MAKALAH REPRODUKSI ORGANISME AKUATIK FAK

MAKALAH REPRODUKSI ORGANISME AKUATIK
FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
SEL GAMET BETINA

Disusun Oleh :
Kelompok II
1. Hidayaturrahmi

(201310260311050)

2. Umi Qoni’aturrohmah

(201310260311064)

3. Kuny Rizqi Faidah

(201310260311065)

4. Fahri Umar Arif

(201310260311079)


JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap makhluk hidup pasti memiliki kemampuan bereproduksi. Kemampuan
bereproduksi tersebut juga dimiliki oleh organisme akuatik salah satunya ikan. Reproduksi
ini bertujuan untuk menghasilkan individu baru dan untuk mempertahankan generasi dari
setiap spesies guna memcegah terjadinya kepunahan. Individu baru pada setiap spesies
merupakan hasil pertemuan antara sel ovum betina dengan sel sperma jantan. Peristiwa
tersebut sering disebut sebagai proses pembuahan.
Sebelum terjadi pembuahan, ovum (sel telur) harus dibentuk sempurna melalui
pembelahan sel sehingga pada waktunya akan siap untuk dibuahi. Proses terbentuknya sel
telur (ovum) inilah yang disebut Oogenesis. Sel telur tersebut dibentuk di ovarium. Selama
proses oogenesis terjadi tahapan-tahapan seperti pada oosit primer, oosit sekunder,
follikulogenesis, ovulasi, fertilisasi sampai pada perkembangan zigot. Selain itu

perkembangan sel telur (ovum) juga di pengaruhi oleh beberapa factor internal dan
eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet betina (ovum)
yaitu lingkungan, sedangkan factor internal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet
betina (ovum) yaitu hormon.
Oleh karena itu, kami akan memaparkan penjelasan mengenai factor eksternal dan
intenal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet betina (ovum) dan akhirnya dapat
membentuk satu individu baru, menginggat pentingnya reproduksi di bidang perikanan,
karena tujuan dari perikanan itu sendiri adalah mengoptimalkan jumlah populasi berbagai
jenis spesies ikan.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1

Apa yang dimaksud dengan oogenesis?

1.2.2

Bagaimana factor eksternal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet betina?

1.2.3


Bagaimana factor internal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet betina?

1.2.4

Bagaimana tahapan pembentukan sel gamet betina?

1.3 Tujuan
1.3.1

Untuk mengetahui pengertian oogenesis

1.3.2

Untuk mengetahui factor eksternal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet
betina

1.3.3

Untuk mengetahui factor internal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet
betina


1.3.4

Untuk mengetahui tahapan pembentukan sel gamet betina.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Oogenesis
Oogenesis merupakan proses pembelahan sel-sel bakal telur secara mitosis
sampai oosit primer atau fase pembentukan folikel. Fase ini dapat dipercepat dengan
rnengoptimalkan kondisi lingkungan misalnya suhu, periode cahaya dan atau

penggunaan makanan berprotein tinggi yang ditambahkan dengan vitamin E, vitamin C
atau asam lemak esensial (Lam, 1995 dalam Affandi dan Tang, 2002).
Oogenesis adalah proses kompleks yang secara keseluruhan merupakan
pengumpulan kuning telur. Secara substansial, kuning telur pada ikan terdiri dari 3
bentuk yakni : kantung kuning telur (yolk vasicles), butiran kuning telur (yolk globule)
dan tetesan minyak (oil droplet). Kantung kuning telur berisikan glikoprotein dan
perkembangan selanjutnya menjadi kortikal alveoli.


Butir kuning telur terdiri atas

lipoprotein, karbohidrat dan karoten, sedangkan oil droplet secara umum terdiri dari
gliserol dan sejumlah kecil kolesterol (Hibiya,1982 dalam Ahya, 2010).
2.2 Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet betina
Beberapa factor eksternal yang berperan penting bangi keberhasilan proses
reproduksi adalah:
1) Photo periode
Proses gametogenesis disesuaikan dengan suhu dan photo periode. Pada musim
dingin gametogenesis berlangsung lambat, kemudian semakin meningkat pada musim
panas dan mencapai tahap perkembangan sempurna pada musim semi (Helfman et al.,
1997).
Proses ovulasi pada beberapa ikan teleostei menunjukkan hubungan yang erat
dengan photoperiod. Ikan Oryzias latipes, perbedaan perlakuan photoperiod
menunjukkan tingkat GtH yang berbeda, kadar GtH dalam darah meningkat pada
photoperiod yang berubah-ubah (dari terang ke gelap dan sebaliknya). Tetapi pada
penerangan yang konstan (selalu terang atau gelap selalu) kadar GtH dalam darah
cenderung berfluktuasi (Iwamatsu, 1978 dalam Stacey, 1984). Photoperiod diduga
berpengaruh secara langsung terhadap mekanisme saraf yang menentukan waktu
pemijahan bagi ikan laut.

Ikan cyprinidae yang hidup di daerah subtropik seperti Notemigonus crysoleucas,
Carassius auratus, Gila cypha dan Couesius plumbeus biasanya memijah pada akhir
musim semi dan awal musim panas. Proses gametogenesis disesuaikan dengan suhu
dan photo periode. Pada musim dingin gametogenesis berlangsung lambat, kemudian

semakin meningkat pada musim panas dan mencapai tahap perkembangan sempurna
pada musim semi (Helfman et al., 1997).
Jourdan et al. (2000) menyatakan bahwa ikan Perca fluviatilis yang dipelihara
pada laboratorium dengan photo periode 24 jam menunjukkan kematian yang lebih
tinggi 7,4% dibandingkan dengan photo periode 12 jam dan 18 jam (masing-masing
3,2% dan 3,3%). Selanjutnya dikatakan bahwa pada photo periode yang lebih lama
perkembangan gonad akan terhambat (terutama ikan jantan).
2) Suhu
Suhu berpengaruh terhadap berbagai fungsi sistem reproduksi ikan teleostei,
termasuk laju sekresi dan pembersihan GnRH, pengikatan GtH oleh gonad, siklus
harian GtH, sintesis dan katabolisme steroid, serta stimulasi GtH (Stacey, 1984).
Perubahan suhu yang terlalu tinggi dapat menjadi trigger tingkah laku pemijahan
ikan. Suhu juga berpengaruh langsung dalam menstimulasi endokrin yang mendorong
terjadinya ovulasi.
Menurut Yamamoto (1966) dalam Stacey (1984), proses vitellogeneis pada ikan

Goldfish yang dipelihara pada suhu kurang dari 14°C , tetapi tidak terjadi
ovulasi.Ovulasi berlangsung dalam waktu sehari setelah suhu ditingkatkan menjadi
20°C.peningkatan suhu air juga dapat mempercepat vitellogenesis ikan Tinca
tinca yang dipelihara pada kolam terbuka.
3) Substrat pemijahan
Mekanisme pengaturan ovulasi dipengaruhi oleh kebutuhan ikan terhadap jenis
substrat tertentu. Jika substrat yang sesuai belum ditemukan, maka ovulasi tidak akan
terjadi. Fenomena ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang tempat pemijahannya
memerlukan jenis substrat tertentu.
Ikan Goldfish akan memijah dengan baik jika menemukan vegetasi untuk
menempelkan telurnya, jika ditemukan vegetasi maka ovulasi akan terhambat.
Stimulasi proses pemijahan beberapa spesies ikan dapat dilakukan dengan pemberian
“petrichor”, yaitu campuran berbagai bahan organik yang telah dikeringkan (Stacey,
1984).

Tamaru et al. (2001b) mengatakan bahwa tanaman air dan akar pohon yang
terendam air serin digunakan sebagai subtrat untuk menempelkan telur oleh ikan Ikan
Sumatra (Capoeta tetrazona) betina. Pada saat pemijahan berlangsung, ikan jantan
akan menempelkan sirip perutnya ke tubuh ikan betina, sehingga sperma dan telur
terlepas kemudian menempel pada substrat

4) Ketersediaan makanan
Komposisi protein merupakan faktor esensial yang dibutuhkan ikan untuk
pematangan gonad. Watanabe et al. (1984)

dalam

Tang dan Affandi (2001)

menyatakan bahwa kadar protein 45% baik bagi perkembangan gonad ikan Kakap
Merah, sedangkan kadar protein 36% baik bagi ikan Trout Lembayung. Mineral yang
penting bagi pematangan gonad adalah phospor (P), seng (Zn), dan mangan (Mn)
(NRC, 1993 dalam Tang dan Affandi, 2001). Sedangkan vitamin E berperan penting
dalam pematangan gonad. Kandungan vitamin E dalam pakan sebesar 24,5 IU/g
pakan menunjukkan hasil terbaik bagi pematangan gonad ikan Ekor kuning
(Verankupiya et al., 1995 dalam Tang dan Affandi, 2001).
5) Factor social (hubungan antara periode)
Interaksi antar individu dapat mempengaruhi tingkah lau reproduksi dan fertilitas.
Salah satu spesies chichlid Haplochromis burtoni, interaksi antara ikan jantan
mempengaruhi fungsi gonad. Mekanisme ini diatur oleh otak melalui saraf yang
mengatur pelepasan GnRH sesuai dengan status sosial ikan jantan (White et al.,

2002). GnRH dikirim oleh saraf hyphotalamus ke pituitary yang mengatur proses
reproduksi melalui pelepasan pituitary gonadotropin yang mengatur fungsi gonad
(Sherwood, 1987 dalam White et al., 2002).
6) Salinitas
Pada ikan Black Bream (Acanthopagrus butcheri) salinitas tidak berpengaruh
terhadap pematangan gonad ikan jantan maupun betina. Tingkat plasma steroid ikan
betina tidak terpengaruh oleh salinitas, tetapi pada ikan jantan yang dipelihara
salinitas 35‰ daripada salinitas 5‰ pada bulan September, plasma 17,20bdihydroxy-4-progestero-3-one

17,20bP

peningkatan (Haddy dan Pankhurst, 2000a).

dan

11-ketotestosterone

menunjukkan

2.3 Factor internal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet betina

Adapun factor internal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet betina yaitu
hormon. Hormon yang mempengaruhi oogenesis yakni hormon GnRH, dimana hormone
GnrH ini berfungsi untuk merangsang

lobus anterior pituitary untuk produksi

hormon gonadotropin merangsang sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormone) Dimana
hormone ini merangsang pertumbuhan folikel

telur pada ovarium sedangkan LH

(Luteinizing Hormone) berfungsi merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel
tersier sehingga terjadi proses ovulasi (Intan, 2014).
Menurut Cook (1990) dalam Darwisito (2002), ada beberapa hormon yang terlibat
dalam pengaturan reproduksi atau pemijahan ikan. Hormon-hormon tersebut dihasilkan
oleh kelenjar hipothalamus, hipofisa dan gonad. Adapun hormon-hormon tersebut
adalah:
1. GnRH (Gonadotropin Releasing H o rmon), Hormon GnRH dihasilkan oleh kelenjar
hipothalamus, yang mana ada dua maca m hormon yaitu FSH-RH (Folikel
Stimulating Hormon Releasing Hormon) dan LH-RH (Luteinizing Hormon Releasing

Hormon). FSH-RH berfungsi merangsang kelenjar hipofisa untuk menghasilkan atau
melepaskan hormon FSH (Folikel Stimulating Hormon), sedangkan LH-RH berfungsi
merangsang kelenjar hipofisa untuk menghasilkan atau melepaskan hormon LH
(Luteinizing Hormon).
2. GtH (Gonadotropin Hormon), Hormon ini yang terdiri dari FSH dan LH. Kedua
hormon ini disekresikan oleh kelenjar hipofisa. FSH berfungsi merangsang proses
spermatogenesis (pembentukan sperma) dan proses oogenesis (pembentukan ovum
atau sel telur). Sedangkan LH berfungsi merangsang proses spermiasi spermatozoa
dan merangsang sel-sel leydig pada gonad ikan jantan untuk menghasilkan hormon
testosteron. Pada ikan betina hormon LH berfungsi merangsang proses ovulasi dan
pelepasan hormon estrogen dan progesteron dari gonad ikan betina.

3. E s t r o g e n, Hormon estrogen di h asilkan oleh gonad ikan betina yang berfungsi
merangsang proses vitellogenesis pada telur d an merangsang tingkah laku ikan
memijah.
4. Progesteron, Hormon progesteron juga dihasilkan oleh gonad ikan betina yang
berfungsi merangsang proses pematangan telur sehingga mencapai kematangan tahap
akhir atau GVBD (Germinal Vesicle Break Down). Telur yang berada pada tahap
GVBD ini siap untuk diovulasikan dan dibuahi oleh sperma nan tinya.

Gambar. Peran hormone dalam proses pematangan ovary
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Ikan akan melakukan pemijahan jika ada feromon dari lingkungan, rangsangan
tersebut dapat berasal dari kulit, mata, hidung, bahkan urine.
2. Selanjutnya akan diteruskan menuju ke otak, otak akan memberikan rangsangan ke
kelenjar hipotalamus dimana hipotalamus terdapat pitutary yang akan mensekresikan
GnRH
3. GnRH terdiri dari LH dan FSH, dimana LH berfungsi untuk merangsang sel-sel
leydig testis utnuk menhasilkan testosteron pada jantan dan merangsang pelepasan
oosit sekunder dari folikel tersier sehingga terjadi ovulasi pada betina.

4. Sedangkan FSH berfungsi merangsang perkembangan spermatosit dalam proses
spermatogenesis pada jantan, sedangkan pada betina berfungsi merangsang
pertmbuhan folikel telur pada ovarium
5. Dalam pematangan sel ovary dan testes dibantu oleh hormon androgens, estrogens
dan progesteron.
6. Hormon estrogen dan progesteron akan merangsang hati untuk mensintesis yolk
proteins yang akan membantu pematangan gonad khususnya ovarium.
7. Hormon androgens akan melakukan feed back terhadap GtH dan GnRH

untuk

merangsang pematangan testis.
2.4 Tahapan pembentukan sel gamet betina
Menurut (Ahya, 2010) Proses oogenesis berlangsung di dalam ovarium dan didahului
oleh pembelahan mitosis sel induk ovum (oogonium). Hasil pembelahan adalah oosit
primer. Pada proses meiosis I. Oosit primer membelah menjadi dua sel yang tidak sama,
yaitu satu sel berukuran besar disebut oosit sekunder dan satu sel lagi berukuran kecil,
disebut badan kutub pertama. Perbedaan bentuk ini disebabkan sel oosit sekunder
mengandung hamper semua sitoplasma dan kuning telur. Sedangkan sel badan kutub
pertama hanya terdiri dari nucleus saja. Dalam Perkembangan oosit terdiri dari dua
tahap, yaitu previtellogenesis dan vitellogenesis (penimbunan kuning telur). Pada fase
previtellogenesis oosit primer bertambah ukurannya tanpa akumulasi material yolk.
Kemudian terjadi pertumbuhan yang sama pada sitoplasma dan nukleus, pada bagian
perifer oosit primer ditemukan nukleus besar yang berisi beberapa nukleus. Selanjutnya
dua lapisan sel berbeda nampak mengelilingi oosit membentuk folikel. Lapisan terdalam
adalah sel-sel kubus yang merupakan bagian granulosa dan teka. Sedangkan pada fase
Vitellogenesis merupakan proses induksi dan sintesis vitelogenin di hati oleh hormon
estradiol-17b, serta penyerapan vitellogenin yang terbawa aliran darah ke dalam oosit.
Pada proses meiosis II, oosit sekunder (n) membelah menjadi dua sel yang tidak sama
besarnya. Satu sel berukuran besar disebut ootid yang mengandung nukleus, kuning telur
dan sitoplasma sel. Sedangkan satu sel yang lain berukuran kecil dan hanya mengandung
nukleus dan disebut badan kutub kedua. Badan kutub pertama juga mengalami meiosis
II membentuk dua sel kecil badan kutub ke dua. Dengan demikian pada akhir meiosis II

berbentuk 4 buah sel, yaitu satu sel besar yang disebut ootid, dan tiga sel kecil yang
disebut dengan badan kutub (polosit).
Ootid dapat tumbuh menjadi ovum dewasa tanpa mengalami pembelahan sel lagi.
Sementara itu tiga sel badan kutub yang berukuran kecil mengalami degenerasi
(penyusutan) dan tidak berfungsi. Sehingga pada akhir proses oogenesis hanya satu
tinggal satu sel ovum yang fungsional. Satu sel ovum tersebut mengandung nukleus,
kuning telur, sitoplasma, ribosom, dan organel sel lainnya dalam jumlah yang cukup.
Keadaan demikian penting untuk proses pertumbuhan zigot kelak dikemudian hari.

Gambar. Tahapan oogenesis
Tahap-tahap Perkembangan Telur Menurut Wallace dan Selman 1981 ( dalam Ahya,
2010), perkembangan telur ikan secara umum meliputi empat tahap, yakni : awal
pertumbuhan, tahap pembentukan kantung kuning telur, tahap vitolegenesis dan
tahap pematangan.Pertumbuhan awal adalah terjadinya pelepasan hormon gonadotropin
(GtH-independent) yang dicirikan dengan bertambahnya ukuran nucleus .sejumlah besar
dari RNA 95sRNA dan transfer RNA) disimpan dalam sitoplasma sel ntelur sebagai
bekal bagi embrio untuk menghasilkan proteindari dirinya sendiri sebagai cadangan.

Tahap pembentukan kantung kuning telur, dicirikan dengan terbentuknya kantung
atau vesikel. Pada perkembangan telur selanjutnya, kantung kunig telur ini akan
membentuk kortikal aveoli yang berisi butir - butir korteks. Tahap ini juga dicirikan
dengan terbentuknya zona radiate, perkembanganekstra seluler, dan bakal korion.
Vitelogenesis dicirikan oleh bertambah banyaknya volume sitoplasma yang berasal
dari luar sel, yakni kuning telur atau disebut juga vitelogenin. Vitelogenin disintesis oleh
hati dalam bentuk lipophosphoprotein-calsiumkomplek dan hasil mobilisasi lipid dari
lemak visceral. Selanjutnya, kuning telur dibawa oleh darah dan ditransfer ke dalam sel
telur secara endositosis.

Gambar Aksi gonadotropin terhadap sintesis estrogen dan progesteron selama
pematangan telur dan ovulsi (sumber : Drowder, 1990 dalam Gilbert, 1988)
Tahap

akhir

dari

perkembangan

telur

adalah

tahap

pematangan,

yakni

tahap pergerakan germinal vesikel ke tepi dan akhirnya melebur (germinal vesicle break
down) selanjutnya membentuk pronuklei dan polar bodi II.

Gambar. telur matang yang belum terbuahi
(a) Potongan telur sepanjang kutub animal vegetal
(b) Letak inti;
(c) Bagian permukaan telur; YG butir kuning telur; CA kantung korteks; PB I polar
bodi I; ZR zona radiate

Proses ovulasi terjadi dengan cepat setelah telur mengalami pematangan dan
mengakibatkan pecahnya dinding folikel, pada waktu bersamaan sel – sel mikropil yang
menutupi lubang mikropil berpisah sehingga spermatozoa dapat menembus korion
setelah telur dikeluarkan (oviposition). Pecahnya dinding folikel ini di duga disebabkan
oleh pengaruh hormon prostaglandin. Menurut Goetz (1983 dalam Lam, 1985),
prostaglandin mungkin merupakan mediator aksi gonadotropin terhadap ovulasi atau
pecahnya dinding folikel.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Oogenesis merupakan proses pembelahan sel-sel bakal telur secara mitosis sampai
oosit primer atau fase pembentukan folikel.
2. Factor-faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet betina adalah
photo periode, suhu, substrat pemijahan, ketersediaan makanan, factor social
(hubungan antara periode), dan salinitas.
3. Factor-faktor internal yang mempengaruhi perkembangan sel gamet betina adalah
hormone.
4. Tahapan pembentukan sel gamet betina yakni oogonium bedifrensiasi menjadi oosit
primer, kemudian menjadi oosit sekunder, dan yang terakhir menjadi ootid.
3.2 Saran

Sebaiknya dilakukan peninjauan lebih dalam lagi mengenai oogenesis guna menambah
wawasan kita dalam mempelajari proses oogenesis tersebut sehingga kita mampu
mengaplikasikannya dalam bidang keilmuan kita khususnya pada bidang perikanan.

DAFTAR PUSTAKA

Duck Ahya.2010.Reproduksi pada ikan. http://www.academia.edu/3304892/Reproduksi_
Pada_Ikan. Diakses tanggal 18 maret 2014 pada pukul 23.42

Helfman, G. S.., B. C. Collete dan D. E. Facey. 1997. The Diversity of Fishes. Blackwell
Science, UK. Diakses tanggal 18 maret 2014 pada pukul 20.54
Intan, Riani. 2014. Hormon yang mempengaruhi oogenesis. http://intanriani.wordpress.com/
pembentukan-gamet-betina-oogenesis/. Diakses akses tanggal 18 maret 2014 pada
pukul 00.29
Stacey, N. E. 1984. Control of Timing of Ovulation by Exogenous and Endogenous Factors
dalam Fish Reproduction. Potts, G. W. dan Wootton, R. J. (Eds), Academic
Press, London. Di akses tanggal 18 maret 2014 pada pukul 21.00
Tang, U. M. dan R. Affandi. 2001. Biologi Reproduksi Ikan. Pusat Penelitian Kawasan Pantai
dan Perairan, Universitas Riau, Riau. Di akses tanggal 18 maret 2014 pada pukul
22.00