KAIDAH-KAIDAH TAFSIR BERKAITAN DENGAN KAIDAH USHUL MENURUT KHALID UTSMAN AL-SABT Kajian Terhadap Kaidah al-Amm-al-Khass, al-Mutlaq-al-Muqayyad, dan al-Mantuq-al-Mafhum

  

KAIDAH-KAIDAH TAFSIR BERKAITAN DENGAN KAIDAH USHUL

MENURUT KHALID UTSMAN AL-SABT

Kajian Terhadap Kaidah al-Amm-al-Khass, al-Mutlaq-al-Muqayyad,

dan al-Mantuq-al-Mafhum

  

Oleh: Ismardi

Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Email: ismardi_onga@yahoo.co.id

  

Abstrak:

Pendekatan dengan menggunakan Kaidah ushul merupakan suatu cara untuk memahami

suatu masalah yang dilihat dari sudut manfaat, sehingga dengan cara ini akan memungkinkan

kita mengetahui makna al-Qur’an . Pendekatan terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan

menggunakan kaidah ushul, biasanya digunakan pada ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah di

Madinah, di mana isinya menyangkut syariah Islam dengan macam-macam cabangnya.

Pendekatan kaidah ushul dalam memahami masalah yang berkaitan dengan perintah, baik sunat

maupun wajib, kadang-kadang dapat dilihat dari sejauhmana urgensinya dalam kehidupan,

khususnya yang menyangkut masalah ibadah.

  Kata kunci: al-Qur’an, tafsir, kaedah ushul. Pendahuluan

  Pendekatan dengan menggunakan Kaidah ushul merupakan suatu cara untuk memahami suatu masalah yang dilihat dari sudut manfaat, sehingga dengan cara ini akan memungkinkan kita mengetahui makna al-Qur’an, khususnya yang berkaitan perintah untuk melakukan pekerjaan yang baik dan meninggalkan hal-hal yang tidak baik.

  Pendekatan terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan kaidah ushul, biasanya digunakan pada ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah di Madinah, di mana isinya menyangkut syariah Islam dengan macam-macam cabangnya. Pada dasarnya, semua ayat al-Qur’an yang diturunkan di dalamnya memuat berbagai persyaratan atau kaitan dengan keadaan, maka hukum-hukumnya tidak berlaku secara keseluruhan, melainkan jika di dalam kasus yang hendak ditentukan hukumnya terdapat persyaratan atau kaitan keadaan tersebut. Penyimpangan atau pengecualian dari ketentuan ini hanya terjadi pada ayat-ayat tertentu yang sangat sedikit jumlahnya.

  Banyak mufassir yang memberikan pemikirannya bahwa persyaratan atau kaitan yang terdapat di dalam suatu ayat tidak dimaksudkan menjadi syarat atau kaitan berlakunya suatu hukum. Dalam hal ini, yang perlu diketahui ialah bahwa setiap kata di dalam al-Qur’an pasti mengandung maksud dan faedah, meskipun tidak berkaitan secara langsung dengan masalah hukum. Perlu pula diberikan suatu ketegasan di dalam menjelaskan hukum-hukum syara’, baik yang berupa prinsip-prinsip umum maupun bagian- bagian terperinci dari suatu masalah. Selanjutnya dalam persoalan yang lain dapat pula kita temukan penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan kaidah ushul yang berkaitan dengan masalah larangan berjual beli di saat azan Jum’at dikumandangkan. Hal ini dimaksudkan karena dapat melalaikan ibadah salat Jum’at” (Abuddin Nata, 1995: 128). Walaupun pada mulanya hal seperti ini masih dikategorikan bersifat mubah, karena dikhawatirkan akan meninggalkan perintah

  59|| : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1

  

Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

yang wajib, maka dapat berubah menjadi haram. Lafaz itu terdiri dari makrifah dan

Sebaliknya, perbuatan yang pada mulanya bersifat nakirah. Maka setiap isim makrifah yang

mubah, jika hal itu dianggap sebagai suatu cara memiliki afrad (bagian-bagian)

untuk melaksanakan perbuatan sunat atau wajib, menunjukkan makna umum, dan setiap

perbuatan tersebut diperintahkan untuk lafaz nakirah, nafi, nahi, syarat, istifham

dilaksanakan, sehingga status hukumnya pun akan atau matan sejenisnya menunjukkan

berubah menjadi sunat atau wajib. Dengan kata makna umum baik ia dalam bentuk isim

lain, hukum perbuatan mubah dapat berubah-ubah ataupun fi’il” (Al-Sabt, 1421H: 548). sesuai dengan akibat yang ditimbulkannya. Perkembangan berpikir manusia senantiasa Penjelasan Kaidah

disertai oleh wahyu yang dapat memecahkan Kaidah ini amat luas cakupannya. Kaidah

persoalan yang dihadapi manusia (al-Qattan, ini juga meliputi beberapa kaidah lainnya, yaitu:

1994: 10).

  a) Setiap isim ma’rifah yang memiliki afrad

  Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa (unit-unit/bagian-bagian) menunjukkan

sesungguhnya pendekatan kaedah ushul dalam makna umum” (Al-Sabt, 1421H: 549).

memahami masalah yang berkaitan dengan Misalnya, firman Allah: perintah, baik sunat maupun wajib, kadang-

  §­¯¨ ©D W)‰=\B ž°O¯P Xq W3 V W% W V] ÕC\-° XT kadang dapat dilihat dari sejauhmana urgensinya

dalam kehidupan, khususnya yang menyangkut Artinya: Dan bagi orang yang takut

masalah ibadah. Hal ini merupakan pendekatan akan saat menghadap Tuhannya ada

yang dilakukan oleh ulama-ulama fikih agar dua syurga (QS. al-Rahman: 46). memudahkan umat Islam menjalankan syariat agamanya.

  Keumuman ayat ini meliputi jin dan manusia. Jin dan manusia di sini disebut

  Al-’Amm dan Al-Khass dengan afrad (unit/bagian).

  Al-’Amm secara bahasa berarti al-Syamil

  b) “Isim jama’ bersifat mutlak, baik ia (general, komprehensif). Dan secara istilah dima’rifahkan dengan alim lam ataupun meliputi seluruh yang diperkirakan termasuk batasan”. Misalnya, firman Allah: kedalamnya, tanpa batas”.

  WÛÜ°-°À›[ Ù XT °Ä ˆn~¸ XT °Ä ˆn~ƒ r¯Û WDSÁ °Ý=Äc WÛÏ° Š Al-‘am adalah “lafadz-lafadz yang

  menunjukkan tercakup dan termasuk di

  p °VÅf Œ XT ¥ˆ ‰< ¨CWà WÛÜ°Ù \ÈÙ XT [ẪkWÓÙ

  dalamnya semua satuan-satuan yang ada dalam lafadz itu dengan tanpa menghitung

  §ª¬­¨ |ÚÜ°=¦ÔUÀ-Ù

  ukuran tertentu dari satuan-satuan tersebut” (Khalaf, 1997: 319). Artinya: “(yaitu) orang-orang yang

  menafkahkan (hartanya), baik di waktu Kaidah Pertama lapang maupun sempit, dan orang- orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali Imran: 134).

  : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1 60|| Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

  c) Isim mufrad yang berbentuk isim jenis,

   rQ ¯ àTwjÃqXT Õ0[ÝQ ÔyU ‰% ‡ÙÝW5 r#Å SÉ × V" \ ° X=ÉF

  seringkali bersifat mutlak dan dimaknai jama’, baik ia nakirah ataupun

  §¬©¨ |ETÈnW,ÙÝWc SÈ5 [ ‰% 1ÆMØ@Wà ‰#_ªXT ©F \UÙ ¿2ÀI V ×SW%

  dima’rifahkan dengan alim lam atau pun

  idhafah dengan syarat, ia tidak memiliki Artinya: “di tempat itu (padang

  batasan. Misalnya, firman Allah: Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan

  pembalasan dari apa yang telah Œ ]1\ÈØ5U WÛÏ° Š \ÌW% \ ®”‘›V TÊ VÙ W$SÀyˆm XT ‹ §Ì°¼Äc CW%XT dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah pelindung

  °Ä \iSMs– XT Wũưở cổFiỠA¡ XT ]CŸ®Jj¯ ‰< ]C°K% 1®M×nQ Wà mereka yang sebenarnya dan lenyaplah dari mereka apa yang

  §¯²¨ < j°ÙXq \ ®”‘›V TÊ ]C¾\OXT WÛܦU¯ ›ƒ¡ XT mereka ada-adakan” (QS. Yunus: 30).

  Artinya: “dan Barangsiapa yang

  mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka

  f) Fi’il yang terletak pada kalimat nafi dan

  itu akan bersama-sama dengan orang- yang semakna dengannya menunjukkan orang yang dianugerahi nikmat oleh makna umum.Misalnya, firman Allah: Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para

  WD [ XT SM® Œ [¾ WPU ÕiV SM×nQ WÆ TÃq°iÙ V" Ô2V sWmØ\Ê XT shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan

  §«ª¨ >mc°iV ÄÔ³[‹ ©G#Á rQ"Wà Œ mereka Itulah teman yang sebaik- baiknya” (QS. al-Nisa’: 69). Artinya: “dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum

  _0\-ØÈ°5 TriÄÈV" D¯ XT ÈPSÀ-È*Ù U \y W% ©G#Á C°K% 1Å V" XÄXT dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukan-Nya. dan

  §¬­¨ ·q …݁ ¸3SÉ VÀV ]C›_60_ E¯ \FS¾¡ÙVÊ% Y  adalah Allah Maha Kuasa atas segala Artinya: “dan Dia telah memberikan sesuatu” (QS. al-Fath: 21). kepadamu (keperluanmu) dan segala dan jika kamu menghitung nikmat menghendaki makna umum.Misalnya, Allah, tidaklah dapat kamu firman Allah: menghinggakannya. Sesungguhnya Artinya: “tidaklah sama antara manusia itu, sangat zalim dan sangat mukmin yang duduk (yang tidak ikut mengingkari (nikmat Allah)” (QS. berperang) yang tidak mempunyai

  Ibrahim: 34). ‘uzur dengan orang-orang yang

  berjihad di jalan Allah dengan harta

  d) Bila isim nakirah terletak setelah kalimat mereka dan jiwanya. Allah melebihkan nafi, nahi, syarat, atau istifham orang-orang yang berjihad dengan menunjukkan makna umum. harta dan jiwanya atas orang-orang

  e) Lafaz nakirah dalam bentuk itsbat tidak yang duduk satu derajat. kepada berarti umum kecuali bila diidhafahkan masing-masing mereka Allah kepadanya kata Kullu. Misalnya, firman menjanjikan pahala yang baik (surga) Allah:

  dan Allah melebihkan orang-orang : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1

  61|| Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt yang berjihad atas orang yang duduk

  §±­¨ |ESÁ ¦›VÙ dengan pahala yang besar” (QS. al-

  Nisa’: 95). Artinya: “Dan janganlah kamu sekali-

  kali menyembahyangkan (jenazah)

  Penyamaan antara orang yang tidak seorang yang mati di antara mereka, berperang karena uzur dinafikan pada ayat ini. dan janganlah kamu berdiri Mereka tidaklah sama dari berbagai sisi. (mendoakan) di kuburnya” (QS. al- Berikut akan dijelaskan salah satu kaidah di Taubah: 84). atas, yaitu;

  Ayat ini meliputi seluruh orang

  ¢ ¶ǂnjdz¦ ¢ ȆȀǼdz¦ ¢ ȆǨǼdz¦ ¼ƯȈLJ Ŀ ¨ǂǰǼdz¦ ƪǠǫ ¦¯¤

  munafik, kata kata ahad (al-nakirah) di dalam kalimat al-nahy.

  ¿ȂǸǠdz¦ ȄǴǟ ƪdz® ¿ƯȀǨƬLJȏ¦ Artinya: “Bila isim nakirah terletak pada

  c. Contoh dari al-nakirah al-syarthiyyah kalimat (yang menggunakan) nafi, nahi, ( ).

  ƨȈǗǂnjdz¦ ¨ǂǰǼdz¦ syarat atau istifham menunjukkan makna

  §«¨ #m°-W*ԁv% ·mÔU¦y SÅ SÁ WcXT SÁª­mØÈÄc <RWc XÄ ØTWmWc D¯ XT umum” ( Al-Sabt, 1421H: 560; Al-Sa’adi, 2002: 202) .

  Artinya: “Dan jika mereka (orang-

  orang musyrikin) melihat suatu tanda Kaidah ini merupakan kaidah kebahasaan (mukjizat), mereka berpaling dan

yang juga disepakati oleh para ahli ushul dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus

ahli tafsir atau ulum al-Qur’an ( al-Qaththan: menerus” (QS. al-Qamar: 2).

  214; al-Suyuthi: 43; Ibn Hazm: 187).

  a. Contoh dari al-nakirah al-manfiyyah (

  Adapun apabila lafaz nakirah itu ƨȈǨǼŭ¦ ¨ǂǰǼdz). berada di dalam kalimat itsbat (kalimat positif), maka dia tidak bersifat umum,

  ÊǺÌȇďƾdz¦ ÊĿ ÈǽȦǂÌǯʤ Èȏ Artinya:”Tidak ada paksaan dalam kecuali terdapat qarinah padanya.

  berikut:

  ȰȦǂÊǓ ÈȏÈ ȰÈǂÈǓ Èȏ <QWmV W SÈVU ÖkV" DU Õ0Å ÃpÀ'Ú Wc ‹ ‰D¯

  Artinya: “Tidak membahayakan bagi

  diri sendiri dam tidak pula Artinya: “Sesungguhnya Allah membahayakan bagi yang lain” (al- memerintahkan kalian untuk

  Nadwi, 1994: 276). menyembelih seekor sapi” (QS. al- Baqarah: 67).

  b. Contoh dari al-nakirah al-manhiyyah ( ).

  Kata baqarah di dalam ayat di atas

  ƨȈȀǼŭ¦ ¨ǂǰǼdz

  adalah nakirah, tetapi kalimatnya adalah

  rQ"Wà ×1Á V" YXT ;iW U _1 ‰% 1ÆMØ@°K% iWPU rQ"Wà ©G#_¡É" YXT kalimat itsbat (kalimat positif), maka ia

  bersifat umum karena maksud dari

  ×1ÉFXT SÉ" W%XT ž° ¯ SÀyXqXT  ¯ TÄm[Ý[ ×1ÆM‰;¯ àž®P¯n× V

  penunaian perintah itu bersifat mutlak,

  : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1 62|| yakni sapi (baqarah) mana saja (al-Zuhaili, 1986: 248).

  Kaidah Kedua “Ditetapkan oleh Syari’ bahwa bila hukum diungkapkan secara mutlak dalam bentuk muzakkar dan tidak dihubungkan dengan mu’annats, maka hukum tersebut meliputi untuk laki-laki dan perempuan”. Penjelasan Kaidah

  Kata saudara pada ayat di atas meliputi saudara laki-laki dan saudara perempuan.

  Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt 63||

  kepada seseorang); apakah ia merupakan bentuk umum yang menunjukkan keumuman hukum. Perbedaan tersebut terjadi pada satu keadaan, bukan perbedaan hakiki. Menurut Hanabilah, khitab al-wahid merupakan bentuk umum. Sedangkan menurut ulama lainnya (ulama Syafi’iah, Malikiah, dsb), khitab al-wahid tidak menunjukkan dilalah umum, karena lafaz al-wahid tidak meliputi yang lain, maka ia bukanlah bentuk umum. Namun, mereka

  khitab al-wahid (perintah yang diberikan

  Ahli ushul berbeda pendapat tentang

  Al-Syathibi menjelaskan, setiap dalil syar’i dimungkinkan untuk diambil secara keseluruhan, baik ia berbentuk kulli ataupun juz’i, kecuali ada dalil yang mengkhususkannya. Ini merupakan kaidah cabang dari keumuman syari’at bagi seluruh mukallaf, karena kesamaan mereka di hadapan mesti dirujuknya.

  Kaidah Ketiga “Perintah bagi seseorang dari umat Islam berlaku umum terhadap yang lain, kecuali ada dalil yang menyebutkannya berlaku khusus”. Penjelasan Kaidah

  mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian- pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. al-Nisa’: 11).

  Lafaz jama’ terdiri dari muzakkar dan mu’annats. Ditinjau dari segi dilalahnya terbagi kepada empat, yaitu:

  Bagian inilah yang dimaksudkan oleh kaidah di atas. Penerapan Kaidah Firman Allah; Artinya: “...jika yang meninggal itu

  4. Lafaz yang menggunakan tanda ta’nits pada mu’annats, dan dihilangkan pada muzakkar, seperti muslimin untuk muzakkar dan muslimat untuk mu’annats.

  3. Lafaz yang menurut asalnya meliputi keduanya, dan tidak dikhususkan kepada seperti; ma dan man.

  nass , al-ins, dan al-basyar.

  2. Lafaz umum yang meliputi keduanya, tidak ada tanda kekhususannya, seperti kata al-

  1. Lafaz yang dilalah dikhususkan untuk masing-masing, seperti kata rijal untuk muzakkar dan nisa’ untuk mu’annats. Tidak boleh memasukkan dilalah yang satu kepada yang lain kecuali ada dalilnya.

  : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1 Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

  sepakat bahwa hukum dari khitab al-wahid

  W _[ \-¯ .Ä Ws\B \-ÀIWc°iØcU ßSÄÈV¼Ù VÙ ÉRV ®q ‚ XT Å ®q ‚ XT berlaku secara umum kepada yang lainnya.

  Hal ini terlihat dari konsepsi al-nash dan

  §¬±¨ ³2j¦ \O Ïsc®uWà Œ XT  ]C°K%

  9Z›V W5 qiyas.

  Qiyas merupakan zahir (al-Nash), karena Artinya: “laki-laki yang mencuri dan mengqiyaskan suatu hukum kepada subjek perempuan yang mencuri, potonglah lainnya merupakan penyamaan subjek hukum tangan keduanya (sebagai) pembalasan di hadapan hukum taklifi, merupakan qiyas bagi apa yang mereka kerjakan dan

  

jali . Misalnya, sabda Rasulullah ketika sebagai siksaan dari Allah. dan Allah

membai’ah perempuan; Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS.

  al-Maidah: 38).

  » : Ê - - ǶǴLJ ǾȈǴǟ ƅ¦ ȄǴǏ ďŇʤ Èȏ

  ǾċǴdz¦ ɾȂÉLJÈ° ȾƯÈǬȺǧ

  Contoh di atas memiliki tingkat ‘illat

  ÉƶÊǧƯÈǏÉ¢ ÌÂÈ¢ ǨÈƾ ÊƷ¦È ǨȢÈǂÌǷÊȏ ÊńÌȂÈǬÈǯ ǨȢÈǂÌǷ¦ ÊƨÈƟƯÊǸÊdz ÊńÌȂȺǫ ƯÈċŶʤ È ƯÈLjďǼdz¦

  hukum yang sama, yaitu al-washf al-munasib

  . « Ç

  (sifat yang sesuai), maka bila ditemukan kasus

  ¨ÈƾÊƷ¦È ǨȢÈǂÌǷÊȏ ÊńÌȂȺǫ ÊDzÌưÊǷ

  Jelasnya, keumuman di sini ditinjau dari zina, hukumanya adalah jilid. Demikian juga

  

‘urf al-Syari’ bukan dari sisi bahasa. bila ditemukan kasus mencuri, hukumannya

adalah potong tangan.

  Kaidah Keempat Kaidah Kelima “Bila Syari’ mengaitkan hukum kepada satu ‘illat, maka hukum itu berlaku ketika “Perintah umum dalam al-Qur’an berlaku ditemukan ‘illat tersebut. termasuk terhadap Nabi SAW, sebagaimana berintah yang ditujukan

  

Penjelasan Kaidah kepadanya juga berlaku bagi umat kecuali

Keumuman di sini tidaklah ditunjukkan oleh ada dalil lain”.

  bentuk kalimat umum, dan tidak ada mafhum Penjelasan Kaidah (makna tersirat) yang menunjukkannya. Nabi SAW merupakan subjek hukum Demikian juga tidak dikenal sebagai hukum taklifi, demikian juga dengan umatnya secara umum secara ‘urf. Hal ini diketahui dengan umum. Al-Zuhri menjelaskan, bila Allah akal. berfirman; “hai orang-orang beriman,

  Hukum diturunkan beradasarkan ‘illat laksanakan..., maka Nabi SAW termasuk di tertentu, sekalipun keumuman ‘illat diketahui dalamnya. Perintah yang diturunkan kepada secara akal. Merupakan sesuatu yang syar’i Nabi SAW memiliki tiga bentuk, yaitu: bila hukum tersebut berlaku umum terhadap a) Terdapat dalil langsung atau tidak apa yang terdapat pada ‘illat yang kemudian langsung, atau adanya qarinah yang dilakukan qiyas syar’i dengannya. menunjukkan bahwa hal itu khusus untuk Nabi saja.

  Penerapan Kaidah

  b) Terdapat dalil atau qarinah yang Firman Allah; menunjukkan bahwa hal itu berlaku umum.

  : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1 64|| Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

  c) Tidak ada dalil atau qarinah yang mengerjakan perbuatan keji yang menujukkan bahwa hal itu berlaku umum terang. Itulah hukum-hukum Allah, atau khusus. Hukum sejenis ini Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat mengandung pengertian umum. zalim terhadap dirinya sendiri. kamu

  tidak mengetahui barangkali Allah

Penerapan Kaidah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal

  a) Hukum umum yang juga meliputi Nabi yang baru” (QS. al-Thalaq: 1).

  SAW, misalnya: Artinya: “Hai orang-orang yang

  d) Hukum yang diarahkan kepada Nabi, dan

  beriman, bersabarlah kamu dan tidak terdapat dalil bahwa hal itu berlaku kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah umum atau khusus. Misalnya; bersiap siaga (di perbatasan Artinya: “Hai Nabi, bertakwalah negerimu) dan bertakwalah kepada kepada Allah dan janganlah kamu Allah, supaya kamu beruntung” (QS. menuruti (keinginan) orang-orang Ali Imran: 200). kafir dan orang-orang munafik.

  Sesungguhnya Allah adalah Maha

  b) Hukum yang diarahkan kepada Nabi, mengetahui lagi Maha Bijaksana” terdapat dalil yang mengkhususkan buat (QS. al-Ahzab: 1). dirinya. Contoh:

  Artinya: “Hai rasul, sampaikanlah apa Kaidah Keenam

  yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat- Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya “Perintah umum yang diikuti taqyid Allah tidak memberi petunjuk kepada (pembatasan) dengan pengecualian, sifat orang-orang yang kafir” (QS. al- atau satu hukum. Hal itu tidak berlaku dijelaskan oleh ungkapan umum tersebut.

  c) Hukum yang diarahkan kepada Nabi, Apakah maksud keumuman perintah terdapat dalil bahwa hal itu bukan khusus berlaku khusus tersebut wajib atau tidak?” buat dirinya. Contoh: (Al-Sabt, 1421H: 581).

  Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu

  menceraikan istri-istrimu Maka Penjelasan Kaidah hendaklah kamu ceraikan mereka pada Bila sebuah perintah pada awalnya bersifat waktu mereka dapat (menghadapi) umum, kemudian di akhirnya berubah kepada iddahnya (yang wajar) dan hitunglah sifat khusus, seakan ia berbicara tentang waktu iddah itu serta bertakwalah sebagian afradnya, maka yang lebih arjah (kuat) kepada Allah Tuhanmu. janganlah adalah bahwa hukum awal tetap pada kamu keluarkan mereka dari rumah keumumannya, dan kalimat akhirnya menjadi mereka dan janganlah mereka bayan (penjelas) bagi sebagian hukum (diizinkan) ke luar kecuali mereka pertama.

  : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1 65||

  ƤƦLjdz¦ ´Ȃǐş ȏ ǚǨǴdz¦ ¿ȂǸǠƥ ¨ŐǠdz¦ €Y¯ |ÚÏ° Š SÈ V" C°% ©#× V DU TÃq°iÙ V" ×1®M×nQ Wà ßSÀ-Q ØÆ VÙ EU ‹ ·qSÁÝ[Î ³2k°Oˆq §¬­¨

  Artinya: “laki-laki yang mencuri dan

  ƤƦLjdz¦ ´Ȃǐş ȏ ǚǨǴdz¦ ¿ȂǸǠƥ ¨ŐǠdz¦ Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

  Kaidah di atas maksudnya adalah bahwa nash-nash umum yang diturunkan karena sebab-sebab tertentu, hukumnya berlaku secara umum. Menurut Al-Sabt, ungkapan umum ayat yang diturunkan karena sebab

  2, 1979: 20; Al-Sa’adi, Juz 1, 2000: 64; al-Syafi’i, Juz 1, t.th: 420; Al-Sabt, Jilid 2, 1421H: 593 ; dll).

  Artinya: Suatu ungkapan dimaknai dengan keumuman lafaz, bukan kepada kekhususan sebab (Lihat al-Baghdadi, Juz

  Kaidah Kedelapan “Hukum ditetapkan berdasarkan keumuman ungkapan, bukan kekhususan penyebabnya” (Al-Sabt, 1421H: 593).

  39).

  perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. “Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (al-Maidah: 38-

  Kaidah ini merupakan kebalikan kaidah sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah:

  Penerapan Kaidah

  Kaidah Ketujuh “Bila pada bagian pertama suatu ungkapan berbentuk khusus, dan diakhirnya berbentuk umum, maka kekhususan tersebut tidak menjadi penghalang bagi keumuman di akhirnya” (Al-Sabt, 1421H: 586). Penerapan Kaidah

  al-Maidah: 34). bukan untuk yang lain. Apakah hukum pada ayat pertama diberlakukan untuk kaum muslimin, berdasarkan ayat terakhir ini? Ini yang menjadi pendapat di kalangan Syafi’iah.

  taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS.

  Artinya: “kecuali orang-orang yang

  Ayat ini berlaku umum sebagaimana zahir nash. Ia meliputi muslim atau nonmuslim. Tetapi ayat berikutnya menjelaskan;

   “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar” (QS. al-Maidah: 33).

  Firman Allah yang artinya :

  66|| : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1 Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

tertentu (khusus) dapat dikategorikan kepada Asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat)

tiga bentuk, antara lain; pertama, qarinahnya yang dikemukakan oleh para mufasir hanya

menunjukkan makna umum, maka ia berlaku sebuah perumpamaan untuk menjelaskan

umum secara keseluruhan; Kedua, qarinahnya lafaz, bukan makna lafaz dan terbatas pada

menunjukkan makna khusus, maka ia berlaku sebab tersebut. Bila dinyatakan bahwa ayat ini

khusus secara keseluruhan; dan ketiga, tidak diturunkan karena ini dan ini, maka

ada qarinah yang menunjukan umum atau maksudnya adalah hal tersebut termasuk ke

khusus, maka ia kembali kepada kaidah dasar, dalam maksud ayat itu dan merupakan

yaitu hukum didasarkan kepada keumuman sebagian maksud ayat. Al-Qur’an diturunkan

lafaz, bukan kepada kekhususan sebab (Al- sebagai hidayah bagi umat era awal dan

  Sabt, Jilid 2, 1421H: 593). mutakhir dimana dan kapanpun.

  Hal ini didasarkan pada beberapa alasan, Kaidah yang sama dapat ditemukan pada

antara lain (Al-Sabt, Jilid 2, 1421H: 594) : literatur tafsir lainnya, dengan menggunakan

kata tunggal pada kata al-alfaz dan al-asbab,

  : Ç yaitu; al-lafz dan al-sabab. Abd Al-Rahman

  ÊǺÊǷ ȧƯÈǏÈ¢ ÅȐÉƳÈ° ċÀÈ¢ ®ȂÉǠÌLjÈǷ ÊǺÌƥ¦ ÊǺÈǟ ÉǾÌǼÈǟ ÉǾċǴdz¦ ÈȄÊǓÈ°

  Ibn Nashir Al-Sa’adi ( Juz 1, 2000: 7; al-

  • ǶǴLJ ǾȈǴǟ ƅ¦ ȄǴǏ ÈǮÊdzȯ ÈǂÈǯÈǀÈǧ ċÊŒċǼdz¦ ȄÈƫÈƘÈǧ ÅƨÈǴ̺Ʀɺǫ ǨȢÈǂÌǷ¦

  Syanqithi, Juz 5, 1995: 180 ) mengungkapkan

  )

  kaidah ini dalam bentuk jamak. K aidah

  ÌƪÈdzÊDŽÌǻÉƘÈǧ ÉǾÈdz ċÀʤ ÊDzÌȈċǴdz¦ ÈǺÊǷ ƯÅǨÈdzɱÈ ʰƯÈȀċºǼdz¦ ÊÈľÈǂÈǗ ȨÈȐċǐdz¦ ÊǶÊǫÈ¢ tersebut adalah;

  ( Ê È¾ƯÈǫ dzȯ Ê©ƯÈƠďȈċLjdz¦ ÈÌőÊǿÌǀÉȇ Ê©ƯÈǼÈLjÈÌū¦ ÈǺȇÊǂÊǯ¦ċǀǴÊdz ÃÈǂÌǯʯ ÈǮ

  » : : §ƯƦLJȋ¦ ´ Ȃǐş ȏ ·ƯǨdzȋ¦ ¿ȂǸǠƥ ¨ŐǠdz¦ ÌǺÊǷ ȾƯÈǫ ŸÊǽÊǀÈǿ ÊńÈ¢ ÉǾċǴdz¦ ȾȂÉLJÈ° ƯÈȇ ƯÈÊđ ÈDzÊǸÈǟ ÌǺÈǸÊdz ÉDzÉƳċǂdz¦

  Kaidah ini selain disepakati oleh para ahli . « ÊŕċǷÉ¢ tafsir, juga disepakati oleh para ahli ushul ( al- Selain mengemukan landasan normatif, al- Shan’ani, Juz 1, 1986: 293; al-Subki, Juz 2,

  

Sabt juga mengemukakan landasan teoretis, 1991: 136; al-Zarkasyi, Juz 2, 2000: 352; al-

antara lain; Hanbali, Juz 1, 1956: 241; al-Razi, Juz 4,

1) Syari’at berlaku umum untuk seluruh 1400H: 77; al-Hasan, Juz 1, t.th: 110; al-

mukallaf. Syathibi, Juz 6, 1997: 448) . Dalam hal ini sebab tertentu dibatasi pada kasus tersebut, mazhab Syafi’iah. Mereka justru sebaliknya, maka akan banyak hukum syar’i yang akan berpegang pada kaidah berikut ( al-Subki, Juz hilang. 2, 1991: 140; al-Zarkasyi, Juz 2, 2000: 252; 3) Terdapat ketentuan bahwa pada dasarnya al-Hanbali, Juz 1, 1956: 241) : hukum umum tetap berlaku umum hingga

  ǚǨǴdz¦ ¿ȂǸǠƥ ȏ ƤƦLjdz¦ ´Ȃǐş ¨ŐǠdz¦ terdapat sesuatu yang mengkhususkannya.

  Asbab al-nuzul bukanlah pengkhususan Artinya: Suatu ungkapan dimaknai dengan terhadap hukum umum. kekhususan sebab, bukan kepada

  kecuali sebagai kewajiban umum (Al-Sabt,

  Jilid 2, 1421H: 595) . Bagi Syafi’iah, tidak boleh beramal dengan

  nash umum selama tidak ditemukan nash Sejalan dengan pendapat al-Sabt di atas, khusus. Mereka menggunakan metodologi

al-Sa’adi ( Juz 1, 2000: 64 ) menjelaskan bahwa qiyas dalam pemberlakukan hukum karena

  : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1 67|| Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt sebab khusus (khusus al-sabab) kepada yang terbagi empat macam, yaitu: lainnya.

  1) Syar’iyy , contohnya bersuci (thaharah) Sedangkan menurut ulama lain, sebagai syarat bagi sahnya shalat.

pemberlakuan hukum pada kasus-kasus yang 2) ‘Aqliyy (rasional), seperti hidup (al-hayah)

disebutkan al-Qur’an termasuk kepada hukum menjadi syarat bagi pengetahuan (al-‘ilm).

qath’i , sedangkan pemberlakuannya kepada 3) ‘Adiyy (kebiasaan), seperti tangga menjadi

yang lain termasuk kepada hukum zhanni. syarat untuk naik ke atas loteng.

  

Disinilah diberlakukannya qiyas (Sa’adi, Juz 4) Lughawiyy (kebahasaan), seperti

1, 2000: 8).

  perkataan: “jika engkau berdiri maka aku berdiri” (in qumta qumtu); demikian juga

  Al-Khas adalah lafadz yang menunjukkan kelaur dari rumah ”. Pembahasan mengenai

  perseorangan tertentu, seperti “Muhammad”: al-mukhashshish al-muttashil difokuskan atau menunjukkan jenis, seperti laki-laki; atau pada item terakhir ini, yaitu kebahasaan menunjukkan beberapa satuan yang terbatas, (lughawiyy) (al-Zarkasyi, Juz 3, 2000: 328- seperti tiga belas, seratus, sebuah masyarakat, 329). sekumpulan, sekelompok, dan lafaz-lafaz lain yang menunjukkan bilangan beberapa satuan, Istisna’ adalah uangkapan yang memiliki tetapi tidak mencakup satuan-satuan tersebut bentuk kalimat yang bersambung, di mana (Khalaf, 1997: 342). sesuatu yang disebutkan tersebut bukanlah dimaksudkan oleh ungkapan pertama

  Kaidah (sebelumnya) (Al-Sabt, 1421H: 612).

  Yang dimaksud dengan shifat di sini ialah dalam pengertiannya yang ma’nawi, bukan

  na’t dengan kekhususannya (al-Zarkasyi, Juz

  3, 2000: 341). Seperti firman Allah:

  RR<°%ØUv% RW V Xq Ämc­mÔUW*VÙ >‹V¼\\ ˜<°%ØUÄ% #W)V CW%XT “Bila dikemukakan ungkapan memiliki isyarat dengan zalika, setelah beberapa seorang mumin karena tersalah (hendaklah) kata atau kalimat yang di’athafkan, maka ia memerdekakan seorang hamba sahaya ia berlaku untuk seluruhnya kecuali ada yang beriman” (QS. al-Nisa’: 92). alasan tertentu”.

  Imam al-Razi (Juz 4, 1400H: 69)

  

Penjelasan Kaidah menyatakan apakah shifat itu terletak setelah

Al-mukhashshish al-muttashil terbagi pada sesuatu, sebagaimana contoh di atas,

  empat macam yaitu, al-istitsna’, al-syarth, al- ataupun karena salah satunya memiliki

  

shifah, dan al-ghayah (al-Amidi, vol. 2: 350; hubungan dengan yang lain, seperti

  al-Zarkasyi, Juz 3, 2000: 273). Al-Syath yang perkataan: dimaksud di sini adalah syarat secara bahasa.

  ®ƯǿDŽdz¦  ƯȀǬǨdz¦ dždzƯƳÂ  ƯǸǴǠdz¦ ¿ǂǯ¢

  Ini merupakan mukhassis yang bersambung (al-muttashil) ((al-Amidi, vol. 2: 350; al- “Hormatilah ulama dan bergaullah Mardawi, vol. 5: 2529). Syarat (al-syarth) dengan fuqaha yang zuhud.”

  : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1 68||

  SM{iU ‘›Wc |ÚÏ° Š ßSÄ<W% XÄ Vl¯ Ô2È)Õ-É rQ ¯ ®Q SQ ƒ¡ SÉ ¦ÙÎ VÙ ×1Å \FSÄBÄT ×1Å Wc°iØcU XT rQ ¯ © °Ù Wm\-Ù ‰ SÉ Å XT SÈ Xn֐ XT ³/\O WۉÜW R.Wc Ä1Å V ŽÙkVc٠ùXk× )] ]C°% ¦½ÙkVcÙ °jXSÔy)] ]C°% ­mÕH[ÝÙ

  Al-Mutlaq dan Al-Muqayyad Kaidah Pertama

  Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt 69||

  Ungkapan “maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”, bersifat mutlak. Tidak ada batasan tentang hal itu, apakah ia harus berturut-turut atau boleh dipisah-pisah. Yang diwajibkan di sini hanyalah masalah bilangan, dan tidak ada nash lain yang membatasinya. Nash ini tetap pada kemutlakannya. Maka qadha puasa dapat memilih antara berturut-turut atau dipisah- pisah. Pendapat yang mensyaratkan keharusan berturut-turut adalah pendapat yang marjuh (lemah).

  itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS.

  Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan

  Bila suatu lafaz nash bersifat mutlak, maka wajib diamalkan menurut kemutlakannya, kecuali bila diperoleh dalil yang membatasinya. Karena Allah menurunkan perintahnya kepada kita dalam bahasa Arab. Tidak ada yang berhak untuk mengurangi keluasan cakupan lafaz mutlak tersebut, kecuali ada dalil yang membatasinya. Lafaz mutlak dimaksudkan bahwa ia mencakup banyak afrad (bagian-bagian) dengan satu lafaz tertentu.

  “Pada dasarnya ungkapan bersifat muthlaq tetap pada kemutlakannya hingga ada yang membatasinya (taqyid)”. Penjelasan Kaidah

  Di dalam ayat di atas, membasuh tangan itu tidak seluruh tangah, tetapi ditakhsis dengan batasan (ghayah), yaitu hanya sampai siku (ila al-marafiq) (al-Zuhaili, Vol. 1, 1986: 263).

  Yang dimaksud dengan ghayah ialah

  apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku” (QS. al-Maidah: 6).

  Demikian juga dalam firman-Nya: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,

  terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. al-Baqarah: 187).

  Seperti dalam firman Allah: Artinya: “Dan makan minumlah hingga

  ) dan hattaa ( ŕƷ) (al-Razi, Juz 4, 1400H: 65; al-Zarkasyi, Juz 3, 2000: 344).

  nihayah, tharf, atau maqtha’. Lafaznya ialah ilaa ( ń¤

  : Jur nal Pem ikiran I slam , Vol. 39, No.1

  Y Ä1Å Åk°] [UÄc Œ ©SÙӐ ¯ ßr¯Û ×1Å °=›\-ØcU C¦ ›V XT 1Á Åk°] [UÄc \-¯ Ä1|"i… Wà ]C›\-Øc)] àœÈOÉ"Wm›…ÝV VÙ Ä3 \ÈÕ»¯ ®QXn_“Wà WÛܦ ›_W% ÕC°% ¦½\yØTU W% WDSÀ-°ÈÕ¼É" ×1Å j¯ ØFU ØTU Ô2ÀIÉ"XSԁ° ØTU Ämc­mÙVU% RW V Xq C\-VÙ Ô2Š Õi¦IVf Ä3 Xk¦¡VÙ °RV:›Q U2 4 ŽcU \ ° šVl ÅQWm›…Ý[

  Ibnu Hajar menukilkan dari al-Khattabi bahwa yang dimaksud dengan al-baldah di atas adalah Mekkah. Artinya, seluruh daerah di Mekkah dinamakan tanah suci. Lafaz mutlak al-baldah dimaksudkan untuk keseluruhan tanah Mekkah.

  Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt 70||

  disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah- sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak

  Artinya: “Allah tidak menghukum kamu

  Penerapan Kaidah

  Bila ungkapan muthlaq dibatasi dengan dua hal yang bertentangan, maka harus diperhatikan; jika salah satu di antaranya lebih dekat dengan kemutlakannya, batasan itulah yang dipilih. Bila tidak ada yang lebih dekat, maka tidak perlu dibatasi oleh keduanya.

  Kaidah Ketiga “Bila ungkapan muthlaq dibatasi dengan dua hal yang bertentangan dan salah satu memungkinkan untuk dipilih dari yang lain, maka hukum mutlaq tersebut wajib dibebankan terhadap batasan yang paling kuat”. Penjelasan Kaidah

  menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan- Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku Termasuk orang- orang yang berserah diri” (QS. al-Naml: 91).

  ×1Å °<›\-ØcU Vl¯ Ô2È)ÙÝQ \O ßS¾À[ÝÕO XT ×1Å R<›\-ØcU \ ° š[k[ Ặ¯KÜW Ôc Œ ×1Å V ž°O°*›Wc XÄ Ø Å ‹ \ÈV WDTÄmŠՑQ# §±²¨ \-5¯ À1×m°%Ê ØDU \iÈ ÕÃU 8Xq ®Pªk›\F ®QW Ú W Ù s° Š \IW%ˆm\O œÄ V XT r#Á ÄÔ³[‹ À1×m°%Ê XT ØDU WDSÅ U ]C°% WÛÜ°-¯ ԁÀ-Ù §²ª¨

  Artinya: “aku hanya diperintahkan untuk

  Penerapan Kaidah

  Zahir hadits ini menjelaskan keadaan mendengar azan, tanpa ada batasan dengan kelapangannya. Namun, yang dimaksudkan dengan panggilan azan di sini adalah mendengar azan secara sempurna.

  Kaidah ini bermakna bahwa isim yang bersifat mutlak mengandung makna kesempurnaan objek yang dinamainya (musammiyat). Ibnu Hajar (Juz 1, 1422H: 126) menjelaskan ketika mensyarah hadits:

  Penjelasan Kaidah

  ƨÈǷƯÈȈÊǬÌdzƯÈǷ Kaidah Kedua “Muthlaq mengadung makna kesempurnaan”.

  dzƯɇċǴÈǐÊȀċǴdz ÈȏȂÉLJÈǂċºǻÈƘÊȀċǴdz¦ÊƾÌƦÈǠÊǼÌƥÊǂÊƥƯÈƴÌǼÈǟ ÌLjÈȈȺǼȈÊÈūƯÈǬ̺ǼÈǸÈdzƯÈǬÈǸċǴÈLJÈȂÊȀÌȈÈǴÈǠÉȀċǴ ÈȂÌdz¦¦ÅƾċǸÈƸÉÊŤ¡ÊƨÈǸÊƟƯÈǬÌdz¦Ê¨ ÈȐċǐdz¦ÈÂÊƨċǷƯċƬdz¦Ê¨ÈȂÌǟċƾdzƯÊǿÊǀÈȀċºƥÈǂċǸÉȀċǴdz¦È ¦ÈƾďǼdzƯÉǠÈǷ ÌȂȺȈȈÊƬÈǟƯÈǨÈnjÉȀÈǴ̺ƬċǴÈƸÉȀȺƫÌƾÈǟÈȂȇÊǀċdz¦¦Å®ȂÉǸÌÈŰƯÅǷƯÈǬÈǸÉȀ̺ưÈǠ̺ƥ¦ÈÂÈƨÈǴȈÊǔÈǨÌdz¦ÈÂÈƨÈǴȈÊLJ Ê

Dokumen yang terkait

Pelestarian Urban Heritage Berdasarkan Upaya Perlindungan Terhadap Bangunan Cagar Budaya di Kota Yogyakarta

0 0 8

Implikasi Peningkatan Emplasemen Stasiun KA dan Fasilitas Pendukungnya Terhadap Rantai Distribusi Semen di Koridor Selatan Jawa (Studi Kasus: Emplasemen Stasiun KA Kebumen)

0 0 8

Kriteria dan Kinerja Bongkar Muat di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok

0 4 9

Kajian Kerusakan Lingkungan Fisik Akibat Kegiatan Penambangan Pasir Di Kelurahan Kalumata Kota Ternate Selatan, Provinsi Maluku Utara

0 1 6

Analisis Masa Pakai Kapur (CaCO3 ) dan Zeolit Alam Sebagai Bahan Penetral Air Asam dan Penyerap Kadar Logam Fe pada Kolam Pengendapan (Settling Pond) PT.SAG KSO PT.Semen Kupang

0 0 7

DESAIN PRODUK KRIYA ARMATUR LAMPU SEBAGAI PEMANFAATAN DARI LIMBAH SABUT KELAPA (Studi Kasus : Rumah Produksi Pengolahan Limbah Sabut Kelapa dan Lembaga Pendidikan Akas Rantewringin di Kebumen)

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - DESAIN PRODUK KRIYA ARMATUR LAMPU SEBAGAI PEMANFAATAN DARI LIMBAH SABUT KELAPA (Studi Kasus : Rumah Produksi Pengolahan Limbah Sabut Kelapa dan Lembaga Pendidikan Akas Rantewringin di Kebumen)

0 1 9

WAKAF PRODUKTIF DI NEGARA SEKULER: KASUS SINGAPURA DAN THAILAND Alaiddin Koto dan Wali Saputra Abstract - WAKAF PRODUKTIF DI NEGARA SEKULER: KASUS SINGAPURA DAN THAILAND

0 0 14

PERDEBATAN MASALAH POLIGAMI DALAM ISLAM (Kajian Tafsir Al-Maraghi QS. al-Nisa’ ayat 3 dan 129)

0 0 13

Kata Kunci: Pemimpin, Ulil Amri, Al-Quran. Pendahuluan - TERMINOLOGI PEMIMPIN DALAM ALQUR’AN (Studi Analisis Makna Ulil Amri dalam Kajian Tafsir Tematik

0 0 11