BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI KENDARAAN BERMOTOR TANPA BUKTI KEPEMILIKAN (Studi Kasus Bapak Wahid Warga Desa Way Huwi Kecamatan Jatiagung Lampung Selatan) - Raden Intan Repository

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalahan dalam menulis skripsi ini

  maka penulis perlu memberikan penegasan judul sebagai berikut:

  Tinjauan: Tinjauan adalah pendapatan meninjau,

  pandangan, pendapat sesudah menyelidiki, mempelajari, dan

  1

  sebagainya. Tinjauan yang dimaksud adalah melihat kejadian yang terjadi di lapangan dan disesuaikan dengan hukum Islam yang sebenarnya.

  Hukum Islam: Maksud hukum Islam disini adalah

  hukum Islam yang mengkaji tentang Al-muamalah al-

  madiyah yaitu aturan-

  aturan yang telah ditetapkan syara’ dari segi objek benda. Oleh karena itu, berbagai aktifitas muslim yang berkaitan dengan benda, seperti al-

  bai’ (jual beli) tidak hanya ditunjukkan untuk memperoleh ridho Allah.

  Konsekuensinya, harus menuruti tata cara jual beli yang telah

  2 ditetapkan syara’.

  

Jual Beli: Jual beli menurut bahasa berarti al-

bai’, al- Tijarah dan al-Mubadalah, Menurut istilah (terminologi)

  yang dimaksud dengan jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas

  3 dasar saling merelakan.

  Kendaraan Bermotor: Kendaraan bermotor adalah

  kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik untuk pergerakkannya, dan digunakan untuk transportasi darat. 1 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen,

  (Jakarta: Pustaka Amani, t-th), hlm. 552 2 Rahmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 17 3 Hendi Suhendi, FIqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 67

  Umumnya kendaraan bermotor menggunakan mesin

  4

  pembakaran. Yang dimaksud kendaraan bermotor dalam penelitian ini yaitu kendaraan bermotor berjenis sepeda motor roda dua.

  Tanpa Bukti Kepemilikan: Tanpa bukti kepemilikan

  yang dimaksud penelitian ini yaitu kendaraan bermotor yang tidak memiliki Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) karena hilang hilanng. BPKB adalah buku yang dikeluarkan/diterbitkan oleh satuan lalu lintas sebagai bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Bersamaan dengan pendaftaran BPKB, diberikan

5 Kendaraan Bermotor.

  Berdasarkan uraian penegasan judul di atas maka yang dimaksud dengan:

  “Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual

Beli Kendaraan Bermotor Tanpa Bukti Kepemilikan

”.,

  yaitu Bagaimana kajian hukum Islam tentang jual beli kendaraan bermotor yang tidak ada buku pemilik kendaraan, sebagai kejelasan status kepemilikannya karena hilang yang dilakukan oleh salah satu warga desa Way Huwi Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan.

B. Alasan Memilih Judul 1.

  Alasan Obyektif Jual beli kendaran bermotor (sepeda motor) yang terjadi Di Desa Wayhuwi adakalanya tidak dilengkapi dengan bukti kepemilikan yang sah atau tidak ada BPKB sekalipun kendaraan tersebut adalah miliknya, hanya BPKBnya hilang, Sementara BPKB merupakan bukti outentik kepemilikan kendaraan menurut hukum positif.

2. Alasan Subyektif a.

  Obyek kajian sesuai dengan bidang keilmuan (muamalah 4 ) yang penulis telusuri di Fakultas Syari’ah.

  Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan 2009 (UU NO.

22 TAHUN 2009)-cet. 1.- Jakarta: Visimedia, 2009

  5 Bukti Kepemilikan, polri.go.id/layanan-bpkb.php, diakses tanggal 29 februari 2016 b.

  Sepengetahuan penulis judul tersebut belum pernah dibahas, dan tersedianya referensi serta data-data lapangan yang menunjang penulis untuk mengadakan penelitian.

C. Latar Belakang Masalah

  Ekonomi merupakan salah satu tonggak kehidupan manusia yang secara manusiawi harus dicukupi. Ekonomi juga merupakan lahan kajian yang masih perlu untuk dikaji lebih lanjut. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena seiring dengan kemajuan dalam bidang ilmu, budaya, peradaban, dan kebiasaan hidup manusia maka menjadi suatu keniscayaan jika hal itu menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks bermunculan. Ekonomi dalam istilah Fiqh

  Mu’amalah dikenal dengan istilah mu’amalah. Manusia

  dalam menjalankan kehidupan, mereka tidak akan lepas dari kegiatan

  mu’amalah, di mana mereka akan saling

  berinteraksi dengan sesama manusia lainnya baik interaksi tersebut menimbulkan akibat hukum maupun tidak, yang mana hal ini sesuai dengan pengertian

  mu’amalah itu sendiri

  yang memiliki arti saling bertindak, saling berbuat, dan saling

  6 beramal.

  Salah satu kajian fiqh

  mu’amalah yaitu jual beli yang

  akan dikaji lebih lanjut, jual beli dalam masyarakat maupun dunia bisnis sering dilaksanakan. Pada transaksi ini kepentingan masing-masing pihak dijalankan, di mana didalamnya ada pihak penjual yang menjual barangnya dan pihak pembeli yang akan membayar sesuai harga yang

  7 disepakati dalam jual beli tersebut.

  Desa Way Huwi Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan adalah tempat yang dijadikan objek penelitian mengenai jual beli kendaraan bermotor yang tidak dilengkapi dengan bukti kepemilikan sebagai pendukung 6 Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah, (Bandung: Pustaka Setia,

  2000), hlm. 14 7 http://ejournal. unsrat.ac.id/index. php/lexprivatum/article/ viewFile/1711/ 1353. diakses tanggal 2 juni, 2016. dalam menyelesaikan skripsi ini. Jual beli kendaraan bermotor tanpa bukti kepemilikan (BPKB) jual beli atas kepemilikan yang sah, hanya saja alat bukti berupa buku pemilik kendaraan bermtor (BPKB) hilang, hal ini bisa terjadi dimasyarakat karena alasan tertentu. Seperti bapak Andy warga desa Way Huwi yang pernah melakukan transaksi jual beli kendaraan tanpa bukti kepemilikan (BPKB). Bapak Andy membeli kendaraan bermotor kepada bapak Wahid tidak di sertai dengan bukti kepemilikan (BPKB) dengan harga yang murah, dikarenakan BPKB

  8

  hilang. Kendaraan tersebut dijual kepada bapak Andy karena terdesak kebutuhan ekonomi. Bapak Andy membeli kendaraan tanpa disertai bukti kepemilikan (BPKB) atas dasar mengetahui bahwasaanya kendaraan milik bapak Wahid memang benar miliknya hanya saja bukti

  9 kepemilikannya (BPKB) hilang.

  Menurut hukum positif (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 65) butir 1 dan 2, menyebutkan bahwa setiap kendaraan bermotor Sebagai bukti bahwa Kendaraan Bermotor telah diregistrasi, pemilik diberi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan

  10 Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, sebagai

  bukti atas kepemilikan kendaraan bermotor. Disimpulkan bahwasannya BPKB sebagai bukti outentik kepemilikan atau status kendaraan bermotor yang sah menurut hukum positif, Apabila dipandang dari hukum positif jual beli kendaraan tanpa bukti kepemilikan tidak ada kekuatan hukum untuk membuktikan bahwasannya kendaraan tersebut adalah hak miliknya walaupun dengan ketentuan BPKB sebagai bukti kepemilikan dengan ketentuan hilang . 8 Wawancara Riset dengan Bpk Wahid, Penjual kendaraan bermotor

  tanpa bukti kepemilikan, di Desa Way Huwi, Observasi, 10 maret 2016 9 Wawancara Riset dengan Bpk Andy, Pembeli kendaraan bermotor tanpa bukti kepemilikan, di Desa Way Huwi, Observasi, 8 maret 2016 10 Undang-Undang Lalu lintas dan angkutan Jalan 2009 (UU NO.22 TAHUN 2009)-cet. 1.-Jakarta: Visimedia, 2009.

  Dalam kajian Fiqh Muamalah jual beli sah manakala, sesuai dengan ketetapan hukum, maksudnya ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan

11 Pada dasarnya segala bentuk Muamalah kehendak Syara’.

  adalah mubah, Muamalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan Muamalah dilaksanakan dengan nilai nilai keadilan, menghindari unsur-

  12 unsur penganiayaan dalam pengambilan kesempatan.

  Berdasarkan uraian di atas, maka sangat relevan apabila penulis meneliti tentang jual beli kendaraan tanpa bukti kepemilikan (BPKB) yang hilang, bukan barang curian atau hasil dari kejahatan, sehingga masyarakat dapat menerima, sekalipun menurut hukum positif BPKB merupakan bukti outentik atas kepemilikan kendaraan bermotor, yang menjadikan judul penelitian :

  “Tinjauan Kendaraan Bermotor Hukum Islam Tentang Jual Beli Tanpa Bukti Kepemilikan” (Studi Di Desa Wayhuwi Kecamatan Jatiagung Lampung Selatan).

D. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: “Bagaimana pandangan hukum Islam tentang jual beli kendaraan bermotor tanpa bukti kepemilikan (BPKB) di Desa Wayhuwi Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan? E.

   Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap jual beli kendaraan bermotor tanpa bukti kepemilikan (BPKB) 11 12 Hendi Suhendi, Op.Cit., hlm. 69 http://tuntunanislam.com/prinsip-dasar-fiqih-muamalah/, diakses

  pada tanggal 1 juni, 2016 yang terjadi di desa Wayhuwi Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan.

2. Kegunaan Penelitian a.

  Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang status hukum jual beli kendaraan tanpa bukti kepemilikan (BPKB).

  b.

  Memberikan kontribusi pemikiran khususnya terkait lmu ekonomi Islam, khususnya pada jual beli kendaraan tanpa bukti kepemilikan (BPKB) Di Desa Wayhuwi Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat penelitian a.

  Dilihat dari jenisnya penelitian ini adalah penelitian pustaka, dengan data pendukung yang di ambil dari lapangan di desa Way Huwi, Penelitian kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi

  13

  yang terdapat diruang perpustakaan. Penelitian ini dilakukan untuk meninjau pandangan hukum islam tentang jual beli kendaraan bermotor tanpa bukti kepemilikan (BPKB).

  b.

  Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat Diskriptif Analisis, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secermat mungkin sesuatu yang 14 menjadi objek, gejala atau kelompk tertentu. Dalam kaitannya dengan penelitian ini menggambarkan tentang transaksi jual beli.

  13 Kartini Kartono, Pengantar Metodelogi Riset Sosial, Cetakan Ke-

  VII, (Bandung: Mandar Maju, 1996), hlm. 32 14 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode dan Teknik, (Bandung: Tarsindo, 1999), hlm. 134

2. Sumber Data

  Sumber data adalah tempat dari mana data itu

  15

  diperoleh. Data yang penulis butuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.

  a.

  Data Primer Data Primer adalah kesaksian atau data yang tidak berkaitan langsung dengan sumbernya yang asli.

16 Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari

  membaca ensklopedi, buku-buku, dan skripsi lain yang berhubungan jual beli kendaraan bermotor tanpa bukti kepemilikan.

  b.

  Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil penelitian di lapangan dalam hal objek yang akan diteliti atau digambarkan

  17

  sendiri oleh yang hadir pada waktu kejadian. Data skunder dalam penelitian ini diperoleh dari lapangan atau lokasi penelitian yang memberikan informasi langsung kepada peneliti, yaitu pemilik kendaraan tanpa bukti kepemilikan (BPKB) sebagai penjual, dan pembeli kendaraan tanpa bukti kepemilikan (BPKB) di Desa Way Huwi Kec. Jati Agung. Kab. Lampung Selatan.

3. Teknik Pengumpulan Data a.

  Dokumentasi adalah metode utama yang digunakan untuk pengumpulan data, Dokumentasi yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang merupakan catatan, transkip, buku-buku, majalah,

  18

  prasasti, notulen rapat, agenda, dan lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan dokumen- 15 dokumen yang berkaitan dengan penjualan kendaraan

  Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek , (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 114 16 17 Ibid., hlm. 117 18 Ibid., hlm. 115 Ibid., hlm. 188

  bermotor tanpa bukti kepemilikan (BPKB) yang dilakukan oleh satu warga desa Way Huwi Kec. Jati Agung Kab. Lampung Selatan.

  b.

  Interview (wawancara) Interview adalah sebagai pelengkap yang digunakan dalam proses pengumpulan data, Metode

  Interview adalah suatu pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih saling berhadap-hadapan secara fisik yang diarahkan pada pokok permasalahan tertentu. Penelitian ini menggunakan wawancara secara bebas dan terpimpin, yaitu dengan menyiapkan beberapa pertanyaan yang telah ditentukan, tentunya yang berkaitan dengan

  19

  permasalahan, dalam hal ini peneliti mewawancarai warga yang melaksanakan jual beli untuk mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan jual beli kendaraan bermotor tanpa bukti kepemilikan.

4. Analisisa data

  Data penelitian skripsi ini dianalisis secara kualitatif dengan menjelaskan uraian-uraian dari hasil penelitian dengan menggunakan metode sebagai berikut: a.

  Metode berfikir deduktif, yaitu mengambil kesimpulan khusus dari kesimpulan umum.

  Maksud dari metode ini adalah suatu cara penganalisaan data dengan berpijak pada data yang bersifat umum ditarik pada kesimpulan yang bersifat khusus. Pada metode ini terambil permasalahan pada point 1 (satu) yaitu menjabarkan tentang bagaimana pelaksanaan terhadap jual beli kendaraan bermotor tanpa bukti 19 kepemilikan.

  Ibid., hlm. 187 b.

  Metode berfikir induktif, yaitu berangkat dari fakta yang khusus peristiwa-peristiwa yang konkrit ditarik generalisasi yang bersifat umum. Maksud dari metode ini adalah suatau cara penganalisaan terhadap data yang terkumpul dengan jalan menguraikan data tersebut kemudian ditarik pada

  20 kesimpulan yang bersifat umum.

20 Kartini Kartono, Op.Cit., hlm. 33

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli a. Jual beli menurut bahasa (etimologi) Jual beli menurut etimologi artinya menukar sesuatu

  dengan sesuatu, sedangkan menurut

  syara’ artinya

  menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu

  21 (aqad).

  Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti

  al- ba’i, al-tijarah, dan al-mubadalah, hal ini sebagaimana 22 firman Allah Swt.

      …

  Artinya: …mereka mengaharapkan tijarah (p erdagangan) yang tidak akan rugi” (Q.S. Fathir

  23

  (35) : 29) Jual beli menurut bahasa atau lughat adalah:

  عععععععععععْ َ عععععععععععَ َ ْيعععععععععععَ ْ ْيعععععععععععَ وَعععععععععععَ َعْجَووى ََعععععععععععوئ يَعععععععععععَُول وُعععععععععععْيَعبْلا

  24 . ََضَ جَعومْلا

  21 22 Moh. Rifa’i, Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 402 Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm. 67 23 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-quran dan

  

Terjemahannya , Cetakan Kedua, (Bandung: Mizan Buaya Kreativa, 2012),

hlm. 438 24 Abi Abdullah Muhammad bin Alqosim Algharaqi Asy- syafi’i,

  

Tausyaikh ‘Ala Fathul Qorib Al Mujib, Cet. Ke-1, (Jeddah: Alharomain,

2005), hlm. 130

  Artinya : “Jual beli menurut Bahasa yaitu tukar- menukar benda dengan benda dengan adanya timbal balik.” Berdasarkan beberapa definisi di atas, jual beli menurut bahasa atau etimologi adalah tukar-menukar sesuatu dengan sesuatu.

  b.

  Jual beli menurut istilah (terminologi) Beberapa definisi jual beli menurut istilah berdasarkan pendapat para Ulama antara lain sebagai berikut:

  a) Ulama Hanafiyah membagi definisi jual beli ke dalam dua macam, yaitu definisi dalam arti umum dan khusus.

  1) Definisi dalam arti umum, yaitu:

  َعععععععععععععض ْلاَ َئض عععععععععععععلا ْ َ عععععععععععععْوضعفلج ْ ْبعععععععععععععَعْلا وُعععععععععععععْيَعََْوئَ عععععععَ َ جععععععع ئ ََْنَ ْ ََ عععععععْوضعفلج ْ ََعْ عععععععَّ لا وَعععععععَلَاجَبوىْ ََ جعععععععَئ ََْنََ 25 .

  صَْوصَْمَ ْ َ

  Artinya: “Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus.”

  2) Definisi dalam arti khusus, yaitu:

  عععععععععععْ َ عععععععععععَ َ جعععععععععععَمْلج ْ جعععععععععععَمْلا َعععععععععععَل َا جعععععععععععَبوى ََعععععععععععوئَ 26 . 25 صَْوصَْمَ

  Adurrahman Al-Jazairy, Khitabul Fiqh ‘Alal Madzahib al-Arba’ah,

  Juz II, (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiah, 1990), hlm. 134 26 Ibid., hlm. 135

  Artinya : “Jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta menurut cara yan g khusus.”

  b) Ulama Malikiyah membagi definisi jual beli ke dalam dua macam, yaitu dalam arti umum dan arti khusus.

  1) Definisi dalam arti umum, yaitu:

  َ َ َُععععععع ف جعععععععَفَى ْ عععععععَ عععععععَ َ َعععععععَض َ جعععععععَعوى و عععععععْوَ ََعععععععوهَعف

  27 . ةض َل ََعْعتوى

  Artinya: “Jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan.”

  Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan atau kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat kedua belah pihak. Sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya

  28 atau hasilnya.

  2) Definisi dalam arti khusus, yaitu:

  َ َ َُععععععع ف جعععععععَفَى ْ عععععععَ عععععععَ َ َعععععععَض َ جعععععععَعوى و عععععععْوَ ََعععععععوهَعف و عععععععْعيَ َْيعععععععَض ََععععععع و عععععععَ ََ َعععععععَ َ جعععععععََوى ْ ََ ةض عععععععَل َعععععععَعْعتوى

  29 . ْي ف ْبَعْلا و ْعيَ ٌضبَعوى ، َض ف َ َ َئَذ

  Artinya: “Jual beli adalah akad mu’awadhah 27 (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan

  Syamsudin Muhammad ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, Juz III, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2004), hlm. 204 28 29 Hendi Suhendi, Op.Cit., hlm. 69 Syamsudin Muhammad ar-Ramli, Op.Cit., hlm. 372 pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, objeknya jelas bukan utang.”

  Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar- menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah

  30 diketahui terlebih dahulu.

  c) Imam Syafi’i memberikan definisi jual beli yaitu pada prinsipnya, praktik jual beli itu diperbolehkan apabila dilandasi dengan keridhaan (kerelaan) dua orang yang diperbolehkan mengadakan jual beli

  31 barang yang diperbolehkan.

  d) Ibnu Qudamah berpendapat bahwa jual beli adalah:

  32 .

  جيَُّ ََتَ َ جيَْي َْتَ لَمْلا ج ْ جَمْلا وََلَا جَبوى

  Artinya: “Pertukaran harta dengan harta (yang lain) untuk saling menjadikan milik.” e)

  Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan jual beli menurut istilah adalah tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul atau

  mu’athaa (tanpa

  33 ijab qabul).

  Berdasarkan pendapat para Ulama di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan dari definisi jual 30 beli, antara lain: 31 Hendi Suhendi, Op.Cit., hlm. 70 Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan kitab

  

Al Umm , penerjemah: Imron Rosadi, Amiruddin dan Imam Awaluddin, Jilid

2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), hlm. 1 32 33 Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz III, hlm. 559 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillathuhu, Jilid V,

  

Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 25

  1) Jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta yang lain, bisa mencakup uang ataupun barang

  (benda) yang tujuannya ialah agar dijadikan kepemilikan; 2)

  Jual beli merupakan akad mu’awadhah yaitu adanya hubungan timbal balik antara kedua belah pihak, di mana salah satu pihak menyerahkan ganti atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain;

  3) Objek dalam jual beli dapat berupa selain benda, yaitu manfaat. Dengan syarat, bahwa benda atau manfaat tersebut kepemilikannya berlaku untuk selamanya.

  Dalam hukum Perdata, ada beberapa pendapat yang berkenaan dengan definisi jual beli atau perdagangan, antara lain: a.

  Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1457 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain membayar harga

  34 yang telah dijanjikan.

  b.

  R. Soebekti memberikan definisi bahwa jual beli adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak lain menyanggupi

  35 akan membayar sejumlah uang sebagai harga.

  Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan jual beli dalam 34 Hukum Perdata adalah suatu perjanjian, di mana

  R. Soebekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), hlm. 366 35 R. Soebekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: Intermasa, 1982), hlm. 135 salah satu pihak menyerahkan suatu benda untuk dipindahkan hak miliknya, sedangkan pihak lain membayar ganti berupa uang untuk mengganti hak milik tersebut.

2. Dasar Hukum Jual Beli 1.

  Al-Quran Hukum jual beli yang disyari’atkan dalam Islam yang bersumber dari Al-Quran antara lain: a.

  Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 275:

       . ..

  َللا

  Artinya: “…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”(Q.S. Al-

  36 Baqarah : 275)

  Riba adalah salah satu kejahatan jahiliyah yang amat hina. Riba juga tidak sedikit juga dengan kehidupan orang beriman. Kalau di zaman yang sudah-sudah ada yang melakukan itu, maka sekarang karena sudah menjadi Muslim semua, hentikanlah hidup yang hina itu. Kalau telah berhenti, maka dosa-dosa yang lama itu habislah hingga itu, bahkan diampuni oleh

37 Allah.

  Dalam ayat ini, diperlihatkan pula pribadi orang yang hidupnya dari makan riba itu. Hidupnya susah selalu, walaupun bunga uangnya dari riba telah berjuta-juta. Dia diumpamakan dengan orang yang selalu kacau dan gelisah dan

  38

  resah. Berdasarkan penjelasan tersebut, itulah alasan mengapa Allah mengharamkan riba dalam 36 kehidupan manusia. 37 Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 48 Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-

  Azhar, Juzu’ 1-2-3, (Yayasan Nurul Islam), hlm. 65 38 Ibid ., hlm. 64

  b.

  Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 198 :

          

  Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.

  ”

  39

  (Q.S. Al-Baqarah (2) : 198) c. Q.S. An-Nisaa’ (4) ayat 29 :

                         َللا

    

  Artinya : “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang

  40

  kepadamu.” (Q.S. An-Nisaa (4): 29) Isi kandungan ayat di atas menjelaskan bahwa larangan memakan harta yang berada di tengah mereka dengan bathil itu mengandung makna larangan melakukan transaksi atau perpindahan harta yang tidak mengantar masyarakat kepada kesuksesan, bahkan 39 mengantarkannya kepada kebejatan dan 40 Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 47 Ibid., hlm. 84 kehancuran, seperti praktek-praktek riba, perjudian, jual beli yang mengandung penipuan,

  41 dan lain-lain.

  Penghalalan Allah Swt. terhadap jual beli itu mengandung dua makna, salah satunya adalah bahwa Allah Swt. mengahalalkan setiap jual beli yang dilakukan oleh dua orang pada barang yang diperbolehkan untuk diperjualbelikan atas dasar

  42

  suka sama suka. Maka dari itu, Allah menganjurkan kita untuk melakukan perniagaan atas dasar suka sama suka.

2. Hadits a.

  Hadits Riwayat Bukhari Muslim

  ْ عععععععَ عععععععَ ْي جعععععععَ َ َعبْ ََ عععععععَسَْوى و عععععععْْ وىْي ئاَ عععععععْعْ ا جَفَعإض عععععععَ َ عععععع ضَْ اَ ععععععْو مْلا ععععععَ َ اَ ععععععْعَى ععععععْْ عععععع لجَ ْ ععععععَ َْْععععععوعإ َىض ععععععععَسَ ععععععععْيَ َ وللا َ ععععععععََّ للا َْععععععععوسَْ ْ ععععععععَ و ععععععععْفَ وللا ْ َ ْ عععععععع ى اي ععععععععْعيَ ُّ ععععععععَق جععععععععيىجَعَِ ٌ ععععععععَ ََ َلععععععععََََجَى ََ جععععععععَق

  ْ عععععععع ى َلععععععععوَْأَ

عععععععععْيَ َ َاو اَا للا و ععععععععَ ض اَ لله ععععععععَ لعععععععععَمَ

للها ْ . لله ععععععععععَ لععععععععععَمَ ْ عععععععععع ى ولععععععععععوَْأَ َ جععععععععععََ و َ ععععععععععض لا

  43 )ى ى يْجخبلا

  Artinya: Diceritakan Ibrahim bin Musa, mengabarkan ‘Isa, dari Tsaur, dari Kholidi bin 41 Ma’dan, dari Miqdam r.a. bahwa Rasulullah

  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Qur’an), Cet. Ke-1, (Ciputat: Penerbit Lentera hati, 2000), hlm. 413 42 43 Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Op.Cit., hlm. 1 Al Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhori, No.

  Hadits 1930, hlm. 788

  Saw. berkata: “Tidak ada makanan yang dimakan seseorang, sekali-kali tidak ada yang lebih baik daripada makanan-makanan dari hasil usahanya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud a.s. makan dari hasil usaha tangan beliau

  44

  sendiri.” (H.R. Bukhari Muslim) b. Hadits Riwayat Muslim

  ععععععععْ و و ععععععععْْ اَ وَععععععععَبْيَعتوعقَ ٍََْععععععععُّع ََ و ععععععععْْا َبععععععععَْْ ْ ىَإض ععععععععَ ٍََْععععععُّع ََ و ععععععْْ ا َ جععععععَق ععععععَ ْعَ ععععععْْا ولععععععْي عَْْ ا ْ ععععععَ جععععععيعْعي َجَ ْ عععععَ عععععْي ََْ ْ عععععَ و َ عععععَعْلا ْ أَ عععععَعبَ ََ َ جعععععَق ولعععععْي عَْْ ا جَفَعإض ععععَ َىض ععععععععَسَ ععععععععْيَ َ وللا َ ععععععععََّ للا و َْععععععععوسَْ ض ََ َةَ ععععععععْع َ وئ ْ بََِ ْ َلجعععععع فَف جعععععَهْعي ف وللهَ عععععَ َلعععععَ ْاَأَف جعععععَعَِ ةَ ْعبعععععوَّ عععععَ َ ض َى َ جععععععععععععََّ جععععععععععععَ اَ ععععععععععععَئجَى ََ جععععععععععععَوَعف ي ععععععععععععَ َعْ و وع ْجععععععععععععََََّ ، للا و َْععععععععوسَْ جععععععععَ و جَمععععععععض لا و ْتَعْجععععععععََََّ ََ جععععععععَق جععععععععَعضطلا وسج

  ععععععضفلا وللهاَ عععععَع ْ عععععََ جعععععَعضطلا َرَْععععععَعف و عععععَتْ َعَ َ عععععَفََ ََ جعععععَق

  

45

)ى ى للها ْ َّْى ى َسْيَ َعف ضشَ ْ َى

  Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah serta Ibnu Hujr semuanya dari Isma’il bin Ja’far, Ibnu Ayyub, telah menceritakan kepada kami 44 Isma’il dia berkata telah mengabarkan

  Luthfi Badruzzaman , Shohih Bukhari Muslim, Penerjemah Imam Hakim (Jakarta: penerbit Quantum Iklas, 2015), hlm. 858 45 Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujatahid, Terjemah oleh M.A.

  Abdurrahman dan A. Haris Abdullah, Juz III, (Semarang: Asy- Syifa’, 1990), hlm. 3 kepadaku al- Ala’ dari ayahnya dari Abu

  Harairah r.a. bahwa Rasulullah melewati setumpuk makanan, lalu Beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan Beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka Beliau pun bertanya: “Apa ini wahai pemilik makanan? Sang pemilik nya menjawab: “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasululullah, maka

  Beliau bersabda: “Mengapa engkau tidak meletakkan bagian yang atas ini di atas hingga manusia hingga manusia dapat melihatnya? Siapa yang menipu maka ia

  46

  bukan dariku.” (H.R. Muslim) 3. Ijma’

  Umat sepakat bahwa jual beli dan penekunannya sudah berlaku (dibenarkan) sejak

  47

  zaman Rasulullah hingga hari ini. Pernyataan tersebut serupa dengan salah satu kaidah fiqh yang dikemukakan oleh Madzhab Syafi’i yang berbunyi:

  ض و ععععععععععععععععععععَ ض ععععععععععععععععععععَ وَععععععععععععععععععععَ جَْ ْلْا ج َيععععععععععععععععععععْ َْلَْا ولععععععععععععععععععععََّْْلَْا

  48 . ْيْ ْحضتلا َ َ ولْي لض لا

  Artinya: “Hukum yang pokok dari segala sesuatu adalah boleh, sehingga ada dalil yang mengharamkannya.”

  Dasar kaidah yang dikemukakan oleh Madzhab Syafi’i merujuk pada firman Allah dalam Surah Al- 46 Baqarah ayat 29 yang berbunyi: 47 Luthfi Badruzzaman Op.Cit., hlm. 4345 48 Sayyid Sabiq, Op. Cit., hlm. 48 Abdul Mujid, Al-Qowa- ‘idul Fiqhiyyah (Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh),

  Cet Ke-2, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 25

  ...        

  Artinya: “Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu…” (Q.S.

49 Al-Baqarah (2): 29)

  Berdasarkan keterangan di atas, peneliti berkesimpulan bahwa pada dasarnya hukum dilakukannya jual beli adalah boleh (mubah).

B. Rukun dan Syarat Jual Beli

  Jika suatu pekerjaan tidak dipenuhi rukun dan syaratnya maka pekerjaan itu akan batal karena tidak sesuai

  50

  dengan ketentuan Dalam pekerjaan (jual beli) juga syara’. ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar jual beli dinyatakan sah atau tidak berdasarkan

  syara’.

51 Rukun dalam jual beli antara lain:

  a. atau dua pihak yang berakad, dalam hal ini

  ِناَدْيقَعْلَا penjual dan pembeli.

  • barangnya, atau orang yang diberi kuasa untuk menjual harta orang lain. Penjual haruslah cakap dalam melakukan transaksi jual beli (mukallaf).

  Penjual, yaitu pemilik harta yang menjual

  • membelanjakan hartanya (uangnya).

  Pembeli, yaitu orang yang cakap yang dapat

  b. atau objek akad adalah sesuatu yang dijadikan

  ِهْيَلَع ُدْوُقْوَم

  akad yang terdiri dari harga dan barang yang diperjualbelikan.

  c. atau lafadz akad (ijab kabul) yaitu persetujuan

  تَغ ِص 49 antara pihak penjual dan pihak pembeli untuk melakukan 50 Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 6 Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 76 51 A. Khumedi Ja’far, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek

Hukum Keluarga dan Bisnis), Cetakan Pertama, (Lampung:___, 2015), hlm.

  141 transaksi jual beli, dimana pihak pembeli menyerahkan uang dan pihak penjual menyerahkan barang (serah terima), baik transaksi menyerahkan barang lisan maupun tulisan.

  Para ulama menerangkan bahwa rukun jual beli ada 3, yaitu: a)

  Pelaku transaksi, yaitu penjual dan pembeli;

  b) Objek transaksi, yaitu harga dan barang;

  c) Akad (Transaksi), yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang menunjukkan mereka sedang melakukan transaksi, baik tindakan itu berbentuk kata-kata

  52 maupun perbuatan.

  Dalam Hukum Perdata, unsur-unsur jual beli antara lain: a.

   Subjek hukum, yaitu pihak penjual dan pembeli; b.

Status hukum, yaitu untuk kepentingan diri sendiri atau

  pihak lain; c.

  

Peristiwa hukum, yaitu persetujuan penyerahan hak milik

  dan pembayaran; d.

   Objek hukum, yaitu benda dan harga; e.

Hubungan hukum, yaitu keterikatan kewajiban dan hak

  53 pihak-pihak.

  Berdasarkan beberapa pendapat yang dilihat dari sudut pandang Hukum Islam dan Hukum Perdata, peneliti menyimpulkan bahwa pada dasarnya rukun dari jual beli harus ada beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut antara lain : a.

  Pihak yang berakad (penjual dan pembeli); b. Objek akad (barang atau benda yang diperjualbelikan); a. Sighat (serah terima, yaitu ijab kabul).

  Syarat adalah unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh rukun itu sendiri. Terpenuhi atau tidaknya syarat tersebut sangat 52 Madani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Cet. Ke-2,

  (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 102 53 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Cetakan Revisi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 319 berpengaruh terhadap sah atau tidaknya jual beli. Adapun syarat jual beli antara lain : a.

  ِناَدْيقَعْلَا

  d) Umur : Umurnya tidak kurang dari 15 tahun.

  3) Dengan kehendak sendiri

  54

  Artinya : “dan janganlah kamu memberikan hartamu kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya…” (Q.S. An-Nisaa (4) : 5)

     ...

  Berakal Berakal yaitu dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik bagi dirinya. Oleh karena itu, apabila salah satu pihak tidak berakal maka jual beli yang dilakukan tidak sah. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. :

  Oleh karena itu, setiap manusia yang sudah memasuki masa baligh artinya sudah wajib baginya untuk menjalankan syariat Islam. 2)

  : Tumbuhnya rambut-rambut pada area kemaluan.

  atau dua pihak yang berakad, syaratnya yaitu : 1)

  c) Rambut

  b) Haidh : Keluarnya darah kotor bagi perempuan.

  : Keluarnya mani dari kemaluan laki-laki atau perempuan, dalam keadaan jaga atau tidur.

  a) Ihtilam

  dikatakan baligh (dewasa apabila telah berusia 15 tahun bagi anak laki-laki dan telah datang bulan (haidh) bagi anak perempuan). Ciri-ciri baligh yaitu :

  Baligh yaitu menurut hukum Islam (fiqh),

  Baligh

  Dengan kehendak sendiri atau tidak terpaksa, maksudnya bahwa dalam melakukan transaksi jual beli salah satu pihak tidak melakukan suatu tekanan atau paksaan kepada pihak lain. Kerelaan antara kedua belah pihak untuk melakukan transaksi merupakan syarat mutlak 54 Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 75

  55

  keabsahannya. Oleh karena itu, apabila jual beli yang dilakukan bukan atas kehendak sendiri, maka jual beli tersebut tidak sah. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. :

                 

  Artinya : “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan (jual beli) yang berlaku suka sama suka di antara k amu...”

  56

  (Q.S. An-Nisaa (4) : 29) Namun, jika pemaksaan tersebut atas dasar pemaksaan yang benar, maka jual beli itu dianggap sah.

  Seperti jika ada seorang hakim yang memaksanya untuk menjual hak miliknya untuk menunaikan kewajiban agamanya, maka paksaan ini adalah yang didasarkan atas

  57 kebenaran.

  4) Tidak pemboros atau tidak mubadzir

  Para pihak yang mengikatkan diri dalam transaksi jual beli bukanlah orang-orang yang boros (mubadzir), sebab orang yang boros menurut hukum dikatakan sebagai orang yang tidak cakap dalam bertindak. Hal ini 55 sebagaimana dengan firman Allah Swt. : 56 Madani, Op.Cit., hlm. 104 57 Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 84 Saleh al-Fauzan, Al-Mulakhkhasul Fiqh, penerjemah: Abdul Hayyie

  

Al-Kattani, Ahmad Ikhwani, dan Budiman Musthofa, Cet. Ke-1, (Jakarta:

Gema Insani, 2005), hlm. 366

          َللا

         

  Artinya : “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”

  

58

  (An-Nisaa (4) : 5) Oleh karena itu, jual beli yang dilakukan oleh orang-orang yang boros (mubadzir) hukumnya adalah tidak sah.

C. Tentang Objek Jual beli

  a. atau objek akad, harus memenuhi syarat-syarat

  ْيَ َ واَْوعقََْى

  59

  sebagai berikut : 1)

  Suci atau bersihnya barang Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah Saw.:

  ععععععععععْْ َ ععععععععععْ َ ْ ععععععععععَ و ععععععععععْي لا جَفَعإض ععععععععععَ وَععععععععععَبْيَعتوعق جععععععععععَفَعإ ض ععععععععععَ بََِ ععععععععععععععْْ جععععععععععععععَطَ ْ ععععععععععععععَ ععععععععععععععْي بَ بََِ ْ ععععععععععععععَ جععععععععععععععضَْْ و ععععععععععععععععععض ََ ، َجعععععععععععععععععَموهْعفَ وللا َ عععععععععععععععععع ضَْ للا عععععععععععععععععْبَ ْْ ْجعععععععععععععععععَ َىض عععععععععععععععععععَسَ عععععععععععععععععععْيَ َ وللا َ عععععععععععععععععععََّ للا َ َْعععععععععععععععععععوسَْ َُععععععععععععععععععع َْ 58 َللا ض اَ َععععععععععععععععععععضََ ََععععععععععععععععععععوئَ ْتععععععععععععععععععععَ ْلا َ جععععععععععععععععععععَ و َْععععععععععععععععععععووَع 59 Ibid., hlm. 75 Imam Taqiyuddin Abubakar Bin Muhammad Alhusaini, Kifayatul

  

Akhyar (Kelengkapan Orang Saleh), Penerjemah K.H. Syarifuddin Anwar

dan K.H. Mishbah Mustafa, Bahagian Pertama, Cet. Ke-2, (Surabaya: Bina

Iman, 1995), hlm. 539

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMBAYARANHUTANGDENGAN BATU BATA (Studi pada Pengusaha Batu Bata di Kampung Bangunrejo Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah) - Raden Intan Repository

0 4 12

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERLOMBAAN MEMANCING DENGAN SISTEM GALATAMA (Studi Pada Balong Pemancingan Desa Karang Sari Kecamatam Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan) - Raden Intan Repository

0 1 10

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - PRAKTIK GADAI POHON CENGKEH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Sumberjaya Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Repository

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN ARISAN BAHAN POKOK UNTUK RESEPSI (Studi di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Repository

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI KOTORAN SAPI SEBAGAI PUPUK KANDANG (Studi pada PT. Juang Jaya Abdi Alam) - Raden Intan Repository

0 0 12

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN POTONGAN DALAM JUAL BELI KOPI (Studi Kasus Desa Jagaraga Kecamatan Sukau Kab. Lampung Barat) SKRIPSI - Raden Intan Repository

0 0 95

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI SAWAH (Studi Kasus di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang) - Raden Intan Repository

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG BLACKLIST TERHADAP SISTEM PRE ORDER JUAL BELI ONLINE. (Studi Pada Media Sosial Instagram NessanShop) - Raden Intan Repository

0 2 85

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG SYIRKAH ANTARA PEMILIK KAPAL DAN NELAYAN (Studi Kasus di Kelurahan Kotakarang Kecamatan Teluk Betung Timur) - Raden Intan Repository

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANGPRAKTEK TENGKULAK (StudiKasus Di Way Suluh Kabupaten Pesisir Barat). - Raden Intan Repository

0 0 11