Efek Teratogenik Vitamin A Dosis Tinggi

TINJAUAN PUSTAKA
EFEK TERATOGENIK PENGGUNAAN VITAMIN A
DOSIS TINGGI DAN SENYAWA TURUNANNYA
SELAMA KEHAMILAN

Disusun oleh:
dr. Indri Seta Septadina, M. Kes
dipresentasikan dalam :
Pertemuan Ilmiah Nasional Persatuan Ahli Anatomi Indonesia
Denpasar, Bali
Tanggal 12-13 Oktober 2012

Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang
2012

EFEK TERATOGENIK PENGGUNAAN VITAMIN A DOSIS TINGGI
DAN SENYAWA TURUNANNYA SELAMA KEHAMILAN:
(TINJAUAN PUSTAKA)
Septadina Indri Seta
Anatomi Universitas Sriwijaya, Palembang


Penggunaan beberapa obat selama kehamilan dapat menimbulkan resiko yang
membahayakan janin. Penelitian di Amerika menunjukkan 60-70% perempuan hamil
menggunakan 3-10 jenis obat selama kehamilannya. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil
dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin dan menyebabkan kelainan
pada masa embriogenesis sampai organogenesis. Vitamin A dibutuhkan untuk pertumbuhan sel,
proliferasi, dan differensiasi sel epitel serta menunjang perkembangan sistem penglihatan, dan
reproduksi. Senyawa yang analog dengan vitamin A seperti retinoid, vitamin A palmitat, dan
isotretionin sering ditambahkan ke dalam racikan obat sebagai penghalus kulit. Pemberian
vitamin A maupun senyawa turunannya bisa diberikan selama kehamilan dengan dosis tidak
lebih dari 8000 IU per hari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Institut Toksikologi dan
Embriofarmakologi, pemberian vitamin A dosis tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan
kelainan morfologi pada janin. Pada penelitian lain disebutkan juga bahwa vitamin A palmitat
yang diberikan pada tikus betina yang hamil menyebabkan embrioletal, sedangkan pada tikus
yang bertahan hidup terbukti menyebabkan palatoschizis, exencephaly, mikrophtalmus,
anophtalmus, hidronefrosis, brachygnatia, pinna anomalies, dan kelainan jantung bawaan.
Resiko terjadinya efek teratogenik akibat pemberian vitamin A dan turunannya tergantung pada
dosis obat yang diberikan. Walaupun pemberian vitamin A selama kehamilan menunjukkan
keamanan pada hewan coba pada dosis yang disarankan, namun pemberiannya pada manusia
belum teruji secara klinis dan diperlukan penelitian lebih lanjut.

Kata kunci : Efek teratogenik, vitamin A, kehamilan

TERRATOGENIC EFFECTS OF HIGH DOSE VITAMIN A AND ITS DERIVATION
DURING PREGNANCY:
(LITERATURE REVIEW)
Septadina Indri Seta
Anatomy Sriwijaya University, Palembang
The use of some drugs during pregnancy can cause fetal harm risk. Research in America shows
60-70% of pregnant women using 3-10 kinds of drugs during her pregnancy. Some medications
taken by pregnant women that can penetrate into the fetal circulation and causing abnormalities
during embryogenesis and organogenesis. Vitamin A is necessary for cell growth, proliferation,
and differensiasi as well as supporting the development of epithelial cell, vision, and
reproduction system. Analog compounds with vitamin A such as retinoids, vitamin A palmitate,
and isotretionin are often added to the drug as skin moisturizer. Vitamin A and its derivation can
be given during pregnancy with a dose of no more than 8,000 iu per day.In research conducted
by the Institute for Toxicology and Embryopharmacology, giving high doses of vitamin A during
pregnancy may cause fetal morphology abnormalities. In other studies also mentioned that
vitamin A palmitate given to pregnant female rats caused embrioletal, whereas the survival in
rat leads to proven, palatoschizis, mikrophtalmus, anophtalmus exencephaly, hidronefrosis,
brachygnatia, pinna abnormalities and congenital heart defect.The risk of terratogenic effects of

vitamins A depends on a dose of medicine given. However giving vitamin A during pregnancy is
safe in animals but the alter crucial developmental proccess at human should be further
investigated.
Keywords : Terratogenic effect, vitamin A, pregnancy

Pendahuluan
Tubuh manusia membutuhkan vitamin A sebagai suatu senyawa yang penting untuk
mempertahankan pertumbuhan normal sel, mengatur proliferasi, dan differensiasi jaringan epitel
serta membantu dalam menjalankan fungsi penglihatan dan reproduksi (Goodman,1984). Tiga
bentuk vitamin A yang aktif secara biologis di dalam tubuh yaitu retinol, asam retinoat, dan
senyawa turunan lainnya. Retinol berfungsi untuk mempertahankan struktur membran mukosa
sedangkan asam retinoat berperan dalam perkembangan retina serta terlibat dalam pengaturan
pola pembentukan awal embrio terutama pada lempeng sistem syaraf dan berperan dalam
ekspresi gen. (O’Donnel,2004). Bentuk aktif biologis lainnya merupakan senyawa turunan dari
vitamin A seperti semua trans RA (isotretionin), 9-cis-RA, 14-retoretinol dan lain-lain juga dapat
berperan sebagai dismorfogen yang membantu proses metabolisme dan perkembangan sel. (West
et al, 1999).
Senyawa vitamin A yang direkomendasikan oleh klinisi sebagai nutrisi yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh merupakan vitamin A yang berasal dari betakaroten yang belum memiliki
bukti yang sama telah menyebabkan efek toksik seperti vitamin A sintetis, vitamin A analog

seperti asam retinoat maupun isotretionin. Penelitian di Amerika menunjukkan 60-70%
perempuan hamil menggunakan 3-10 jenis obat selama kehamilannya. Sebagian obat yang
diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin dan
menyebabkan kelainan pada masa embriogenesis sampai organogenesis.
Penggunaan suplemen vitamin A yang mengandung dosis tinggi (lebih dari 60000 IU)
selama kehamilan telah dilaporkan dapat menyebabkan efek merugikan berupa cacat lahir pada
sejumlah kasus. (Allan,1987) Vitamin A analog, asam retinoat atau isotretionin yang merupakan
senyawa turunan vitamin A dalam bentuk asam (all trans retinol) juga banyak digunakan sebagai
campuran di dalam obat untuk mengatasi beberapa masalah kulit seperti jerawat, psoriasis,
icthyosis dan digunakan dalam produk kosmetik sebagai pemutih atau penghalus kulit. (Bollag
dan Matter,1983; Combs,2008). Penggunaan senyawa vitamin A analog dan turunannya di dalam
produk kosmetik oleh sebagian besar wanita patut diwaspadai karena dapat menyebabkan kulit
kering, rasa terbakar dan memicu kanker kulit. (ASHP,2010). Pada wanita hamil trisemester
pertama juga harus diawasi penggunaannya karena asam retinoat berpotensi sebagai agen
teratogenik yang dapat menyebabkan kematian serta kecacatan pada janin (Puspitadewi,2008).

Penggunaan vitamin A secara alami dan konsumsi suplemen vitamin A sintesis serta analognya
memiliki pengertian yang berbeda dan perlu diketahui oleh masyarakat pada umumnya terutama
klinisi atau praktisi kesehatan.


Farmakodinamika Vitamin A
Asam retionat adalah sebuah retinoid aktif turunan vitamin A dalam bentuk asam yang
dibentuk dari all-trans retinol (retinoid dalam bentuk alkohol). Asam retinoat juga dikenal
dengan sebutan isotretioninyang digunakan dalam terapi jerawat. (Combs,2008). Vitamin A
sintetis dan senyawa turunannya seperti asam retinoat dan isotretionin merupakan bagian dari
senyawa retinoid. Sedangkan beta karoten adalah vitamin A yang dijumpai secara alami pada
sayur dan buah (Goodman,1984). Beta karoten tidak disimpan dan dimetabolisme dengan cara
yang sama dengan vitamin A sintetis. Beta karoten juga belum terbukti menyebabkan efek
toksisitas yang terkait dengan efek teratogenik, walaupun tidak ada data juga yang bisa
mengkonfirmasi pernyataan ini (Underwood,1984).
Metabolisme asam retinoat berbeda dengan metabolisme retinol dan betakaroten,
khususnya pada proses transportasi dan pengikatannya. Asam retinoat diserap melalui sistem
portal dan dihidrolisis di hati dan terdeteksi dalam keturunan tikus (Hutchings et al,1973;
Vorches et al,1978; Mooney et al,1981).

Rekomendasi Vitamin A
Vitamin A dibutuhkan dalam jumlah meningkat untuk mendukung fungsi reproduksi
seorang wanita selama kehamilan. Walaupun asupan nutrisi vitamin A dapat dipenuhi hanya
dengan mengkonsumsi makanan alami dan diet seimbang yang baik, namun telah menjadi tren
masa kini pemberian suplemen tambahan selama kehamilan sudah menjadi kebiasaan di semua

kalangan masyarakat. Padahal golongan vitamin dan mineral tergolong zat gizi yang dibutuhkan
dalam jumlah kecil yang disebut dengan mikronutrien. Vitamin A yang terkandung di dalam
suplemen kebanyakan merupakan vitamin A sintetis dalam bentuk retinol atau retinil ester.
Ditambah lagi dengan penggunaan produk kosmetik bebas yang mengandung senyawa vitamin
A analog dan turunannya di pasaran membuat kontrol penggunaan vitamin A menjadi tidak
diketahui secara pasti. Beberapa penelitian melaporkan pemberian vitamin A analog seperti asam
retinoat maupun isotretionin pada awal kehamilan menujukkan gangguan pertumbuhan dan

tingkat respons perilaku pada janin lahir. Cacat lahir kongenital biasanya terjadi pada pemberian
suplemen vitamin A dosis tinggi selama periode trisemester pertama kehamilan. Tidak
ditemukan toksisitas akut pada wanita yang mengkonsumsi vitamin A secara alami melalui
makanan.
Menurut National Academy of Science (2000) perkiraan rata-rata dosis vitamin A yang
dianjurkan selama kehamilan adalah: (nutrient guidelines)
-

Wanita hamil kurang dari 18 tahun

: 2500 IU (750mg setara retinol)


-

Wanita hamil di atas 19 tahun

: 2567 IU (770 mg setara retinol)

Badan POM telah mengeluarkan peringatan sebanyak 44 merk kosmetik perawatan wajah
mengandung bahan kimia berbahaya. Sebanyak 12 diantaranya terbukti mengandung asam
retinoat yang di campurkan ke dalam krim pemutih dan penghalus kulit. Berdasarkan keputusan
dari Kepala BPOM tahun 2008 asam retinoat dan isotretionin termasuk ke dalam salah satu dari
1243 jenis bahan yang dilarang penggunaannya di dalam kosmetik.

Penelitian Tentang Efek Teratogenik Vitamin A
Penggunaan vitamin A analog maupun senyawa turunanannya selama kehamilan secara
berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya cacat kongenital pada janin lahir dan kematian
janin di dalam uterus. Waktu yang rentan terjadinya kecacatan adalah pada trisemester pertama
dan kedua kehamilan, karena pada saat ini lah terjadi proses embriogenesis dan organogenesis.
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek teratogenik vitamin A pada hewan coba
pertama kali dilakukan oleh Cohlan (1953). Pemberian vitamin A dengan dosis 35.000 IU pada
tikus hamil selama 2 minggu menyebabkan beberapa cacat kongenital pada janin seperti

eksensefali, bibir sumbing, palatoschizis, brachygnathia, dan cacat pada mata.
Pada tahun 1970-an beberapa penelitian mulai dilakukan dengan memberikan vitamin A
sintetis atau vitamin A analog dan turunannya seperti asam retinoat dan isotretionin ditemukan
lebih dari 70 jenis anomali janin pada tikus dan hamster (Geelen, 1979; Shenefelt, 1972).
Beberapa kelainan kongenital terbanyak yang dijumpai pada paparan teratogen pascaimplantasi
adalah anomali pada kepala, organ sensorik dan sistem kardiovaskular. Sedangkan kelainan
seperti cacat tungkai dan cacat pada sistem urogenitalia dijumpai pada hewan coba yang
diberikan teratogen pada periode kehamilan selanjutnya (Geelen, 1979; Kochhar,1973;
Willwhite dan Balogh-Nair,1985)

Sebagian peneliti telah menggunakan retinoid tunggal dosis tinggi yang diberikan pada
hewan coba yang hamil pada hari-hari tertentu untuk membuktikan tahapan efek sesuai usia
perkembangan. Pemberian dosis yang diberikan mulai dari 25 dan 100 mg/kgBB selama periode
organogenesis dan mempengaruhi hampir setiap embrio yang terpapar. Pola kecacatan yang
ditimbulkan oleh retinoid analog mirip dengan efek yang disebabkan oleh vitamin A alami yang
diberikan pada periode embriogenesis. (Geleen,1979; Lammer et al,1985; Rosa et al,1986,
Willwhite et al 86).
Penelitian yang dilakukan oleh Marin dkk (1965) membuktikan bahwa pemberian
isotretionin pada tikus dapat menyebabkan perubahan patologis pada sel mesoderm embrionik
yang melibatkan sel-sel pial pada sistem syaraf dengan manifestasi kelainan pada telinga,

thymus, sistem saraf dan kelainan otak. Pernyataan ini didukung oleh penelitian lain yang
membuktikan efek teratogenik yang sama pada hamster (Webster et al, 1986). Menurut
Thorogood et al (1982) isotretionin tidak hanya menyebabkan perubahan patologis yang
melibatkan sel pial pada sistem syaraf, namun juga melibatkan beberapa sel lain disekitarnya.
Pada tahun-tahun berikutnya beberapa peneliti telah menemukan defisit fungsional dan
perilaku pada keturunan hewan dari ibu dengan hipervitaminosis A. Kelainan kognitif dan
perilaku terdeteksi pada keturunan tikus (Hutchings et al,1973; Vorhees et al, 1978; Mooney et
al, 1981).
Beberapa laporan telah menjelaskan mekanisme patologis bagaimana retinoid dapat
menyebabkan perubahan molekuler yang terjadi di tingkat sel. Pada penelitian eksperimental
yang dilakukan pada ayam dan embrio amfibi, perubahan ini melibatkan peristiwa kematian sel
dini, kegagalan differensiasi sel maupun perubahan pola perkembangan secara menyeluruh.
(Maden dan Summerbell, 1986).
Beberapa bukti menunjukkan bahwa retinoid bekerja didalam sel dengan cara mengikat
protein sitoplasma yang diangkut ke inti sel dan mengubah pola aksi gen didalamnya. Protein
yang khusus mengikat sel di sitoplasma ini disebut sebagai Celluler Retinoic Acid Binding
Protein (CRABP) yang terdeteksi di dalam embrio tikus dan ayam (Kwarta et al, 1985), namun
peran dari CRABP dalam menyebabkan efek teratogenik masih belum dapat dipastikan.
Dari tujuh laporan kasus yang dilaporkan oleh FDA ditemukan hasil kehamilan yang
buruk terkait dengan konsumsi harian vitamin A sebesar 25000 IU atau lebih (Rossa et al, 86).

Beberapa bayi memiliki kelainan yang sama dengan bayin yang terpajan dengan isotretionin

walaupun bias yang berkontribusi pada hasil penelitian ini tidak diketahui dengan pasti. Tidak
ada studi epidemiologi yang menyediakan data yang diperlukan secara kuantitatif untuk
menyatakan resiko malfarmasi setelah paparan harian janin akibat suplementasi vitamin A alami.
Bukti epidemiologi mulai dipublikasikan setelah ditemukan tiga bayi yang mengalami kelainan
akibat penggunaan isotretionin pada awal kehamilan. (Rosa, 1983; Lammer et al, 1985).
Isotretionin yang diberikan dengan dosis 0,5-1,5 mg/kg terbukti sebagai agen teratogenik yang
menyebabkan cacat kongenital mayor pada hampir 20% janin yang terpapar. Kelainan yang
dijumpai adalah cacat pada kraniofasial, sistem syaraf pusat, jantung, dan thymus. Kelainan pada
otak yaitu hidrosefalus, mikrosefali, dan mikrocerebelli. Kelainan jantung yang ditemukan
seperti aorticopulmonary septation defect atau cacat pada perkembangan conotruncal (Lammer
dan Opitz, 1986). Malformasi kraniofasial termasuk cacat telinga eksternal, atresia pulmonalis,
micrognatia, wajah asimetris dan palatoschizis.
Pemberian asam retinoat pada induk mencit sejak umur kebuntingan 10 hari pada dosis
60 mg/kgBB meyebabkan peningkatan kematian intrauterus yang meliputi jumlah fetus mati dan
embrio teresorpsi. (Puspitadewi, 2008). Vitamin A dan senyawa turunan lainnya merupakan
teratogen yang kuat, baik pada hewan coba maupun pada manusia. Kelainan lahir yang
dilaporkan pada wanita yang menerima 13-cis-retinoic acid (isotretionin) selama kehamilan
terjadi peningkatan resiko kelahiran pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10000 IU per

hari seuplemen pro-vitamin A pada tujuh minggu sebelum melahirkan. Konsumsi vitamin A
sebanyak 10 kali lipat dari RDA oleh wanita hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin,
gejala kelainan neurologi dan kerusakan pada mata. (Christian, 2000).
Waugh (2004) telah melaporkan bahwa bayi yang terlahir dari seorang wanita yang
mengoleskan asam retinoat 0,05% sebanyak dua kali sehari untuk wajah berjerawat, sebelum
dan selama kehamilan, mengalami malformasi berat pada wajah seperti kecacatan langit-langit
mulut, bibir sumbing, celah kelopak mata menyatu, hipertelorisma, , defisiensi lubang hidung
kiri dan kelainan sistem saraf pusat serta hidrosefalus. Kasus lainnya melibatkan seorang wanita
yang telah menggunakan krim asam retinoat 0,05% selama sebulan sebelum menstruasi terakhir
dan selama sebelas minggu pertama kehamilan, dilaporkan bahwa bayi yang terlahir mengalami
cacat telinga eksternal.
Sifat teratogenik pada asam retinoat umumnya ditandai oleh kelainan pada telinga
eksternal,kelainan bentuk wajah, kelainan sistem saraf pusat (malposisi, perkembangan kurang

sempurna, atau tidak ada perkembangan), kurangnya kemampuan produksi hormon paratiroid,
serta kelainan jantung (terutama kecacatan pada sekat ventrikel dan atrium, atau pada lengkung
aorta). Kebanyakan bayi yang terlahir dengan kondisi tersebut akhirnya meninggal. Selain dari
itu, kasus keguguran dan kelahiran prematur telah dilaporkan usai penggunaan asam retinoat.
(Waugh, 2004; Briggs, 2005). Adanya asam retinoat dalam darah pada kehamilan telah
dinyatakan berpotensi teratogen. Tidak terkecuali untuk penggunaan asam retinoat topikal di
kulit yang dapat memungkinkan resiko terserapnya asam retinoat ke dalam tubuh. Karena
besarnya resiko tersebut, asam retinoat dikontraindikasikan selama kehamilan dan selama
merencanakan kehamilan.( Briggs, 2005; Thiboutot, 2008))
Percobaan lain juga telah membuktikan bahwa pemberian senyawa retinoid pada embrio
xenopus menyebabkan kelainan pada sistem syaraf berupa mikrosefali, enoftalmus dan
ketidaksempurnaan perkembangan otak depan dan otak tengah setelah pemaparan 4-okso-RA
sejak periode blastula sampai neuralasi awal. Paparan teratogen yang sama pada tikus juga
menyebabkan beberapa cacat kongenital seperti hilangnya struktur otak belakang bagian
anterior, cortical cytoarchitecture dan kelainan perilaku setelah dewasa. (Ganguly, 1989).
Laporan lain telah mendokumentasikan juga pemaparan asam retinoat pada tikus yang
baru dilahirkan menyebabkan keterlambatan perkembangan dan kelainan perilaku .(Luo dkk,
2004). Abnormalitas pada sistem syaraf juga ditemukan sama seperti gejala sindrom all-trans-RA
seperti kegagalan perkembangan paru, pseudotumor cerebri dan peningkatan tekanan intrakranial
yang menyebabkan pembengakakan pada otak. (West dkk, 1999; Mulder, 2000)
Beberapa bukti yang dijumpai oleh Melanie Lamprecht (2007) terkait dengan toksisitas
dari vitamin A dapat membahayakan janin sehingga konsumsi harian dari vitamin A perlu
diperhatikan. Namun perbedaan farmakologi antara vitamin A alami dan vitamin A analog dan
turunannya mempersulit dalam perkiraan efek teratogen dan konversinya dari hewan coba ke
manusia. Konsentrasi teratogen relatif untuk berbagai bentuk retinoid dapat ditentukan dengan
kultur tikus pada embrio pascaimplantasi, namun prosedur ini belum diterima secara luas oleh
masyarakat peneliti sebagai ekstrapolasi data ke manusia hamil.

Kesimpulan
Penggunaan beberapa obat selama kehamilan dapat menimbulkan resiko yang
membahayakan janin karena sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus

plasenta sampai masuk ke dalam sirkulasi janin dan menyebabkan kelainan pada masa
embriogenesis maupun organogenesis. Vitamin A analog dan senyawa turunannya yang sering
digunakan dalam campuran obat pada penyakit kulit, produk kosmetik maupun suplemen
merupakan suatu senyawa yang larut lemak dan dieksresikan sangat lambat dari tubuh, sehingga
penggunaannya dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek toksik bagi tubuh.
Resiko terjadinya efek teratogenik akibat pemberian vitamin A dan turunannya tergantung pada
dosis obat yang diberikan. Walaupun pemberian vitamin A selama kehamilan menunjukkan
keamanan pada hewan coba pada dosis yang disarankan, namun pemberiannya pada manusia
belum teruji secara klinis dan diperlukan penelitian lebih lanjut.

Referensi









American Society of Health-System Pharmacy. 2010. AHFS Drug Information. ASHP
Inc. USA. From http://www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/ajhp_04012010.pdf
Allan R. Liss. Publikasi teratologi masyarakat. Rekomendasi penggunaan vitamin A
selama kehamilan. Teratology 35:269-275 (1987)
Badan POM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. CV. Sagung Seto. Jakarta
Bollag, W. (1983) Vitamin A and retinoids. From nutrition to pharmacology in
dermatology and oncology. Lancet I:860–863.
Bollag, W., and A. Matter (1981) From vitamin A to retinoids in experimental and
clinical oncology: Achievements, failures and outlook. Ann. N.Y. Acad. Sci., 359: 9–23.
Briggs, Gg, et all. 2005. Drug in Pregnancy and Lactation, seventh edition. Lippincott
William& Wilkins. California.
Ganguly J. Biochemistry of Vitamin A. Florida. CRC Press Inc, 1989.
Geelen, J.A.G. (1979) Hypervitaminosis A induced teratogenesis. CRC Crit. Rev.
Toxicol., 6:351–375.





























Christian P, West KP Jr, Khatry SK, et al. Vitamin A or β-carotene supplementation
reduces symptoms of illness in pregnant and lactating Nepali women. J Nutr
2000;130:2675-82.
Combs, GF. 2008. The Vitamin: Fundamental Aspects in Nutrition and health. Third
edition. Elsevier Academic Press. USA.
Goodman, D.S. (1984) Vitamin A and retinoids in health and disease. N. Engl. J. Med.,
310:1023–1031.
Howard, W.B., and C.C. Willhite (1986) Toxicity of retinoids in humans and animals. J.
Toxicol. Toxin. Rev.; 5:55–94.
Hutchings, D.E., J. Gibbon, and M.A. Kauffman (1973) Maternal vitamin A excess
during the early fetal period: effect on learning and development in the offspring. Dev.
Psychobiol., 6:445–457.
Kamm, J.J. (1982) Toxicology, carcinogenicity, and teratogenicity of some orally
administered retinoids. J. Am. Acad. Dermatol., 6:652–659.
Kamm, J.J., K.O. Ashenfelter, and C.W. Ehmann (1984) Preclinical and clinical
toxicology of selected retinoids. In: The Retinoids. M. Sporn, A.B. Roberts, and D.S.
Goodman, eds. Academic Press, New York, vol. n, pp. 287–326.
Kochhar, D.M. (1973) Limb development in mouse embryos. I Analysis of teratogenic
effects of retinoic acid. Teratology, 7:289–298.
Kochhar, D.M., and W.G. McBride (1986) Isotretinoin metabolism and its role in
teratogenesis in mice and marmosets. Teratology, 33:47C.
Kwarta, R.F., C.A. Kimmel, G.L. Kimmel, and W. Slikker (1985) Identification of the
cellular retinoic acid-binding protein (CRABP) within the embryonic mouse (CD-1) limb
bud. Teratology 32:103–111.
Lammer E.J., and J.M. Opitz (1986) The DiGeorge anomaly as a developmental field
defect. Am. J. Med. Genet. (Suppl.) 2:113–127.
Lammer, E.J., D.T. Chen, R.M. Hoar, N.D. Agnish, P.J. Benke, J.T. Braun, C.J. Curry,
P.M. Fernhoff, A.W. Crix, LT. Lott, J.M. Richard, and S.C. Sun (1985) Retinoic acid
embryopathy. N. Engl. J. Med., 313:837–841.
Luo T, Wagner E, Crandall JE, Drager UC. A Retinoic Acid Critical Period in Early
Postnatal Mouse Brain. Biological Psychiatry. 2004;56:971-980.
Maden, M., and D. Summerbell (1986) Retinoic acid-binding protein in the chick limb
bud: Identification at developmental stages and binding affinities of various retinoids. J.
Embryol. Exp. Morphol., 97:239–250.
Marin-Padilla, M., and V.H. Ferm (1965) Somite necrosis and developmental
malformations induced by vitamin A in the golden hamster. J Embryol. Exp. Morphol,
13:1–8.
Melanie Lamprecht. 2007. Overdose of Vitamin A: Teratogenic Effects on the Fetus |
Suite101.com
http://suite101.com/article/overdosage-of-vitamin-aa25227#ixzz26YMWBJil
Mooney, M.P., K.T. Hoyenga K.B. Hoyenga, and J.R.C. Morton (1981) Prenatal
hypovitaminosis A and postnatal behavioral development in the rat. Neurobehav.
Toxicol. Teratol., 3:1–4.
Morriss, G.M. (1976) Abnormal cell migration as a possible factor in the genesis of
vitamin A-induced craniofacial anomalies. In: New Approaches to the Evaluation of
























Abnormal Embryonic Development. D. Neubert and H.J. Merker, (eds.) Thieme,
Stuttgart, pp. 678–687.
Mulder GB, Manley N, Grant J, Schmidt K, Zeng W, Eckhoff C, Maggio-Price L. Effects
of Excess Vitamin A on Development of Cranial Neural Crest-Derived Structures: A
Neonatal and Embriological Study. NLM : Teratology. 2000;62:214-26.
National Toxicology Program(2005) All All-Trans-Retinyl Palmitate (Effects of Topically
Applied Retinoids on Photocarcinogenesis). http://ntp.niehs.nih.gov/go/7658
Nutrients guidelines. Institute of Medicine of the National Academies, (2008)
http://www.americanpregnancy.org/pregnancyhealth/nutrientguidelines.htm
O’Donnell J. Polar Hysteria: An Expression of Hypervitaminosis A. Am J Ther.
2004;11:507-516.
Puspitadewi Teresia Retna, 2008. Efek Asam Retinoat yang Diberikan pada Induk
Mencit (Mus musculus) Umur Kebuntingan 10 Hari Terhadap Hasil Reproduksi dan
Kelainan Bawaan Eksternal Janin. From : http://www.fk.unair.ac.id/scientificpapers/pasca-theses/efek-asam-retinoat-yang-diberikan-pada-induk-mencit-musmusculus-umur-kebuntingan-10-hari-terhadap-hasil-reproduksi-dan-kelainan-bawaaneksternal-janin.html
Rosa, F.W. (1983) Teratogenicity of isotretinoin., Lancet, II:513.
Russell-Briefel, R., A.W. Caggiula, and L.H. Kuller (1985) A comparison of three dietray
methods for estimating vitamin A intake. Am. J. Epidemiol. 122:628–636.
Sommer A, West KP. Effects of alternative maternal micronutrient Supplement On Low
Birth Weight In rural Nepal: Double-Blind Randomised Trial. BMJ. 2003;26:571.
Shenefelt, R;E. (1972) Morphogenesis of malformations in hamsters caused by retinoic
acid. Relation to dose and stage at treatment. Teratology, 5:103–118.
Thiboutot, DM, et all, 2008. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin mediates 13-cis
retinoic acid-induced apoptosis of human sebaceous gland cells. Abstract J. of Clinical
Investigation. http://www.fred.psu.edu/ds/retrieve/fred/publication/18317594
Thorogood, P., L. Smith, A. Nicot, R. McGinty, and D. Garrod (1982) Effects of vitamin
A on the behavior of migratory neural crest cells in vitro. J. Cell Sci.,57:331–350.
Underwood B.A. (1984) Vitamin A in animal and human nutrition. In: The Retinoids,
Vol. I. M.B Sporn, A.B. Roberts, and D.S. Goodman, eds. Academic press, New York,
pp. 282–377.
Underwood, B.A. (1986) The safe use of vitamin A by women during the reproductive
years. Report of the International Vitamin A Consultative Group, April 1986.
Vorhees, C.V., R.L. Brunner, C.R. McDaniel, and R.E. Butcher (1978) The relationship
of gestational age to vitamin A induced postnatal dysfunction. Teratology, 17:271–276.
Waugh J., et all. 2004. Adapalene: a Review of its Use in the Treatment of Acne Vulgaris.
J. Drug. Dermatology.
Webster, W.S., M.C. Johnston, E.J. Lammer, and K.S. Sulik (1986) Isotretinoin
embryopathy and the cranial neural crest: an in vivo and in vitro study. J. Craniofac.
Genet. Dev. Biol., 6:211–222.
West KP, Katz J, Khatry SK, LeCLrq SC, Pradhan EK, Shresth SR, Connor PB, Dali
SM, Christian P, Pokhrei RP, Sommer A. Double-Blind, Cluster Randomised Trial of
Low Dose Supplementation With Vitamin A or b- Carotene on Mortality Related to
Pregnancy in Nepal. BMJ. 1999;318:570-575.







Willhite, C.C., and V. Balogh-Nair (1985) Teratogenic profile of retinylidene methyl
nitrone and retinol in Swiss-Webster mice. Teratogenesis Carcinogen. Mutagen., 5:355–
363.
Willhite, C.C., R.M. Hill, and D.W. Irving (1986) Isotretinoin induced craniofacial
malformations in humans and hamsters. J. Craniofac. Genet. Dev. Bio., 2:193–209.