MAKALAH KAJIAN SENI DESKRIPSI BUKU SEJAR

MAKALAH KAJIAN SENI
DESKRIPSI BUKU
SEJARAH SENI RUPA INDONESIA
BERDASARKAN
PERIODESASI SENI RUPA MODERN INDOESIA

Penyusun
RIEN NUR AZIZAH
17011003

STUDIO KAJIAN SENI
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013

DESKRIPSI SINGKAT BUKU
SEJARAH SENI RUPA INDONESIA
Secara garis besar, buku ini membahas tentang perkembangan seni rupa di Indonesia (dalam
konteks visual art) diantaranya yang dipaparkan adalah perkembangan seni lukis, bangunan, patung/arca,
kriya, paradigma berkesenian, serta sistem dari mulai masa pra sejarah sampai sebelum abad 21 dengan
pembagian dalam 4 bab sebagai berikut:

-

BAGIAN 1

:

Tinjauan Seni Rupa Prasejarah

- Membicarakan kehidupan nenek moyang Indonesia pada zaman pra sejarah dalam
hal yang berkenaan dengan kehidupan seni rupa Indonesia.
-

BAGIAN 2

:
-

-

BAGIAN 3


:
-

-

BAGIAN 4

:

Tinjauan Seni Rupa Klasik Indonesia
Membahas perihal pertumbuhan dan
perkembangan seni rupa Indonesia pada kurun zaman yang berlangsung dari abad
V sampai dengan abad XV dengan puncak kejayaannya pada abad ke VIII-X, baik
yang Hinduistis maupun yang Buddhistis.
Tinjauan Karya Seni Rupa Indonesia-Islam
Membahas perkembangan seni rupa
Indonesia setelah datangnya Islam pada abad XIII
Kedudukan Seni Rupa Baru


- Masa Perintis Seni Rupa Kontemporer Indonesia
- Periode Seni Lukis Indonesia Molek
- Berdirinya Persagi
- Seni Lukis Indonesia pada Zaman Pendudukan Jepang, 1942-1945
- Perkembangan Seni Rupa Modern di Indonesia dari Pengamatan Sesudah 1950
- Seni Patung Baru Indonesia

DIAGRAM PER BAGIAN
Dalam bentuk diagram, pembagian per bab nya dirincikan sebagai berikut:


BAGIAN 1

:

Tinjauan Seni Rupa Prasejarah

P
e
r k

m
b
a
Bg
a
n
Ac
a
r a
Bh
i d
u
m
a
n
1i a


BP
Ar

Bu
s
2n
p
a
a
ti

BAGIAN 2

:

e

n
p
u

s


Tinjauan Seni Rupa Klasik Indonesia

e
t

l
a

s
s

/
r

i

ISI PER BAGIAN

Bagian 1
PRA SEJARAH

A. Tinjauan Seni Rupa Prasejarah
Selama berjuta tahun manusia hidup dalam masa prasejarah. Manusia sangat bergantung pada alam.
Kemudian dengan akalnya manusia mulai membuat alat pembantu namun masih sangat sederhana,
terbuat dari batu dan tulang binatang. Fungsi dari alat yang dibuat di zaman ini baru sekedar untuk berburu
dan mencari umbi-umbian. Pada zaman ini manusia prasejarah masih hidup berpindah-pindah. Mereka
tinggal di gua-gua yang dekat dengan sumber air. Karenanya banyak terdapat lukisan gua saat itu.
Pemikiran manusia pun berkembang. Alat-alat yang mereka ciptakan pun berkembang. Mereka mulai bisa
bercocok tanam dan hidup menetap. Namun bila tanahnya mulai tidak subur, barulah mereka pindah.
Hewan pun sudah bisa mereka jadikan sebagai peliharaan. Kehidupan yang menetap ini menjadikan
mereka membentuk sebuah kelompok dan memiliki pemimpin. Sampai pada akhirnya kehidupan mereka
terus berkembang dan dapat menghasilkan alat-alat kerja, tempayan, tenunan dari kulit kayu dan
pembagian pekerjaan.
Imajinasi adanya kekuatan diluar manusia dan alam seluruhnya dan adanya kehidupan sesudah mati pun
mulai muncul. Maka dari itu mereka mulai mendirikan bangunan-bangunan sebagai personifikasi bagi
kehidupan setelah mati.
Setelah bijih logam ditemukan, kehidupan menjadi semakin mudah. Alat-alat bercocok tanam ditingkatkan
kualitasnya. Alat yang terbuat dari logam ini mulai menggeser alat dari batu dan tulang dari fungsi utama
sebagai alat menjadi sebagai benda pusaka.
Karena kehidupan yang semakin sejahtera, populasi pun terus meningkat sehingga ada terlahir kampungkampung dan membentuk kampung yang lebih besar lagi. Dengan demikian terbentuklah kelompok pande
besi, pande perunggu, pedagang, petani, peternak, dan pemburu. Karena masing-masing dari kelompok ini

menghasilkan sesuatu yang berbeda, maka terjadilah barter untuk memeduhi kebutuhan masing-masing.
Munculnya para spesialis ini dinamakan masa perundagian.
Dengan berkembangnya sebuah masyarakat yang besar, dibentuklah orang-orang yang bertugas untuk
mengatur semua itu. Namun karena seluruh aktivisas diutamakan untuk kehidupansetelah mati, maka
golongan ulama lah yang memegang peranan penting di masyarakat.

B. Hasil Budaya
Seni lukis/ hias
Pola hias dalam seni lukis yang paling banyak digunakan adalah pola geometrik diantaranya anyaman,
tumpal, meander, lingkaran, tangga, titik, garis, pilin berganda dan sebagainya. Lukisan atau hias terdapat
pada lukisan gua/batu karang, gerabah, benda-benda perunggu.
Bangunan Megalitik
Mada masa megalitik, mereka mengutamakan pemujaan nenek moyang sehingga gambar nenek moyang
yang dilambangkan oleh gambar-gambar mereka terdapat pada sarkofagus, peti mayat, waruga, pakalamba
dan sarkofagus.
C. Seni Patung/Arca
Karena adanya kepercayaan dengan kekuatan besar diluar kekuatan manusia, maka dibentuklah bendabenda yang merepresentasikan kekuatan itu. Kemudian ada juga kepercayaan terhadap kehidupan setelah
mati. Untuk menghubungkan antara kedua dunia itu, dibuatlah bangunan-bangunan yang pada umumnya
terbuat dari batu-batu besar. Ada yang berupa batu utuh dan batu pecahan. Maka dari itulah disebut
megalitik. Bangunan ini ada yang bersifat sakral dan profan. Bangunan yang bersifat profan salahsatu

diantaranya adalah rumah. Sedangkan untuk bangunan yang bersifat sakral adalah kubur berundak, kubur
peti batu dan punden berundak.
D. Seni Kriya
Sama halnya dengan banugnan, seni kriya memiliki dua fungsi diantaranya profan dan sakral. Benda-benda
kriya yang tergolong memiliki fungsi profan diantaranya adalah kapak perimbas. Benda-benda kriya yang
tergolong memiliki fungsi sakral yaitu beliung persegi yang berfungsi sebagai bekal kubur.

Bagian 2
SENI RUPA ZAMAN KLASIK INDONESIA
Tinjauan Seni Rupa Klasik Indonesia
Periode zaman klasik dimulai sejak abad ke V sampai abad ke XV ditandai dengan masuknya agama hindu
dan budha dari India. Sejak saat itu Indonesia mulai mengenal sistem kerajaan.
A. Pertulisan (prasasti)

Dengan munculnya kerajaan-kerajaan di Indonesia, muncullah zaman sejarah yang ditandai dengan
adanya prasasti-prasastiyang dikeluarkan atas perintah raja. Biasanya dibuat diatas batu atau
perunggu.
B. Arsitektur
Peninggalan bangunan megalitik Indonesia telah mempermudah penyerapan kebudayaan India.
Bangunan yang ada memiliki fungsi sakral dan profan. Bangunan yang memiliki fungsi sakral dan

profan diantaranya bisa kita lihat pada jenis dan bentuk bangunan yang tertera pada relief candi,
melihat pada bangunan yang masih ada, sumber kesusastraan dan sumber berita Cina.
C. Seni Arca
Pembuatan arca mengalami beberapa tahap berdasarkan zaman dimana ia dibuat.
D. Relief dan Seni Hias Candi
relief merupakan baagian dari bangunan dan terdiri menjadi 2: relief sebagai hiasan dan relief yang
memuat cerita. Relief yang memuat cerita biasanya memuat kisah baik dari Indonesia maupun dari
India asli. Biasanya relief memiliki 2 kali penggambaran yaitu digambar dengan cara bird’s eye view
dan subyek nya digambarkan menyerupai makhluk hidup. Seni hias terbagi menjadi dua yaitu hiasan
yang dipahatkan hampir sempurna dan sebagai pelengkap atau pengisi dataran permukaan candi.
E. Seni Kriya
Pada zaman Indonesia klasik, penduduk dibagi-bagi dalam kelompok-kelompok sesuai dengan
tugasnya dalam kasyarakat. Diantaranya ada raja beserta lingkungan kratonnya, pendeta-pendeta
beserta staff nya, golongan rakyat, kelompok pedagang dan pengusaha yang terdiri dari tukang
pandai besi, kayu, pembuat periuk belanga, dan lain sebagainya. Dari peninggalan purbakala, dapat
kita ketahui bahwa para pengrajin (tukang) tersebut membuat alat-alat untuk keperluan sehai-hari
dan upacara. Dari bahan yang dipakai, kita isa menggolongkannya menjadi dua yaitu terracotta atau
dari tanah liat dan dari perunggu.

Bagian 3

SENI RUPA INDONESIA – ISLAM
Tinjauan Karya Seni Rupa Indonesia – Islam
1. Latar Belakang Kebudayaan
Pada saat Islam datang ke tanah air, terdapat kerajaan-kerajaan yang bercorak Indonesia-Hindu.
Sebenarnya Islam sudah dikenal sejak abad ke 7 di Indonesia, namun baru memiliki kekuasaan politik
dengan berdirinya kerajaan bercorak Islam baru terjadi abad ke 13 M. Penyebaran ajaran Islam dipemudah
dengan didatangkannya guru-guru Islam. Penyebaran Islam melalui Tasawuf lebih memudahkan terutama
bagi masyarakat yang dulunya mempunyai dasar-dasar ketuhanan. Proses Islamisasi berjalan melalui
tingkat golongan raja dan bangsawan, hal tersebut mempercepat berkembangnya Islam di Indonesia.

Berdasarkan cerita tradisional dan sumber-sumber babad, yang dianggap sebagai pembawa dan penyebar
agama Islam di tanah Jawa adalah para wali yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali Songo (Sembilan
Wali).
2. Pembagian Sejarah Kesenian Indonesia – Islam
Pembagian sejarah kesenian Indonesia – Islam mengalami kesulitan karena penelitian terhadapa karya seni
rupa pada zaman Islam belum diadakan secara intensif dan teru menerus seperti halnya seni rupa dari
zaman Hindu. Kemudian seni rupa Islam di Indonesia karena bebrapa hal kehilangan bentuk kontinuitasnya
tidak seperti yang terdapat pada negara Islam lainnya.
3. Ciri – ciri Seni Rupa Indonesia – Islam
Ciri-ciri seni rupa Indonesia – Islam dibagi menjadi tiga yaitu dilihat dari kedudukan seniman, perana tradisi
seni asing non Islam dan Langgam dalam Seni Indonesia – Islam.
A. Seni Bangunan
a. Pendahuluan
Sebuah bangunan akan kehilangan makna apabila tidak didukung oleh faktor estetika atau
keindahan. Karya seni bangunan Indonesia pada zaman Islam meliputi bangunan masjid dan
makam sebagai bangunan sakral dan istana atau tempat tinggal tokoh terkemuka sebagai
bangunan profan.

BAGIAN 4
KEDUDUKAN SENI RUPA BARU
Seni rupa kontemporer Indonesia baru dirintis sekitar sastu setengah abad yang lalu. Seni rupa
kontemporer Indonesia merupakan bentuk kreatifitas baru sebagai prakarsa termuda dalam bidang
kesenirupaan Indonesia, yang dirintis oleh seorang putra Indonesia di masa penjajahan yang penuh
kegelapan. Seni rupa kontemporer bertujuan

mengisi jiwa manusia yang memandangnya untuk

memperoleh kekayaan makna dan keindahan bathiniah yang mndalam melalui hasi-hasil bentuk dari para
kreativitaas artistik di jaman modern ini. Karya seni rupa kontemporer Indonesia diwujudkan dalam
barbagai tema, melalui pengolahan gaya lama maupun baru, dengan media yang lama dan baru pula.
Berkembang dari melukiskan segala sesuatu yang berwujud nampak sampai kepada yang abstrak.
A. Masa Perintis Seni Rupa Kontemporer Indonesia
Perintis Seni Rupa Kontemporer Indonesia dimulai abad ke 19 oleh Raden Saleh yang
berkesempatan belajar di Belanda dan melukis dengan gaya naturalis.

B. Periode Seni Lukis Indonesia Molek
Sejak wafatnya Raden Saleh, seni lukis Indonesia mengalami kekosongan selama 30 tahun sampai
pada akhirnya disambung kembali oleh Abdullah Suryosubroto, Wakidi, dan Basuki Abdullah yang
bermahzab hindia molek. Di zaman ini juga muncul seorang pelukis yang berasal dari Nederland yaitu
Rudolf Bonet. Rudolf Bonet merupakan tokoh penting dalam perkembangan seni lukis di Bali. Ia
menetap secara kontinu di bali dan mendirikan perkumpulan “Pita Maha” di Ubud Bali sebagai
pusatnya. Disana dia memasukan pandangan barunya tentang melukis anatomi realistis dengan
komposisi yang disederhanakan. Dia juga mengajak para pelukis disana untuk melukiskan tema
kehidupan sehari-hari. Demikian juga pemakaian warna-warna yang tidak primer. Karena sebelumnya
para pelukis bali terbatas hanya dengan pemakaian warna-warna biru dan merah disamping
penggunaan tinta cina dan penambahan prada emas.
C. Berdirinya PERSAGI
PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) didirikan pada 23 Oktober di Jakarta, dengan ketua
Agus Djaya dan sekretaris Sudjojono. Perkumpulan ini didirikan guna melahirkan corak persatuan
nasional. Namun hanya bertahan sampai 4 tahun saja sampai pada berakhirnya penjajahan belanda dan
masuknya penjajahan Jepang di Indonesia. PERSAGI beranggotakan: Emiria Sunassa, GA Sukirno,
Sudiarjo, Herbert Hutagalung, S. Tutur, Suromo, Surono, Oton Laksmana, Ramli, Sumitro, Suaeb, Ateng
Rusyan, Saptarita dan Abdusalam.
D. Seni Lukis Indonesia Pada Zaman Pendudukan Jepang 1942-1945
Di zaman kependudukan Jepang yang hanya seumur jagung itu berdiri sebuah organisasi yang
dibentuk oleh Jepang, “POETRA” dengan tujuan menarik simpati masyarakat Indonesia. Didalamnya
terdapat bagian yang bernama “Bagian Kebudayaan” yang dipimpin oleh Sudjojono.
Jepang juga mendirikan kantor “Keimin Bunka Sidhoso” sebagai kantor “Pusat Kebudayaan” yang
mempercayakan kepemimpinan pada Agus Djaja dalam Bagian Seni Rupa nya. Fasilitas yang diberikan
kantor ini adalah:
a. Penyediaan ruangan latihan melukis bersama dan modal;
b. Penyediaan ruang pameran bersama;
c. Pemberian biaya untuk pameran keliling kota, penyediaan hadiah terhadap karya yang
bermutu;
d. Pembiayaan untuk menyelenggarakan kursus menggambar secara akademis dibawah
asuhan Basuki Abdullah.
E. Pendirian Sanggar-Sanggar Antara Tahun 1945-1950

Pada saat refolusi fisik di tahun 1945-1949, potensi seniman dari Jakarta dan Bandung pindah ke
Yogyakarta. Dengan demikian di tahun 1946 berdirilah sebuah sanggar “Seniman Masyarakat” sebagai
perkumpulan seni lukis pertama pimpinan Afandi di Yogyakarta. Tak lama kemudian sanggar tersebut
diubah namanya menjadi “Seniman Muda” dan dipimpin oleh Sudjojono.
Pada tahun 1947 berdiri perkumpulan yang kedua dengan nama “Pelukis Rakyat” yang sebagian
anggotanya merupakan pindahan dari SIM. Pada tahun 1948 Pelukis Rakyat mengadakan pameran
pertamanya dari cabang baru seni rupa Indonesia yaitu seni patung. Perkumpulan ini juga mengadakan
pelatihan lukis kepada anak-anak di Sentulredjo dan Taman Sari dengan medium cat minyak bubuk
diatas kertas.
Perkumpulan seni lukis lain yang sudah berdiri di Yogyakarta sejak tahun 1945 dengan kegiatan
mengadakan kursus menggambar “Perbangkara” serta pembuatan poster-poster perjuangan, adalah
“Pusat Tenaga Pelukis Indonesia”, disingkat FTPI, dengan ketua Djajengasmoro.
Pada tahun 1948, RJ Katamsi mendirikan Sekolah Menengah Atas Guru Gambar di Yogyakarta.
Di Bukittinggi berdiri juga “Seniman Muda Indoesia” disingkat SEMI yang diketuai oleh Zetka pada tahun
1946.
Antara tahun 1947 dan 1949 terdapat perkumpulan seni lukis “Pelangi” dengan Sularko di Surakarta.
F. Perkembangan Seni Rupa Modern Indonesia Dari Pengmatan Sesudah 1950
Modernisasi dalam bidang seni adalah pencerminan dari usaha-usaha pembaruan, pencarian
kemungkinan-kemungkinan baru, suatu proses aksi reaksi yang tidak berksudahan, betapa kokohnya
suatu mahzab pada akhirnya akan dilahirkan satu babak perkembangan baru dengan pemikiran yang
berbeda dari yang sebelumnya.
Demikian pula halnya dengan perkembangan seni rupa baru di Indonesia; zaman Raden Saleh,
Hindia Molek, PERSAGI, sampai kepada seni rupa mutakhir, adalah periodesasi yang lazim kita pakai
dalam menelusuri sejarah perkembangna seni rupa modern di Indonesia.
Kelahiran Asri di Yogyakarta
18 Januari 1950 merupakan tanggal lahirnya ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) dengan Katamsi
sebagai direktur pertamanya. ASRI terbuka bagi calon seniman yang minimal sudah lulus SLP sederajat,
sedangkan untuk guru gambar, minimal lulusan SLA sederajat.
Walaupun akademi seni rupa telah berdiri, namun sanggar seni tetap dibutuhkan. Terutama bagi
kelompok senian yang sealiran atau bagi mereka yang sudah cukup matang seperti sanggar Pelukis

Indonesia Muda, dengan keanggotaan yang terdiri dari mahasiswa ASRI, atau Sanggar Bambu yang
anggota-anggotanya juga terdiri dari satu lingkaran mahasiswa ASRI.
G. Seni Patung Baru Indonesia
Sebenarnya seni patung baru Indonesia sudah ada sejak zaman kependudukan Jepang di Indonesia,
tapi perkembangan yang lebih jelas baru nampak sesudah ASRI dan ITB Seni Ruupa menggalang cabang
seni rupa ini. Pada tahun 1948 sanggar Pelukis Rakyat mempelopori pameran patung di Yogyakarta
dengan memperlihatkan karya dari anggota-anggotanya. Tahun-tahun menjelang 1970 ditandai oleh
bangkitnya hasrat untuk bereksperimen bentuk dan bahan oleh pematung. Misalnya yoang terjadi di
Yogyakarta maupun Bandung. Patung-patung abstrak pertama kali muncul pada pameran tahun 1966
di Balai Budaya Jakarta, ketika Rita Widagdo dan G. Sidharta sebagai anggota pameran “11 Seniman
Bandung”, menyertakan patung-patung kayunya.

DESKRIPSI BUKU
SEJARAH SENI RUPA INDONESIA
BERDASARKAN
PERIODESASI SENI RUPA MODERN INDOESIA
A. Penggunaan Istilah Modernisme, Kontemporer, dan Seni Rupa Baru
Didalam buku ini terdapat tida istilah yang disebut untuk menjelaskan maksud yang sama, diantaranya:
modernisasi, kontemporer dan seni rupa baru. Pengertian dari ketiga istilah tersebut yang coba saya
rangkum adalah sebagai berikut:
Kontemporer:

Seni rupa kontemporer Indonesia baru dirintis sekitar sastu setengah abad yang lalu.
Seni rupa kontemporer Indonesia merupakan bentuk kreatifitas baru sebagai
prakarsa termuda dalam bidang kesenirupaan Indonesia, yang dirintis oleh seorang
putra Indonesia di masa penjajahan yang penuh kegelapan. Seni rupa kontemporer
bertujuan mengisi jiwa manusia yang memandangnya untuk memperoleh kekayaan
makna dan keindahan bathiniah yang mndalam melalui hasi-hasil bentuk dari para
kreativitaas artistik di jaman modern ini. Karya seni rupa kontemporer Indonesia
diwujudkan dalam barbagai tema, melalui pengolahan gaya lama maupun baru,
dengan media yang lama dan baru pula. Berkembang dari melukiskan segala sesuatu
yang berwujud nampak sampai kepada yang abstrak. (halaman 141)

Modernisasi:

Modernisasi dalam bidang seni adalah pencerminan dari usaha-usaha pembaruan,
pencarian kemungkinan-kemungkinan baru dan penjelajahan ke daerah-daerah baru
yang sebelumnya belum pernah dijamah. Pada umumnya titik pusar kegiatankegiatan ini adalah aspirasi dan pemikiran angkatan muda yang menghendaki suatu
penyegaran terhadap nilai-nilai dan bentuk seni yang sudah mendapat tempat di
masyarakat. (halaman 193)

Seni rupa baru: Disamakan dengan istilah seni rupa kontemporer. (halaman 141)

B. Periodesasi Seni Rupa Modern Indonesia
Periodesasi Seni Rupa Modern Indonesia terbagi dalam tiga konteks:
1. Konteks modernitas estetik
2. Konteks modernitas kultural
3. Konteks modernitas sosial
1. Konteks modernitas estetik

Konteks modernitas estetik periodesasi seni rupa modern Indonesia dalam buku ini pemaparannya
adalah sebagai beritkut:


Yang termasuk modernitas estetik dalam buku ini pembahasannya digabungkan dengan modernitas



kultural dan sosial.
Berdasarkan tabel periode seni rupa modern di Indonesia, yang termasuk kedalam modernitas
estetik yang terdapat dalam buku ini ialah:
o Romantisme Raden Saleh
Ada dalam pembahasan pada bagian IV Kedudukan Seni Rupa Baru dalam poin A
o

“Masa Perintis Seni Rupa Kntemporer Indonesia”.
Naturalise Mooi Indie
Ada dalam pembahasan pada bagian IV Kedudukan Seni Rupa Baru dalam poin B
“Periode Seni Lukis Indonesia Molek” dengan tokohnya Abdullah Suryosubroto,
Wakidi dan Basuki Abdullah. Periode ini bermula 30 tahun setelah tahun 1980

o

(wafatnya Raden Saleh).
Realisme
Hampir setiap seniman dalam pembahasan di buku ini pernah mendalami gaya
realis. Misalnya dalam karya Afandi yang berjudul “Ibu”. Dan karya-karya

o

pertamanya di tahun 1936 yang berusaha mendapati bentuk dengan media pastel.
Ekspresionisme
Dibahas dalam buku ini bahwa Sudjojono sebagai pembaru seni lukis Indonesia,
dirintis corak ekspresionisme dalam olahan pribadi, menjelang berdirinya PERSAGI
pada tahun 1938. Dituliskan dalam buku ini beberapa seniman yang pernah
bermahazab ekspresionis selain itu adalah Emiria Sunasa, Affandi, Haryadi dan
Kusnadi.

o

Dekorativisme
Dalam buku ini, dekoratifisme muncul di tahun 1935 yang diprakarsai oleh Rudolf
Bonet dengan mendirikan perkumpulan “Pita Maha” di Ubud, Bali. Gagasannya
tentang seni itu menyebar dikalangan seniman Bali pada saat itu dan memberikan
nuansa baru pada seni lukis Bali. Juiga disebutkan dalam profil Hendra dengan
karyanya yang dekoratif antara tahun 1945-1949. Namun karya Hendra ini
mempengaruhi seniman-seniman setelahnya, Batara Lubis dan Widayat, di tahun
50-an. Jika dilihat dari tabel periodesasi seni rupa modern di Indonesia, mahzab ini
justru baru muncul di akhir tahun 50-an. Bila dihubungkan dengan pembahasan
seni dekoratif dalam buku ini yaitu saat munculnya master piece dari Hendra di

o

tahun 1957.
Abstrak meditatif

Tidak ada penyebutan istilah abstrak meditatif dalam buku ini. Namun
Berdasarkan tabel periode seni rupa modern di Indonesia, pembahasan tentang
istilah abstrak meditatif muncul pada karya Ahmad Sadali. Buku ini juga
membahas tentang Ahmad Sadali. Disebutnya gaya Ahmad Sadali sebagai abstrak
saja. Untuk tahun mulainya, tidak juga disebutkan dalam buku ini. Dalam
pembahasan bagian ini, disebutkan bahwa Sadali pameran di Chase Manhattan
Bank tahun 1973. Namun untuk munculnya gaya ini yang ditulis pada tabel adalah
akhir 1950 an.
o Surealisme Yogya
2. Konteks Modernitas Kultural
Terdapat empat arus nilai baru yang membentuk seni rupa modern Indonesia: modernisme,
nasionalisme, sosialisme dan spiritualitas Islam.
 Modernisme
Modernisme barat telah masuk ke Indonesia salahsatunya ditandai dengan karya dari Sudjoyono
dengan gaya impresionisnya pada tahun 1938. Lukisan nya tidak hanya mementingkan struktur
anatomi belaka, tapi juga pencapaian ekspresi seniman yang terlibat didalamnya sebagai tanda
bahwa objek itu telah diolah sedemikian rupa baru dilukiskan. Impresionisme disebut sebagai awal
mula modernisme seni barat. Sudjoyono terkena pengaaruh impresionisme karena memang di
barat sendiri seni gaya ini telah muncul sejak akhir abad 19.
 Nasionalisme
Kependudukan Jepang di Indonesia yang suma sebentar itu ternyata membawa dampak
bagi semanagat nasionalisme Indonesia. Saat itu dibanding memperhatikan propaganda Jepang
yang berisi Asia untuk Asia, bangsa Indonesia lebih tertarik pada janji Jepang untuk memberikan
kemerdekaan.
Sebagai tanda terimakasih atas dukungannya terhadap pemerintahan Jepang, Indonesia diberikan
keleluasaan untuk mengurus organisasi POETRA. Organisasi ini berisi berbagai pelatihan
keterampilan bagi pemuda Indonesia. Organisasi itu telah memberikan kesempatan yang sebesarbesarnya bagi sejarah seni rupa indonesia yaitu dengan berdirinya fasilitas belajar seni,
pembiayaan untuk pameran dan penyediaan sarana.


Sosialisme
Sukarnya alat-alat menggambar, sebagian karya cat minya, dilukiskan diatas kertas juga

selain diatas kanvas buatan sendiri, dengan didasari bubur kanji sebagai perekat. Dikarenakan
terbatasnya cat minyak yang dapat dibagikan kepada anggota poerkumpulan ada kalanya bahwa
satu tube cat minyak harus diberikan kepada dua orang anggota. Inilah diantara sebab mengapa
pada waktu itu terdapat karya-karya yang berwarna minimal. Dan cara-cara yang khas waktu itu

telah turut memberikan ciri lukis di masa kesengsaraan, menggambarkan kehidupan yang sulit.
Berusaha mengabadikan situasi dari masa perjuangan fisik.
3. Konteks Modernitas Sosial
Masa pertumbuhan perupa dan perkumpulan perupa di Indonesia
Dalam konteks modernitas seni di Indonesia, pertumbuhan perupa dapat dilihat sangat jelas.
Dari awal mula cikal bakal munculnya modernitas seni rupa di Indonesia dengan munculnya Raden
Saleh. Kemudian setelah 30 tahun kemudian baru ada lagi pengisi kekosongan dunia seniman
diantaranya Abdullah Suryosubroto, Wakidi dan Basuki Abdullah dengan naturalisme Mooi Indie
nya. Kemudian seiring berkembangnya mahzab seni, muncul pula seniman-seniman lain
diantaranya Agus Djaya dengan romantismenya, Sudjojono dan Afandi dengan ekspresionismenya,
Hendra dengan dekorativismenya. Namun pembahasan buku ini tidak sampai kepada seniman era
80 an- sekarang.
Masa Pertumbuhan Lembaga Pendidikan Tinggi Seni Rupa
Modernitas sosial dapat dilihat dari munculnya berbagai organisasi dalam seni. Berbeda dengan
sebelumnya, organisasi seni ini muncul dengan kepentingan yang berbeda. Organisasi yang muncul
diantaranya adalah:
 PERSAGI
 Pelukis Rakyat
 Prabangkara
 Pusat Tenaga Pelukis Indonesia
 SEMI (Seniman Muda Indonesia)
 Pelangi
 Gabungan Pelukis Indonesia
 Seiring dengan perkembangan seniman di Indonesia, maka perguruan tinggi seni rupa semakin
dibutuhkan untuk mendidik dan mempertahankan adanya sumber daya manusia yang berpotensi
dalam hal tersebut. Perguruan tinggi seni rupa yang dibahas dalam buku ini diantara adalah sebagai
berikut:





Keimin Bunka Sidosho
Sanggar seniman masyarakat/sanggar seniman Indonesia muda
Sekolah Menengah Atas Guru Gambar Indonesia
ASRI (Angkatan Seni Rupa Indonesia)

C. Tanggapan
 Sebagai buku yang menggunakan berbagai istilah, tidak ada paragraf khusus yang


menerangkan perjanjian untuk menerangkan istilah tersebut secara rinci.
Dalam buku ini digunakan istilah modernisasi, kontemporer dan seni rupa baru. Namun
penggunaan ketiga istilah itu disamakan. Jadi terkadang penyebutannya menggunakan



istilah kontemporer, terkadang menggunakan modernitas dan seni rupa baru.
Penjelasan istilah modernisasi seni kurang tepat. Tidak adanya kata “terpranatakan dan
otonom” sebagai kata kunci dari pengertian modernisasi itu sendiri.



Pembagian bab dalam pembahasannya kurang tepat. Sangat jelas terlihat terutama jika 3
bab sebelumnya dibandingkan dengan bab 4. Dalam tiga bab sebelumnya, pembagian
bahasan dititik beratkan pada perbedaan antar media karya seni, namun ketika sampai bab
4, pembahasannya dititik beratkan pada masa yang terjadi di kurun waktu itu (masa yang



terjadi di era seni rupa baru Indonesia).
Pada 3 bab sebelumnya dibahas perbagian tentang seni dari segi arsitekturnya, lukis,
patung, kriya dan kaligrafi. Namun di bab 4 hanya berkonsentrasi pada pembahasan seni
lukis saja di berbagai masa dari mulai “Masa Perintis Seni Rupa Kontemporer Indonesia”
sampai “Perkembangan Seni Rupa Modern di Indonesia dari Pengamatan sesudah 1950”.
Adapun pembahasan mengenai seni patung hanya sedikit dan di bagian G tiba-tiba muncul
pembahasan patung tersendiri “Seni Patung Baru Indonesia” .

Intinya

bahasannya kurang tepat. Seperti artikel terpisah-pisah yang disatukan.

pembagian