SKENARIO PEMBIAYAAN MIKRO BUMDes BERBASIS POTENSI ELIT DESA SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

  

SKENARIO PEMBIAYAAN MIKRO BUMDes

BERBASIS POTENSI ELIT DESA SUNGAI KAKAP

KABUPATEN KUBU RAYA

  Didi Zulyanto; Dedi Herdiansyah; Sri Syabanita Elida Prodi Administrasi Negara

  • – Jurusan Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Pontianak Jl. Jenderal Ahmad Yani, Bansir Laut, Pontianak Tenggara, Kota Pontianak,

  Kalimantan Barat 78124 Telepon +62 0561 736180 +62 0561 740143.

  Abstrack: Dalam upaya memberdayakan seluruh potensi elit/aktor desa, maka kami mengkaji desain Skenario Pembiayaan Mikro BUMDes Berbasis Potensi Elit Desa Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat.

  Hal ini terutama dikarenakan bahwa di Kabupaten Kubu Raya yang merupakan daerah pemekaran terbaru di Provinsi Kalimantan Barat dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat. namun eksistensi seluruh potensi yang ada seperti kelompok tani/ perikanan belum mendapat perlindungan hukum dari pemerintah. Melalui metode penelitian kualitatid dengan menggunakan teknik PRA dan FGD kajian mendalam dilakukan penelitian ini. Tujuannya adalah untuk merancang desain implementasi dengan model penguatan pembiayaan mikro melalui pelembagaan BUMDes yang berbasis masyarakat di desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. Namun jika sudah ada tetapi kedudukan hukumnya yang masih belum jelas, ini berarti tinggal menndaklanjuti kepastian hukumnya saja.Kerumitan dan resiko pengelolaan pembiayaan mikro pada BUMDes membutuhkan kematangan kelembagaan yang memadai. Kondisi ini menjadi warga lebih berhati-hati ladi. Posisi desa yang memadai yakni dengan berbagai potensi yang ada

membuat masih belum dan sulit untuk menyepakati keberadaan BUMDes.

  Keywords: Skenario, BUMDes, Kredit Mikro, Koperasi.

  kin bersih dengan efektivitas dan efi-

  LATAR BELAKANG Kabupaten Kubu Raya yang merupa- siensi yang tinggi.

  kan daerah pemekaran terbaru di Khususnya di bidang pertanian/ Provinsi Kalimantan Barat dalam be- perikanan perlu diperhatikan secara berapa tahun terakhir ini mengalami sungguh-sungguh bahwa pertumbuhan perkembangan dan kemajuan yang kelompok pertanian/perikanan sangat cukup pesat. Dalam bidang trans- maju. Baik kelompok budidaya perta- portasi sangat tidak perlu diragukan nian/perikanan, kelompok pengolahan lagi dengan perkembangan bandara hasil perikanan dan kelompok-kelom- internasionalnya. Dalam bidang perta- pok lain yang masih berkaitan dengan nian dan perkebunan semakin luas dan petanian/perikanan yang cukup ba- variatif bahkan melibatkan masyarakat nyak. Hal semacam ini terjadi juga di banyak. Demikian juga dalam bidang Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten manajemen pemerintahan yang sema- Kubu Raya dengan beberapa desanya.

  ISSN 2338-4840 167

  Zulyanto, Skenario Pembiayaan Mikro Bumdes …168

  Kelompok pertanian/perikanan di ke- camatan ini cukup banyak namun eksistensinya belum mendapat perlin- disi ini membuat kenyaman mereka cukup mengkhawatirkan.

  Sering dijadikan pilot projek daerah meskipun syarat kelembagaan dan keberlanjutan masih lemah, Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Ka- kap Kabupaten Kubu Raya memiliki organisasi Kelompok Perikanan/Perta- nian sekitar 10 buah yang belum dilin- dungi oleh Badan hukum, Perdes (Peraturan Desa) dan Perda (Peraturan Daerah). Gabungan Kelompok Perta- nian (GAPOKTAN) meskipun sebuah Koperasi Desa sudah ada, namun ke- berdayaannya masih belum bisa diha- rapkan. Justeru semakin hari keliha- tannya semakin lemah dan lumpuh karena tanpa sentuhan pemerintah dae- rah, dan apalagi dari pemerintah pusat.

  Berdasarkan pemaparan-pema- paran ini menimbulkan gagasan dari kami untuk ikut serta urun-rembug memikirkan tentang bagaimana me- ngembangkan potensi yang ada ini se- hingga bisa banyak membantu masya- rakat Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Perlu upaya pembentukan Badan Usa- ha Milik Desa (BUMDes). Pengang- garan oleh masyarakat perlu dibantu secara proporsional dan rasional oleh pemerintah: Dibutuhkan payung ke- lembagaan dan peran jejaring mewu- judkan Perda, Perdes dan legalitas badan hukum sehingga GAPOKTAN bisa lebih kuat.

  Kerumitan dan resiko pengelo- laan pembiayaan mikro pada BUMDes membutuhkan kematangan kelemba- gaan yang memadai. Posisi desa yang memadai yakni dengan Alokasi Dana Desa dan program ini disebut strategis mengingat desa sudah memiliki sum- ber pembiayaan permanennya.. Kredit mikro memberi kemudahan diakses warga dan dikembangkan ke berbagai sektor usaha. secara bertahap bisa menjadi peng- ganggu bagi kalangan elit politik. Inovasi ekonomi kerap menjadi kon- traproduktif dengan kepentingan me- reka sehingga menyediakan berbagai hambatan politis maupun sosial. Disi- nilah peran politis desa dan kabupaten juga dibutuhkan untuk memodernisasi potensi-potensi resistensi dari elit desa tersebut. Posisi dan legitimasi elit desa dan kabupaten lebih tinggi dan memi- liki daya penetrasi yang lebih baik. Kemudian, pelibatan elit ekonomi de- sa ini sebenarnya dapat diakomodir pula dalam desain inovasi dengan tata cara yang lebih formal dan adil tentnunya bagi masyarakat umum. Oleh karena itu, kompromi bisa saja dilakukan asalkan ada niat baik dan ketegasan pada elit ini untuk berbagi kesempatan dan sumberdaya dengan masyrakat desa yang kurang mampu.

  Semua agenda ini mengarah pada upaya Desa merintis kemandirian lokalnya. Kesempatan kemandirian ini telah terbuka, tidak hanya diukur dari kian kuatnya posisi desa dalam struk- tur pemerintahan nasional tetapi telah diperkuat pula dengan berbagai skema kebijakan pada tingkat local sendiri baik dari indikator provinsi maupun dari kabupaten. Perluasan otonomi dan kewenangan ini semakin menguat de- ngan disertainnya berbagai skema de- sentralisasi keuangan yang merupakan konsekwensi penyebaran fungsi peme- rintahan. Hal ini akan membentuk inovatif yang efektif ketika aktor pemerintah desa terutama Kabuapten dan desa mampu mengorganisir sege- nap sumberdaya tersebut menuju pro- gram strategis dan lebih inovatif.

  Pada saatnya pelaksanaan pro- gram ini akan meningkatkan kemam-

  169 Inovbiz, Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, hlm 169-182

  puan pemerintah desa dalam menja- lankan roda pemerintahan dan me- ningkatkan kuantitas dan kualitas bagai kegiatan usaha ekonomi masya- rakat perdesaan. Kehendak untuk mengadopsi model inovatif BUMDes akan memperhatikan segenap factor kunci diatas. Upaya pemerintah me- ngeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 39 tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang didirikan sesuai dengan kebutu- han dan potensi desa. BUMDes sesuai Permendagri nomor 39 tahun 2010 ya- itu usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemili- kan dan pengelolaannya dilakukan pe- merintah desa dan masyarakat bisa ter- wujud.

  Kelompok masyarakat memegang peranan penting dalam ekonomi se- buah desa, sebab masyarakat lingkup desa yang mengetahui segala potensi yang dimiliki desa tersebut. Demikian menurut pendapat Afifatur Rohimah dalam judul Memperkuat Basis Eko- nomi Desa melalui Pemberdayaan Ke- lompok Dimasyarakat, (2014)

  Bertitik tolak dari kajian Sutik- no, dkk (2012) menyatakan bahwa membutuhkan pelembagaan bermitra dengan pemerintah dan swasta mela- lui: (1) pelatihan, (2) adopsi inovasi, (3) pendampingan, serta (4) kemitraan desa dengan pemerintah Kabupaten.

  Sedangkan menurut Soebianto- ro, dkk (2013) komprehensifnya suatu riset sangat perlu untuk memberikan solusi terbaik bagi pelembagaan BUMDes bermitra dengan pemerintah dan swasta agar tujuan awal dari di- bentuknya BUMDes untuk memper- kuat Pendapatan Asli Desa, memaju- kan dan mengembangkan perekono- mian desa, pengumpulan modal usaha dari berbagai sumber, dan member- kan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat bisa tercapai.

  Teori Kelembagaan dan Jaringan

  Dalam kebijakan publik konteks per- kembangan teori ada kecenderungan untuk melihat kebijakan sebagai hasil dari interaksi para aktor, baik pasar, negara, atau pun masyarakat. Oleh karenanya, analisis kebijakan publik dilihat sebagai sesuatu yang dinamis di antara proses interaksi. Hal ini kemudian akan membentuk regulasi atau pola tertentu tertentu. Regulasi atau pola itu dalam konteks interaksi dapat kita sebut sebagai jaringan. Jaringan (network) ini dapat dibedakan dengan kelembagaan (institution). Ta- hap berikutnya lebih merupakan “hasil” dari interaksi dinamis kelom- pok aktor yang ada dalam jaringan.

DASAR TEORI

  Pemaknaan ini merupakan konse- kuensi dari konsep yang memahami kebijakan “...is a result of governing processes that are no longer fully

  controlled by the government, but subject to negotiations between a wide range of public, semi-public and private actors

  …” (Torfing, 2007) Relasi antar pelaku pemerin- tahan yang awalnya lebih bersifat vertikal, hierarkis dan regulatif kemu- dian mendekat ke arah horizontal, kesetaraan, dan konsensus. Mekanis- me regulasi tetap relevan, tetapi me- ngalami pemudaran. Oleh karenannya, pensinergian politik dan pengelolaan sumber daya memerlukan mekanisme baru melalui managemen jaringan antar aktor yang efektif. Secara teo- ritik paradigma pengelolaan jaringan baik untuk fungsi publik maupun privat dapat dikaji dengan meminjam kerangka teoritik yang dikembangkan oleh K Klijn, dkk (dalam Pratikno, 2007).

  Zulyanto, Skenario Pembiayaan Mikro Bumdes …170

  tutionalism memahami lembaga seba-

  Penelitian lain yaitu Healey (1992) dengan tema kelembagaan me- ngambil lokasi di Tyneside Inggris.

  mendefinisikan lemba- ga sebagai “sistem-sistem yang tersu- sun dari gagasan-gagasan dan praktik- praktik” (Hay dalam Rhodes, 2006). Sekalipun terdapat perbedaan persp- ektif, pada umumnya unsur-unsur ke- lembagaan meliputi yaitu unsur Ak- tor/agen/organisasi, unsur Aturan Ma- in, unsur Desain, dan unsur Struktur.

  Institutionlism

  gai “prosedur formal atau informal, kebiasaan sehari-hari, norma-norma dan konvensi”. Ketiga; dalam perspek- tif Sociological Institutionalism, lem- baga adalah “konvensi budaya, norma- norma dan kerangka kognitif”. Se- dangkan yang keempat; Constructivist

  nalism mendefinisikan lembaga seba-

  gai “aturan main dalam sebuah masya- rakat”. Kedua; Historical Institutio-

  Pertama; Rational Choice Insti-

  Belajar dari kasus Afrika, menu- rut Pratikno, Bank Dunia memberi pemaknaan baru terhadap istilah jeja- yang mulai dipopulerkan secara efektif sejak tahun 1989. Dalam laporannya berjudul “Sub-Saharan Africa: From Crisis to Sustainable Growth”. Lapo- ran ini menekankan bahwa legitimasi politik dan konsensus merupakan prasyarat bagi pembangunan berkelan- jutan. Pemerintah, bisnis dan masya- konsensus, fasilitatif, dan melibatkan aktor non-negara. Dalam Tabel 1 di- tampilkan Tabel Pola Relasi sebagai berikut:

  Pendekatan atau teori kelemba- gaan (institusionalisme) dari para ahli yang sering digunakan yakni mende- finisikan lembaga dalam beragam pengertian. Definisi tentang kelemba- gaan yang berbeda-beda sering sekali kita jumpai. Namun, paling tidak ada empat kelompok besar perspektif da- lam pendekatan atau teori kelem- bagaan yang dapat kita kemukakkan.

  Koordinasi dan sentralisasi Menfasilitasi dan membangun insentif untuk berinteraksi Sumber : adaptasi dari Klijn, E-H (1997) dan Klijn, EH dan Koppenjan (2000).

  Kurang insentif atau banyak penghalang untuk aksi kolektif Rekomendasi bagi governance

  Kriteria keberhasilan Pencapaian tujuan formal kebijakan Realisasi aksi kolektif Penyebab kegagalan Tujuan-tujuan yang ambigu;terlalu banyak aktor;kurang kontrol

  Implementasi kaku terhadap kebijakan yang telah diformulasikan Proses interaksi antar aktor untuk bertukar informasi, tujuan dan sumber daya

  Jejaring antar berbagai aktor Karakter relasi Otoritatif Saling ketergantungan Karakter proses kebijakan

  Tabel 1: Tabel Pola Relasi Dimensi Perspektif Hierarkis Intra Organisasional Perspektif Jaringan Interorganisasional Obyek analisis Relasi antara pemerintah dan yang diperintah

  Fokus perhatiannya tentang keterliba- tan lembaga dalam proses pembangu- nan, relasi kuasa antar lembaga dan aktivitas-aktivitas lembaga dalam pro- yek pembangunan. Bertitik tolak dari Healey, disimpulkan bahwa peran aktor dalam setiap kejadian sangat bervariasi baik dalam input maupun output pembangunan. Variasi peran ini berkaitan dengan relasi, strategi dan

  171 Inovbiz, Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, hlm 171-182

  kepentingan yang terjadi di antara mereka, peraturan yang berlaku, mode produksi, sumber daya dan ide, regu- tikan bahwa kelembagaan merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan pembangunan terutama masyarakat pedesaan.

  Pembangunan Partisipatif, Kredit Mikro, dan Badan Usaha

  UU. No. 32 tahun 2004 merupakan sumber hukum bagi pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengacu pada Pemerintahan Daerah. Pada pasal 213 ayat (1) undang- undang ini menyatakan bahwa

  “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”. Secara terinci tentang

  BUMDes dalam PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan PP terse- but, BUMDes didirikan untuk mening- katkan pendapatan masyarakat dan desa itu sendiri. Pendirian BUMDes di desa hanya dimungkinkan jika menga- cu pada tata cara pembentukkan dan pengelolaan BUMdes menurut Peratu- ran Daerah Kabupaten/Kota yang me- naunginya. Peran Pemerintah kabupa- ten/kota disini menjadi nilai strategis dalam pendirian BUMdes.

  Peran masyarakat dan sektor swasta tidak hanya dalam pengelolaan, akan tetapi lebih mendasar dari itu apabila mengacu pada uraian tentang teori kelembagaan dan jaringan. Pen- dirian BUMDes dapat kita letakkan sebagai titik temu di jejaring interaksi antara pemerintah daerah, pemerintah desa, sektor swasta, dan masyarakat. Pemerintah desa memiliki peran yang hampir sama dengan pemerintah dae- rah, perbedaan utamanya adalah dia juga bertindak sebagai pengelolanya bersama dengan masyarakat. Peran yang dijalankan pemerintah daerah selain mengatur secara legal melalui peraturan daerah juga memberikan bantuan dana, serta menjadi fasilitator dalam mendirikan dan evaluator kerja

  Berdasarkan pada kebutuhan dan potensi desa, maka mendirikan BUM- Des menjadi sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan masya- rakat desa. Namun hal ini akan sulit dicapai jika dibuat dengan logika top-

  down . Logika dasar dari gagasan

  mendirikan BUMDes yakni konsep pembangunan partisipatif. Oleh kare- nanya perencanaan dan pendiriannya harus berlandaskan tekad kerja yang partisipatif, transparansi, kooperatif, emansipatif, akuntabel, dan keberlan- jutan. Dengan mengacu pada prinsip ini, pelibatan masyarakat dilakukan sejak awal. Pemerintah daerah dan pemerintah desa lebih cenderung ber- peran sebagai fasilitator saja. Dengan demikian, dalam bahasa yang lebih tegas, BUMDes bukan merupakan paket kebijakan instruksional dari pemerintah pusat atau pun daerah kepada desa tetapi nyaris sepenuhnya merupakan gagasan masyarakat desa tersebut.

  Penelitian ini memberikan pe- ngertian bahwa pelembagaan BUM- Des mengacu pada upaya pembentu- kan aturan main (regulasi), pendirian organisasi, pemantapan nilai dan bu- daya kerja serta rutinisasi aktivitas dari pihak-pihak yang terlibat. Mak- sudnya adalah aturan main yang legal formal dari Perda dan Perdes. Penca- paian kelembagaan BUMDes hanya dapat tercapai melalui pembentukan jaringan governance yang melibatkan semua aktor. Dengan logika rasional partisipatif, maka proses perajutan jejaring itu tentu akan membutuhkan waktu dan pentahapan. Pemerintah daerah dan desa harus benar-benar berperan sebagai fasilitator dan mam- pu meyakinkan masyarakat bahwa

  Zulyanto, Skenario Pembiayaan Mikro Bumdes …172

  aspirasi dan partisipasi mereka meru- pakan komponen inti dari BUMDes. Di sinilah baru dapat terwujud impian

  Penelitian dilaksanakan di Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Propinsi Kalimantan Barat yang menjadi stra- tegis karena berbagai rintisan usaha kelompok tani yang mengakomodir kelompok produktif dan berbasis mata pencaharian andalan warga sendiri. Pemilihan lokasi tersebut, dengan per- timbangan hasil penelitian dilaksana- kan oleh Chamid Sutikno dkk (2011) untuk percontohan di desa ini tentang Masyarakat Desa yang belum menda- patkan perhatian berkelanjutan mulai dari pemerintahan terdekat yakni desa hingga kabupaten. Ada harapan dan keinginan bersama yang belum tereali- sasi dengan masyarakat agar Pemerin- tah Desa dan kabupaten melindungi dan membantu kemajuan Gapoktan ini. Kemajuan dan inovasi Gapoktan dapat ditunjang melalui regulasi yang kuat yakni Perdes ditingkat desa dan Perda ditingkat Kabupaten. Peningkat- kan kelembagaan dan pemberdayaan bagi potensi dan sumberdaya yang ada ini dapat ditempuh melalui proses Penyuluhan, Pelatihan, Pendampi- ngan dan Kemitraan, dengan bantuan berbagai pihak baik pemerintah, per- guruan tinggi dan penguasaha.

METODE PENELITIAN

  Participatory Rural Appraisal (PRA)

  merupakan salah satu contoh riset yang menghargai dan mengimplemen- tasikan prinsip-prinsip pemberdayaan bagi masyarakat.

  Dalam Mikkelsen, (2011) Chambers mengatakan Participatory

  Rural Apprasial (PRA) memungkin-

  adalah Metode yang secara harfiah artinya pengkajian desa secara parti- sipatif. Syahyuti (2006 : 215) menya- takan bahwa riset dengan metode

  Dengan demikian PRA adalah istilah yang diberikan kepada pende- katan penelitian yang menggunakan metode partisipatif dengan menekan- kan kepada pengetahuan lokal dan kemampuan masyarakat untuk mem- buat menganalisis sendiri, penilaian sendiri, dan merencanakan sendiri apa yang mereka butuhkan. Meskipun pada awalnya pendekatan ini diguna- kan di pedesaan, namun terbukti juga sesuai pada berbagai kondisi, terma- suk masyarakat perkotaan. PRA mem- fasilitasi proses saling berbagi informasi (information sharing), anali- sis dan aktifitas antar stakeholders. Intinya PRA adalah “...to enable

  development practiotioners, gover- ment official, and local people to work together to plan context appropriate programs ” (Syahyuti, 2006)

  Metode Participatory Rural Appra- sial (PRA) Participatory Rural Appraisal (PRA)

  Penentuan Informan atau Sasaran Penelitian

  Penelitian Participatory Rural

  Appraisal adalah menggunakan model

  metoda riset yang melibatkan masya- rakat desa sendiri untuk mengiden- tifikasi dan mencari solusi serta me- nentukan kebutuhan yang harus diwu- judkan masyarakat tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi pelaku atau peserta pemberdayaan berjumlah 15 – 20 orang setiap desa, yaitu

  kan orang-orang desa memungkinkan dan menganalisis situasi mereka sen- diri, dan secara optimal merencanakan dan melaksanakan tekad itu di desanya sendiri, sehingga PRA adalah penilain pedesaan yang sangat kondusif parti- sipatoris.

  173 Inovbiz, Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, hlm 173-182

  atau disebut juga wawancara menda- lam yang memungkinkan pewawan- cara dan juga responden memperoleh keleluasaan. (Moss, 2005)

  Teknik Focus Group Discussion (FGD)

  Teknik Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk penelusuran dan memperoleh informasi serta data-data sebagai bukti atau fakta otentik. Baik yang melalui proses perekaman suara (audio), foto atau rekaman gambar (audio visual) atau dokumen data tertulis (hardcopy atau softcopy) bagi penelitian.

  Dokumentasi

  Denzin (Mulyana, 2006) me- nambahkan bahwa pengamatan berpe- ran serta adalah strategi lapangan yang secara simultan memadukan analisis dokumen, wawancara dengan respon- den, dan informan, partisipasi, obser- vasi langsung dan introspeksi.

  Observasi atau pengamatan disebut juga observer partisipan (Kriyantono, 2009) yaitu orang luar yang netral (outsider) yang mempunyai kesempa- tan untuk bergabung dalam kelom-pok dan berpartisipasi dalam kegiatan dan pola hidup kelompok tersebut sambil melakukan pengamatan.

  Selanjutnya wawancara semi terstruktur (Mikkelsen, 2011) yaitu terhadap informan kunci, kelompok- kelomok yang difokuskan baik yang homogen maupun campuran dan su- dah dipersiapkan pertanyaan-pertanya- an yang telah dipersiapkan.

  ed interview ) atau tidak terstruktur

  pemangku kepentingan lokal (local

  Wawancara dilakukan terbuka (open-

  Wawancara

  Ada dua cara untuk penyebaran angket yaitu: Pertama; Penyebaran angket un- tuk mengidentifikasi motif, potensi, dan permasalahan serta jenis kebutu- han yang disebar ketika sebelum kegi- atan FGD (Focus Group Discussion) dilaksanakan. Hal tersebut sebagai bahan masukan dan rekomendasi bagi pembahasan materi FGD dan masukan perencanaan program pemberdayaan masyarakat. Kedua; Penyebaran ang- ket untuk kebutuhan evaluasi pelaksa- naan kegiatan yang disebarkan sesu- dah FGD dan atau sesudah pelatihan serta praktek pemberdayaan.

  Teknik Pengumpulan Data Penyebaran Angket

  pala dusun, perangkat desa dan atau masyarakat, tokoh agama, pelaku usaha (kelompok usaha), dan tokoh pemuda. Perinsipnya penentuan peser- ta didasarkan pada konsultasi dan di- koordinisasikan dengan kepala desa serta kepala dusun. Harapannya para peserta dari pemangku kepentingan lokal (local stakeholder) akan menjadi pionir (penggiat), motivator, dan ino- vator pemberdayaan bagi masyarakat lainnya yang merupakan penduduk setempat.

  stakeholder ) yaitu ketua RT, RW, ke-

  FGD sebagai teknik pengumpulan data untuk memahami sikap dan perilaku khalayak serta diskusi yang tidak terstruktur dengan topik yang dipersiapkan. Adapun yang perlu dipertimbangkan, yaitu : (1) Tidak ada jawaban yang benar atau salah setiap orang peserta FGD harus merasa bebas untuk menjawab sesuai dengan permasalahan diskusi. (2) segala inter- aksi dan perbincangan harus terekam dengan baik. (3) diskusi harus berjalan dengan suasana informal, sehingga peserta dapat memberikan komentar (antusias-aktif) sekalipun tidak ditanya

  Zulyanto, Skenario Pembiayaan Mikro Bumdes …174

  3. Investigasi secara langsung dari dan dengan masyarakat lokal.

  Ketiga hal utama tersebut seba- gai suatu kesatuan yang saling berhu- bungan pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam ben- tuk yang sejajar untuk membangun suatu analisis yang merupakan proses dan interaktif.

  3. Penarikan kesimpulan atau verify- kasi, setelah data dikumpulkan, selanjutnya dianalisis secara kua- litatif mulai dari mencari, men- catat keteraturan, pola-pola, pen- jelasan, konfigurasi yang utuh, se- hingga kesimpulan juga diverifi- kasi selama penelitian, sebagai tinjauan ulang pada catatan lapa- ngan, dan tukar pikiran diantara teman sejawat untuk mengem- bangkan ”kesepakatan intersub- jektif”.

  2. Penyajian data adalah kumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pe- ngambilan tindakan.

  Reduksi data, yang merupakan proses pemilihan, pemusatan, pe- nyederhanaan dan klasifikasi data mentah yang muncul dari catatan- catatan tertulis dilapangan, yang berlangsung secara terus-menerus selama penelitian.

  Miles dan Huberman (2007) menjelaskan lebih lanjut dari ketiga komponen yaitu: 1.

  Lebih lanjut penjelasan analisis triangulasi bahwa proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkannya dalam pola, tema atau katagori. Analisis data telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan dan berlangsung terus Analisis data juga merupakan proses penyusunan dan penyederhanaan data agar lebih mudah di baca dan diinter- pretasikan.

  2. Mencari keragaman dan sekaligus perbedaan.

  langsung sehingga terjadi tukar penda- pat secara dinamis. (Kriyantono, 2009) Bungin (2008) selanjutnya men- lam FGD di pimpin oleh seorang pim- pinan diskusi dan juga dibantu oleh notulen yang akan mencatat jalannya diskusi. Namun bisa saja pimpinan diskusi mencatat sendiri jalannya dis- kusi. Pada awal diskusi pimpinan dis- kusi mengarahkan fokus dan jalannya diskusi serata hal-hal yang akan dica- pai pada akhir diskusi. Peserta benar- benar diharapkan dengan satu fokus persoalan yang sedang dihadapi dan dibahas bersama.

  Dilakukan prinsip triangulasi ya- ng digunakan baik pada metode, sumber maupun disiplin.

  sebagaimana menurut Syahyuti (2006) bahwa dalam validasi data ada trian- gulasi untuk menganalisis data, yaitu : 1.

  Participatory Rural Appraisal (PRA)

  Uraian dan paparan di atas membe- rikan makna bahwa dengan metode

  Teknik Analisis Data Penelitian

  Sasaran diskusi dapat dirumus- kan sendiri oleh pimpinan diskusi agar peserta melakukan diskusi secara ter- fokus. Bahan diskusi dicatat dalam transkip yang lengkap, semua percaka- pan dicatat sebagaiman adanya, terma- suk komentar peserta kepada peserta yang lain, dan kejadian-kejadian khu- sus saat diskusi. Transkip FGD dibuat berdasarkan kronologi pembicara agar memudahkan analisis.

  Begitupun proses analisis data FGD merupakan tahapan reduksi data dan pengumpulan. Seperti menurut Bungin (2008) analisis data FGD ya- itu :

  175 Inovbiz, Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, hlm 175-182

  datang berkunjung ke tengah-tengah masyarakat untuk untuk bersama-sama membicarakan seluruh hal berkaitan dengan kesepakatan dalam rangka me- mberdayakan segala potensi masya- rakat dalam membentuk skenario kekuatan ekonomi. Skenario kekuatan ekonomi ini dapat berupa kesepakatan untuk mendirikan BUMDes, atau se- pakat untuk membentuk dan mendi- rikan Koperasi Unit Desa (KUD) atau mungkin ada bentuk pilihan lain yang tentu harus merupakan suatu kesepa- katan masyarakat desa. Atau mungkin justru masyarakat lebih bersepakat untuk tidak perlu lagi mendirikan sebuah kekuatan ekonomi tertentum dan cukuplah menerima apa-apa yang sudah ada sebagai sebuah kekuatan asli. Mudah-mudahan hal ini malah sudah sesuai dengan potensi masyara- kat desa yang ada dan solid.

  warga relatif tidak berubahwa berkai- tan dengan pembentukan lembaga eknomi. Jika pada waktu sebelum ke- giatan FGD warga relatif belum bisa menyepakati mengenai pembentukan lembaga ekonomi seperti BUMDes bagi warga pedesaan, maka ketika setelah atau pada saat dilaksanakan kegiatan FGD ternyata kondisi terse- but tidak banyak berubah.

  Discussion) maupun setelah kegiatan FGD dapat dijelaskan bahwa motivasi

  Berdasarkan dari hasil penyebaran angket penelitian baik sebelum dilak- sanakan kegiatan FGD (Focus Group

  Hasil Angket FGD Relatif Stabil

  Kondisi ini memberikan pema- haman kepada kami bahwa jarak antara desa dengan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat relatif dekat sehing- ga warga tidak terlalu menekankan pentingnya pembentukan suatu lemba- ga ekonomi. Kondisi sarana dan prasa- rana transportasi relatif lancar dan cu- kup mudah dijangkau. Justru yang sangat dibutuihkan adalah berbagai latihan pertanian dan pengadaan pu- puk serta kalaupun memungkinkan adalah penyediaan modal.

  Selama ini sudah lebih dari 10 tahun kondisi ekonomi masyarakat de- sa tetap kondusif dan bahkan mudah- ki tidak ada sentuhan dari lembaga ekonomi yang lain. Berdasar kondisi terkini jumlah Gabungan Kelompok Tani dan kelompok tani ini dengan 1097 orang anggota dengan luas areal perkebunan sebesar 1030 ha.

  Rural Appraisal (PRA) Tim Peneliti

  1. Melakukan koding terhadap sikap dan pendapat pertama yang memi- liki kesamaan. Menentukan kesamaan sikap dan pendapat berdasarkan konteks ya- ng berbeda.

  Berdasarkan Metode Participatory

  ” tentang Jarak yang Dilematis

  HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Metode PRA

  6. Teknik dalam pelaksanaan FGD dilakukan dengan cara berdialog atau wawancara mendalam de- ngan suasana keterbukaan.

  5. Mencari hubungan diantara ma- sing-masing katagori yang ada untuk membentuk bangunan hasil diskusi.

  4. Melakukan klasifikasi dan katago- risasi terhadap sikap dan pendapat peserta.

  3. Menentukan persamaan istilah yang digunakan termasuk perbe- daan pendapat terhadap istilah yang sama.

  Memang ada terlihat potensi warga ke arah pembentukan lembaga ekonomi namun hal itu hanya berkai- tan dengan pelatihan berbagai kete- rampilan yang terkait peningkatan pertanian. Bentuk lainnya adalah ber- hubungan dengan pengadaan pupuk

  Zulyanto, Skenario Pembiayaan Mikro Bumdes …176

  yang cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan petani.

  Permasalahan yang sering terjadi Kepemilikian kendaraan sebagai sara- na angkutan yang tidak semua warga memilikinya sedikit menjadi kendala. Ada kecenderungan harga yang relatif bebeda, ada harga perseorangan, ada harga kelompok tani, ada harga GA- POKTAN dan bahkan ada harga teng- kulak.

  Harga tengkulak relatif tidak terlalu mengkhawatirkan. Di sinilah muncul sekelumit harapan apabila ada lembaga ekonomi masyarakat untuk dapat menyediakan kendaraan angku- tan produk pertanian, namun ini juga bukanlah kbutuhan yang terlalu men- desak.

  Seandainya benar-benar bisa diharapkan bahwa para petani, kelom- pok tani dan GAPOKTAN bisa ber- satu padu dan bersepakat tanpa penge- cualan untuk membentuk BUMDes dan melupakan segala yang pernah di- bicarakan dan disepakati dulu, mung- kin ada semacam harapan lain.

  Hasil Wawancara idak Terlalu Mendesak Membentuk BUMDes

  Wawancara yang dilakukan terbuka (opened interview) atau tidak terstruk- tur atau disebut juga wawancara mendalam yang memungkinkan pewa- wancara dan juga responden mem- peroleh keleluasaan menunjukkan bahwa usaha yang telah banyak dila- kukan warga selama ini mulai menam- pakkan hasil.

  Dengan jumlah GAPOKTAN sebanyak 6 buah dan Kelompok Tani sebanyak 43 kelompok tanik sangat memungkinkan bahwa banyak hal bisa dilakukan dan besar kemungkinan keberhasilan bisa diraih khususnya di bidang palawija dan termasuk sawah padi serta sayuran. Kondisi inilah yang kemudian membuat para warga khu- susnya yang diwawancarai agak sulit mengambil sikap bahwa keberadaan butuhkan atau tidak.

  Selanjutnya dengan wawancara semi terstruktur juga dilakukan per- tanyaan yang sama namun dengan upaya yang lebih mendalam ternyata diperoleh hasil yang tdak terlalu ber- beda. Dengan 13 informan yang diwa- wancarai dari 43 kelmpok tani atau 1097 anggota yang memiliki luas areal lahan pertanian didapat data bahwa memang keberadaan lembaga ekono- mi masyarakat tidak terlalu mendesak realisasinya. Apalagi jika hal ini mau diserahkan kepada elit warga desa tentu akan banyak membutuhkan ber- bagai persiapan.

  “Masyarakat perdesaan di Kali- mantan Barat masih asing Badan Usa- ha Milik Desa (BUMDes), Faisal Reza dari Pusat Penelitian Pembangunan Desa (Puslitbangdes) UNTAN menga- takan pemerintah perlu lebih meng- gencarkan pembentukkan BUMDes kepada masyarakat. Sejauh ini dilihat dari relasi Kelembagaan BUMDes sendiri masih banyak masyarakat yang tidak memahami tentang keberadaan BUMDes/” ujarnya kemarin (Ponti- anak Post 3 November 2017).

  Pernyataan pakar pedesaan dari Untan ini memberikan deskripsi kepa- da kita bahwa upaya pemerintah da- lam melakukan sosialisasi BUMDes ini masih sangat perlu ditingkatkan dan terus didorong sampai masyarakat merasakan benar manfaatnya.isi lain dapat dikatakan bahwa masyarakat masih jauh sekali dalam memiliki kepahaman tentang BUMDes dan manfaatnya bagi warga pedesaan.

  Hasil Observasi Meminta Pemerintah Mendorong Sosialisasi

  177 Inovbiz, Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, hlm 177-182

  Observasi atau pengamatan disebut juga observer partisipan (Kriyantono, 2009 : 109) yaitu orang luar yang kesempatan untuk bergabung dalam kelompok dan berpartisipasi dalam kegiatan dan pola hidup kelompok tersebut sambil melakukan pengama- tan. Dari observer partisipan ini diper- oleh informasi bahwa memang dipan- dang perlu sekali mendorng pihak pemerintah untuk terus melakukan program sosialisasi BUMDes ini ke- pada masyarakat desa. Hal senada dengan pendapat Hotler Panjaitan bahwa pemerintah mendorong masya- rakat desa untuk terus menggalakkan dan mendorong terbentuknya BUM- Des kareana pada tahun 2018 terdapat tujuh desa yang mendapat pilot proyek dalam pembentukan BUMDes di Ka- bupaten Sintang. (HU. Pontianak Post

  27 Oktober 2017).

  Denzin (Mulyana, 2006 : 163) menambahkan bahwa pengamatan berperan-serta adalah strategi lapa- ngan yang dapat mendorong secara simultan untuk memadukan analisis dokumen, wawancara dengan respon- den, dan informan, partisipasi, obser- vasi langsung dan introspeksi dalam mewujudkan keberadaan lembaga ekonomi masyarakat desa ini. Ber- dasarkan pendapat ini dapat disim- pulkan bahwa upaya yang terus- menerus dalam mendorong iklim pem- bentukan BMDes ini sangat perlu di-

  Pembentukan BUMDes sudah semakin urgen dan mendesak. Manfa- atnya tentu akan sangat dibutuhkan warga desa diberbagai daerah atau wilayah. Meski khususnya di Desa Su- ngai Kakap Kabupaten Kubu Raya hal ini belum terlalu mendesak dibutuh- kan, namun di desa lain dengan kon- disi yang berbeda tentu berbeda pula kebutuhannya. Apalagi dengan kondisi kebijakan pemerintah pusat yang me- nggulirkan sejumlah dana dari pusat ke desa tentu akan menjadi semakin penting dan diperlukan keseriusan dalam banyak hal agar efektif dan efisien.

  Berdasarkan data yang tertera sebagaimana terlampir dalam Lam- piran Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa: 1.

  Ada GAPOKTAN yang berjumlah 6 buah;

  2. Ada Kelompok Tani yang berjum- lah 43 kelompok

  3. Jumlah petani di Desa Sungai Kakap yang berjumlah 1097 orang 4. Luas lahan pertanian aktif 1030 ha 5. Beberapa foto kondisi lapangan dapat kami tampilkan sebagai beri- kut:

  Tabel 1: Rekapitulasi Gabungan Kelompok Tani Dan Kelompok Tani Desa Sungai Kakap

  Zulyanto, Skenario Pembiayaan Mikro Bumdes …178

  179 Inovbiz, Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, hlm 179-182

Hasil Studi Dokumentasi yang sebagai bukti atau fakta otentik. Baik

Menggembirakan yang melalui proses perekaman suara

  Teknik Dokumentasi dalam penelitian (audio), foto atau rekaman Data se- ini dilakukan untuk penelusuran dan lengkapnya dapat dilihat sebagaimana memperoleh informasi serta data-data terlampir.

  Gambar 1: Saat turun lapangan jumpa dengan Kepala Desa Gambar 2: Saat wawancara dengan wakil Kelompok Tani Gambar 3: Saat kegiatan FGD

  Zulyanto, Skenario Pembiayaan Mikro Bumdes …180

  Gambar 4: Kondisi lahan pertanian Hasil “FGD” Meminta Diklat dan

  Pengadaan Pupuk

  FGD dilakukan sebagai upaya untuk memahami sikap dan perilaku khala- yak serta diskusi yang tidak terstruktur dengan topik yang dipersiapkan. Ada- pun yang didapat dari kegiatan FGD ini, yaitu :

  FGD ini dan sangat sulit untuk menetapkan dan mengambil sebe- lah mana yang dominan karena kekuatan idealisme yang relatif ber- imbang. Akan tetapi sebenarnya bukanlah sebelah mana saja yang dominan, karena kondisi saat ini memang pendapat yang manapun yang mau dibenarkan. Sesungguh- nya pembentukan lembaga ekono- mi desa tidaklah terlalu mendesak kecuali pelatihan atau diklat dan pengadaan dan supply pupuk untuk meningkatkan produktifitas perta- nian.

  2. Ditambahkan lagi bahwa pemben- tukan BUMDes tersebut juga ma- sih harus dikaji dan ditinjau secara mendalam karena bukankah dengan membentuk Koperasi Unit Desa (KUD) inipun tidak kalah penting dan manfaatnya bagi warga desa.

  Hal ini senada dengan ung- kapan bahwa Dinas Koperasi dan UMKM Kalimantan Barat mendo- rong Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi Koperasi, ini berkaitan dengan tempat pelaksana- annya masih di tingkat desa . “Jika di tingkat desa maka idealnya kope- rasi. Badan Hukumnya Koperasi sehingga didukung oleh seluruh masyarakat di tingkat desa. Keun- tungan dibagikan ke masyarakat di desa. Itu essensi dari koperasi.” Demikian dikatakan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kalbar Ba- pak Marsianus SY di Pontianak. (HU Pontianak Post 4 September 2017).

1. Begitu seru dan intensnya kegiatan

  3. Kondisi dinamis dalam FGD ini (Kriyantono, 2009 : 116-117) me- munculkan sedikit informasi yang cukup tidak disangka-sangka bah- wa mendirikan BUMDes ternyata hanya memberikan konstribusi ke- pada sedikit orang sedangkan jika mendirikan koperasi maka seluruh warga desa akan lebih banyak yang bisa menikmati hasilnya.

  Tetapi keadaan ini tidak seperti yang terlintas dalam pikiran para pengamat, Hal ini lebih dikare-

  181 Inovbiz, Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, hlm 181-182

  nakan adanya ide dan gagasan dari para kelompok tertentu yang lebih mengemukakan unsur pribadi.

  Diskusi

  Kondisi dimana letak daerah Kabupa- ten Kubu Raya yang memang hanya dipisahkan oleh saluran parit dengan Ibu Kota Provinsi atai Ibu Kota Ponti- anak menjadikan permasalahn peneli- tian ini serba tanggung dan relatif. Lembaga ekonomi seperti BUMDes sangat mungkin memang dibutuhkan, namun jaraknya dengan ibu kota yang tidak jauh membuat kondisi ini hampir belum terlalu diperlukan. Jika ada ke- butuhan yang tidak ada di desa, maka hanya dalam waktu sebentar saja war- ga bisa mencarinya ke arah kota saja.

  Kemudian dengan jumlah petani sebanyak 1097 orang dan dengan jum- lah kelompok tani sebanyak 43 kelom- pok serta Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) ada 6 buah hal relatif sudah cukup memenuhi berbagai ke- butuhan khususnya di bidang perta- nian. Kalaupun nantinya didirikan ju- ga BUMDes akan menjadi sangat sulit perkembangannya dan pengelolaan- nya.

  Meski dengan jumlah penduduk 11479 orang berdasarkan data BPS Kalbar dalam angka pada tahun 2014, dan dengan jumlah KK 2575 hal ini tidak terlalu merepotkan. Di Desa Su- ngai Kakap ini terdapat 1097 orang petani. Ini berarti hampir separuhnya dari jumlah KK yang ada.

  Luas lahan di desa ini yang ber- jumlah 2862 Ha sebagian besarnya yaitu berjumlah 1030 Ha sudah men- jadi lahan aktif yang digarap warga desa.

  Simpulan, Implikasi dan Keterba- tasan Penelitian

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik beberapa ke- simpulan sebagai berikut:

  Sesungguhnya pembentukan lem- baga ekonomi desa tidaklah terlalu mendesak kecuali pelatihan atau diklat dan pengadaan dan supply pupuk untuk meningkatkan produk- tifitas pertanian.

  2. Jika di tingkat desa maka idealnya koperasi. Badan Hukumnya Kope- rasi didukung oleh seluruh masya- rakat di tingkat desa. Keuntungan dibagikan ke masyarakat di desa. Itu essensi dari koperasi.

  3. Mendirikan BUMDes ternyata ha- nya memberikan konstribusi kepa- da sedikit orang sedangkan jika mendirikan koperasi maka seluruh warga desa akan lebih banyak yang bisa menikmati hasilnya.

  Adapun beberapa implikasi yang dapat dikemukakan di dalam peneli- tian ini adalah sebagai berikut: 1.

  Pendirian atau pembentukan BUM- Des sangat memungkinkan, namun kaji terlebih dahulu kesiapan kon- disi sosial, ekonomi dan politisnya untuk kebaikan desa.

  2. Utamakanlah kesepakatan yang ideal dalam menyepakati segala ter- masuk pendirian BUMDes agar ter- hindar dari berbagai hal yang meru- gikan banyak pihak.

  Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih dibutuhkan ba- nyak waktu untuk melengkapinya. Se- baiknya yang tepat kapan diperlukan waktunya untuk mendirikan BUMDes bagi warga desa, Bagaimana sebaik- nya dengan jika mendirikan koperasi. Mungkin akan banyak dibu-tuhkan lembaga atau sarana dan prasa-rana lain untuk lebih menyempur-nakan ondisi di tengah masyarakat.

  Zulyanto, Skenario Pembiayaan Mikro Bumdes …182

DAFTAR RUJUKAN

  Permendagri Nomor 39 tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa “Sub-Saharan Africa:

  From Crisis to Sustainable Growth. Rangkuti, Adil Parlaungan, 2011, Ko-

  munikasi Pembangunan dan Me- kanisasi Pertanian . IPB Press.

  Bogor. Rohimah, AfifaturL,2014, Memper- melalui Pemberdayaan Kelom- pok Dimasyarakat, Jakarta. Syahyuti : Metode Participatory Rural

  Appraisal (PRA), Jakaera, 2006