Resolution Dispute Boundary “Ulayat Nagari” Between People in Nagari Muaro Pingai and People Nagari Saningbakar Kabupaten Solok.

Resolution Dispute Boundary “Ulayat Nagari” Between People in Nagari
Muaro Pingai and People Nagari Saningbakar Kabupaten Solok
By : ZUSMELIA MS
Abstract
Land and customary law people in Indonesia especially Minangkabau
peoples have relate between some and other. Relation is on people and law, and it
will make some rights of land are part of peoples dynamics, so the dispute cases
are universal social indication and have found in peoples live.
The problem which are studied in this thesis is How the way which have
found to get the resolution dispute boundary “Ulayat Nagari” between people in
Nagari Muaro Pingai and people Nagari Saningbakar Kabupaten Solok, are the
resolution dispute boundary “Ulayat Nagari” between both of the country which
are done have been satisfied every people.
The research which is done to accumulate the important data, where
sociolegal research with planing the research by study case. Meanly, some event
to be analyze unit in this research is dispute case boundary “Ulayat Nagari”
between people of Nagari Muaro Pingai and Nagari Saningbakar Kabupaten
Solok. Technique accumulate data are done by interview and documents study.
The data is analyze qualitatively.
From the result can be conclude that in early, dispute boundary “Ulayat
Nagari” between people in Nagari Muaro Pingai Kecamatan Junjung Sirih with

people of Nagari Saningbakar Kecamatan X Koto Singkarak can be finished with
this discussion between prominent figure both of country. Than, finishing disputed
boundary this “Ulayat Nagari” are given to Kabupaten Solok Government. In this
case Government of Kabupaten Solok to be facilitator and mediator. Until now,
more than 18 times discussion but dispute boundary still have not be able to
finished. Finishing dispute boundary between Nagari Muaro Pingai Kecamatan
Junjung Sirih and Nagari Saningbakar is there is no agreement are have not
finished. The process finish dispute that have tried by Government this country
during the last have can be been satisfied the people who are problem.
Pendahuluan
Tiap manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri.
Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain,
mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk memperoleh
keperluan hidupnya. Di dalam memenuhi keperluan hidup sehari-hari, seringkali
keperluan itu searah serta sepadan satu sama lain sehingga kerjasama tujuan
manusia untuk memenuhi keperluan itu akan lebih mudah dan lekas tercapai.
Tetapi, kepentingan-kepentingan itu seringkali pula berlainan bahkan ada juga
bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu

keserasian hidup bersama. Dalam hal ini orang atau golongan yang kuat menindas

orang atau golongan yang lemah untuk menekankan kehendaknya. Apabila
ketidak-seimbangan hubungan masyarakat yang meningkat pada perselisihan
tersebut dibiarkan, maka akan menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Oleh
karena itu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut harus memperhatikan
kaedah-kaedah, norma-norma ataupun peraturan-peraturan yang ada dalam
masyarakat tersebut.
Bilamana orang melihat sejarah perkembangan masyarakat, biasanya
orang merujuk pada teori evolusi sosial ekonomi masyarakat, di mana teori
tersebut membagi masyarakat menjadi tiga kelompok. Pertama, masyarakat yang
memiliki struktur sosial sederhana di mana warganya hidup berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat lain (nomaden). Kedua, masyarakat yang warganya telah
mengenal pertanian di mana mereka hidup secara menetap di suatu tempat.
Ketiga, masyarakat yang warganya hidup menetap dengan teknologi modern. 1
Konflik dan sengketa bisa terjadi di manapun, kapanpun, dan dalam
masalah apapun di dalam masyarakat. Dalam konteks konflik, setiap kategori
masyarakat tersebut memiliki manajemen konflik yang satu sama lain berbeda
penekanannya. Pada masyarakat sederhana, warga sering menciptakan upaya
penyelesaian

perselisihan


dengan

cara

kekerasan

seperti

peperangan,

pembunuhan. Pada masyarakat jenis kedua biasanya konflik atau perselisihanperselisihan lainnya diselesaikan dengan cara musyawarah dengan tujuan
perdamaian. Kemudian, pada masyarakat yang ketiga yaitu masyarakat yang
kompleks, upaya penyelesaian konflik juga diupayakan dengan musyawarah
namun berbagai cara yang di negara-negara maju biasa disebut Alternative
Dispute Resolution (ADR). 2
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) proses. Proses
penyelesaian sengketa tertua melalui proses litigasi di dalam pengadilan,
kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerjasama
(kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang

1

2

Ade Saptomo, 2005, “Studi Komparasi Lembaga Penyelesaian Sengketa”, Working Paper
Sosiologi Andalas Vol VII No 5 Mei 2005, hal 1.
Ibid.

bersifat adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama,
cenderung

menimbulkan

masalah

baru,

lambat

dalam


penyelesaiannya,

membutuhkan biaya mahal, tidak responsive dan menimbulkan permusuhan
diantara pihak yang bersengketa.
Orang tidak mudah menghapus citra bahwa dalam proses peradilan formal
umumnya memiliki kelemahan. Pertama, proses peradilan berlangsung atas dasar
permusuhan atau pertikaian antar pihak yang bersengketa mengingat pihak satu
diposisikan secara berseberangan dengan pihak lain. Proses peradilan demikian
tentu menghasilkan bentuk penyelesaian yang menempatkan antar pihak secara
tersubordinasi, dimana pihak satu sebagai pemenang dan sebaliknya pihak lain
sebagai pihak yang kalah. Kedua, proses peradilan berjalan atas dasar hukum
formal, statis, kaku dan baku. Akibat keformalan demikian ini menjadikan para
pihak yang bersengketa, biasanya lewat pengacara sering mempersoalkan jenjangjenjang hukum prosedural hingga memakan waktu panjang. Kondisi demikian
menyebabkan persoalan inti menjadi terabaikan atau setidak-tidaknya tertunda
akibat melarutkan diri dalam persoalan prosedural formal. Ketiga, proses
peradilan sering tidak mampu menangkap nilai-nilai sosial budaya yang muncul
dalam kasus sengketa akibat para hakim merujuk pada aturan-aturan baku.
Keempat, proses peradilan berjenjang-jenjang dari institusi pengadilan negeri,
pengadilan tinggi, dan institusi kasasi3, jika yang terakhir inipun putusan hukum

dirasakan tidak puas, maka yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan
kembali dengan catatan ditemukan bukti baru (novum). Sebaliknya, melalui
proses di luar pengadilan (non litigasi) menghasilkan kesepakatan yang bersifat
”win-win solution”, dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari
kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif,
menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan dan tetap
menjaga hubungan baik. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini umumnya
dinamakan dengan Alternative Dispute Resolution/ADR).4
3

4

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997, “Hukum Acara Perdata Dala Teori
dan Praktek”, Penerbit CV. Bandar Maju, Bandung, hal 163.
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung. 2003, hal 3.

Dengan penyelesaian sengketa secara alternatif ini, para pihak umumnya
merasa puas terhadap keputusan yang dihasilkan, karena dengan cara ini
perselisihan tidak menjadi konflik terbuka. Dalam hal ini, para pihak disarankan

untuk lebih menekankan pada musyawarah, konsensus menuju keharmonisan
sedemikian rupa sehingga cara-cara demikian dapat mempersingkat durasi waktu,
menekan jumlah biaya serta dapat langsung dilaksanakan.
Studi antropologi dan hukum di Indonesia mengungkapkan bahwa di
Indonesia berlaku pluralisme hukum (legal pluralism). Pluralisme hukum
mengacu pada adanya atau berlakunya berbagai tertib normatif yang tunduk pada
lebih dari satu sistem hukum dalam sebuah masyarakat.5 Di Indonesia sampai
sekarang berlaku 3 sistem hukum yang mempunyai corak dan sistem sendiri yaitu
sistem hukum adat, sistem hukum Islam dan sistem hukum nasional.
Dalam masyarakat Minangkabau misalnya, ada lembaga kerapatan adat
nagari. Bekerjanya lembaga perdamaian ini disemangati oleh budaya musyawarah
mufakat. Dalam musyawarah tersebut pihak-pihak yang berselisih dengan suka
rela melunakkan sikap dan pendapatnya dan pada saat yang sama ia sekaligus
menerima dan memahami pendapat pihak lain.
Kerapatan Adat Nagari berkedudukan sebagai lembaga perwakilan
permusyawaratan masyarakat adat tertinggi yang telah diwarisi secara turun
temurun sepanjang adat. Kerapatan Adat Nagari terdiri dari unsur-unsur penghulu
yang disebut Ninik-Mamak Pemangku Adat dalam Nagari. Kerapatan Adat
Nagarilah yang akan menghasilkan kata sepakat atau ”Tuah Sakato” yang akan
dijunjung tinggi oleh anak Nagari.6 Ini berarti bahwa Kerapatan Adat Nagari

memiliki peranan yang besar dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada
dalam suatu nagari di Minangkabau. Secara substansial kultur Indonesia
mengandung tema-tema budaya yang ada dalam alternative dispute resolution

5

6

Franz. Von. Benda- Beckmann, 1992,“Changing Legal Pluralism in Indonesia”, dalam
Yuridika No. 4 Tahun VII Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Juli-Agustus 1992, hal 1-2
sebagaimana dikutip oleh Adri, 2005, “Pelaksanaan Fungsi Kerapatan Adat Nagari Lubuk
Begalung dan Pauh IX Padang Dalam Penyelesaian Sengketa”, Tesis, hal 1
M. Rasjid Manggis Dt. Panghoeloe, dkk, Limpapeh Adat Minangkabau, Bukittinggi,
1975,
hal 11.

(ADR). Seperti di Minangkabau adalah bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek
mufakaik (bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat).
Tanah dan masyarakat hukum adat di Indonesia khususnya masyarakat
Minangkabau mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya.

Hubungan hukum antara masyarakat dengan tanah ini akan menciptakan suatu
hak untuk menggunakan, menguasai, memelihara dan sekaligus mempertahankan
hak tersebut bagi kelompok hukumnya atau kaumnya. Hak masyarakat atas tanah
ini merupakan hak asli dan utama dalam hukum tanah adat dan akan meliputi
tanah di lingkungan masyarakat hukum adat itu. Di samping hak masyarakat atas
tanah merupakan suatu sumber bagi hak atas tanah lainnya dalam suatu
masyarakat hukum adat dan juga dapat dipunyai oleh seluruh anggota masyarakat
hukum adat yang bersangkutan.
Masyarakat Minangkabau sebagai salah satu bagian dari sekian banyak
suku bangsa yang mendiami kepulauan Indonesia, hidup dalam lingkungan
hukum adat dengan ciri-ciri yang spesifik dan sekaligus sebagai pembeda antara
masyarakat hukum adat Minangkabau dengan masyarakat hukum adat lainnya di
Indonesia. Jika dilihat dari garis keturunan, maka masyarakat Minangkabau
menganut sistem “Matrilineal”. Dalam sistem matrilineal ini penguasaan atas
harta pusaka (pusako) termasuk tanah adalah terletak pada tangan wanita
sedangkan laki-laki berfungsi mengawasi dan melindungi hak atas tanah tersebut
dari hal-hal yang tidak diingini yang dapat menyebabkan hilangnya dan
berkurangnya harta pusaka. 7
Dalam masyarakat Minangkabau dikenal tiga tipe dasar penguasaan atas
tanah yaitu : penguasaan secara kelompok (nagari), secara komunal dan secara

perorangan ( pribadi).

8

Penguasaan atas tanah dalam masyarakat Minangkabau

diatur dalam ketentuan adat dalam bentuk peraturan yang tidak tertulis. Peraturan

7

8

Sayuti Thalib, 1985, “Dalan Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria di
Minangkabau”, Bina Aksara, Jakarta, hal 5-6 sebagaimana dikutip oleh M. Nazir, “Hukum
Acara Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah di Minangkabau”, dalam “Dinamika
Masyarakat dan Adat Minangkabau”, Pusat Penelitian Universitas Andalas, 1988, hal 71.
M. Nazir, 1988, “Hukum Acara Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah di
Minangkabau”, dalam “Dinamika Masyarakat dan Adat Minangkabau”, Pusat Penelitian
Universitas Andalas,, hal. 70.


ini dipelihara dan ditaati serta dilaksanakan oleh masyarakat secara turun temurun
dengan baik.
Sengketa tanah merupakan bagian dari dinamika masyarakat, sehingga
sejumlah kasus sengketa tanah merupakan gejala sosial yang universal sifatnya
dan sudah ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun fenomena konflik
dan sengketa yang terjadi pada masyarakat Minangkabau memiliki karakteristik
lain dari pada konflik dan sengketa yang terjadi pada masyarakat lain.
Menurut AA. Navis, secara filosofis konflik yang terjadi pada masyarakat
Minangkabau tumbuh dari ajaran filsafat yang dianutnya bahwa masyarakat yang
komunal dan kolektif tersebut senantiasa menantang eksistensi individual,
sehingga dengan sendirinya menimbulkan konflik terus menerus dalam kejiwaan
mereka. Di satu pihak, falsafah mereka menempatkan masyarakat yang komunal
dengan harga diri yang tinggi, sedang pihak lain sistem masyarakatnya tidak
mentolerir seseorang melebihi yang lain. 9
Secara antropologis, sengketa yang terjadi pada masyarakat Minangkabau
merupakan

ekspresi

dari

pertentangan-pertentangan

yang

inheren

dan

ketidakserasian sebuah kebudayaan yang telah terpola yang didasarkan pada
kepentingan-kepentingan yang berlawanan, yang muncul dari struktur masyarakat
itu sendiri. Begitu juga dengan sengketa batas ulayat nagari yang terjadi antara
masyarakat Nagari Muaro Pingai Kecamatan Junjung Sirih dengan masyarakat
Nagari Saningbakar Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok.
Sengketa batas nagari ini merupakan sengketa tanah ulayat yang sudah
berlangsung sejak tahun 1975. Pada tahun 1980 timbul lagi yang kemudian di
akhiri dengan perdamaian. Pada tahun 2003 kembali muncul sengketa antara
Nagari Muaro Pingai dengan Nagari Saningbakar yaitu mengenai batas ulayat
antara kedua Nagari, dimana sengketa batas ulayat ini muncul diawali dari
kegiatan galian C (cadas dan pasir) yang dilakukan oleh PT Arpex yang mendapat
persetujuan dari pemuka masyarakat Saningbakar, hal tersebut mendapat
tantangan/ gugatan dari masyarakat Muaro Pingai. Lokasi dari kegiatan tersebut
berada pada perbatasan kedua Nagari. Kemudian Gamawan Fauzi, SH, MH
9

Ade Saptomo, 2002, Teori-teori Konflik Dalam Antropologi Hukum”, Working Paper
Sosiologi Andalas Vol IV No 1 Januari 2002, hal. 1

(Bupati Kabupaten Solok) mengambil kebijakan dengan menghentikan kegiatan
PT Arpex

untuk kegiatan galian C tersebut

dan melakukan musyawarah-

musyawarah untuk mencapai kesepakatan tentang batas ulayat antara kedua
Nagari tersebut. Usaha-usaha dalam menyelesaikan sengketa batas ulayat nagari
ini

sudah

berulangkali

dilakukan

tetapi

sampai

sekarang

belum

ada

penyelesaiannya. Tetapi sengketa ini harus segera diselesaikan karena dengan
adanya penyelesaian suatu sengketa yang terjadi dalam masyarakat maka
tercapailah tujuan hukum. Dimana menurut L.J. Van Apeldoorn tujuan hukum itu
adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. 10
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka ada beberapa
pokok permasalahan yang menjadi kajian bagi penulis dalam melakukan
penelitian ini yaitu :
1.

Bagaimanakah cara yang telah ditempuh dalam penyelesaian sengketa
batas ulayat nagari antara masyarakat Nagari Muaro Pingai dengan
masyarakat Nagari Saningbakar Kabupaten Solok ?

2.

Apakah cara penyelesaian sengketa batas ulayat nagari antara
masyarakat Nagari Muaro Pingai dengan masyarakat Nagari Saningbakar
Kabupaten Solok yang dilakukan telah dapat memuaskan para pihak ?

Proses Penyelesaian Sengketa
Latar Belakang Sengketa
Ada beberapa peristiwa yang melatar belakangi terjadinya sengketa batas
ulayat nagari antara masyarakat Nagari Muaro Pingai dengan masyarakat Nagari
Saningbakar. Peristiwa-peristiwa itu akan diuraikan pada bagian berikut :
Peristiwa Pertama
Sengketa batas ulayat nagari antara masyarakat Nagari Muaro Pingai
Kecamatan Junjung Sirih dengan masyarakat Nagari Saningbakar Kecamatan X
Koto Singkarak merupakan sengketa tanah ulayat dan wilayah yang sebetulnya
sudah berlangsung sejak tahun 1975. Pada waktu telah ada usaha-usaha dan
10

C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, hal. 42.

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak Dinar Lukman untuk merebut tanah
dari Mukhtar Malin. Kemudian pada tahun 1980 terjadi pengrusakan tanaman
dan perampasan tanah milik Mukhtar Malin anggota masyarakat Muaro Pingai
secara paksa oleh Dinar Lukman masyarakat Saningbakar yang kemudian
dilaporkan ke Polsek X Koto Di Bawah Singkarak, tetapi dalam proses
penyelesaian terjadi perdamaian secara lisan kemudian laporan ke pihak
kepolisian

tersebut dicabut oleh Mukhtar Malin. Lokasi tanah perladangan

tersebut berada pada bagian milik masyarakat Muaro Pingai yang sudah diwarisi
secara turun temurun dari nenek moyangnya, namun tidak lagi diurusi dan tidak
lagi diolah oleh masyarakat Muaro Pingai.
Peristiwa Kedua
Setelah terjadinya perdamaian antara Muchtar Malin dan Dinar Lukman,
untuk sementara tidak lagi timbul sengketa antara kedua belah pihak tersebut.
Kemudian pada hari Sabtu tanggal 23 Juli 2001 di batas Nagari Muaro Pingai
dengan Nagari Saningbakar tepatnya dekat SKB (Sanggar kegiatan Belajar)
terjadi aksi terhadap perbatasan kedua nagari oleh tokoh masyarakat Saningbakar
dengan membuat tembok batas nagari yang berjarak dengan tembok batas yang
lama lebih kurang 40 (empat puluh) meter, masyarakat Saningbakar tersebut
menuntut tindak lanjut dari kesepakatan yang telah diambil oleh Ketua Kerapatan
Adat Nagari (KAN) Saningbakar akan mengadakan musyawarah dengan ninik
mamak Nagari Muaro Pingai. Namun ninik mamak Saningbakar (Lampiran 4)
tidak membuat surat ke ninik mamak Nagari Muaro Pingai yang mengakibatkan
pemuda Saningbakar tidak senang dan melakukan aksi dengan membuat tembok
batas nagari dan oleh masyarakat Muaro Pingai tidak memberikan tanggapan
karena tidak mendapat surat dari ninik mamak Saningbakar. Dengan mufakat
kedua Kecamatan, bersama kedua Wali Nagari akan mengadakan rapat tanggal 10
Agustus 2001.

Peristiwa Ketiga

Pada tahun 2003 sengketa batas ulayat nagari antara masyarakat Nagari
Muaro Pingai Kecamatan Junjung Sirih dengan masyarakat Nagari Saningbakar
Kecamatan X Koto Singkarak muncul kembali. Hal ini dimulai dengan adanya
kegiatan galian C (cadas dan pasir) yang dilakukan oleh PT Arpex yang mendapat
persetujuan dari pemuka masyarakat Saningbakar, hal tersebut mendapat
tantangan/ gugatan dari masyarakat Muaro Pingai. Lokasi dari kegiatan tersebut
berada pada perbatasan kedua Nagari. Kemudian Gamawan Fauzi, SH, MM
(Bupati Kabupaten Solok) mengambil kebijakan dengan menghentikan kegiatan
PT Arpex

untuk kegiatan galian C tersebut

dan melakukan musyawarah-

musyawarah untuk mencapai kesepakatan tentang batas ulayat antara kedua
Nagari tersebut. Dilain pihak Kelompok Tani Jati

Villa Indah Saningbakar,

Ketuanya adalah Yunisbar Marah Banso menanam pohon jati di lokasi tanah yang
disengketakan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Drs. Bustamar, MM, Asisten
Pemerintahan Kabupaten Solok. Beliau mengatakan :
”Sengketa batas ulayat nagari yang terjadi antara masyarakat Nagari
Muaro Pingai dengan masyarakat Nagari Saningbakar disebabkan oleh
adanya sumber daya alam yang diperebutkan, yang akan mendatangkan
hasil/pendapatan bagi nagari yang memilikinya dan yang menciptakan
lapangan kerja yaitu adanya kegiatan galian C (cadas dan pasir), yang
kegiatan galian tersebut terletak pada daerah yang disengketakan. Di
samping hal tersebut, penyebab yang lain adalah sengketa batas ulayat
nagari ini dipolitisir oleh warga nagari yang memiliki kepentingankepentingan. Maksudnya dalam bidang ekonomi. Adanya pihak-pihak yang
akan

mendapatkan

keuntungan/pendapatan

apabila

tanah

yang

menghasilkan tersebut dapat dimiliki”11.
Hal senada juga di kemukakan oleh Doni R. Samulo, S.STP, Kasubag Tata
Usaha Tata Pemerintahan Kabupaten Solok. Doni R Samulo mengatakan :

11

Hasil wawancara dengan Drs. Bustamar, MM pada hari Senin tanggal 21 Januari 2008.

”Latar belakang tejadinya sengketa batas ulayat nagari ini disebabkan
oleh 2 (dua) hal yaitu : adanya ketidakpahaman warga nagari tentang
batas wilayah administrasi dengan batas tanah ulayat dan adanya
keinginan memperoleh lahan yang dipolitisir oleh pihak-pihak yang
berkepentingan tersebut.” 12
Usaha-usaha Penyelesaian Sengketa Yang Telah Di Lakukan
Usaha penyelesaian sengketa batas ulayat nagari antara masyarakat Nagari
Muaro Pingai dan masyarakat Nagari Saningbakar ini terjadi dua tahap yaitu :
a.

Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh tokohtokoh adat kedua Nagari

b.

Penyelesaian sengketa oleh Pemerintah Daerah.

a.

Penyelesaian sengketa oleh
tokoh-tokoh adat kedua Nagari
Sengketa batas ulayat nagari antara masyarakat Nagari Muaro Pingai

Kecamatan Junjung Sirih dengan masyarakat Nagari Saningbakar Kecamatan X
Koto Singkarak pada awalnya sengketa diselesaikan dengan cara musyawarah
oleh para tokoh-tokoh adat antara kedua nagari.
Pihak Muaro Pingai yang hadir adalah Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali
Nagari Muaro Pingai), Manisnsyar BA (Ketua BPN), Datuk nan Barampek M.
Nur Datuk Kabasaran, dan Mansur Dt. Tan Malano Nan Tinggi (Ketua dan
anggota KAN Muaro Pingai). Pihak Saningbakar yang hadir adalah), Tarmizi
Mkt. Sutan (Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN), Datk Nan Salapan
H. Abdul Kadir Dt Rangkayo Marajo, Amwa Dt Mudo Nan Kuniang (Ketua dan
anggota KAN Saningbakar).
Musyawarah ini juga dihadiri oleh Camat dari masing-masing Nagari yaitu
Agus Rostamda, SH (Camat Junjung Sirih) dan Drs. Reri Zaldi (Camat X Koto
Singkarak).
Tahap-tahap penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh adat
kedua Nagari ini adalah sebagai berikut :
12

Hsil wawancara dengan Doni R. Samulo, S.STP pada hari Senin tanggal 14 Januari 2008.

Musyawarah Pertama
Pada tanggal 10 Agustus 2001 ini, musyawarah diadakan di Kantor Camat
X Koto Singkarak. Dalam musyawarah ini dari Muaro Pingai yang hadir adalah
Datuk Nan Barampek M. Nur Dt Kabasaran dan Mansur Dt. Tan Malano Nan
Tinggi dari Muaro Pingai. Sedangkan pihak Saningbakar dihadiri oleh Datuk Nan
Salapan H. Abdul Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang.
Pada musyawarah ini pokok pembahasannya adalah siapa yang berhak memiliki
tanah yang disengketakan tersebut, dan hasil musyawarah tersebut adalah :
Wilayah Bukit Aia Abang Saninbakar di genggam oleh Datuak Nan Salapan
(Saningbakar) menjelang adanya penyelesaian dari Dt. Nan Salapan Saningbakar
dengan Dt. Nan Barampek Muaro Pingai.
Musyawarah Kedua
Pada tanggal 23 Maret 2003 telah dilaksanakan rapat musyawarah
penyelesaian sengketa batas ulayat nagari yang dilakukan di SKB (Sanggar
Kegiatan Belajar) Saningbakar. Dalam musyawarah ini pihak Muaro Pingai yang
hadir adalah Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai),
Manisnsyar BA (Ketua BPN), M. Nur Datuk Kabasaran dan Mansur Dt. Tan
Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN Muaro Pingai). Pihak Saningbakar
yang hadir adalah Tarmizi Mkt. Sutan (Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua
BPN), H. Abdul Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang
(Ketua dan anggota KAN Saningbakar). Musyawarah ini juga dihadiri oleh Camat
masing-masing Nagari yaitu Agus Rostamda, SH (Camat Junjung Sirih) dan Drs.
Reri Zaldi (Camat X Koto Singkarak). Pada musyawarah ini yang menjadi
mediator adalah Kapolsek X Koto Di Bawah Singkarak IPTU Drs. Sumedi. Hasil
kesepakatan musyawarah ini adalah :
a.

Sengketa batas ulayat nagari ini diselesaikan menurut
hukum sepanjang Adat Minangkabau.

b.

Datuk-datuk yang akan berbicara atau berunding terlebih
dahulu disumpah oleh KUA Kecamatan X Koto Di Bawah Singkarak.

c.

Rapat koordinasi tersebut ditunda dan akan dilanjutkan
tanggal 27 Maret 2003 yang bertempat di SKB Saningbakar Kecamatan X
Koto Singkarak.13

Musyawarah Ketiga
Pada tanggal 27 Maret 2003 bertempat di SKB (Sanggar Kegiatan
Belajar) Saningbakar. Dalam musyawarah ini pihak Muaro Pingai yang hadir
adalah Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai), Manisnsyar BA
(Ketua BPN), Datuk Nan Barampek M. Nur Datuk Kabasaran dan Mansur Dt. Tan
Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN Muaro Pingai), ninik mamak
Nagari Muaro Pingai. Pihak Saningbakar yang hadir adalah), Tarmizi Mkt. Sutan
(Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN), Datuk Nan Salapan H. Abdul
Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang (Ketua dan
anggota KAN Saningbakar), ninik mamak Nagari Saningbakar. Pada musyawarah
ini juga hadir Camat dari masing-masing Nagari yaitu Agus Rostamda, SH
(Camat Junjung Sirih) dan Drs. Reri Zaldi (Camat X Koto Singkarak). Dalam
musyawarah ini dibicarakan tentang cara penyelesaian batas ulayat antara Datuk
Nan Salapan dari Saningbakar dan Datuk Nan Barampek dari Muaro Pingai.
Hasil keputusan musyawarahnya sebagai berikut :
a.

Melakukan penyumpahan terhadap Datuk yang akan berunding
oleh KUA kecamatan X Koto Di Bawah Singkarak

b.

Penentuan Batas Ulayat Datuk Nan Salapan dari Saningbakar
dan Datuk Nan Barampek dari Muaro Pingai.

c.

Rencana peninjauan dan pemancangan batas tanah ulayat
tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2003.

Musyawarah keempat
Pada tanggal 30 Maret 2003 telah dilaksanakan peninjauan kelapangan dan
pemancangan batas ulayat Nagari Muaro Pingai dengan Nagari Saningbakar. Pada
peninjauan kelapangan ini pihak-pihak yang hadir adalah Zulkifli Malin
Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai), Manisnsyar BA (Ketua BPN), M. Nur
13

Hasil wawancara dengan Iptu. Drs.Sumedi hari Jumat tanggal 25 Januari 2008.

Datuk Kabasaran dan Mansur Dt. Tan Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota
KAN Muaro Pingai). Datuk Nan Barampek diwakili oleh Datuk Tumanggung
(ninik mamak Nagari Muaro Pingai). Pihak Saningbakar yang hadir adalah
Tarmizi Mkt. Sutan (Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN), Datuk Nan
Salapan H. Abdul Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang
(Ketua dan anggota KAN Saningbakar), dan ninik mamak Nagari Saningbakar.
Pada peninjauan ke lapangan ini juga dihadiri oleh Camat kedua Nagari yaitu
Agus Rostamda, SH (Camat Junjung Sirih) dan Drs. Reri Zaldi (Camat X Koto
Singkarak).
Dalam hal ini, pemancangan tersebut memakai cat warna merah sebagai
tanda batas tanah ulayat kedua nagari, di dalam pelaksanaan pemancangan yang
baru terlaksana seperempat lokasi (lebih kurang 2 Km) dilereng bukit Datuk
Tumanggung pingsan akibatnya kegiatan tidak dapat dilanjutkan.
Musyawarah Kelima
Pada tanggal 5 April 2003 dilanjutkan dengan pemancangan batas tanah
ulayat. Pihak saat itu pihak-pihak yang hadir adalah Zulkifli Malin Panghulu, SH
(Wali Nagari Muaro Pingai), Manisnsyar BA (Ketua BPN), Datuk Nan Barampek
M. Nur Datuk Kabasaran dan Mansur Dt. Tan Malano Nan Tinggi (Ketua dan
anggota KAN Muaro Pingai), ninik mamak Nagari Muaro Pingai. Pihak
Saningbakar yang hadir adalah Tarmizi Mkt. Sutan (Wali Nagari), Mulyadi ST.
Marajo (Ketua BPN), Datuk Nan Salapan H. Abdul Kadir Dt Rangkayo Marajo
dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang (Ketua dan anggota KAN Saningbakar), ninik
mamak Nagari Saningbakar dan juga di hadiri oleh Camat kedua Nagari yaitu
Agus Rostamda, SH (Camat Junjung Sirih) dan Drs. Reri Zaldi (Camat X Koto
Singkarak) Sesampainya di bukit Arang Alang Nagari Saningbakar, sewaktu akan
dimulainya pemancangan terjadi perdebatan atau perselisihan berkaitan dengan
posisi pancang yang akan dipasang antara Datuk Nan Salapan dengan Datuk Nan
Ampek. Maka pemancangan tidak dapat dilaksanakan.

b. Penyelesaian Sengketa oleh Pemerintah Daerah
Usaha penyelesaian sengketa batas ulayat nagari antara masyarakat Nagari
Muaro Pingai Kecamatan Junjung Sirih dengan masyarakat Nagari Saningbakar
Kecamatan X Koto Singkarak ini tidak bisa diselesaikan oleh tokoh-tokoh adat
yaitu Anggota Kerapatan Adat Nagari, Anggota BPN/BAPERNA dan Ninik
mamak antara kedua Nagari serta Muspika kedua Kecamatan, maka para Muspika
melaporkan hal ini kepada Pemerintah Daerah Kabupaten

Solok, yang

selanjutnya persengketaan tapal batas ini diambil alih oleh Pemerintah daerah
Kabupaten Solok. Dalam usaha penyelesaian sengketa batas ulayatnagari antara
masyarakat Nagari Muaro Pingai dan masyarakat Nagari Saningbakar ini,
Pemerintah daerah berperanan sebagai fasilitator dan mediator.
Rapat-rapat/

musyawarah-musyawarah

yang

dilakukan

untuk

menyelesaikan sengketa ini adalah sebagai berikut:
Musyawarah Pertama :
Pada hari Kamis tanggal 10 April 2003, bertempat di aula SMU 2/ SKB
Saningbakar dilakukan musyawarah. Dalam musyawarah ini didampingi oleh
Camat kedua Nagari yaitu Agus Rostamda, SH (Camat Junjung Sirih) dan Drs.
Reri Zaldi (Camat X Koto Singkarak). Pihak Muaro Pingai yang hadir adalah),
Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai), Manisnsyar BA (Ketua
BPN), Datuk Nan Barampek M Nur Datuk Kabasaran dan Mansur Dt. Tan
Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN Muaro Pingai) dan ninik mamak
nagari Muaro Pingai. Pihak Saningbakar yang hadir adalah Tarmizi Mkt. Sutan
(Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN), Datuk Nan Salapan H. Abdul
Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang (Ketua dan
anggota KAN Saningbakar) dan ninik mamak Nagari Saningbakar. Dalam hal ini
karena belum adanya kesepakatan hasil rapat yang telah dilakukan sebelumnya
maka penyelesaian ini dikembalikan kepada Datuk Nan Salapan dari Saningbakar
dan Datuk Nan Barampek dari Muaro Pingai. Untuk sementara wilayah sengketa
akan dijadikan ”Status Quo” yang tidak boleh digarap oleh masing-masing pihak.
Tapi Kelompok jati Villa Indah Saningbakar pada tanah yang dipersengketakan

tersebut telah ditanami dengan bibit pohon jati. Pada tanggal 14 April 2003
Kelompok Jati Villa Indah Saningbakar mengirim Surat pengaduan kepada
Kapolsek X Koto Di Bawah Singkarak yang intinya melaporkan bahwa tanaman
jati yang berlokasi di Bukit Talago Puruik sebanyak lebih kurang 10.000 (sepuluh
ribu) batang tanaman jati dicabut/dibabat yang diperkirakan dilakukan oleh
sekelompok masyarakat Nagari Muaro Pingai Kecamatan Junjung Sirih.
Musyawarah Kedua
Pada tanggal 16 April 2003 diadakanlah rapat di Kantor Camat Junjung
Sirih. Musyawarah ini didampingi oleh Camat kedua Nagari yaitu

Agus

Rostamda, SH (Camat Junjung Sirih) dan Drs. Reri Zaldi (Camat X Koto
Singkarak). Dalam musyawarah ini pihak Muaro Pingai yang hadir adalah Zulkifli
Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai), Manisnsyar BA (Ketua BPN),
Datuk Nan Barampek M. Nur Datuk Kabasaran dan Mansur Dt. Tan Malano Nan
Tinggi (Ketua dan anggota KAN Muaro Pingai) dan ninik mamak Nagari Muaro
Pingai. Pihak Saningbakar yang hadir adalah Tarmizi Mkt. Sutan (Wali Nagari),
Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN), Datuk Nan Salapan H. Abdul Kadir Dt
Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang (Ketua dan anggota KAN
Saningbakar) dan ninik mamak Nagari Saningbakar. Pada musyawarah ini pokok
pembahasan yang akan dibahas adalah bagaimana cara penyelesaian sengketa ini,
dan hasil rapat tersebut : bahwa batas nagari dan persengketaan jati diselesaikan
secara hukum adat, akan dilakukan penyelidikan dan pengrusakan pohon jati
akan dibicarakan setelah permasalahan tapal batas selesai ditentukan.
Musyawarah Ketiga
Pada hari Selasa

tanggal 22 April 2003 bertempat di Aula SMU 2

Saningbakar (SKB) dilaksanakan musyawarah penentuan batas ulayat kedua
nagari yang bersengketa. Dalam musyawarah ini pihak Muaro Pingai yang hadir
Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai), Manisnsyar BA (Ketua
BPN), Datuk Nan Barampek M. Nur Datuk Kabasaran dan Mansur Dt. Tan
Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN Muaro Pingai) dan ninik mamak
Nagari Muaro Pingai. Pihak Saningbakar yang hadir adalah Tarmizi Mkt. Sutan

(Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN), Datuk Nan Salapan H. Abdul
Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang (Ketua dan
anggota KAN Saningbakar) dan ninik mamak Nagari Saningbakar. Musyawarah
ini di dihadiri oleh Camat kedua Nagari yaitu Agus Rostamda, SH (Camat
Junjung Sirih) dan Drs. Reri Zaldi (Camat X Koto Singkarak). Dalam
musyawarah tersebut dilakukan pengambilan sumpah bagi Datuk Nan Barampek
dari Muaro Pingai dan Datuk Nan Salapan dari Saningbakar. Dan dalam rapat ini
juga dinyatakan bahwa kedua nagari dapat menentukan ulayat masing-masing.
Kemudian pada tanggal 23 April 2003, dilakukan sidang peninjauan ke
lapangan yang dihadiri oleh Muspika Kecamatan Junjung Sirih maupun Muspika
Kecamatan X Koto Singkarak, Satpol PP Kabupaten Solok, Wali Nagari dari
Muaro Pingai dan Saningbakar beserta perangkatnya (masing-masing 11 orang
dari masing-masing nagari). Dengan demikian peserta yang hadir berjumlah lebih
kurang 50 (lima puluh) orang. Peninjauan kelapangan ini dimulai dari Air Abang
dekat SKB menuju bukit. Pada hari tersebut baru dapat ditentukan lokasi 3 (tiga)
titik yaitu :
a.

Lokasi I dekat sawah perbatasan (air abang I)
Hasilnya : - Sawah milik Dt. Tan Basa Saniang Baka (Timur)
- Gurun milik Dt. Tumanggung Muaro Pingai (Barat).

b.

Lokasi II Luarah Aiar Abang II
Hasilnya : - Yang menghadap ke Saniang baka batas sungai kecil milik Dt.
Tan Basa Saniang Baka (Timur)
- Yang menghadap ke Muaro Pingai batas sungai kecil milik Dt.
Tumanggung Muaro Pingai (Barat).

c.

Lokasi III Lurah Air Abang III ( Ujung SMU Saniang Baka)
Hasilnya : - Yang menghadap ke SMU milik Dt. Tan Basa Saniang Baka
(Timur)
- Yang menghadap ke Barat milik Dt. Tumanggung Muaro Pingai
(Barat)

Musyawarah Keempat
Pada hari Rabu tanggal 30 April 2003 di Kantor Polsek X Koto Di Bawah
Singkarak dilaksanakan musyawarah penyelesaian sengketa batas ulayat nagari
atas prakarsa Kapolsek X Koto Di Bawah Singkarak. Musyawarah ini dihadiri
Camat kedua Nagari yaitu Agus Rostamda, SH (Camat Junjung Sirih) dan Drs.
Reri Zaldi (Camat X Koto Singkarak). Dalam musyawarah ini pihak Muaro
Pingai yang hadir Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai),
Manisnsyar BA (Ketua BPN), Datuk Nan Barampek M. Nur Datuk Kabasaran dan
Mansur Dt. Tan Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN Muaro Pingai) dan
ninik mamak Nagari Muaro Pingai. Pihak Saningbakar yang hadir, Tarmizi Mkt.
Sutan (Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN), Datuk Nan Salapan H.
Abdul Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang (Ketua dan
anggota KAN Saningbakar) dan ninik mamak Nagari Saningbakar. Dalam rapat
ini Muspika kedua Kecamatan bertindak sebagai fasilitator. Pada musyawarah ini
dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa ini akan dilakukan dengan
memakai hukum Adat dalam Minangkabau dengan prinsip tidak ada masalah yang
tidak bisa diselesaikan dan pemancangan batas sepadan nagari akan dilanjutkan.
Siangnya di Gedung DPRD Kabupaten Solok diadakan rapat yang dihadiri oleh
Gamawan Fauzi, SH. MM (Bupati Kabupaten Solok), Tarmizi Mkt Sutan (Wali
Nagari Saningbakar) dan Datuk Nan Salapan dari Saningbakar. Tujuan rapat ini
adalah untuk menyamakan persepsi jika turun ke lapangan.
Musyawarah Kelima
Pada hari Sabtu tanggal 2 Mei 2003, di ruang kerja Asisten I Bidang
Pemerintahan Pemberdayaan Nagari Drs. Syamsir Pane, Muspika kedua
kecamatan, Wali Nagari dan ninik mamak Nagari Muaro Pingai, Ketua MTS H.
Malin Marajo, Wakil Penghulu Muaro Pingai Abdul Gafar, Ketua BPN Muaro
Pingai Maninsyar BA, Sekretaris Muaro Pingai Irwan SH. Pada musyawarah ini
hasil yang dicapai adalah : melanjutkan kesepakatan yang telah ada, memelihara
kondisi keamanan dan ketertiban masing-masing nagari, menjaga isu-isu yang

belum jelas kebenarannya dan melanjutkan ketentuan batas ulayat dengan terjun
ke lapangan pada hari Senin tanggal 5 Mei 2003.
Musyawarah Keenam
Pada hari Senin tanggal 5 Mei 2003 dilakukan pemancangan batas
sepadan yang terhenti pada tanggal 23 April 2003 yang difasilitasi oleh Muspika
kedua Kecamatan yaitu Agus Rostamda, SH (Camat Junjung Sirih) dan Drs. Reri
Zaldi (Camat X Koto Singkarak). Dalam musyawarah ini pihak Muaro Pingai
yang hadir Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai), Manisnsyar
BA (Ketua BPN), Datuk Nan Barampek M. Nur Datuk Kabasaran dan Mansur Dt.
Tan Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN Muaro Pingai) dan ninik
mamak Nagari Muaro Pingai. Pihak Saningbakar yang hadir adalah Tarmizi Mkt.
Sutan (Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN), Datuk Nan Salapan H.
Abdul Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang (Ketua dan
anggota KAN Saningbakar) dan ninik mamak Nagari Saningbakar. Di tambah
Bagian Tata Pemerintahan, Dinas Kehutanan dan Satpol PP. Pada kegiatan ini
tidak terdapat kesepakatan karena Dt. Nan Barampek dari Muaro Pingai
mengingkari apa yang telah disampaikan oleh Dt Tumanggung yang pada waktu
itu berhalangan hadir.
Musyawarah Ketujuh
Pada hari Jumat tanggal 9 Mei 2003 bertempat di rumah Dinas Bupati
Solok di Kayu Aro dilaksanakan rapat/musyawarah penyelesaian batas ulayat
nagari yang dihadiri oleh Gamawan Fauzi (Bupati Kabupaten Solok), Kapolres,
Sekda, Kepala Dinas Hutbun, Kepala Bappeda, Kakan BPN, Kakan Satpol PP,
Kabag Pemerintahan Nagari, Kabag Tata Pemerintahan, dan Muspika kedua
Kecamatan. Dalam musyawarah ini pihak Muaro Pingai yang hadir adalah
Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai), Manisnsyar BA (Ketua
BPN), Datuk Nan Barampek M. Nur Datuk Kabasaran dan Mansur Dt. Tan
Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN Muaro Pingai) dan ninik mamak
nagari Muaro Pingai. Pihak Saningbakar yang hadir Tarmizi Mkt. Sutan (Wali
Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN), Datuk Nan Salapan H. Abdul Kadir

Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo Nan Kuniang (Ketua dan anggota KAN
Saningbakar) dan ninik mamak Nagari Saningbakar. Dalam musyawarah tersebut
disepakati masing-masing nagari diwakili oleh dua orang penghulu yang ditunjuk
oleh Penghulu Nan Delapan dan Penghulu Suku Nan Barampek yang telah di
sumpah pada tanggal 22 April 2003 oleh KUA Kecamatan Singkarak.
Musyawarah Kedelapan
Pada hari Kamis tanggal 15 Mei 2003 bertempat di Kantor Bupati
dilaksanakan rapat koordinasi. Dalam musyawarah ini, pihak Muaro Pingai yang
hadir

adalah Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro Pingai),

Manisnsyar BA (Ketua BPN), Datuk Nan Barampek M. Nur Datuk Kabasaran dan
Mansur Dt. Tan Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN Muaro Pingai), dan
ninik mamak Nagari Muaro Pingai. Sedangkan pihak Saningbakar yang hadir
adalah Tarmizi Mkt. Sutan (Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN),
Datuk Nan Salapan H. Abdul Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo
Nan Kuniang (Ketua dan anggota KAN Saningbakar) dan ninik mamak Nagari
Saningbakar. Dalam penyelesaian sengketa ini Pemerintah Daerah berperanan
sebagai mediator, dimana pihak-pihak musyawarah ini didampingi oleh Elfi
Sahlan Ben (Wakil Bupati Solok), Drs. Syamsir Pane (Asisten Pemerintahan
Kabupaten Solok) , Ka. BPN, Ka. Dinas Hutbun, Kasat Pol PP, Kabag
Pemerintahan Nagari, Kabag Tata pemerintahan serta Muspika kedua Kecamatan
Pada rapat ini di tetapkan bahwa batas sepadan kedua nagari dengan memakai
Hukum Adat yang berpedoman kepada tanda-tanda alam seperti : Lurah, Bukit,
tanaman dan lain sebagainya. Jika ada keraguan dalam penetapan batas sepadan
maka dapat berpedoman pada peta yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan
Kabupaten Solok. Selama proses penyelesaian masalah batas Nagari Muaro
Pingai dengan Nagari Saningbakar, Penghulu kedua nagari bersama Wali Nagari
bertanggung jawab tetap memelihara keamanan dan ketertiban. Dan jika ada yang
melakukan pelanggaran maka akan diselesaikan secara hukum sesuai dengan
peraturan hukum yang berlaku. (Lampiran 5)

Musyawarah Kesembilan
Pada hari Sabtu tanggal 24 Mei 2003 di Ruangan Rapat Sekda dilakukan
rapat musyawarah lanjutan yang dihadiri oleh Wali Nagari, Ketua BPN, Ketua
KAN, Unsur pemuda dan didampingi oleh Elfi Sahlan ben (Wakil Bupati
Kabupaten Solok), Asisten I, Ka. BPN, Ka. Dinas Hutbun, Kasat Pol PP, Kabag
Pemerintahan Nagari, Kabag Tata pemerintahan serta Muspika kedua Kecamatan.
Hasil dari musyawarah ini adalah terjadinya kesepakatan bahwa untuk
menentukan batas ulayat nagari antara masyarakat Nagari Muaro Pingai dengan
masyarakat Nagari Saningbakar akan memakai/berdasarkan Peta yang diterbitkan
oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Solok Tahun 1975 dan telah direvisi
atau dipeta ulang Tahun 1994. Hasil dari musyawarah ini ditetapkan bahwa
pemancangan balok akan dilakukan pada hari Senin tanggal 2 Juni 2003, yang
mana pemancangan akan dilakukan oleh BPN Kabupaten Solok dan hal tersebut
agar disosialisasikan oleh perwakilan dari kedua nagari kepada masyarakatnya,
dan masing-masing pihak bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban
daerahnya masing-masing. Selain itu ladang yang telah diolah Anak kemenakan
Penghulu Nan Barampek Muaro Pingai yang dilokasi Saningbakar tetap diolah
oleh Anak kemenakan Penghulu Nan Barampek Muaro Pingai yang jumlahnya
dihitung waktu pendataan dilapangan setelah adanya batas sepadan Nagari Muaro
Pingai dan Saningbakar berdasarkan Peta Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Solok.
Musyawarah Kesepuluh
Pada tanggal 26 Mei 2003 Kerapatan Adat Nagari Muaro Pingai mengirim
surat kepada Bupati Kabupaten Solok perihal pengunduran hari penetapan
pancang/patok yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 2 Juni 2003. Di
samping itu Surat Ketua KAN Muaro Pingai menyatakan bahwa pihak Pemerintah
Daerah Kabupaten Solok selalu menekan dan berat sebelah dalam menyelesaikan
sengketa tanah ulayat antar nagari yang seolah-olah masyarakat Muaro Pingai
disudutkan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Solok. (Lampiran 6). Berdasarkan
Surat tersebut kemudian pada tanggal 3 Juni 2003 Elfi Sahlan Ben (Wakil Bupati

Solok)

mengadakan rapat intern dengan masyarakat Muaro Pingai

untuk

meluruskan permasalahan.
Musyawarah Kesebelas
Pada hari Senin tanggal 14 Juli 2003 bertempat di Puruk Nagari
Saningbakar (SMU 2 Singkarak) akan dilaksanakan pemancangan batas Nagari
Muaro Pingai dengan Nagari Saningbakar. Dimana dihadiri oleh Kakan BPN,
Dinas Hutbun, Satpol PP, Bagian Pemerintahan Nagari, Bagian Tata
Pemerintahan, Muspika Junjung Sirih dan Singkarak. Dalam musyawarah ini
pihak Muaro Pingai yang hadir Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro
Pingai), Manisnsyar BA (Ketua BPN), Datuk Nan Barampek M. Nur Datuk
Kabasaran dan Mansur Dt. Tan Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN
Muaro Pingai) dan ninik mamak Nagari Muaro Pingai. Pihak Saningbakar yang
hadir adalah Tarmizi Mkt. Sutan (Wali Nagari), Mulyadi ST. Marajo (Ketua BPN),
Datuk Nan Salapan H. Abdul Kadir Dt Rangkayo Marajo dan Amwa Dt Mudo
Nan Kuniang (Ketua dan anggota KAN Saningbakar) dan ninik mamak Nagari
Saningbakar. Pada pertemuan tersebut Ketua BPN Muaro Pingai dan 2 (dua)
orang wakil Penghulu Nan Barampek Muaro Pingai tidak mengakui keabsahan
Peta Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Solok dengan alasan Peta tersebut
tidak sama dengan Peta yang dimiliki oleh Nagari Muaro Pingai. Maka akhirnya
pemancangan batas sepadan tersebut tidak bisa dilaksanakan. Tindak lanjut dari
pembatalan kesepakatan yang telah disepakati ini adalah pihak Pemerintahan
Kabupaten Solok memanggil utusan dari Muaro Pingai (Wali Nagari, Ketua BPN,
Ketua KAN dan 2 (dua) orang wakil penghulu Nan Barampek dari Muaro Pingai
untuk datang ke Kantor Bupati.
Musyawarah Kedua belas
Pada hari Kamis tanggal 7 Agustus 2003 di Kantor Bupati Solok telah
dilaksanakan rapat untuk membahas perbatasan antara Nagari Muaro Pingai
dengan Nagari Saningbakar. Pada musyawarah ini dihadiri oleh Agus Rostamda,
SH (Camat Junjung Sirih), Zulkifli Malin Panghulu, SH (Wali Nagari Muaro
Pingai), Manisnsyar BA (Ketua BPN), Datuk Nan Barampek M. Nur Datuk

Kabasaran dan Mansur Dt. Tan Malano Nan Tinggi (Ketua dan anggota KAN
Muaro Pingai) dan ninik mamak Nagari Muaro Pingai. Pada rapat tersebut
masyarakat Muaro Pingai menyarankan penyelesaian batas ulayat nagari ini agar
menggunakan Peta Dinas Kehutanan dan hal tersebut akan dapat diterima apabila
menguntungkan kepada masyarakat Muaro Pingai. Pada rapat ini Pemerintah
Daerah Kabupaten Solok secara lisan menyerahkan sengketa batas ulayat nagari
antara masyarakat Nagari Muaro Pingai dan masyarakat Nagari Saningbakar
kepada Ninik mamak kedua nagari untuk diselesaikan secara musyawarah dan
mufakat.
Musyawarah Ketiga belas
Pada hari Jumat tanggal 19 September 2003 bertempat di ruang kerja
Camat X Koto Singkarak Kabupaten Solok, diadakan rapat kordinasi antar
Muspika Kecamatan X Koto Singkarak, Muspika Kecamatan Junjung Sirih, Wali
Nagari Saningbakar dan Wali Nagari Muaro Pingai. Rapat ini dilakukan dalam
rangka mencari solusi penyelesaian sengketa batas ulayat nagari antara
masyarakat Nagari Muaro Pingai dengan masyarakat Nagari Saningbakar. Rapat
ini juga dihadiri oleh pihak Kapolsek X Koto Di Bawah Singkarak IPTU Drs.
Sumedi, Danramil X Koto Singkarak/Jujung Sirih Lettu Inf. Haryono. K. Pada
rapat ini kesepakatan yang dicapai adalah :
a. Mengajukan tiga opsi penyelesaian sengketa diantaranya dengan Sistem
Pemerintahan, Sistem Ulayat/Hukum adat, dan gabungan dari kedua sistem
tersebut.
b. Kesempatan ini dibawa oleh Wali Nagari masing-masing untuk dipilih
salah satu dari ketiga opsi penyelesaian tersebut diatas melalui musywarah
mufakat di masing-masing nagari.
c. Musyawarah tersebut dilahirkan dalam bentuk keputusan rapat yang
ditandatangani oleh Wali Nagari, Ketua BPN, Ketua KAN, MTTS di
tambah unsur pemuda.

Musyawarah Keempat belas
Pada tanggal 30 September 2003 bertempat di Kantor Camat X Koto
Singkarak dilaksanakan rapat yang dihadiri oleh para Muspika Junjung Sirih dan
Singkarak, Wali Nagari Muaro Pingai dan Saningbakar. Dimana terjadi
kesepakatan untuk menyepakati opsi penyelesaian sistem Pemerintahan dan
sistem ulayat/Hukum Adat, dan sebagai langkah awal dilaksanakannya Sistem
Pemerintahan dan bukanlah penyelesaian yang bersifat final (permanen), masih
diberikan kesempatan 1 (satu) bulan untuk mengumpulkan bukti-bukti lain yang
dapat memperkuat argumentasi masing-masing pihak.
Kemudian pada tanggal 4 Oktober 2003 dilaksanakan pemancangan
batas Nagari Muaro Pingai dengan Nagari Saningbakar. Pemancangan
dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Solok yang disaksikan
oleh Wali Nagari Muaro Pingai dan Saningbakar, Muspika Kecamatan Junjung
Sirih dan X Koto Singkarak, Staf Bagian Pemerintahan Nagari, Staf Bagian Tata
Pemerintahan dan Satpol PP. Pemancangan dilakukan dengan menggunakan
pancang atau patok yang terbuat dari kayu yang diberi tanda cat warna merah,
dimana pancang ditanamkan sebanyak 11 (sebelas) titik, dalam menentukan titik
koordinat Dinas BPN Kabupaten Solok menggunakan Ladar Satelit GNS.
Menurut Bapak Kusmanto, pegawai BPN yang melakukan pengukuran pada
waktu itu adalah Bapak Idrus.
Dimana titik-titik koordinat tersebut adalah sebagai berikut: (Lampiran 7)
a.

Pancang atau patok pertama diberi nama A / 1 yang dipancang
di Muara Air Abang (dipingir Danau Singkarak) dengan koordinat X=
0673753 dan Y= 9924276.

b.

Pancang atau patok ke dua yang berlokasi di ujung punggung
Bukit Air Abang yang diberi nama A / 2 dengan koordinat X= 0673753 dan Y=
9924128

c.

Pancang atau patok ke tiga yang berlokasi di Bukit Tanmudo
atau punggung Bukit Belakang Villa dengan koordinat X= 0673249 dan Y=
9923900.

d.

Pancang atau patok ke empat yang diberi nama A / 4 yang
terletak di punggung Bukit Belakang SMU atau seberang Lurah A / 3 dengan
titik koordinat X= 0673076 dan Y= 9923669.

e.

Pancang atau balok ke lima yang diberi nama A / 5 yang
berlokasi di Lurah Air Abang sebelah Barat dengan titik koordinat X=
0672854 dan Y= 992581.

f.

Pancang atau patok ke enam yang diberi nama A / 6 yang
berlokasi dibawah sarang elang dengan koordinat X= 0672489 dan Y=
9923256.

g.

Pancang atau patok yang ke tujuh yang diberi nama A / 7 yang
berlokasi di punggung bukit Sarang Alang dengan titik koordinat X= 0672191
dan Y= 9923159.

h.

Pancang atau patok ke delapan yang diberi nama A / 8 yang
berlokasi di Bukit tempurung dengan koordinat X= 0672011 dan Y= 9922986.

i.

Pancang atau patok ke sembilan yang diberi nama A / 9 yang
berlokasi di bukit Kubang Tuo dengan titik koordinat X= 0671671 dan Y=
9922756

j.

Pancang atau patok ke sepuluh yang diberi nama A / 10 yang
berlokasi di tepi sawah dan tepi sungai Muaro Pingai dengan titik koordinat
X= 0671522 dan Y= 9922790.

k.

Pancang atau patok ke sebelas yang diberi nama A / 11 yang
berlokasi di Lurang Cangka dekat Sungai hutan lindung Paninggahan dengan
Batang Air Muaro Pingai dengan titik koordinat X= 0671091 dan Y= 9922572.

Musyawarah Kelima belas
Kemudian pada tanggal 10 Mei 2004, bertempat di ruang kerja Bupati
Solok diadakan lagi rapat musyawarah untuk menyelesaikan sengketa batas ulayat
antara kedua nagari ini. Hal ini dilatar belakangi karena terjadinya kerusuhan
antar kedua nagari tersebut. Dimana pada tanggal 16 Desember 2003 terjadi
pembakaran beberapa rumah penduduk dan sebuah Gedung bekas UPP PRPTE

yang pada saat itu ditempati oleh UPTD Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok.14
Dalam rapat ini aparat kepolisian mengemukakan bahwa mereka menemui
kesulitan dalam mengungkap pelaku kerusuhan. Badan Pertanahan Nasional
mencarikan dasar hukum penggunaan peta hasil pemetaan Badan Pertanahan
Nasional sebagai pedoman peraturan batas.

Kemudian pada tanggal 19 Mei

2004 diadakan rapat, dan masing masing Nagari menyampaikan keputusan
mereka yaitu :
a.

Kecamatan Junjung Sirih :
- Penyelesaian masalah batas Nagari Muaro Pingai dengan Saningbakar
diadakan di Kabupaten.
- Pihak Muaro Pingai tetap berpegang teguh pada Peta Topografi tahun
1891 (Lampiran 8).
- Wakil-wakil masyarakat Muaro Pingai yang akan menghadiri pertemuan
adalah : Wali Nagari, Ketua KAN, Ketua BPN, Ketua Pemuda, dan Janain
Malin Mudo (Toma).

b. Kecamatan X Koto Singkarak
-

Pada dasarnya Nagari Saningbakar dari awal sampai sekarang masih
komit untuk menerima hasil kesepakatan yang diambil Pemda. Seperti
penyelesaian sengketa akan dilakukan menurut sistem Pemerintahan dan
sistem ulayat/adat dan kesepakatan untuk menerima 11 titik koordinat
batas yang telah di ukur BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten
Solok.

-

Wali Nagari didukung oleh Muspika, memohon kepada Pemda untuk
melaksanakan penyelesaian lanjutan dilaksanakan di Kantor Bupati
Kabupaten Solok.

-

Mengusulkan wakil-wakil masyarakat dari Nagari Saningbakar yaitu :
Wali nagari, Ketua KAN, Ketua BPN, A,. Dt Mudo Nan Kuning, Dt HK
Marajo, A. Dt Majo Basa, A. Rajo Nan Gadang, H. Syaharudin Rangkayo
Mudo, Y