IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

  

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM

MENDETEKSI WAJAH

Fitri Afriani Lubis

  1 , Hery Sunandar

  2 , Guidio Leonarde Ginting

  3 , Lince Tomoria Sianturi

  4

  1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma 2, 3, 4

  Dosen Tetap STMIK Budi Darma

  1, 2, 3, 4

  Jl. Sisimangaraja No.338 Simpang Limun Medan

  

ABSTRAK

Aplikasi deteksi wajah mengalami pengembangan yang sangat cepat dan semakin banyak digunakan, contohnya untuk sistem

keamanan, absensi dan lainnya. Deteksi wajah (face detection) merupakan salah satu tahap awal yang sangat penting sebelum

dilakukan proses pengenalan wajah (face recognition). Maksud dari pembuatan tugas akhir ini adalah membuat suatu sistem

deteksi area wajah yang telah mengalami transformasi rotasi, skala dan 2 dimensi menggunakan metode Speed-Up Robust

Features (SURF). Metoda SURF merupakan sebuah metode deteksi fitur yang menggunakan keypoint dari sebuah gambar,

keypoint itu sendiri adalah bagian-bagian dari sebuah gambar yang nilainya tetap ketika mengalami perubahan skala, rotasi,

blurring, transformasi 2 dimensi dan pencahayaan. Ekstraksi menggunakan metode SURF dapat dijalankan dengan baik.

Sementara untuk pengujian citra hasil perubahan 2 dimensi tedapat nilai interest point posisinya tidak sama, hal ini dapat

diakibatkan karena jumlah sample yang sedikit.

  Kata Kunci: Deteksi Wajah, Speed-Up Robust Features

I. PENDAHULUAN

  detection ) merupakan salah satu tahap awal yang

  Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka pengaplikasian deteksi wajah mengalami pengembangan yang sangat cepat dan semakin banyak digunakan, contohnya untuk sistem keamanan, absensi dan lainnya. Deteksi wajah (face

  Dari penelitian ini diharapkan dapat menguji perubahan transformasi pada suatu area wajah. Selanjutnya pengaplikasian deteksi wajah dapat digunakan untuk monitoring pada suatu ruangan. Telah di ketahui bersama bahwa sistem monitoring yang sekarang ini masih jarang digunakan. Untuk itu deteksi wajah dapat dimanfaatkan untuk monitoring keberadaan seseorang pada suatu ruangan, dimana monitoring ruangan dengan deteksi wajah dapat mempermudah manusia dalam hal mengetahui keberadaan seseorang didalam ruangan tanpa memasuki suatu ruangan. Dengan pemanfaatan deteksi wajah ini akan memonitoring setiap objek pada suatu ruangan dengan menggunakan kamera misalnya, yang selanjutnya akan diproses dengan metoda deteksi wajah yang telah ada untuk memberikan informasi apakah objek tersebut berada didalam ruangan atau tidak.

  Untuk deteksi wajah itu sendiri telah banyak dikembangkan dengan beberapa metode yang telah ada, pada penelitian sebelumnya deteksi wajah berbasis metode template matchin, dan metode Gabor Wavelet. Akan tetapi berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini akan menggunakan metode Speed-Up Features Metoda ini merupakan sebuah metode deteksi fitur yang menggunakan keypoint dari sebuah gambar,

  keypoint itu sendiri adalah bagian-bagian dari

  sebuah gambar yang nilainya tetap ketika mengalami perubahan skala, rotasi, blurring, transformasi 2 dimensi dan pencahayaan. Salah satu tujuan penelitian deteksi wajah dengan metoda SURF ini diharapkan agar dapat menganalisa wajah yang tidak utuh pada posisi derajat tertentu berdasarkan transformasi rotasi, skala, dan perubahan 2 dimensi dengan dilakukan kalibrasi posisi wajah terlebih dahulu.

  II. TEORITIS

  A. Perancangan

  Perancangan sistem adalah merancang atau mendesain suatu sistem yang baik, yang isinya adalah langkah-langkah operasi dalam proses pengolahan data dan prosedur untuk mendukung operasi sistem.

  B. Aplikasi

  Aplikasi berasal dari kata application yang artinya penerapan, lamaran, penggunaan. Secara istilah aplikasi adalah program siap pakai yang direka untuk melaksanakan suatu fungsi bagi pengguna atau aplikasi yang lain dan dapat digunakan oleh sasaran yang dituju. Aplikasi Komputer atau Aplikasi Software adalah Program komputer yang ditulis dalam suatu bahasa pemrograman dan dipergunakan untuk menyelesaikan masalah tertentu.

  C. Citra Digital

  Citra digital merupakan suatu array dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan tingkat keabuan dari elemen gambar. Jadi informasi yang terkandung bersifat diskrit (Aniati Murni, 2008 ).

  sangat penting sebelum dilakukan proses pengenalan wajah (face recognition ). Sistem pengenalan wajah akan digunakan untuk membandingkan citra wajah masukan dengan suatu kumpulan wajah sehingga dapat mengenali mana wajah yang paling cocok dengan citra wajah tersebut.

  ISSN 2407-389X (Media Cetak) Hal : 22-27

  Citra digital terdiri dari sinyal-sinyal frekuensi digital dari citra analog. Suatu citra yang dicetak elektromagnetis yang sudah disampling, dan ukuran diatas kertas disebut dengan citra analog, jika citra

  

pixel dari citra tersebut sudah dapat ditentukan. analog tersebut di scan dengan alat scanner maka

Sampling merupakan proses pembentukan citra akan terjadi citra digital.

  Dengan demikian, scanner merupakan alat sampling. Proses pembentukan citra digital dari citra analog.

  Proses Digitasi Citra Analog Citra Digital

  Scanning / Sampling Gambar 1. Pembentukan Citra Digital dari Citra Analog

  Sumber: Aniati Murni, 2008 Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik. Presisi yang digunakan untuk menyatakan titik-titik koordinat pada domain spasial atau bidang dan untuk menyatakan nilai keabuan atau warna suatu

  Gambar 2. Representasi Citra Digital citra, maka secara teoritis citra dapat Sumber: Aniati Murni, 2008 dikelompokkan ke dalam empat kelas citra yaitu citra kontinu-kontinu, kontinu diskrit, diskrit

  Resolusi gambar dikatakan sebagai bilangan kontinu, dan diskrit-diskrit. piksel yang terkandung dalam suatu citra digital. Pada resolusi tinggi, keterperincian data lebih nyata

D. Representasi Citra Digital dan tajam.

  Semua citra dalam sistem komputer perlu dikodekan menggunakan sistem simbol diskrit. Sebuah citra digital a (x,y) yang diuraikan dalam sebuah ruang diskrit dua dimensi diperoleh dari sebuah citra analog dalam sebuah ruang kontinu melalui proses sampling ataupun digitalisasi.

  Gambar 3. Tingkat Resolusi Citra Sebuah citra digital dapat dianggap suatu matriks di

  Sumber: Aniati Murni, 2008 mana baris dan kolomnya menunjukkan sebuah titik pada citra dan nilai elemen matriks

  Citra hitam putih adalah citra yang menunjukkan warna pada titik tersebut. Elemen menggunakan 1 bit bagi perwakilan hitam putih di dari array digital tersebut disebut piksel atau mana 0 bagi hitam dan 1 bagi putih bagi satu piksel

  picture elements (pixel) (Aniati Murni, Pengantar

  dikenali sebagai binary image. Suatu citra hitam Pengolahan Citra, 2008 ) putih yang diwakili dengan beberapa nilai kekuatan

  Citra analog dibagi dalam N baris dan M cahaya berlainan dari hitam hingga putih dikenali kolom sehingga diperoleh citra digital a(x,y) sebagai grayscale image. dengan memberikan nilai diskrit bagi setiap titik.

  Salah satu sistem yang digunakan untuk Pada umumnya, citra digital yang direpresentasikan mewakili gambar yaitu sistem warna RGB (red, dengan a(x,y) merupakan sebuah fungsi dari green, blue ). banyak variabel yang mencakup kedalaman/depth (z), warna/color (y), dan waktu /time (t) atau dengan kata lain, representasi citra digital yang sebenarnya dilambangkan dengan a(x,y,z, ≤,t).

  Gambar 4 : Sistem Warna RGB Sumber: Aniati Murni, 2008 Sistem RGB adalah sistem yang menggabungkan warna primer gabungan (additive

  primary colours ) untuk memperoleh gabungan-

  gabungan warna. Dapat dilihat pada tabel 2.1 yaitu tabel warna yang merupakan gabungan warna primer.

  

Tabel 1. Kode Warna

Warna Red Green Blue Black Blue

  255

  Green 255 Red 255 Cyan (Green+Blue) 255 255 Magenta (Red+Blue) 255 255 Yellow (Red+Green) 255 255 White (Red+Green+Blue) 255 255 255

  Sumber : Aniati Murni, Pengantar Pengolahan Citra, 2008

E. Jenis Citra Digital Citra digital berhubungan erat dengan warna.

  Citra Biner (Monochrome)

  8

  15

  15

  15 = 15

  5

  12

  15 = 15

  15

  12

  15

  15

  15 = 15

  10

  13

  15 Citra Warna (True Color) Pada citra warna (true color) setiap pixel-nya merupakan kombinasi dari tiga warna dasar merah, hijau dan biru, sehingga citra warna ini disebut juga citra RGB (red, green, blue). Setiap komponen warna memiliki intensitas sendiri dengan nilai minimum 0 dan nilai maksimum 255 (8 bit). Hal ini menyebabkan setiap piksel pada citra RGB membutuhkan media penyimpanan 3 byte. Jumlah kemungkinan kombinasi

  15

  15 = 15

  Citra biner (monochrome) atau disebut juga

  Jumlah maksimum warna sesuai dengan bit penyimpanan yang digunakan, yaitu 4 bit atau 8 bit. Citra dengan skala keabuan 4 bit memiliki 2

  binary image , merupakan citra digital yang setiap pixel -nya hanya memiliki 2 kemungkinan derajat

  keabuan, yaitu 0 dan 1. Nilai 0 mewakili warna hitam dan nilai 1 mewakili warna putih. Setiap piksel pada citra biner membutuhkan media penyimpanan sebesar 1 bit (Rinaldi Munir, Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik, 2008).

  Gambar 5 : Bentuk Citra Biner Sumber : Rinaldi Munir, 2008

  Gambar 6 : Citra Biner Sumber : Rinaldi Munir, 2008

  Citra Skala Keabuan (Grayscale)

  Citra skala keabuan atau disebut juga dengan citra aras keabuan memberikan kemungkinan yang lebih banyak. Format citra ini disebut dengan aras keabuan karena terdapat warna abu-abu diantara warna minimum (hitam) dan warna maksimum (putih).

  4

  13

  = 16 kemungkinan warna, yaitu 0 (minimal) hingga 15 (maksimal). Sementara citra digital dengan skala keabuan 8 bit memiliki 2

  8

  = 256 kemungkinan, yaitu 0 (minimal) hingga 255 (maksimal) (Rinaldi Munir, Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik, 2008).

  Skala keabuan 4 bit (hitam = 0, putih = 15) Gambar 7 : Bentuk Citra Skala Keabuan

  Nilai data digital merepresentasikan warna dari citra. Citra digital berdasarkan warna penyusunnya dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu citra biner (monochrome), citra skala keabuan (gray scale), citra warna (true color), dan citra warna berindeks (Rinaldi Munir, Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik, 2008 ). Berikut ini penjelasan untuk masing-masing format citra digital.

  6

  Sumber : Rinaldi Munir, 2008 = 15

  24

  warna citra RGB 2 = lebih dari 16 juta warna(Rinaldi proses yang baik. Terdapat beberapa masalah yang Munir, 2008 ). terdapat dalam sistem keamanan dalam media pengenalan wajah .

  Pada tahap ini akan dicontohkan proses deteksi wajah dengan gambar yang digunakan berformat JPEG. Adapun prosesnya dapat terlihat pada tahapan dibawah ini.

   Gambar 10 : Citra Yang Diproses Proses Deteksi Wajah

  Adapun proses deteksi wajah sebagai berikut : 1. Konversikan citra yang akan di deteksi dalam bentuk biner dan kemudian konversikan dalam bentuk matriks dengan ordo 5 x 5.

  Gambar 8 : Bentuk Citra Warna 00000100 00000100 00000011 00000101 00000100 00000110 00000110 00000101 Sumber : Rinaldi Munir, 2008 00000101 00000010 00000101 00000110

  00000110 00000110 00000010 00000110 00000111 00000101 00000101 00000011 00000011 00000101 00000010 00000100 00000100.

  4

  4

  3

  5

  4

  6

  6

  5

  5

  2 Gambar 9 : Citra Warna

  5

  6

  6

  6

  2 Sumber : Rinaldi Munir, 2008 f (x,y) =

  6

  7

  5

  5

  3

  3

  5

  2

  4

  4 F. Metode Speed-Up Robust Features (SURF)

  Metoda Speed-Up Robust Features (SURF) 2.

  Tentukan kernel yang digunakan untuk mendeteksi merupakan sebuah metode deteksi fitur yang citra. menggunakan keypoint dari sebuah citra/gambar. g (x,y) =

  • 1

  Keypoint itu sendiri adalah bagian-bagian dari

  • 1 4 -1 sebuah citra/gambar yang nilainya kuat/tetap ketika
  • 1 mengalami perubahan skala, rotasi, blurring , transformasi 2 dimensi, pencahayaan dan juga perubahan bentuk.

  3. Hitung nilai perkalian antara matriks citra dengan Perubahan bentuk itu bisa terjadi karena matriks kernel dari citra tersebut. bentuk citra data awal yang tidak utuh atau tidak sempurna gambar yang ada di dalam citra sampel tersebut. Citra uji yang tidak utuh mungkin karena ada objek lain yang menutupi, atau pengambilan gambar yang tidak sempurna, atau

  Hasil Proses-1 = 3 Nilai ini dihitung dengan cara keadaan objek itu sendiri yang telah mengalami berikut : perubahan. Agar supaya invarian terhadap skala (0 x 4) + (-1 x 4) + (0 x 3) + (-1 x 6) + (-1 x 5) + (0 x maka proses pertama yang dilakukan adalah 5 ) +(-1 x 6) + (0 x 6) = 3 membuat ruang sekala (scale space).

III. ANALISA dan PEMBAHASAN

  3 Analisis sistem merupakan penguraian dari suatu sistem yang utuh ke dalam beberapa komponen dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi permasalahan - permasalahan yang terdapat dalam suatu sistem. Proses pengenalan wajah harus memiliki tingkat keamanan yang tinggi sehingga dibutuhkan algoritma yang memiliki kemampuan Setiap kali konvolusi, geser kernel satu pixel ke kanan.

4. Geser kernel satu pixel ke kanan, kemudian hitung nilai pixel pada posisi (0,0) dari kernel.

  4 4 3 5

  4 6 6 5 5 2 5 6 6 6 2 6 7 5 5 3 3 5 2 4

  • 1
  • 1

  • 1

  3 5.

  Setiap kali konvolusi, geser kernel satu pixel ke kanan.

  2 IV. IMPLEMENTASI Tahap implementasi sistem merupakan tahap pembuatan perangkat lunak, tahap lanjut dari tahap perancangan sistem pengujian. Tahap yang dilakukan untuk menterjemahkan perancangan berdasarkan hasil analisis pengujian dalam bahasa yang dimengerti oleh komputer serta penerapan perangkat lunak pada keadaan yang sebenarnya.

  6

  6

  2

  2

  3

  6 9. Dengan cara yang sama seperti tadi, maka pixel- pixel pada baris ke tiga diproses sehingga menghasilkan.

  2

  2

  3

  Hasil Proses-6 = 6. Nilai ini dihitung dengan cara sebagai berikut : (0 x 5) + (-1 x 5) + (0 x 2) + (-1 x 6) + (4 x 6) + (-1 x 2) + (0 x 5) + (-1 x 5) + (0 x 3) = 6

  2 8. Selanjutnya geser kernel sau pixel ke bawah, lalu mulai lagi melakukan proses dari sisi kiri citra.

  Geser kernel satu pixel ke kanan, kemudian hitung nilai pixel pada posisi (0,0) dari kernel.

  2

  4 Hasil Proses-2 = 0 (0 x 4) + (-1 x 3) + (0 x 5) + (-1 x 6) + (4 x 5) + (-1 x 5) + (-1 x 6) + (0 x 6) + (-1 x 6) + (0 x 6 ) = 0

  Hasil Proses-5 = 2. Nilai ini dihitung dengan cara sebagai berikut : (0 x 6) + (-1 x 5) + (0 x 5) + (-1 x 6) + (4 x 6) + (-1 x 6) + (0 x 7) + (-1 x 5) + (0 x 5) = 2

  Selanjutnya geser kernel sau pixel ke bawah, lalu mulai lagi melakukan proses dari sisi kiri citra.

  2 7.

  3

  Hasil Proses-4 = 0. Nilai itu dihitung dengan cara berikut : ( 0 x 6) + (-1 x 6) + (0 x 5) + (-1 x 5) + (4 x 6) + (-1 x 6) + (0 x 6) + (-1 x 7) + (0 x 5 ) = 0

  Setiap kali prosesi, geser kernel satu pixel ke kanan.

  Selanjutnya geser kernel sau pixel ke bawah, lalu mulai lagi melakukan proses dari sisi kiri citra.

  2 6.

  3

  Hasil Proses-3 = 2 Nilai ini dihitung dengan cara berikut : (0 x 3) + (-1 x 5) + (0 x 4) + (-1 x 5) + (4 x 5) + (-1 x 2) + (0 x 6) + (-1 x 6 ) + (0 x 2) = 2

  3

  a. Tampilan Utama

  Tampilan layar utama papan permainan ini merupakan tampilan awal pada saat aplikasi dijalankan, pada tampilan ini menampilkan menu utama menu proses, petunjuk dan keluar.

  Gambar 11. Form Menu Utama

  b. Tampilan Proses

  Tampilan proses adalah tampilan yang berfungsi untuk menampilkan hasil dari proses deteksi wajah dengan menggunakan metode speed up features. Adapun form tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

  Gambar 12. Form Proses

  c. Tampilan About Me

  Form ini adalah form yang berisikan judul penelitian dan identitas dari penyusun penelitian. Adapun form tersebut dapat dilihat pada form dibawah ini.

  Gambar 13. Form About Me

  Setelah dilakukan tahap pengujian dan analisa maka penulis mendapatkan suatu kesimpulan yaitu :

  1. Deteksi wajah sangat menentukan keberhasilan dari sistem pengenalan wajah. Karena dapat diimplementasikan dalam perangkat lunak mendeteksi gambar wajah manusia dengan cara melakukan ekstraksi pixel gambar, mengolah hasil ekstraksi tersebut menjadi bentuk kernel dan kemudian membandingkannya dengan nilai jet dari gambar wajah yang akan dibandingkan.

  2. Metode speed-up robust features (SURF) yang digunakan dapat mengekstraksi nilai interest point dengan baik.

  3. Aplikasi mendeteksi wajah dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman microsoft visual basic 2008 dan telah dapat dijalankan untuk pendeteksian wajah.

  VI. DAFTAR PUSTAKA 1) Jogiyanto H.M, 2008. Analisis dan Desain Sistem Informasi, Andi, Yogyakarta 2) Aniati Murni, 2008. Pengantar Pengolahan Citra, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta 3) Munir Rinaldi, 2004. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik, Bandung: Informatika 4) Putra Darma, 2010. Pengolahan Citra Digital, Penerbit Andi , Yogyakarta 5) Sutoyo,T, 2009. Teori Pengolahan Citra Digital, Penerbit.

  Andi,Yogyakarta 6) Adi Nugroho, 2010. Rekayasa Perangkat Lunak Berbasis Objek dengan Metode. USDP. Andi. Yogyakarta 7) Indrajani, 2010. Perancangan Basis Data Dalam All in 1. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta 8) Priyanto Rahmat,2009. “Langsung Bisa Visual Basic.net 2008”, Andi, Yogyakarta