BAB I PENDAHULUAN - PENGARUH PATUH MINUM OBAT TERHADAP KESEMBUHAN PASIEN TB PARU BERDASARKAN KONVERSI DI PUSKESMAS KECAMATAN PADEMANGAN JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Global Report WHO 2010 mencatat Indonesia merupakan negara penyumbang

  kasus TB paru terbesar kelima di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria. Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

  

Mycobacterium tuberculosis dan menjadi suatu masalah serta ancaman serius

  yang dialami oleh beberapa negara di dunia, terutama di negara-negara berkembang salah satunya adalah Indonesia. Dan diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. TB Paru memberi dampak secara ekonomis akibat dari sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. WHO memperkirakan sepertiga populasi dunia telah terinfeksi kuman TB. Setiap tahun didapatkan delapan sampai sepuluh juta kasus baru, 80% mengenai usia produktif. Penyakit ini membunuh 8000 orang setiap hari, atau dua sampai tiga juta orang setiap tahun (Wirawandan I Ketut, 2008). Bila tak dikendalikan, dalam 20 tahun mendatang TB akan membunuh 35 juta orang. Melihat kondisi tersebut, World Health Organization (WHO) menyatakan TB sebagai kedaruratan global sejak tahun 1993 (WHO, 2006).

  Di Indonesia, penyakit TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.

  Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang (DepKes, 2002, 2006, 2007). Insidensi kasus TB BTA Bakteri Tahan Asam) positif adalah 107 per 100.000 pada tahun 2004, prevalensi TB sekitar 110 per 100.000 penduduk (Aditama dkk, 2008).

  Di indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat, Jumlah Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Di perkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Inidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. ( Depkes , 2008 ). Di perkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

  

mycobacterium teberkulosis . Pada tahun 1995, di perkirakan ada 9 juta pasieb TB

  baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia , terjadi pada negara-negara berkembang. Kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. ( Depkes, 2008).

  Sekitar 75 % pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis ( 15 -50 tahun ). Di perkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjana 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatanya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. ( Depkes , 2008 ).

  Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dn banyak yang tidak berhasil di sembuhkan, terutama pada negara yang di kelompokan dalam 22 negara dengan masalah TB besar ( high burden countries ). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia ( global emergency ). ( Depkes, 2008 ). Menanggulangi masalah TB di indonesia, strategi DOTS di rekomendasikan oleh WHO dan bank dunia, harus di ekspansi dan diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait. Keterbatasan pemerintah dan besarnya tantangan TB saat ini memerlukan peran aktif dengan semangat kemitraan dari semua pihak yang terkait, sehingga penanggulangan TB dapat lebih di tingkatkan melalui gerakan terpadu yang bersufat nasional. Secara formal nasional penanggulangan tuberkulosis, yang lebih di kenal dengan Gerdunas- TB. Penderitanderita TB kebanyakan berasal dari kelompok ekonomi yang rendah. Ekonomi yang rendah berimbas pada status gizi dan sanitasi lingkungan yang buruk. Status gizi yang kurang lebih berpeluang untuk menderita penyakit TB paru dibandingkan dengan status gizi cukup, hal ini bisa dijelaskan bahwa status gizi seseorang dapat berfungsi sebagai proteksi dan meningkatkan daya tahan tubuh. Status gizi yang kurang memungkinkan seseorang akan rentan dengan berbagai macam penyakit termasuk TB paru.(Aditama dkk, 2008).

  Besarnya angka ketidakpatuhan berobat akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB paru dan menyebabkan makin banyak ditemukan penderita TB paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan standar. Hal ini akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia serta memperberat beban pemerintah (DepKes). Dari berbagai faktor penyebab ketidakpatuhan minum obat penderita TB Paru, dapat disimpulkan bahwa faktor manusia, dalam hal ini penderita TB paru sebagai penyebab utama dari ketidak patuhan minum obat.

  Status kesehatan merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor, baik faktor dari dalam diri manusia (internal) maupun dari luar diri manusia (eksternal). Faktor internal ini terdiri dari faktor fisik dan psikis individu. Sedangkan faktor eksternal antara lain sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, pendidikan dan sebagainya. Lawrance Green (2008) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Perilaku seseorang yang mempengaruhi dalam menjalani pengobatannya antara lain pekerjaan, peran PMO, pelayanan kesehatan, dukungan dari keluarga serta diskriminasi yang diterima oleh pasien.

  Data di Puskemas Kecamatan Pademangan di dapat angka pasien TBC paru dengan BTA positif terdapat 90 orang, angka konversi terdapat 68 pasien yang berhasil konversi dari BTA positif menjadi BTA negatif, jumlah pasien yang sembuh di puskesmas kecamatan pademangan pada tahun 2015 yang mendapatkan terapi sebanyak 63 orang.

  “Pengaruh Patuh Minum Obat Terhadap Kesembuhan Pasien TBC paru berdasarkan konversi di Puskesmas Kecamatan P ademangan tahun 2016”

  1.2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas maka rumusan penelitian ini adalah “ adakah ada pengaruh Patuh Minum Obat Terhadap Kesembuhan Pasien TBC paru berdasarkan konversi di Puskesmas Kecamatan Pademangan.

  1.3. Tujuan Penelitian

  1.31. Tujuan Umum

  Tujuan umum penelitian ini adalah dapat di ketahui Pengaruh Patuh Minum Obat Terhadap Kesembuhan Pasien TBC paru berdasarkan konversi di Puskesmas Kecamatan Pademangan.

1.3.2. Tujuan Khusus

  Tujuan Khusus penelitian ini adalah : a.

  Diketahui karakteristik pada klien dengan TBC paru (umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan pekerjaan ) b.

  Diketahui tingkat kepatuhan minum obat pasien TBC paru di Puskesmas Kecamatan Pademangan.

  c.

  Diketahui tingkat kesembuhan pasien TBC paru di Puskesmas Kecamatan Pademangan d. Diketahui pengaruh Patuh Minum Obat Terhadap Tingkat Kesembuhan Pasien TBC paru berdasarkan konversi di Puskesmas Kecamatan Pademangan.

1.4. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang di peroleh dengan melakukan penelitian ini adalah :

  1.4.1. Bagi Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini akan dapat di gunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutya yang terkait dengan pengaruh Patuh Minum Obat Terhadap Tingkat

  Kesembuhan Pasien TBC paru berdasarkan konversi. Sebagai bahan masukan bagi Pusksemas Pademangan, dalam menentukan kebijakan yang akan di gunakan

  1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai tambahan dan referensi bagi mata kuliah keperawatan medikal bedah. Selain itu, hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa lain yang mengambil penelitian yang serupa.

  1.4.3. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran atau informasi untuk menambah wawasan dan pengembangan penelitian selanjutnya.

  1.5. Kebaruan Hubungan antara pekerjaan, PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobatnpasien TBC paru. Disarankan kepada kedua puskesmas bahwa perlunya petugas kesehatan aktif dalam upaya peningkatan keteraturan pengobatan pasien TBC Paru dengan melakukan kerjasama dengan keluarga penderita sebagai bentuk dukungan dan pengawasan terhadap pengobatan penderita serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar memahami penyakit TBC Paru. Bagi penderita TBC Paru, diharapkan teratur berobat sehingga tidak terjadi kegagalan pengobatan yang berakibat timbulnya resistensi terhadap obat dan sumber penularan aktif.

  Hubungan kinerja pengawas minum obat (PMO) dengan kesembuhan pasien tb paru kasus baru strategi DOTS. Terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara kinerja PMO dengan kesembuhan TBC paru kasus baru strategi DOTS (OR = 4.2; χ2 = 4.76; dan p = 0.029). Pasien TBC paru yang diawasi dengan baik oleh PMO memiliki kemungkinan untuk sembuh empat kali lebih besar daripada yang tidak diawasi dengan baik oleh PMO. Rekomendasi : Perlu diberikan motivasi kepada PMO agar kinerjanya lebih maksimal sehingga tercapai hasil yang optimal.

  Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilkaku pencegahan dan penularan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan khususnya program pelayanan penanggulangan dan pencegahan TBC karena mahasiswa semuanya berkuliah dan pernah dilakukan evaluasi tetapi tidak efektif. Dan bagi koordinator program TBC dalam memberikan penyuluhan, brosur tentang TBC untuk lebih menegaskan kembali mengenai tanda dan gejala penyakit TBC. Rekomendasi : Diharapkan melakukan penelitian sejenis denganmengembangkan. Hubungan peran keluarga sebagai pengawas menelan obat ( PMO) terhadap kepatuan minum obat anti tuberkulosis di puskesmas mulyprejo malang. Keluarga sebagai orang terdekat dengan pasien akan lebih mudah untukmengontrol dan memotivasi pasien untuk minum obat anti tuberkulosis.

  Hubungan pengetahuan dan sikap anggota keluarga penderita TBC paru BTA positif terhadap perilaku pencegahan dan penularan TBC paru di Puskesmas Kecamatan Pademangan. Bagi pihak insitusi pelayanan kesehatan di harapkan meningkatkan upaya-upaya pencegahan penularan TBC paru terutama kepada keluarga dan lingkungan pederita TBC paru. Rekomendasi : Penelitian ini memnerikan masukab sebagai edukasi dan informasi sehingga dapat mengembangkan pengetahuan tentang perilaku pencegahan penularan TBC paru. Hubungan motivasi, pengetahuan, tingkat ekonomi dan pantangan makan dengan keberhasilan konversi di Puskesmas Kecamatan Pademangan. Bagi pihak institusi kesehatan di harapkan meningkatkan upaya-upaya promosi kesehatan khususnya yang terkait dengan pembrantasan penyakit TBC paru, melalui media promosi kesehatan misalnya brosur, spanduk, penyuluhan langsung ke masyarakat atau sekolah, mengajak tokoh masyarakat dan unsur perangkat kelurahan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Rekomendasi : Bagi rekan sejawat yang akan melakukan penelitian serupa di masa yang akan datang, agar lebih mengembangkan kerangka kosnep dan variabel-variabel yang ada serta di harapkan mengambil sampel lebih besar dengan wilayah yang lebih luas guna mendapatkan hasil yang lebih baik.

  Keberadaan pengawas minum obat (PMO ) pasien tuberkulosis paru di indonesia. Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang menyebabkan kematian, dan merupakan penyebab kematian ketiga diIndonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan PMO terhadap kepatuhan berobat pasien TBC paru tidak efektif, hal ini ditunjukkan oleh data 66,6% pasien tidak pernah diingatkan minum obat, 98,5% pasien tidak diawasi saat menelan obat. Pasien berpendapat tidak perlu ada PMO. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien memiliki potensi untuk diberdayakan oleh karena itu, temuan ini membuktikan pentingnya pemberdayaan masyarakat yang dapat diawali dengan memfasilitasi terbentuknya kelompok pasien TBC atau self-help group.

  Hubungan Kepatuhan Berobat Dengan Tingkat Kesembuhan Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara kepatuhan berobat dengan tingkat kesembuhan pada penderita TBC paru din Puskesmas Tamalate. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara kepatuhan berobat dengan tingkat kesembuhan pada penderita TBC paru yang melalui pengujian data pada program SPSS 18 menghasilkan nilai signifikasi (p) sebesar 0,000< 0.05 dan nilai koefisiensi korelasi ( r ) sebesar 0,800**.

  Faktor

  • – Faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat penderita Tuberkulosis paru di Puskesmas Depok. Penyuluhan kesehatan mempunyai hubungan yang bermakna dengan keteraturan/ kepatuhan berobat penderita TBC paru di puskesmas ( nilai p= 0.0000)(p<0,05). Kunjungan rumah mempunyai hubungan yang bermakna dengan keteraturan/kepatuhan berobat penderita TBC paru di Puskesmas(nilai p= 0,009)(p<0.05). Hubungan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis dengan status gizi anak penderita tuberkulosis paru. Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor penting bagi kesembuhan dan peningkatan status gizi anak yang menderita tuberkulosis paru di samping asupan makan.kesembuhan terhadap infeksi akan
mengoptimalkan penyerapan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat dengan