BAB I PENDAHULUAN - Diktat KKN 16.17 GANJIL (1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada

  Pasal 20 ayat 2 dinyatakan : ”Perguruan Tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat”. Pada Pasal 24 ayat 2 disebutkan:”Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian masyarakat”.

  Program pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu program yang wajib dilaksanakan, baik oleh dosen maupun oleh mahasiswa, dengan berlandaskan pada prinsip- prinsip: kompetensi akademik, jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), dan profesional, sehingga dapat menghasilkan program pengabdian kepada masyarakat yang bermutu, relevan, dan sinergis dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat.

  Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa secara interdisipliner, institusional, dan kemitraan sebagai salah bentuk kegiatan tridharma perguruan tinggi. Seiring dinamika masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun dunia global, maka program KKN di Unswagati diarahkan pada pola KKN berbasis pemberdayaan masyarakat.

  KKN PKM adalah program KKN mandiri yang yang dilaksanakan di Unswagati dengan fokus yang spesifik yang mempunyai relevansi dengan program pembangunan daerah atau pemerintah pusat, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan relevan dengan visi, misi, renstra, kepakaran, dan IPTEKS yang dimiliki Unswagati.

1.2 Prinsip Dasar dan Pelaksanaan KKN-PKM

1.2.1 Prinsip Dasar

  Seperti pola KKN sebelumnya, KKN PKM Unswagati dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip :

  

a. Keterpaduan aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi : aspek pendidikan dan pengajaran dan

  pengabdian kepada masyarakat yang berbasis penelitian menjadi landasan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan tolak ukur evaluasi KKN.

  

b. Pencapaian Tiga Manfaat Utama KKN : KKN PKM dilaksanakan untuk mencapai

  pengembangan kepribadian mahasiswa (personality development), pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dan pengembangan institusi (institutional

  development ).

  

c. Empati - Partisipatif : KKN PKM dilaksanakan untuk menggerakkan masyarakat dalam

  pembangunan melalui berbagai kegiatan yang dapat melibatkan, mengikutsertakan, dan menumbuhkan rasa memiliki masyarakat terhadap pembangunan. KKN PKM dilaksanakan secara interaktif dan sinergis antara mahasiswa dan masyarakat. Konsekunsinya, keterlibatan kedua belah pihak dalam satiap kegiatan mutlak diperlukan. Keterlibatan itu dimulai sejak perncanaan program kegiatan lapangan, pelaksanaan, dan pengusahaan pendanaan. Untuk itu para mahasiswa dan pengelola KKN KKN PKM harus mampu mengadakan pendekatan operasionalnya mahasiswa mengembangkan mekanisme pola pikir dan pola kerja interdisipliner untuk memecahkan permasalahan yang ada di lokasi KKN-PKM.

  

e. Komperehensif-Komplementatif dan berdimensi luas : KKN PKM berfungsi sebagai

  pengikat, perangkum, penambah dan pelengkap kurikulum yang ada. Dengan demikian diharapkan mahasiswa mampu mengaktualisasikan diri secara profesional dan proporsional.

  

f. Realistis-Pragmatis : Program-program kegiatan yang direncanakan pada dasarnya

  bertumpu pada permasalahan dan kebutuhan nyata di lapangan, dapat dilaksanakan sesuai dengan daya dukung sumber daya yang tersedia di lapangan, dan memberikan manfaat bagi masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

  

g. Enviromental development : KKN PKM dilaksanakan untuk melestarikan dan

  mengembangkan lingkungan fisik dan sosial untuk kepentingan bersama. KKN mampu mengidentifikasi permasalahan yang ada di masyarakat sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Dengan harapan masyarakat mampu berswadaya, berswakelola dan berswadana dalam pembangunan.

  Mengacu pada prinsip-prinsip tersebut, maka diharapkan mahasiwa KKN PKM mampu mengidentifikasi permasalahan secara cermat yang ada di masyarakat dan bersama masyarakat menyusun langkah penyelesaiannya sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Dengan harapan, masyarakat mampu berswadaya, berswakelola, dan berswadana dalam pembangunan.

1.2.2. Prinsip Pelaksanaan

  Pelaksanaan kegiatan KKN PKM dilakukan dengan karakteristik sebagai berikut :

  

a. Co-creation (gagasan bersama) : KKN PKM dilaksanakan berdasar pada suatu tema dan

  program yang merupakan gagasan bersama antara universitas (dosen, mahasiswa, Pusat Studi) dengan pihak Pemerintah Daerah (Lingkungan, Desa atau Kecamatan), mitra kerja dan masyarakat setempat.

  

b. Co-financing/co-funding (dana bersama) : KKN PKM dilaksanakan dengan pendanaan

  bersama antara mahasiswa pelaksana, universitas dengan pihak Pemerintah Daerah, mitra kerja dan masyarakat setempat, disesuaikan dengan tema dan program yang telah disepakati.

  

c. Flexibility (keluwesan) : KKN PKM dilaksanakan berdasarkan pada suatu tema dan program

  yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan Pemerintah Daerah, mitra kerja dan masyarakat dalam proses pembangunan di daerah. Mahasiswa dapat memilih tema dan waktu pelaksanaan KKN PKM yang ditawarkan universitas sesuai dengan keinginannya.

  

d. Sustainability (berkesinambungan) : KKN PKM dilaksanakan secara berkesinambungan

berdasarkan suatu tema dan program yang sesuai dengan tempat dan target tertentu.

  

e. KKN PKM sedapat mungkin dilaksanakan berbasis riset (Research based Community

Services).

1.3. Tujuan, Khalayak Sasaran dan Manfaat

1.3.1. Tujuan Umum

  Sebagai program kurikuler, pelaksanaan KKN PKM sebagai transformasi pola KKN di Unswagati mempunyai tujuan :

  2. Menstransformasi pola KKN Reguler dengan paradigma berbasis pembangunan

  (development) menjadi KKN berbasis pembelajaran dan pemberdayaan (learning and empowerment).

  3. Menerapkan KKN PKM sebagai pola KKN baru di Unswagati.

  4. Melatih mahasiswa dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya yang diperoleh di bangku kuliah untuk diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah yang ada di masyarakat.

  5. Melatih dan mengembangkan softskills dan karakter mahasiswa,

  6. Melatih mahasiswa untuk memahami kondisi masyarakat khususnya di lokasi KKN, sehingga mahasiswa memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap masyarakat

  7. Menyiapkan calon pemimpin bangsa yang berpihak kepada kejujuran, keadilan, dan kebenaran.

  1.3.2. Tujuan Khusus

  Sebagai bagian dari program pengabdian kepada masyarakat maka KKN PKM memiliki tujuan khusus sebagai berikut:

  1. Meningkatkan empati dan kepedulian mahasiswa.

  2. Melaksanakan terapan Ipteks, seni dan budaya secara teamwork dan interdisipliner kepada masyarakat.

  3. Melatih dan menanamkan nilai kepribadian mahasiswa Nasionalisme dan jiwa Pancasila

  Keuletan, etos kerja dan tangung jawab Kemandirian, kepemimpinan dan kewirausahaan

  • Meningkatkan daya saing nasional
  • Menanamkan jiwa peneliti - Eksploratif dan analisis - Mendorong learning community dan learning society. -

  4. Melatih mahasiswa dalam memecahkan masalah pembangunan di masyarakat, serta menggali berbagai kondisi masyarakat sebagai umpan balik (feed back) bagi universitas dalam pengembangan tridharma perguruan tinggi.

  5. Melatih mahasiswa dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi suatu program di masyarakat.

  1.3.3. Khalayak Sasaran

  Sasaran KKN PKM adalah masyarakat umum mulai pranata sosial yang kecil (RT, RW, Lingkungan, dan desa/kelurahan), masyarakat industri terutama kelompok pengusaha mikro, kecil dan menengah, pemerintah daerah.

  1.3.4. Manfaat

  KKN PKM diharapkan dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa, masyarakat dan pemerintah daerah, perguruan tinggi sebagai berikut :

  (1) Mahasiswa

  a. Memperdalam pengertian terhadap cara berfikir dan bekerja secara interdisipliner c. Memperdalam pengertian dan penghayatan mahasiswa terhadap seluk beluk keseluruhan dari masalah pembangunan dan perkembangan masyarakat.

  d. Mendewasakan cara berfikir serta meningkatkan daya penalaran mahasiswa dalam melakukan penelaahan, perumusan dan pemecahan masalah secara pragmatis ilmiah.

  e. Memberikan keterampilan kepada mahasiswa untuk melaksanakan pembangunan dan pengembangan masyarakat berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni secara interdisilipliner atau antar sektor.

  f. Membina mahasiswa menjadi motivator, dinamisator dan problem solver

  g. Memberikan pengalaman belajar sebagai kader pembangunan sehingga terbentuk sikap dan rasa cinta terhadap kemajuan masyarakat h. Melalui pengalaman bekerja dalam melakukan penelaahan, merumuskan dan memecahkan masalah secara langsung akan lebih menumbuhkan sifat profesionalisme pada diri mahasiswa dalam arti peningkatan keahlian, tanggung jawab maupun rasa kesejawatan

  (2) Masyarakat, Mitra dan Pemerintah Daerah

  a. Memperoleh bantuan pemikiran, tenaga, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan b. Memperoleh cara-cara baru yang dibutuhkan untuk merencanakan, merumuskan dan melaksanakan pembangunan c. Memperoleh pengalaman dalam menggali serta menumbuhkan potensi swadaya masyarakat sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan d. Terbentuknya kader-kader penerus pembangunan di dalam masyarakat sehingga terjamin kelanjutan upaya pembangunan e. Memanfaatkan bantuan pemikiran mahasiswa dalam melaksanakan program dan proyek pembangunan yang berada di bawah tanggung jawabnya.

  f. Memajukan institusi

  g. Menjadikan dunia industri sebagai subyek transfer knowledge melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

  h. Terbentuknya link and mach antara dunia pendidikan tinggi dengan dunia usaha/industri sebagai stakeholder. i. Terciptanya sinergitas dalam penerapan inovasi baru bagi kalangan dunia industri sebagai alternatif dalam pemecahan masalah. J. Dapat membantu dunia industri dalam mengatasi masalah administratif maupun yang bersifat managerial. k. Mengembangkan dan memajukan industri

  (3) Perguruan Tinggi

  a. Memperoleh umpan baik sebagai hasil pengintegrasian mahasiswanya dengan proses pembangunan ditengah-tengah masyarakat sehingga kurikulum, materi perkuliahan dan pembangunan ilmu pengetahuan yang diasuh diperguruan tinggi dapat lebih disesuaikan c. Memperoleh hasil kegiatan mahasiswa, dapat menelaah dan merumuskan keadaan/ kondisi masyarakat yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta dapat mendiagnosa secara tepat kebutuhan masyarakat sehingga ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diamalkan dapat sesuai dengan tuntutan nyata d. Meningkatkan, memperluas dan mempererat kerjasama dengan instansi terkait atau departemen lain melalui kerjasama mahasiswa yang melaksanakan KKN.

BAB II PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

2.1. Pengertian dan Hakikat Pemberdayaan Masyarakat

  Istilah pemberdayaan (empowerment) bukanlah istilah baru dikalangan LSM, akademisi, organisasi sosial kemasyarakatan, bahkan pemerintah seklipun. Ia muncul hampir bersamaan dengan adanya kesadaran akan perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Diasumsikan bahwa kegiatan pembangunan itu mestinya mampu merangsang proses pemandirian masyarakat (self sustaining process). Dan ada hipotesis bahwa tanpa partisipasi masyarakat niscaya tidak akan diperoleh kemajuan yang berarti dalam proses pemandirian tersebut. Adanya gagasan bahwa partisipasi masyarakat itu seyogyanya merefleksikan pemandirian bukanlah tanpa alasan. Diasumsikan tanpa adanya pemandirian maka suatu bentuk partisipasi masyarakat itu tidak lain adalah proses mobilisasi belaka.

  Dalam tataran konseptual istilah pemberdayaan itu nampaknya tidak ada persoalan untuk dapat dicerna. Ia berkait erat dengan proses transformasi sosial, ekonomi, politik dan budaya. Per definisi, pemberdayaan ialah proses penumbuhan kekuasaan dan kemampuan diri

  

dari kelompok masyarakat yang miskin/lemah, terpinggirkan, dan tertindas. Melalui proses

  pemberdayaan diasumsikan bahwa kelompok masyarakat dari strata sosial terendah sekali pun bisa saja terangkat dan muncul menjadi bagian dari lapisan masyarakat menengah dan atas. Ini akan terjadi bila mereka bukan saja diberi kesempatan akan tetapi mendapatkan bantuan atau terfasilitasi pihak lain yang memiliki komitmen untuk itu. Kelompok miskin di pedesaan misalnya, niscaya tidak akan mampu melakukan proses pemberdayaan sendiri tanpa bantuan atau fasilitasi pihak lain. Harus ada sekelompok orang atau suatu institusi yang bertindak sebagai pemicu keberdayaan (enabler) bagi mereka.

  Pemberdayaan Masyarakat dengan demikian sama sekali berbeda dengan apa yang biasa disebut dengan pendekatan karitatif (memberi bantuan dengan dasar belas kasihan) dan pengembangan masyarakat (community development) yang biasanya berisi pembinaan, penyuluhan, bantuan teknis dan menejemen serta mendorong keswadayaan. Dua pendekatan ini biasanya berupa intervensi dari orang luar yang mengambil inisiatif, memutuskan dan melakukan sesuai pikirannya sendiri. Masyarakat 'diikutkan' sebagai obyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai pembina, penyuluh, pembimbing dan pemberi bantuan.

  Pemberdayaan adalah proses dari, oleh dan untuk masyarakat, di mana masyarakat didampingi/difasilitasi dalam mengambil keputusan dan berinisiatif sendiri agar mereka lebih mandiri dalam pengembangan dan peningkatan taraf hidupnya. Masyarakat adalah subyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai fasilitator.

  Memahami konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar berarti menempatkan rakyat beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pembangunan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Pemberdayaan masyarakat sebenarnya bukan saja berupa tuntutan atas pembagian secara adil aset ekonomi tetapi juga merupakan keniscayaan ideologis dengan semangat meruntuhkan dominasi-dominasi birokrasi dalam mengatur dan menentukan berbagai bidang kehidupan rakyat.

  Pemberdayaan masyarakat dimasa sekarang mempunyai kendala yang sangat komplek mau gagasan pemberdayaan rakyat harus dibarengi dengan perubahan kultural ditingkat perilaku politik terutama perilaku birokrasi dan legislatif. (Adi Sasono, 1998).

  Berangkat dari pengertian diatas, dapatlah dimengerti bahwa hakikat pemberdeayaan adalah upaya melepaskan berbagai bentuk dominasi budaya, tekanan politik, eksploitasi

  

ekonomi, yang menghalangi upaya masyarakat menentukan masalahnya sendiri serta upaya-

upaya mengatasinya.

2.2. Partisipasi Sebagai Dasar Pemberdayaan Masyarakat

  Elemen dasar proses pemberdayaan masyarakat adalah: partispasi dan mobilisasi sosial (social mobilisation). Disebabkan lemahnya pendidikan, ekonomi dan segala kekurangan yang dimiliki, penduduk miskin secara umum tidak dapat diharapkan dapat mengorganisir diri mereka tanpa bantuan dari luar. Hal yang sangat esensial dari partisipasi dan mobilisasi sosial ini adalah membangun kesadaran akan pentingnya mereka menjadi agen perubahan sosial.

  Partisipasi telah banyak ditafsirkan orang. Berbagai penafsiran itu antara lain sebagai beriut: 1. 'Dalam kaitannya dengan pembangunan pedesaan,. . . partisipasi berarti melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan program, pembagian manfaat dan keterlibatan mereka dalam upaya evaluasi program.' (Cohen dan Uphoff, 1977)

  2. ‘Partisipasi adalah dikaitkan dengan upaya terorganisir untuk meningkatkan kontrol terhadap sumberdaya dan lembaga-lembaga pembuat kebijakan.' (Pearse dan Stifel, 1979) 3. 'Partisipasi masyarakat adalah proses aktif yang dilakukan untuk mempengaruhi corak dan pelakanaan proyek-proyek pembangunan oleh masyarakat atas dasar pandangan yang menguntungkan bagi perbaikan kehidupan mereka, peningkatan pendapatan, perkembangan individu, dan keswadayaan atau nilai-nilai lain yang mereka hargai.' (Paul, 1987)

  4. 'Partisipasi dapat diartikan sebagai proses pemberdayaan kelompok masyarakat yang tertinggal dan terpinggirkan. Pandangan ini didasarkan pada pengakuan atas perbedaan- perbedaan dalam kekuatan ekonomi dan politik diantara kelompok-kelompok dan klas sosial yang berbeda. Partisipasi dalam hal ini merupakan kreasi dari organisasi-organisasi kelompok miskin yang demokratis, independen dan mandiri.' (Ghai, 1990)

  5. 'Pembangunan yang partisipatif mencirikan kerjasama (partnership) yang didasarkan atas dialog diantara para pelaku, dimana semua agenda disusun bersama, dan pandangan lokal serta pangalaman-pengalaman asli dihormati dan di perjuangkan. Ini lebih merupakan negosiasi dari sekedar dominasi dari kekuatan eksternal yang menyusun agenda proyek. Sehingga rakyat menjadi pelaku dan tidak sekedar penerima manfaat.' (OECD, 1994). 6. 'Partisipasi adalah sebuah proses dimana stakeholders mempengaruhi dan mengontrol inisiatif pembangunan, pengambilan keputusan dan sumberdaya yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka.' (World Bank, 1994).

  Dari penafsiran atas partisipasi tersebut, dapatlah di simpulkan bahwa situasi partisipatif akan dapat terjadi bila : a) Manipulasi dapat dihindari dengan menjauhkan proses indoktrinasi dari yang kuat kepada yang lemah. c) Ada komunikasi timbal balik dimana stakehoilder mempunyai kesempatan untuk menyatakan perhatian dan pikirannya sungguhpun tidak mesti pikiran mereka akan digunakan

  d) Stakeholder berinteraksi untuk saling memahami untuk membangun konsensus melalui proses negosiasi.

  e) Pengambilan keputusan dilakukan secara kolektif.

  f) Adanya pemahaman dan pembagian resiko diantara stakeholders.

  g) Adanya kerjasama (Partnership) untuk mencapai tujuan bersama.

  h) Pengelolaan bersama (Self-management) diantara stakeholders.

  (diadopsi dari UNCDF, 1996) .

2.3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat

  Uraian diatas memberikan penjelasan bahwa peristiwa pembangunan tidaklah cukup dipahami sebagai peristiwa ekonomi ansih. Setiap peristiwa pembangunan selalu memiliki dimensi ekonomi, politik, dan budaya. Oleh karena itu dapat dipahami mengapa berbagai upaya yang hanya berdimensi ekonomi selalu menemui kekagagalan dan tidak membawa perubahan yang cukup berarti. Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan jalan yang panjang dan penuh tantangan baik internal maupun eksternal. Hanya dengan komitmen yang kuat dan keberpihakan terhadap rakyat yang tulus serta upaya yang sungguh-sungguh pemberdayaan masyarakat dapat dikembangkan.

  Pemberdayaan masyarakat membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, legislatif, para pelaku ekonomi, rakyat, lembaga-lembaga pendidikan serta organisasi-organisasi non pemerintah. Cara kerja yang langsung berhubungan dengan masyarakat dilapis bawah memberikan peluang yang luas untuk menggerakkan dan melancarkan proses belajar masyarakat dalam membangun kehidupannya melalui kerja-kerja konkrit dan melalui uji coba-uji coba dalam skala mikro, kecil dan menengah. Dalam kaitan ini fasilitator pemberdayaan masayarakat memiliki peran penting dan strategis. Fasilitator bukanlah pekerja ansih yang bekerja dengan model “tukang” tetapi mereka adalah aktivis yang bekerja penuh komitmen dan kreativitas serta memiliki semangat tinggi membantu masyarakat belajar membebasakan dirinya dari segala bentuk dominasi yang memiskinan dan dan membodohkan.

  Tugas utama fasilitator pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan pembelajaran bagi masyarakat lokal untuk membangun tingkat kemandirian dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Bersamaan dengan itu, membangun kesadaran kritis masyarakat terhadap berbagai format ekonomi-politik yang berlangsung secara mapan dibarengi dengan memperkuat kemampuan masyarakat untuk berdialog sehingga mempunyai kapasitas transaksional dan diharapkan bisa mengambil posisi tawar yang kuat dengan kekuatan lain. Upaya-upaya itu harus disertai dengan menggalang kemampuan untuk membetuk aliansi strategis dengan kekuatan-kekuatan lain agar mampu mempengaruhi perubahan- perubahan kebijakan yang lebih menguntungkan bagi kehidupan mereka.

  Berdasar uraian tersebut, maka upaya pemberdayaan masyarakat haruslah melibatkan beberapa pendekatan dan strategi sebagai berikut:

a. Memulai dengan tindakan mikro . Proses pembelajaran rakyat harus dimulai dengan tindakan

  

b. Membangun kembali kelembagaan rakyat. Peran serta masyarakat menjadi keniscayaan

  bagi semua upaya pemberdayaan masyarakat. Peran serta masyarakat secara teknis membutuhkan munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri.

  

c. Pengembangan kesadaran rakyat . Karena peristiwa ekonomi juga merupakan peristiwa

  politik atau lebih dikenal politik ekonomi, maka tindakan yang hanya ber-orientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai. Yang diperlukan adalah tindakan politik yang berasis pada kesadaran rakyat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. Pendidikan alternatif dan kritis merupakan pendekatan yang sangat penting sebagai upaya membangun kesadaran rakyat.

  

d. Redistribusi sumberdaya ekonomi merupakan syarat pokok pemberdayaan rakyat .

  Redistribusi aset bukanlah sejenis hibah. Tapi merupakan keikutsertaan dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya ekonomi nasional serta pendayagunaannya dengan segala resiko dan keuntungan yang akan dihadapi.

  

e. Menerapkan model pembangunan berkelanjutan . Sudah tidak jamannya lagi

  mempertentangkan pendekatan ekonomi dan lingkungan. Memperpanjang perdebatan masalah ini akan memperpanjang deretan kerusakan sumberdaya lingkungan yang mengancam terhadap proses pembangunan itu sendiri. Yang harus diwujudkan adalah setiap peristiwa pembangunan harus mampu secara terus menerus mengkonservasi daya dukung lingkungan. Dengan demikian daya dukung lingkungan akan dapat dipertahankan untuk mendukung pembangunan.

  

f. Kontrol kebijakan dan advokasi . Upaya menciptakan sistem ekonomi modern dan

  meninggalkan sistem ekonomi primitif (primitive capitalisme) haruslah didukung oleh berbagai kebijakan politik yang memadai oleh pemerintah. Agar kebijakan pemerintah benar- benar mendukung terhadap upaya pemberdayaan rakyat maka kekuasaan pemerintahan harus dikontrol. Setiap kebijakan yang bertentangan dengan upaya pemberdayaan rakyat haruslah diadvokasi. Untuk ini sangatlah penting munculnya kelompok penekan yang melakukan peran kontrol terhadap kebijakan.

  

g. Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah ). Ini

merupakan upaya untuk menggeret gerbong ekonomi agar ekonomi rakyat kembali bergerak.

  Yang dimaksud produk strategis (unggulan) di sini tidak hanya produksi yang ada di masyarakat laku di pasaran, tetapi juga unggul dalam hal bahan baku dan teknis produksinya, serta memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi.

  

h. Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan.

  Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan masayarakat dalam skala besar disamping keragaman model yang didasarkan atas keunggulan antara kawasan satu dengan lainnya. Lebih lanjut akan memungkinkan terjadinya kerjasama antar kawasan yang lebih produktif.

i. Mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis . Perlu dipahami bersama bahwa desakan

  menggerakkan proses pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka sangat penting untuk dikembangkan.

  

j. Membangun jaringan ekonomi strategis . Jaringan ekonomi strategis akan berfungsi untuk

  mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok ekonomi satu dengan lainnya baik dalam bidang produksi, pemasaran, teknologi dan permodalan. Disamping itu jaringan strategis juga akan berfungsi sebagai media pembelajaran rakyat dalam berbagai aspek dan advokasi.

2.4 Peran Komunitas Riset dan Pemberdayaan Masyarakat

  Beberapa isu strategis berikut mungkin penting untuk diperhatikan oleh komunitas riset dan pemberdayaan masyarakat : a. Membangun wacana publik bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Hal ini penting mengingat dalam perubahan-perubahan kedepan situasi konflik akan terus mewarnai proses perubahan masyarakat dan hal ini tidak mungkin dihindari sebagai proses yang wajar menuju demokrasi; b. Mengembangkan model pembangunan yang benar-benar berbasis pada sumberdaya lokal dan keilmuan lokal; c. Membangun basis-basis pengembangan keilmuan yang benar-benar relevan bagi kebutuhan masyarakat disatu sisi dan dalam rangka merespon perubahan global yang sangat dinamis disisi lain.

  d. Mengembangkan pusat-pusat belajar masyarakat (community learning center). Hal ini sangat penting kaitannya dengan penyiapan sumberdaya manusia.

  e. Membantu pengembangan studi-studi kebijakan baik tingkat lokal, nasional maupun internasional dalam rangka policy reform.

  Untuk dapat menggarap isyu-isyu strategis tersebut sangat diperlukan perubahan pandangan yang lebih terbuka dari komunitas riset dan pemberdayaan masyarakat untuk membangun kerjasama-kerjasama strategis dengan kekuatan-kekuatan lain seperti pemerintah, legislatif, pengusaha, organisasi-organisasi sosial, LSM baik pada level lokal, nasional maupun internasional.

  Dalam kaitan dengan pengembangan partisipasi rakyat, komunitas riset dan pemberdayaan masayrakat harus benar-benar memahami konsep Participatory Research (PR), yang dikembangkan dari pengalaman “Popular Education” dan “Grass-roots Activism” yang telah terbukti benar-benar bermanfaat. Dasar pemikiran PR adalah membangun kekuasaan rakyat (“popular power”) yakni mekanisme investigasi untuk membangun perlawanan terhadap kekuasaan (“counter-power”) dan perlawanan dominasi (“counter domination”) untuk menciptakan transformasi sosial dalam hubungannya dengan pencitaan ilmu pengetahuan rakyat (“production of people knowledge”). Gerakan pendidikan kritis ini lebih diarahkan untuk meningkatkan 'popular-power' sebagai jalan keluar masyarakat untuk membangun diri mereka sendiri (Faqih, 1993).

  Dari pengalaman dalam program-program popular education, terutama yang banyak dilakukan oleh NGO di Asia dan Amerika Latin, dan Afrika, dapatlah dikemukakan disini bahwa proses-proses kegiatan-kegiatan tersebut antara lain meliputi :

  4. Mengatasi masalah-masalah ketidakadilan dan ketimpangn internal;

  5. Mendorong kelompok-kelompok sosial untuk menentukan tujuan-tujuan dan rencana- rencana lebih jauh dan lebih besar,

  6. Mengembangkan aksi-aksi penelitian kritis lebih luas,

  7. Membangun kerjasama-kerjasama antar kelompok-kelompok lokal;

  8. Membangun ketrampilan komunikasi yang lebih luas;

  9. Membangun jaringan dengan intelektual dan politik yang kritis dan memiliki kepedulian;

  10.Meningkatkan kemampuan dalam mengontrol manipulasi dan penyimpangan-penyimpangan politik oleh penguasa; dan

  11.Mengembangkan strategi-strategi politik; 12.Mempengaruhi dan mewarnai keputusan dan kebijakan.

  Tahapan terebut tidak senantiasa berjalan linier dan sistematis. Implementasinya sangat ditentukan oleh proses-proses yang diciptakan oleh masyarakat sendiri.

  3.1 Pengertian IPM

  Pembangunan Manusia adalah pembangunan manusia seutuhnya, bernilai hakiki dan sangat kompleks arti harfiahnya. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan pembangunan manusia adalah upaya-upaya menciptakan manusia yang berpengetahuan sebagai refleksi tingkat capaian sumber daya manusia yang berkualitas, hidup sehat dan berusia panjang sehingga mampu beraktifitas secara ekonomi untuk meperoleh penghasilan yang layak dan pada akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik.

  Indeks Pembangunan Manusia adalah indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen dasar yaitu indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli. Indeks Pembangunan Manusia akan mempunyai makna apabila hasil penghitungan indeks kompositnya yang berupa besaran tertentu dipadukan ke dalam tabel standard yang berisi ukuran status atau klasifikasi. Artinya berapa besar IPM suatu daerah dibandingkan dengan tabel standar.

  Indeks pendidikan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Indeks pendidikan juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks pendidikan merupakan derajat pendidikan yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang pendidikan.

  Indeks kesehatan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Indeks kesehatan juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks kesehatan merupakan derajat kesehatan yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan.

  Indeks daya beli didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial ekonomi. Indeks daya beli juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Indeks daya beli merupakan derajat kesejahteraan sosial ekonomi yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang ekonomi.

  Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan kategori sebagai berikut :

  • – Tinggi : IPM lebih dari 80,0
  • – Menengah Atas : IPM antara 66,0 – 79,9
  • – Menengah Bawah : IPM antara 50,0 – 65,9
  • – Rendah : IPM kurang dari 50,0

  3.2 Konsep Penghitungan IPM

  IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living).

1. Usia Hidup

  Pembangunan manusia harus lebih mengupayakan agar penduduk dapat mencapai dinilai tidak peka bagi negara-negara industri yang telah maju. Seperti halnya IMR, e0 sebenarnya merefleksikan keseluruhan tingkat pembangunan dan bukan hanya bidang kesehatan. Di Indonesia eo dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup dan rata-rata anak yang masih hidup.

  2. Pengetahuan

  Selain usia hidup, pengetahun juga diakui secara luas sebagai unsur mendasar dari pembangunan manusia. Dengan pertimbangan ketersediaan data, pengetahuan diukur dengan dua indikator yaitu angka melek huruf (Literacy Rate) dan rata-rata lama sekolah (Mean Years School).

  3. Standar Hidup Layak

  Selain usia hidup, dan pengetahuan unsur dasar pembangunan manusia yang diakui secara luas adalah standar hidup layak. Banyak indikator alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur unsur ini. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara internasional UNDP, memilih GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto) per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai indikator hidup layak. Berbeda dengan indikator untuk kedua unsur IPM lainnya, indikator standar hidup layak diakui sebagai indikator input, bukan indikator dampak, sehingga sebenarnya kurang sesuai sebagai unsur IPM. Walaupun demikian UNDP tetap mempertahankannya karena indikator lain yang sesuai tidak tersedia secara global. Selain itu, dipertahankannya indikator input juga merupakan argumen bahwa selain usia hidup dan pengetahuan masih banyak variabel input yang pantas diperhitungkan dalam perhitungan IPM. Dilemanya, memasukkan banyak variabel atau indikator akan menyebabkan indikator komposit menjadi tidak sederhana. Dengan alasan itu maka GDP riil per kapita yang telah disesuaikan dianggap mewakili indikator input IPM lainnya.

  Beberapa tahapan dalam penghitungan IPM dapat dijelaskan sebagai berikut : Tahap pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (Indeks Harapan Hidup = X1, Pengetahuan = X2 dan Standar Hidup Layak = X3).

  Indeks (Xi) = (Xi – Xmin)/(Xmaks – Xmin) Dimana : Xi : Indikator komponen pembangunan manusia ke-i, i= 1,2,3 Xmin : Nilai minimum Xi Xmaks : Nilai Maksimum Xi Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Indikator Komponen IPM

  Tahapan kedua perhitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing- masing indeks Xi dengan rumus:

  IPM = {X1 + X2 + X3} / 3 dimana : X1 = Indeks Angka Harapan Hidup X2 = 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-rata Lama Sekolah)

  Tabel 1. Perhitungan IPM Tahap ketiga adalah menghitung Reduksi Shortfall, yang digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan nilai IPM dalam suatu kurun waktu tertentu. r = { (IPM t+n – IPM t)/(IPM ideal – IPM t) x 100 }1/n Dimana:

  IPMt = IPM pada tahun t

  IPMt+n = IPM pada tahun t+n

  IPM ideal = 100

3.3 Data IPM Kota dan Kabupaten Jawa Barat

  Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Barat tahun 2010 – 2014, IPM Jawa Barat walaupun tidak signifikan mengalami peningkatan pada tahun 2014 mencapai 68.80, tampak pada tabel berikut : Tabel 2. IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dan Tahun 2010-2014

  No

  IPM Prov/Kab/Kota

. 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014

  1 Kota Bandung 77.49 78.13 78.30 78.55 78.98

  2 Kota Bekasi 76.77 77.48 77.71 78.63 78.84

  3 Kota Depok 76.66 76.96 77.28 78.27 78.58

  4 Kota Cimahi 73.76 74.41 74.99 75.85 76.06

  5 Kota Bogor 71.25 71.72 72.25 72.86 73.10

  6 Kota Cirebon 70.74 71.49 71.97 72.27 72.93

  7 Kota Sukabumi 67.94 68.67 69.74 70.81 71.19

  8 Bekasi 67.58 68.66 69.38 70.09 70.51

  9 Bandung 67.28 67.78 68.13 68.58 69.06

  10 Kota Tasikmalaya 66.58 67.18 67.84 68.63 69.04

  11 JAWA BARAT 66.15 66.67 67.32 68.25 68.80

  12 Sumedang 66.04 66.16 67.36 68.47 68.76

  13 Kota Banjar 66.81 67.15 67.53 68.01 68.34

  14 Ciamis 64.64 65.48 66.29 67.20 67.64

  15 Bogor 64.35 64.78 65.66 66.74 67.36

  20 Cirebon 63.64 64.17 64.48 65.06 65.53

  21 Pangandaran 64.73 65.29

  22 Bandung Barat 61.34 62.36 63.17 63.93 64.27

  23 Sukabumi 60.69 61.14 62.27 63.63 64.07

  24 Majalengka 62.30 62.67 63.13 63.71 64.07

  25 Indramayu 60.86 61.47 62.09 62.98 63.55

  26 Tasikmalaya 60.21 61.05 61.69 62.40 62.79

  27 Garut 60.23 60.55 61.04 61.67 62.23

  28 Cianjur 58.58 59.38 60.28 61.68 62.08

  Sumber : BPS Jawa Barat, 2015

  Dilihat dari pencapaian IPM setiap kabupaten/ kota, kabupaten/ kota tempat dilaksanakanya KKN yaitu Cirebon, Kuningan dan Majalengka masih termasuk pada golongan kabupaten/ kota dengan kategori IPM rendah.

BAB IV PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

5.1. Pembangunan Masyarakat Desa

  Prasyarat yang perlu diketahui untuk memberdayakan masyarakat desa adalah realita kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan masyarakat desa itu. Adapun kekuatan-kekuatan masyarakat desa meliputi :

  a. Secara kuantitas desa kaya akan SDM dan SDA

  b. Masyarakat desa memiliki jiwa kekeluargaan dan kegotongroyongan yang kuat, menjunjung tinggi semangat kebersamaan berdasarkan prinsip musyawarah dan mufakat c. Masyarakat desa sangat religius, berperilaku sesuai dengan norma-norma agama yang dianut sehingga mereka lebih jujur, sabar dan ulet d. Menghargai atau patuh terhadap pimpinan baik formal maupun nonformal

  e. Menjunjung tinggi dan mempertahankan tradisi sehingga mereka kurang terbuka terhadap perubahan f. Masyarakat desa mudah diajak kerja sama untuk membangun desa, terutama pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah- masalah keseharian mereka. Kelemahan-kelemahan masyarakat pedesaan itu meliputi: (1) Kelemahan yang mendasar adalah rendahnya kualitas SDM. Tingkat pendidikan mereka sangat rendah. Akibatnya, masyarakat desa menjadi tidak berdaya memanfaatkan atau memobiliser SDA untuk meningkatkan kesejahteraannya. Karena itu, peranan pendidikan terutama pendidikan nonformal menduduki posisi kunci untuk membekali masyarakat desa dengan pengetahuan yang praktis, sikap mental yang baik, dan keterampilan yang handal sehingga mereka mampu melaksanakan pembangunan secara efektif. Sisi lain yang berkaitan dengan penyebab rendahnya kualitas SDM di pedesaan adalah terjadinya arus urbanisasi angkatan kerja muda yang memiliki pola pikir dinamis dan rasional untuk bekerja pada industri-industri yang dipusatkan di kota. Akibatnya, SDM yang tinggal di desa adalah mereka yang pola pikirnya statis, tradisional, dan sulit mengadopsi inovasi. Masalah urbanisasi yang tinggi di Indonesia terjadi akibat pemerintah kurang mengutamakan pembangunan industri pedesaan yang berbasis pada sektor pertanian. Tentu saja solusi yang tepat adalah pendekatan desentralisasi, yaitu pembangunan industri pedesaan yang sekaligus mampu meningkatkan pendapatan dan membuka peluang kerja baru di pedesaan. Korea Selatan dan RRC mampu membangun industri maju, setelah mereka berhasil mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan di pedesaan melalui pembangunan industri pedesaan. (2) Kemiskinan primer, yaitu suatu keadaan di mana penghasilan yang mereka peroleh dari hasil usaha tani tidak cukup memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok untuk hidup sebagai manusia yang layak. Kesempatan kerja di luar sektor pertanian hampir tidak ada di pedesaan. Jumlah anak putus sekolah dan masyarakat yang tidak bisa baca tulis semakin besar seiring dengan

  (3) Posisi tawar masyarakat desa sangat lemah terutama waktu menjual hasil produsi usaha tani. Mereka selalu di dalam posisi yang dirugikan dan menjadikan mereka semakin miskin dan tidak berdaya. (4) Masyarakat desa tidak mau atau sering menolak inovasi, kalaupun ada hanya terbatas pada beberapa orang saja. Hal ini berhubungan dengan kehidupan mereka yang terikat pada tradisi. Mereka lebih yakin bahwa apa yang mereka miliki adalah yang terbaik. Pola pikir mereka sangat lokalit.

  Arthur Dunham (1958) merumuskan pembangunan masyarakat desa sebagai :

  

“organized efforts to improve the conditions of community life, primarily through the

enlistment of self-help and cooperative effort from the villagers, but with technical

assistance from government or voluntary organization.”

  Terdapat tiga ciri pokok pembangunan masyarakat desa, yaitu: pertama, adanya usaha-usaha yang terorganisir untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat; kedua, adanya peningkatan usaha kerjasama dan gotong royong dalam melaksanakan pembangunan; ketiga, pembangunan masyarakat desa memerlukan bantuan teknis dari pemerintah dan organisasi sukarela.

  Lebih lanjut Dunham mengemukakan empat unsur pembangunan masyarakat desa yaitu: a) a plan program with a focus on the total needs of the village community; b)

  

technical assistance; c) integrating various specialties for the help of the commnunity; and

d) a major emphasis upon self-help and participation by the residents of the community.

  Keempat unsur di atas menekankan bahwa pembangunan masyarakat desa adalah suatu program yang terencana, berfokus pada kebutuhan masyarakat, memerlukan bantuan teknis dari para ahli dari berbagai bidang, dan mengutamakan kegiatan-kegiatan gotong royong untuk menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan.

  Pembangunan masyarakat desa menjadi penting pada saat ini, karena Indonesia adalah negara agraris, mayoritas penduduk tinggal di desa, di mana kehidupan sosial dan ekonominya tergantung pada usaha tani tradisional. Modernisasi pertanian perlu mendapat prioritas untuk meningkatkan produksi pertanian dan kualitas hidup masyarakat desa.

  Bertitik tolak dari tujuan pembangunan masyarakat desa di atas, Einsidiel (1968) mengemukakan beberapa kriteria dari proyek-proyek pembangunan masyarakat desa yang berhasil dan efektif sebagai berikut.

  (1) that the project was a choice of the people, based on their felt needs;

(2) that the project involved the active participation of the people in working toward a

solution of these needs; (3) that the project enhanced the lives of the people and the whole community;

  

(4) that the project initiated and established good working relationship among the

technical field worker; (5) that the project developed positive and favorable attitudes among the people

  (6) that the project generated community spirit in the process; (7) that the project encouraged the people toward self-reliance and self-help.

  Hakikat otonomi daerah adalah mendidik masyarakat agar lebih berdaya, mampu bersaing dalam konteks kerjasama, dan profesional. Masyarakat desa harus memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk melaksanakan pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan (2000) yang menekankan: “Hal-hal yang sudah dapat dilaksanakan oleh masyarakat perlu segera diserahkan pelaksanaannya kepada masyarakat. Yang belum dapat dilakukan masyarakat dilakukan oleh pemerintah, dengan tetap berpedoman bahwa suatu saat harus dapat dan segera dilakukan sendiri oleh masyarakat”.

  Membangun desa dengan karakteristik yang berbeda bukanlah masalah yang sederhana. Membangun desa adalah membangun manusia dengan segala hak dan kewajibannya yang perlu mendapat perhatian. Karena itu, untuk mencapai tujuan, maka pembangunan desa perlu berpedoman pada visi yang jelas.