Identifikasi Arstektur Rumah Tinggal Masyarakat Bali Aga di Desa pakrman Asak desa Pertima Karangasem.

SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. vii
SAMBUTAN KETUA PANITIA............................................................................................................ ix
SAMBUTAN KETUA LPPM UNIVERSITAS UDAYANA ................................................................ xi

HUMANIORA
NILAI LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN
DAN PENGEMBANGAN HUKUM
Fenty U. Puluhulawa, Nirwan Yunus ..........................................................................................................3
KEBIJAKAN LOKAL DAN ETNISITAS MENUJU
INTEGRASI KELOMPOK ETNIS
DI KABUPATEN POHUWATO
Wantu Sastro ...............................................................................................................................................8
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBERHASILAN IMPLEMENTASI EKONOMI
HIJAU DALAM RESTORASI DAN KONSERVASI TERUMBU KARANG DI PEMUTERAN BALI
SEBAGAI DAYA TARIK EKOWISATA
I Ketut Surya Diarta, I Gede Setiawan Adi Putra ....................................................................................13
KEMAMPUAN BAHASA BALI GENERASI MUDA BALI DI UBUD GIANYAR BALI
Ni Luh Nyoman Seri Malini, Luh Putu Laksminy, I Ketut Ngurah Sulibra .............................................21

INTENSITAS KAPITAL INDUSTRI DAN DINAMISME KEUNGGULAN
KOMPARATIF PRODUK EKSPOR INDONESIA
Ni Putu Wiwin Setyari ..............................................................................................................................29
MODEL ESTIMASI KINERJA KEUANGAN BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR
INTERNAL UKM DI KABUPATEN BANDUNG
Rivan Sutrisno, Mardha Tri Meilani ..........................................................................................................38
KAMUS PRIMITIVA SEMANTIK BALI-INDONESIA-INGGRIS BIDANG ADAT DAN AGAMA
Dr. I Made Netra, S.S., M.Hum, Drs. I Nyoman Udayana, M.Litt., Ph.D,
Dr. Drs. I wayan Suardiana, M.Hum, Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M.Hum.,
Dr. Drs. Frans I Made Brata, M.Hum .......................................................................................................46
MODEL KONFIGURASI MAKNA TEKS CERITA RAKYAT TENTANG PRAKTIK-PRAKTIK
BUDAYA RANAH AGAMA DAN ADAT
UNTUK MEMPERKOKOH JATI DIRI MASYARAKAT BALI
Dr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M.Hum, Dr. I Made Netra, S.S., M.Hum,
Dr. Frans I Made Brata, M.Hum, Prof. Dr. I Made Suastika, S.U ............................................................ 54

Kuta, 29-30 Oktober 2015 | xiii

SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015


SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PRODUK PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG
BERBASIS WEB MOBILE
Adi Purnawan ........................................................................................................................................1697
EFEKTIFITAS METODE KALKULATOR JARI (KEJAR) DALAM MENINGKATAN
KEMAMPUAN PERKALIAN SISWA SD
Ni Luh Putu Suciptawati, I Nyoman Widana, Ni Made Puspawati, Ni Made Asih ..............................1701
PEMANFAATAN INSTANT MESSAGING SEBAGAI
MEDIA ALTERNATIF AKSES INFORMASI KAMPUS
(STUDI KASUS PADA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA)
I Made Arsa Suyadnya, Widyadi Setiawan ..........................................................................................1707
REKONSTRUKSI ARSITEKTUR BALI AGA - UMAH
DI DESA BUNGAYA, KECAMATAN BEBANDEM
KABUPATEN KARANGASEM - BALI
A. Ayu Oka Saraswati, Nyoman Surata ................................................................................................1715
IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL MASYARAKAT
BALI AGA DI DESA PAKRAMAN ASAK, KARANGASEM
I Nyoman Susanta .................................................................................................................................1722
STUDI DENDRITE ARM SPACING (DAS) DAN AKUSTIK
PADA PENGECORAN PERUNGGU 20% SN SEBAGAI BAHAN GAMELAN

I Ketut Gede Sugita, Ketut Astawa .......................................................................................................1731
RANCANG BANGUN PENGOLAH AKSARA LATIN
MENJADI AKSARA BALI DALAM WEBSITE BERITA
Putu Wira Buana ...................................................................................................................................1737
PERKEMBANGAN BENTUK DAN TATA RUANG
RUMAH TINGGAL TRADISIONAL DI DESA ADAT PENGOTAN KECAMATAN BANGLI,
BANGLI (STUDI DOKUMENTASI DAN INVENTARISASI ARSITEKTUR BALI AGA)
A A Gde Djaja Bharuna S, I Made Widja I B Joni Mantara I Pt Adi Sumar Bawa ................................. 1744
PENGARUH PEMASANGAN RING PADA
PERMUKAAN SILINDER TERHADAP DRAG DENGAN VARIASI JARAK ANTAR RING
Si Putu Gede Gunawan Tista, I Made Astika, Ainul Ghurri ................................................................. 1752
APLIKASI DAN PELATIHAN SATU ALAT TIGA FUNGSI SEBAGAI BLENDER, PENGUPAS
KULIT ARI KACANG TANAH DAN MIXER DENGAN KAPASITAS 1 KG DI DESA
BUNGBUNGAN, BANJARANGKAN, KELUNGKUNG
Ketut Astawa, I Ketut Sudarsana, Hendra Wijaksana, I Putu Lokantara ..............................................1758
STUDI SIFAT CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) DENGAN
BAHAN UTAMA BONGKARAN ASPAL BETON LAMA DAN AUTOCLAVED AERATED
CONCRETE (AAC) SEBAGAI FILLER
I Nyoman Arya Thanaya, I Gusti Raka Purbanto, Pande Gde Pradnya P.M ........................................1763
xxxvi | Kuta, 29-30 Oktober 2015


1

IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL MASYARAKAT
BALI AGA
DI DESA PAKRAMAN ASAK, KARANGASEM
I Nyoman Susanta
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung
Telp : 0361 703384
susanta.nyoman@yahoo.com
ABSTRACT
Desa Pakraman Asak is one of the Bali Aga village in Karangasem, designated by the government as a
cultural village which includes a strategic rural districts in order to support the declaration of cultural
tourism. Desa Pakraman Asak has a unique activity of customs and traditions that are implemented in the
fabric of space and architecture. The uniques from that village are the arrangement of spaces and buildings,
especially in the arrangement of residential and yard area. The yard is a plot of land for residential function
with an area of about 200-300 M² in which there are several building units or bale-bale containers occupants
activity. Along with time and developments in various sectors of development, especially improving the
economy in Desa Pakraman Asak lead to changes in society in the necessities of life, livelihood, lifestyle and
various other aspects. The changes further change use patterns, activity and order of customs value at the

heart and source of inspiration for local community life. In order to preserve traditional values and the
values of architecture will require real efforts, so that the existence of local architecture and uniqueness
Desa Pakraman can be maintained. One of the steps taken to concervation such heritage is to identify
residential architecture. For it is then necessary layout data collection, spatial and residential shape,
pattern-problem utilization and problems related to local indigenous traditions. The data is compiled and
analyzed to formulate the model homes of the architecture and utilization. A strategy that can be developed is
to do conservation, modification or repetition continues to reflect the identity of traditional architecture.
Keywords: residential architecture, change, conservation, modification and repetition

ABSTRAK
Desa Pakraman Asak merupakan salah satu dari Desa Bali Aga yang ada di Kabupaten Karangasem,
ditetapkan oleh pemerintah sebagai desa budaya yang termasuk desa strategis kabupaten dalam rangka
mendukung pencanangan pariwisata budaya. Desa Pakraman Asak memiliki keunikan aktivitas adat dan
tradisi yang diimplementasikan dalam tatanan ruang dan arsitektur. Salah satu keunikannnya pada penataan
ruang-ruang dan bangunan, khususnya pada penataan rumah tinggal dan area pekarangan. Pekarangan
merupakan sebidang tanah untuk fungsi rumah tinggal dengan luas sekitar 200 - 300 M² didalamnya
terdapat beberapa unit bangunan ataupun bale-bale wadah aktivitas penghuninya. Sejalan dengan waktu dan
perkembangan dalam berbagai sektor pembangunan khususnya peningkatan perekonomian di Desa
Pakraman Asak mengakibatkan perubahan-perubahan pada masyarakatnya dalam kebutuhan hidup, mata
pencaharian, pola hidup dan berbagai aspek lainnya. Perubahan tersebut selanjutnya mengubah pola

pemanfaatan, aktivitas dan tatanan nilai adat yang menjadi inti dan sumber inspirasi kehidupan masyarakat
setempat. Dalam rangka pelestarian tata nilai adat dan tata nilai arsitekturnya maka diperlukan upayaupaya nyata, sehingga keberadaan arsitektur setempat dan keunikan desa pakraman dapat dipertahankan.
Salah satu langkah yang dilakukan untuk pelesatarian warisan tersebut adalah dengan mengidentifikasi
arsitektur rumah tinggal. Untuk hal tersebut maka dibutuhkan pendataan tata letak, tata ruang dan tata
bentuk rumah tinggal, pola pemanfaatannya serta permasalahan-permasahan yang terkait dengan tradisi
adat setempat. Data-data dikompilasi dan dianalisis untuk merumuskan model rumah tinggal dari sisi
arsitektur dan pemanfaatannya. Setrategi yang dapat dikembangkan adalah dengan melakukan konservasi,
modifikasi ataupun repetisi yang tetap mencerminkan jati diri arsitektur tradisional.
Kata kunci : arsitektur rumah tinggal, perubahan, konservasi, modifikasi dan repetisi

2

1. PENDAHULUAN
Desa pakraman adalah satu kesatuan wilayah dengan tatanan kehidupan sosial budaya masyarakat,
memiliki otoritas pengelolaan desa yang dilandasi oleh tradisi dan adat setempat. Desa pakraman di
Bali berdasarkan tradisinya dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu : Desa Bali Aga atau Bali
pegunungan atau Bali mula dan Desa Bali Apanaga atau Bali dataran. (Dinas PU Prop. Dati I Bali,
1989: 6; Parimin Ardi P, 1986: 16; Danker Schaareman, 1986 : 2-5). Desa Pakraman Asak
memiliki keunikan pada penataan ruang-ruang dan bangunan, khususnya pada penataan rumah
tinggal dan area pekarangan. Pekarangan merupakan sebidang tanah untuk fungsi rumah tinggal,

didalamnya terdapat beberapa unit bangunan ataupun bale-bale wadah aktivitas penghuninya
(Gelebet, 1982) dikelilingi penyengker/ pagar pembatas dengan pintu masuk berupa kori (Susanta,
2012). Satu bidang pekarangan seluas 200 - 300 M² umumnya dihuni oleh satu kepala keluarga
(observasi, 2015). Perwujudan tata ruang dan bentuk rumah tinggal dan area pekarangan ini
sebagai penjabaran tata nilai tradisi adat. Sejalan dengan waktu dan perkembangan di Desa
Pakraman Asak mengakibatkan perubahan dalam kebutuhan hidup, mata pencaharian, pola hidup
dan berbagai aspek lainnya. Perubahan tersebut terimplementasi dalam arsitektur seperti tata ruang
dan tata bangunan. Perubahan-perubahan menggeser, melemahkan bahkan menghilangkan tata
nilai, tata ruang dan tata bentuk terdahulu. Dalam rangka pelestarian tata nilai adat dan tata nilai
arsitekturnya maka diperlukan upaya-upaya nyata. Salah satu langkah yang dilakukan untuk
pelesatarian warisan tersebut adalah dengan mengidentifikasi arsitektur rumah tinggal. Secara
eksplisif penelitian bertujuan : 1) mengidentifikasi arsitektur (tata letak, tata ruang dan tata bentuk)
rumah tinggal; 2) mengidentifikasi pola-pola pemanfaatan rumah tinggal; 3) merumuskan setrategi
yang dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur (tata letak, tata ruang dan tata
bentuk) dan pola pemanfaatan rumah tinggal. Dibutuhkan pendataan tata letak, tata ruang dan tata
bentuk rumah tinggal, pola pemanfaatannya serta permasalahan-permasahan yang terkait dengan
tradisi setempat. Data-data dikompilasi dan dianalisis untuk mendapatkan model arsitektur rumah
tinggal yang sesuai prinsip konservasi dari sisi arsitektur dan pemanfaatannya. Model menjadi
masukan dalam menemukan solusi-solusi permasalahan yang terkait dengan pelestarian arsitektur
rumah tinggal dan tata nilai adat dengan perubahannya. Perubahan bertujuan untuk memenuhi

tuntutan tata ruang yang meningkat. Akibatnya pola-pola arsitektur rumah tinggal akan berubah
yang selanjutnya diikuti perubahan pola-pola aktivitas yang semata-mata hanya didasari oleh nilai
efisiensi. Dalam hal tersebut khususnya di Desa Pakraman Asak diperlukan suatu bentuk pola
untuk perencanaan konservasi terhadap arsitektur rumah tinggal dan pola-pola pemanfaatannya.
Inventarisasi desa-desa tradisional yang dilakukukan oleh Dinas PU Prop. Bali tahun 1989 bersifat
umum yang menyangkut pola-pola pemukiman dan rumah secara makro. Inventarisasi tersebut
tidak melihat hubungan antara aktivitas pemnfaatan rumah tinggal dengan pola arsitekturnya (tata
letak, tata ruang dan tata bentuk). Hasil penelitian ini dapat menemukan pola-pola pemanfaatan dan
merumuskan strategi pelestarian arsitektur dan pola pemanfaatnnya. Danker Schaareman pada
tahun 1986 seorang antropolog dalam bukunya Tatulingga : Tradition and Continuity yang meriset
organisasi social dan ritual Desa Pakraman Asak dalam tataran desa, aktivitas adat dalam kaitannya
dengan pemanfaatan ruang-ruang dalam rumah tinggal belum ada. Penelitian ini dalam kaitan
arsitektur rumah tinggal dan pola pemanfaatan ruang dapat melengkapi apa yang telah ditulis oleh
Danker Schaareman.

2. BAHAN DAN METODE
Diharapkan Penelitian ini akan dilakukan di Pakraman Asak Desa Pertima Kecamatan Karangasem
Kabupaten Karangasem. Semua Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif, yang didukung pula oleh data kuantitatif. Jenis data yang akan dikumpulkan adalah :
data primer melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi di lapangan (dilakukan

pendataan, baik berupa tabel, pemetaan, perekaman video, dan pemotretan) ; data sekunder
didapatkan dengan setudi pustaka melalui review terhadap materi-materi yang relevan deangan data
dan bahasan; Analisa komparatif secara deskriptif dan sintesa untuk perumusan setrategi yang
dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur (tata letak, tata ruang dan tata bentuk) dan

3

pola pemanfaatan rumah tinggal. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah : Kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data-data awal terkait teori-teori dan referensi
yang berhubungan dengan arsitektur tradisional Bali, serta rangkaian tradisi-tradisi adat yang
berhubungan dengan pemanfatan unit-unit bangunan pada rumah tinggal. Observasi dengan
melakukan pengamatan untuk didokumentasikan baik dengan pencatatan maupun pemotretan
dengan kamera sebagai data primer. Wawancara dengan undagi, tukang banten, pemangku dan
tokoh adat secara terstruktur dengan mempersiapkan sejumlah daftar pertanyaan. Penelitian ini
menggunakan rancangan sebagai berikut :
PENDATAAN

KOMPILASI DATA

ANALISA DAN SINTESA


REKOMENDASI

KESIMPULAN

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif, dimana data-data fisik dan non fisik yang
terkumpul baik itu data kepustakaan maupun lapangan. Jenis data berupa data kuantitatif maupun
kwalitatif dikompilasi, selanjutnya akan dianalisa dan dikomparasikan dengan data-data acuan yang
didapatkan melalui studi kepustakaan. Dari hasil analisa dan komparasi dikaji dan disimpulkan
untuk mendapatkan suatu rekomendasi.

3. HASIL

Gambar 3. Lay Out Rumah Tinggal I Wayan Rambi (alm) dan I Nengah Rapi

Gambar 4. Lay Out Rumah Tinggal I Wayan Kamas dan I Nengah
Suarta


Gambar 5. Lay Out Rumah Tinggal I Nengah Mesir dan Pelinggih Sanggah

4

5. PEMBAHASAN
Pembahasan ini terdiri dari tiga bahasan yaitu : 1) identifikasi arsitektur (tata letak, tata ruang dan
tata bentuk) rumah tinggal; 2) identifikasi pola-pola pemanfaatan rumah tinggal; 3) perumusan
setrategi yang dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur (tata letak, tata ruang dan
tata bentuk) dan pola pemanfaatan rumah tinggal.
5.1 Identifikasi Arsitektur (tata letak, tata ruang dan tata bentuk) Rumah Tinggal
Arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Asak dapat dikenali dari beberapa aspek yaitu tata
letak, tata ruang, tata bentuk, sistem struktur dan materialnya. Aspek-aspek tersebut merupakan
tampilan fisik yang dapat dilihat secara langsung dan dirasakan suasananya, sehingga mampu
memberikan ciri dan identitas yang spesifik. Rumah tinggal merupakan satu kesatuan bangunan
yang terbentuk dari petak tapak, dibatasi oleh penyengker dengan luasan berkisar 200 - 300 M².
Petak tapak dimana rumah dibangun merupakan tanah ayahan desa, sehingga kepemilikannya
dikelola oleh desa dan hak guna pakainya diberikan kepada kerama pengayah desa. Artinya hanya
boleh ditempati sepanjang orang tersebut ikut maayahan di desa.
Petak pekarangan rumah berderet dari barat ke timur dengan dihubungkan oleh rurung-rurung
yang menerus di sisi utara dan selatannya. Rurung terhubung dengan plasa-plasa di ujung-ujungya.
Plasa sebagai ruang terbuka dan tempat fasilitas sosial dan fasilitas umum desa. Petak pekarangan,
rurung dan plasa membentuk pola linier, memiliki sumbu utama utara selatan sebagai plasa utama.
Disini dibangun faslitas utama desa seperti pura-pura pada bagian utaranya, bale banjar,
permandian, pasar, bale masyarakat pada bagian tengahnya dan seme dengan Pura Dalem pada
bagian selatannya.
Pada petak pekarangan rumah tinggal terdapat sanggah dengan bangunan-bangunannya yang
terletak pada bagian timur laut, natah dengan unit-unit bangunannya pada bagian tengah, dikelilingi
penyengker sebagai pembatas dengan kori sebagai pintu masuknya dan lebuh sebagai ruang
penghubung antar pekarangan dengan rurung. Antara sanggah, natah, dan penyengker dengan kori
serta lebuhnya membentuk suatu hirarki ruang yang masing-masing dianggap bernilai utama,
madya dan nista sebagai pengejawantahan dari filosofi tri loka menjadi tri mandala. Pada sanggah
terdapat bangunan berupa pelinggih-pelinggih. Berdasarkan jenis pelinggih yang ada terdapat dua
tipelogi sanggah. Tipe sanggah pertama jenis pelinggih yang ada antara lain ; Kemulan, dan
Kompyang yang berjejer di timur dari utara ke selatan menghadap ke barat dan Lepitan di utara
paada bagian tengah menghadap ke selatan. Tipe sanggah yang kedua jenis pelinggih yang ada ;
Kemulan dan Kompyang yang berjejer di timur dari utara ke selatan menghadap ke barat, Padma di
utara Kemulan menghadap ke selatan atau ke barat, dan taksu di utara menghadap ke selatan di
sebelah barat Padma. Kedua tipe sanggah dikelilingi oleh penyengker sanggah dan satu pintu
masuk dengan variasi bentuk berupa candi bentar ataupun lalengan. Berdasarkan bahannya
terdapat dua tipe pelinggih yaitu pelinggih berbahan bebatuan dari tepas, batur dan sari dengan
struktur masip. Tipe pelinngih yang kedua dengan tepas dan bebaturan pada bagaian bawah yang
terbuat dari batu, jenis strukturnya masip dan sarinya dari kayu, berstruktur rangka. Jenis kayu
yang digunakan nangka, cempaka, intaran dan majegau. Jenis bahan atapnya dari ijuk, genteng,
alang-alang dan seng. Pada bagian-bagian tertentu terdapat hiasan profil / kekupakan dan hiasan
ornamen sudut, hiasan ornamen bidang, hiasan atap dan patung. Ornamen hiasan karangan dari
flora, fauna dan dewata dengan komposisi penempatan didasarkan atas makna, simbol, serta
filosofi hindu. Setiap pekarangan seperti apapun kondisi dan luasnya selalu memiliki sanggah
dengan salah satu dari tipe tersebut.
Pada bagian tengah pekarangan terdapat natah, sebagai ruang terbuka yang menjadi pusat orientasi
dan Penunggun Karang sebagai pungulunya. Pada natah terdapat beberapa bangunan dengan
orientasi ketengah-tengahnya, bangunan tersebut antara lain seperti ; Bale Dangin, Bale Daja, Bale
Dauh, Paon, Jineng, Bada dan Jempeng/Kamar Mandi dan WC. Tidak semua rumah tinggal
memiliki bangunan tersebut secara lengkap tetapi berbeda-beda antara rumah satu dengan rumah
lainnya. Perbedaan jenis bangunan yang dibuat didasarkan atas kondisi luasnya pekarangan.
Pekarangan yang sempit hanya membuat salah satu dari bale yang dapat berfungsi sebagai wadah
aktivitas adat. Jenis dan varian bale yang ada antara lain Bale Dangin dengan saka 12 atau saka 6,

5

sedangkan Bale Daja dengan saka 12 atau saka 8 meamben. Dari tata letak, kedua bale tersebut
menempati posisi masing-masing Bale Daja di utara pada bagian tengah menghadap ke selatan,
sedangkan Bale Dangin posisinya di timur pada bagian tengah menghadap ke barat.
Bale berbentuk segi empat terdiri dari bebaturan
pada bagian bawah dan badan yang berupa sesaka
dengan balenya pada bagian diatasnya. Bale
merupakan bangunan yang terbuka pada satu atau
dua sisinya. Filosofi bentuk-bentuk dari bale
didasarkan atas filosofi tri angga yang terdiri dari
bagian kepala berupa atap, bagian badan berupa
sesaka, bale dan bagian kaki berupa bataran.
Masing-masing bagian juga didasarkan atas bentuk
filosofi tri angga. Bebaturan dengan palih tepas,
batur dan sari, masing-masing terbuat dari batu
padas dan bata merah dengan struktur massa masip.
Gambar 6. Model Bale Daja yang Sudah
Struktur pondasi bebaturan merupakan pondasi
Mengalami Perkembangan Material
setempat berbahan batu kali dan batu padas. Hiasan
bebaturan berupa pepalihan dan ornamen ragam hias karangan dari flora dan fauna. Bebaturan
merupakan bagian yang terpisah dengan struktur bunga. Badan Bale ada memiliki sesaka dua belas,
delapan ataupun enam buah, terbuat dari jenis kayu nangka, intarann, jati, kwanitan, dengan bahan
penutup atap dari genteng. Struktur badan merupakan rangka dari batang-batang yang membentuk
rangka ruang, terdiri dari sesaka, lambang dan sineb, dengan pengaku sunduk, waton, parba /
dinding parba dan bale. Pada bagian-bagian tertentu dari badan seperti pada sendi, sesaka,
lambang, sinab, pemade, pemucu dan seterusnya terdapat hiasan. Hiasan berupa profil / kekupakan
dan hiasan ornamen sudut, hiasan ornamen bidang dan hiasan atap. Hiasan ornamen ini berbahan
kayu dengan finishing kombinasi antara natural, cat minyak dan perada. Bahan lantai antara lain ;
keramik, bata dan batu.
Bale Dauh, Paon dan Jempeng merupakan bangunan yang sebagaian besar (85%) sudah
mengalami perubahan pada bentuk, sistem strukturnya dan bahannya. Bale Dauh posisinya di
bagian barat memanjang dari utara ke selatan menghadap ke timur. Bangunan tertutup pada
keempat sisi, terbuat dari bahan pabrikan seperti batako, kaca, keramik, semen. Berstruktur rangka.
Paon dan Jempeng posisinya pada arah selatan, barat daya dan barat, bangunan ini ada yang
terbuka dan ada yang tertutup. Bahan kombinasi alami dan pabrikan.
Jineng posisinya di barat laut, merupakan bangunan yang paling langka. Bentuknya terdiri bagian
kepala, badan dan kaki. Bagian kaki merupakan bataran terbuat dari bebatuan, sedangkan badan
dan kepala terbuat dari kayu dengan sisten struktur rangka. Jenis material penutupnya dari genteng
dan seng.
Bada sebagai kandang tempat memelihara binatang peliharaan seperti babi, ayam, sapi kambing
dan lain-lainnya. Hanya sebagian kecil (15 %) rumah yang masih memiliki kandang, letaknya di
tenggara, barat daya ataupun barat laut.
Kori merupakan pintu keluar masuk dari rumah dan sebagai penghubung dengan rurung untuk
mencapi lingkungan luar. Didepannya terdapat ruang terbuka yang disebut Lebuh yang merupakan
ruang transisi dari luar kedalam. Bentuk kori dilandasi dengan konsep tri angga yang terdiri dari
bagian kepala berupa atap, bagian badan berupa pengawak kori dan bagian kaki berupa baturnya.
Atap kori ada yang terbuat dari bahan batuan yang diplester dan ada pula yang terbuat dari genteng
dan alang alang dengan struktur rangka bidang berbentuk limasan. Pengawak Kori keseluruhan
bentuknya merupakan bebaturan dengan berbahan bebatuan baik itu diplester dengan kapur,
semen, tanah polpolan, bata merah, ekspose dan sebagainya. Strukturnya merupakan struktur massa
masip, pada bagian dalam merupakan material isian non struktural. Pada bagian luarnya merupakan
struktur dinding pemikul yang menyerupai kulit pembungkus dari kori tersebut. Pondasinya
merupakan struktur setempat massa masip dari bahan pasangan batu kali dan batu padas dengan
perekat tanah.
Propil / pepalihan bebaturan dilengkapi hiasan dengan ornamen berupa karangan. Perletakan dan
pemakaian ornamen ukiran ragam hiasan sudut dan hiasan bidang yang lebar dan kecil diatur sesuai

6

komposisinya masing-masing sehingga tampak indah. Bagian pintu kori terbuat dari kayu dengan
bagian-bagiannya antara lain ; Ulap-ulap/ dedanga merupakan ambang atas kusen, Jajeneng
sebagai tiang kusen, Telundagan sebagai ambang bawah kusen dan don kori sebagai daun pintunya.
Kayu-kayu dihiasi dengan pepelihan propilan, pepelok dan telaga ngembeng.Kori dilengkapi
dengan undag-undag/tangga baik kearah luar maupun dalam.
Penyengker merupakan dinding pagar pembatas sekaligus penghubung antara rumah dengan
lingkungan luar disekitarnya. Penyengker dapat berupa dinding pagar pembatas. Dimana pada
tempat-tempat tertentu pagar ini diberikan pintu yang dapat berupa Kori/Angkul-angkul maupun
Paletasan. Penyengker berbentuk dinding tembok mengelilingi batas dari petak pekarangan,
dengan bentuk terdiri dari tiga bagian berdasarkan filosofi tri angga. Bagian kaki terletak pada
bagian bawah merupakan batur, bagian badan merupakan pengawak yang terletak diatas batur dan
bagian kepala merupakan raab / atap yang terletak paling atas. Keseluruhan bentuknya merupakan
bebaturan dengan berbahan dapat dari batu, tatal dan batu bata merah. Strukturnya merupakan
struktur massa masip, pada bagian dalam merupakan material isian non struktural. Sedangkan
bagian luarnya merupakan struktur dinding pemikul yang menyerupai kulit pembungkus dari
tembok tersebut. Pondasinya merupakan struktur menerus massa masip dari bahan pasangan batu
kali dan batu padas dengan perekat tanah. Pada bagian-bagian tertentu tembok/penyengker ini
diperkuat dengan memberikan penebalan dan pembesaran dimensi yang berbentuk pilar-pilar
dengan tinggi melebihi pagar. Pilar pada pertemuan dua arah tembok yang terletak dibagian pojok
disebut dengan Paduraksa. Propil / pepalihan bebaturan dilengkapi hiasan dengan ornamen berupa
pepalihan, pepelok dan penyu kambang.
Telajakan adalah ruang terbuka dibagian luar penyengker depan yang berbatasan dengan marga
ataupun rurung. Tidak semua rumah memiliki telajakan, hanya rumah-rumah yang terletak pada
marga dan plasa utama yang memilkinya.
5.2 Identifikasi Pola-pola Pemanfaatan Rumah Tinggal
Berdasarkan pola pemanfaatannya arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Asak dapat
dikelompokkan atas tiga bagian fungsi yaitu fungsi parhyangan (persembahyangan), fungsi
pawongan (aktivitas kerja, sosial dan istirahat) dan fungsi palemahan (keamanan dan bina
lingkungan). Bangunan parhyangan sebagai fungsi sakral dan privat, bangunan pawongan
berfungsi profan dan semi privat, bangunan palemahan berfungsi profan dan publik,
Fungsi parhyangan berkaitan dengan pemujaan dan persembahyangan terhadap leluhur dan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ). Fungsi Parhyangan terdapat di
sanggah. Aktivitas pemanfaatan terdiri dari aktivitas rutin seperti persembahyangan rutin harian,
rerainan purnama, tilem, kajeng kliwon, perayaan hari raya, piodalan dan usaba terkait tradisi adat.
Aktivitas pemanfaatan yang insidentil seperti ; upacara manusa yadnya seperti upacara nganten,
nelubulanin, meoton, metatah, ngelinggihang, dan lain sebagainya.
Fungsi Pawongan berkaitan dengan bangunan yang difungsikan untuk hunian dan aktivitas sosial
budaya yang mengikutinya. Bangunan dengan fungsi Pawongan ini meliputi bangunan-bangunan
yang terdapat pada natah dengan banguan-banguannnya seperti Bale Dangin, Bale Daja, Bale
Dauh, Paon, Jineng, Bada dan Jempeng/Kamar Mandi dan WC. Terdapat beberapa model
pemanfaatan bangunan-bangunan tersebut antara lain.
Natah :
Berfungsi sebgai pusat orientasi bangunan, dapat memiliki fungsi yang berubah-ubah antara fungsi
sakral dan fungsi profan. Sehari-hari akan berfungsi profan dan saat ada upacara keagamaan akan
berfungsi sakral. Secara adat natah ini memiliki fungsi yang vital dan pleksibel dalam kapasitas
dan fungsi. Seluruh aktivitas sosial budaya dan keagamaan memerlukannya.
Bale Daja dan Bale Dangin
Bangunan ini berfungsi untuk tempat tidur dan aktivitas keagamaan, dimana kedua fungsi tersebut
berubah-ubah sesuai dengan kepentingan. Kedua bale dapat berfungsi sakral maupun profan.
Fungsi sakral yang diwadahi antara lain untuk aktivitas upacara manusa yadnya dan fitra yadnya.
Sedangkan untuk fungsi profan seperti ; tidur bagi orang-orang yang sudah tua, menerima tamu,
bercengkrama, maupun mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bale Dauh, bangunan ini berfungsi

7

profan seperti ; digunakan untuk tempat tidur, belajar, dan aktivitas lainnya yang terkait. Paon
berfungsi sebagai tempat aktivitas memasak, makan dan gudang. Jineng difungsikan untuk
menyimpan pada pada bagian loteng, sedangkan bagian bawah untuk duduk dan aktivitas kerja
ringan. Jempeng/KM untuk wadah aktivitas MCK. Bada sebagai kandang untuk memelihara ternak
dan menyimpan makannnya.
Fungsi Palemahan berkaitan dengan bangunan yang berfungsi penghubung antara pekarangan
dengan lingkungan sekitarnya. Bangunan ini meliputi Kori, Lebuh, Penyengker dan Telajakan.
Kori sebagai pintu keluar masuk dan lebuh sebagai ruang terbuka didepannya, dapat berfungsi
sakaral amupun profan. Fungsi sakral ketika mewadahi aktifitas terkait upacara adat dan
keagamaan, seperti caru sasih, nanceb penjor, nanceb damar kurung saat pengabenan, sanggah
pengubengan ketika piodalan, taaban banten dan caru ketika upcara fitra yadnya dan sebagainya.
Upacara sehari-hari seperti tempat ngeluarang dan mesaiban. Sebagai fungsi profan Lebuh
difungsikan meletakkan barang yang tidak perlu masuk kedalam seperti markir motor, tempat kayu
bakar, tempat orang berpapasan pada rurung yang sempit, dan sebagainya.
Penyengker berfungsi sebagai pembatas, memberikan perlindungan dan rasa aman bagi penghuni
rumah. Pagar sebagai batas teritorial yang boleh dikuasai oleh masing-masing penghuni rumah
tinggal.
Telajakan secara profan akan berfungsi sebagai sempadan depan yang dapat difungsikan untuk
menjemur kayu, hasil bumi, menanam pohon, meletakkan binatang peliharaan seperti ayam. Secara
sakral berfungsi sebagai pembatas agar pekarangan yang dibuat tidak berbatasan dengan marga
gede, sehingga ruang inilah yang menjadi ruang peralihan antara jalan dan pekarangan. Karena ada
pantangan untuk membuat pekarangan rumah yang berbatasan dengan fasilitas umum.
5.3 Rumusan Setrategi Yang Dapat Dikembangkan Untuk Dapat Melestarikan Arsitektur
(tata letak, tata ruang dan tata bentuk) dan Pola Pemanfaatan Rumah Tinggal
Terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Asak
yang disebabkan perkembangan dan perubahan ekonomi sosial dan budaya. Perubahan
mengakibatkan perbedaan kebutuhan wadah aktivitas dan fasilitas dari rumah tinggalnya.
Diperlukan kecermatan untuk memahami paradigma tersebut dan mengidentifikasi kebutuhan
tersebut, sehingga dapat menghasilkan suatu konsep rancangan rumah tinggal yang ideal.
Terpenuhinya suatu kebutuhan secara seimbang antara kondisi tuntutan masyarakat kekinian
dengan tradisi dan pola aktivitas adat disisi lainnya, dengan pendekatan yang holistik. Artinya
pendekatannya didasarkan pertimbangan berbagai macam aspek antara lain ; Teknis, ekonomi,
sosial budaya, ergonomis, penghematan sumber daya dan pelestarian linkungan. Oleh karenanya
dapat dirumuskan beberapa setrategi antara lain ; dengan melakukan konservasi, modifikasi
ataupun repetisi. Konservasi dapat dilakukan dengan beberapa sub konsep/variasinya yang akan
dipilh/ditetapkan modelnya setelah melakukan evaluasi dan status dari objeknya. Modifikasi dapat
dilakukan dengan mengubah dan atau mengganti sebagian kecil bangunan agar karakter
bangunannya masih nampak. Repetisi dapat dilakukan dengan membuat kembali bangunan yang
sama sehingga dapat dianggap “reinkarnasi” . Repetisi dilakukan untuk : sebagai “Reinkarnasi”
arsitektur tradisional Bali, sebagai kebutuhan sarana untuk kegiatan sosial budaya/ keagamaan dan
sebagai kebanggaan identitas/jati diri serta koleksi. Pembangunan tradisional yang baru tujuannya
adalah : peningkatan kualitas fungsi, peningkatan kualitas teknis dan peningkatan kualitas estetika.
Berikut merupakan salah satu contoh bagaimana model-model pengembangan dalam unit
pekarangan rumah tinggal.

Gambar 7. Rekomendasi Model Pengembangan Rumah Tinggal

8

6. KESIMPULAN

Terdapat beberapa hal yang dapat disampaikan sebagai kesimpulan dari penelitian ini
antara lain : Arsitektur (tata letak, tata ruang dan tata bentuk) rumah tinggal memiliki
identitas yang spesifik didasarkan filosofi tri loka dan tri angga, dengan mengalami
modifikasi dan pernyesuaian; Pola-pola pemanfaatan rumah tinggal dapat diklasifikasikan
menjadi tiga fungsi yaitu fungsi parhyangan, fungsi pawongan dan fungsi palemahan;
Setrategi yang dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur (tata letak, tata
ruang dan tata bentuk) dan pola pemanfaatan rumah tinggal dengan melakukan konservasi,
modifikasi ataupun repetisi yang tetap mencerminkan jati diri arsitektur tradisional. Saran
dari penelitian ini antara lain : Arsitektur (tata letak, tata ruang dan tata bentuk) rumah
tinggal sebagai suatu warisan harus dilindungi dan dilestarikan; Arsitektur tradisional yang
pemanfaatannya atas pola dan tradisi adat harus dilindungi keberadaannya dan dirangsang
pembangunannya ; Arsitektur non tradisional yang dikembangkan untuk dapat
melestarikan arsitektur (tata letak, tata ruang dan tata bentuk) dan pola pemanfaatan rumah
tinggal harus menampilkan karakter dan prinsip-prinsip bentuk arsitektur tradisonal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Kepada Yth. : Pejabat Prebekel dan staf Desa Pertima. Kliang, Prajuru dan warga Desa Pakraman
Asak. Rektor dan pimpinan LPPM dengan jajarannya di lingkungan Universitas Udayana. Dekan
dan Ketua Jurusan Arsitektur FT UNUD. Rekan dosen penerima Hibah Unggulan Progran Studi
2015. Mahasiswa peserta kegiatan lapangan. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA
Gelebet, I Nyoman, dkk, 1985, Arsitektur Tradisional Bali– Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ditektorat
Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Denpasar.
Dinas PU Prop. Dati I Bali, 1989; Perencanaan Konservasi Lingkungan Desa Tradisional Desa
Asak. Dati II Karangasem; Bali.
Kumpulan Materi, 2004. Program Inovatif TOT (Training of Trainer) Konservasi Warisan Budaya
Bali, Dinas Kebudayaan Pemerintah Propinsi Bali,. Denpasar.
Parimin, Ardi P. 1986. Envvironmental Hierarchy of Sacred Profane Concept in Bali.
Putra, I G.M. 2009. Kumpulan Materi Arsitektur Bali. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Udayana.
Schaareman, Danker. 1986, Tatulingga : Tradition and Contuniutty, An Investigation in Ritual and
Social Organization in Bali. Basel.
Susanta, I Nyoman, 2013. Kori Sebagai Kearifan Lokal di Karangasem (Studi Kasus di Desa Adat
Perasi). Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara. Prosseding. Udayana
Press. Denpasar.
L.03.T., Hasta Kosali (Gedong Kertya No. 231), asal Uma Abian, Marga Tabanan. Terjemahan I
Ketut Gunarsa, koleksi BIC Bali