapkan 0,8, sedangkan nilai

  predators in a two predators-one prey model with non periodic solution,” Applied Mathematical Scienc- e 2 es,Vol. 6, 2012, No. 19, 943 – 956.

  diubah-ubah untuk menunjukkan adanya

  Edwards, C. H., dan Penney, D. E., 2008, “Elementary Differential quations (Sixth Edition),Pearson Edu-

  kecocokan hasil pada keeksistensian dan ke- cation, Inc, New York. punahan dari pemangsa bergantung pada

  Kar,T.K., Ghorai. A., and Jana, S.W., 2012, “ Dynamics of Pest and its Predator Model with

  keefesiensian dari konversi tersebut.

  Disease in the Pest and Optimal Use of Pesti- cide”, Fever Epidemic Through the use, American Journal of Theoretical Biology 310: 187-198.