BAB III PELANGGARAN HAK CIPTA PEMBUAT KOSTUM COSPLAY DAN UPAYA PEMULIHANNYA 1. Pelanggaran Hak Cipta Pembuat Kostum Cosplay - PERLINDUNGAN DESAIN KARAKTER TERHADAP KOSTUM COSPLAY DALAM HAK CIPTA Repository - UNAIR REPOSITORY

BAB III PELANGGARAN HAK CIPTA PEMBUAT KOSTUM COSPLAY DAN UPAYA PEMULIHANNYA 1. Pelanggaran Hak Cipta Pembuat Kostum Cosplay Pada Bab sebelumnya telah dibahas oleh Penulis tentang Hak Ekonomi dan

  pengalihannya. Namun pengalihan Hak bukan satu

  • – satu nya cara untuk

  40 melakukan Eksploitasi Hak Cipta, namun dapat juga dilakukan dengan Lisensi .

  Lisensi diatur dalam Pasal 80 sampai dengan pasal 86 UUHC. Pemberian Lisensi oleh Pencipta dapat memberikan izin kepada Pihak lain untuk melaksanakan Hak Ekonomi seperti yang tertera pada pasal 9 UUHC atas Ciptaan tersebut.

  Lisensi dibagi menjadi dua bagian yaitu Lisensi yang diatur dalam pasal 80 sampai pasal 83 UUHC dan Lisensi Wajib yang diatur dalam pasal 84 sampai

  pasal 86 UUHC. Pembuat Kostum Cosplay telah melakukan Pengadaptasian Ciptaan seperti yang tertera pada pasal 9 ayat (1) huruf d UUHC dan memperjual belikannya sehingga muncul unsur komersial seperti yang dilarang pada pasal 9 ayat (3) UUHC, untuk itu Lisensi yang tepat untuk adalah Lisensi Sukarela (Voluntary Lisence).

  Perlu diketahui sebelumnya bahwa tidak dipenuhinya keberadaan lisensi, 40 ada atau tidaknya pelanggaran dalam penciptaan sebuah Kostum Cosplay, namun

  Berdasarkan Pasal 1 UUHC Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas tidak dapat langsung diputuskan bahwa telah terjadi pelanggaran sebab terdapat pembatasan

  • – pembatasan yang dapat digunakan dalam kasus yang berkaitan dengan Cosplay. Indonesia sebagai negara yang menganut Sistem Civil Law, pembatasan yang digunakan antara lain adalah Three-Step Test untuk menentukan adanya pembatasan Hak Cipta.

  Three-Step Test merupakan sebuah tes yang digunakan sebagai batasan

  antara Hak Eksklusif Pencipta dan Hak Istimewa dan keseimbangan utama untuk

  41

  menggunakan (privilage to use) . Three-Step Test mencakup tiga tahapan yang

  42

  bersifat kumulatif dan berdasarkan urutan, yakni :

  1. Criterion 1: Basic Rule: limitation must be certain special case

  2. Criterion 2: First condition delimiting the basic rule: no conflict with

a norma explotation-compulsory licences impossible.

  3. Criterion 3: Second condition delimiting the basic rule: no

  unreasonable prejudice to legitimate interest-compulsory licences posible.

  Pada langkah yang pertama, aturan dasar yang digunakan adalah bahwa pembatasan berlaku hanya untuk kasus khusus tertentu dan tidak terdapat tujuan

  43

  44

  yang bersifat komersial . Commercial activity menurut Black Law Dictionary versi Bri 41 an A. Garner adalah “an activity, such as operating business, conducted 42 Rahmi Jened I, h.157

Ibid., seperti yang dikutip dalam Martin Stentfleben, Copyright, Limitations and Three

43 Step Test in International and EC Copyright Law , Kluwer, Den Haag, 2003, h. 112.

  Ibid., h. 158

  to make profit

  .” (Suatu kegiatan, seperti menjalankan bisnis, yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan). Pemakaian yang tidak bersifat komersial tidak mendatangkan keuntungan finansial bagi pihak yang melakukannya. Contoh pemakaian non-komersial adalah pemakaian untuk kepentingan pendidikan, penggunaan pribadi, dan lain – lain.

  Pembuatan Kostum Cosplay untuk pribadi tidak mendatangkan keuntungan finansial bagi penciptanya, karena perbuatannya hanya sekedar cara untuk menyalurkan kecintaannya terhadap Karakter yang dia Cosplay kan. Namun Pembuatan Kostum Cosplay yang bertujuan untuk untuk diperjual belikan membawa keuntungan finansial dan bersifat komersial bagi pembuat kostumnya.

  Tahap Ke-dua, tindakan menggunakan ciptaan orang lain tanpa izin, harus tidak bertentangan dengan pemanfaatan normal (normal exploitation) Pencipta

  45

  atau Pemegang Hak Cipta. Dalam pembuatan Kostum Cosplay elemen yang dipinjam dari Desain Karakter adalah Kostum dari Karakter tersebut. Meskipun bentuknya baru namun unsur

  • – unsur dari Kostumnya adalah sepenuhnya milik Pencipta Desain Karakter tersebut. Sehingga kurang memenuhi unsur kreativitasnya sendiri. Namun, apabila terdapat improvisasi yang cukup dari Kostum Cosplay tersebut maka unsur kreativitas masih bisa dikatakan terpenuhi karena adanya ide dan Obsesi dari pencipta Kostum Cosplay tersebut. Improvisasi yang cukup yang dimaksud disini adalah ketika ada krativitas personal dari pencipta kostumnya sehingga menjadi unsur pembeda terhdap Desain Karakternya.
Dan pada tahap ke tiga, Tindakan menggunaka ciptaan orang lain tanpa izin harus tidak mengurangi kepentingan yang sah (prejudice legitimate interest) dari

  46 Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Seperti yang telah dibahas pada Bab

  sebelumnya Cosplay memang dapat meningkatkan penjualan produk dari Desain Karakter seperti Komik, film, video game dan lain

  • – lain. Karena semakin banyak orang yang melakukan Cosplay terhadap suatu Karakter maka Karakter tersebut akan semakin terkenal. Namun dalam kasus tertentu penjualan kostum Cosplay justru mengakibatkan kerugian pada agen resmi yang menjual aksesoris dari karakter tersebut yang telah mendapatkan izin resmi dari pencipta atau pemegang hak cipta. Contohnya dalam kasus penjualan kostum Cosplay Ironman, penjualan kostum tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya pembeli topeng Ironman yang dijual resmi oleh perusahaan yang memegang hak cipta, karena penggemar

  Ironman yang hendak membeli topeng tersebut akan lebih tertarik untuk membeli

  kostumnya secara utuh. Hal ini tentu akan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh pemegang hak cipta, karena pangsa pasar topeng Ironman dan aksesoris lain yang berhubungan dengan Karakter tersebut akan berkurang. Sehingga membahayakan kepentingan pemegang hak cipta yang telah mendapatkan izin atau lisensi dari pencipta.

  Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam Penciptaan Kostum ada yang dapat memenuhi Three-step Test sebagai norma dasar

  Cosplay

  pembatasan Hak Cipta dan ada yang tidak memenuhinya. Dilihat dari sudut kegunaannya, apabila digunakan untuk pengunaan pribadi (Personal use), kemudian memiliki daya pembeda sehingga tidak bertentangan dengan pemanfaatan normal, dan tidak diperjual belikan, maka Kostum Cosplay tersebut dapat dikategorikan dalam norma pembatasan hak cipta berdasarkan dari hasil

  Three Step Test. Sebaliknya jika pengunaannya adalah untuk kepentingan

  komersial, kemudian tidak memiliki daya pembeda sama sekali dengan desain karakter aslinya, dan diperjual belikan sehingga mempengaruhi penjualan aksesoris suatu karakter maka dapat disimpulkan bahwa Kostum Cosplay tersebut tidak dapat dikategorikan dalam norma pembatasan hak cipta berdasarkan dari hasil Three-Step Test.

  Pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh pembuat Kostum Cosplay dalam menggunakan Hak Eksklusif dari Pencipta atau pemegang Hak Cipta dari Desain Karakter dapat ditindak lanjuti oleh pencipta atau pemegang hak cipta atas Desain karakter yang bersangkutan dengan melakukan upaya pemulihan.

2. Upaya Pemulihan atas Pelanggaran

  Bentuk Perlindungan Hukum ada dua hal yaitu Preventif dan Represif, menurut Hadjon bentuk Perlindungan Hukum Preventif adalah bentuk perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, sedangkan bentuk Perlindungan Hukum represif yakni

  47 perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa. Atas kegiatan Pembuatan dan Jual Beli Kostum Cosplay yang merupakan pelanggaran Hak Cipta, maka upaya represif yang dapat dilakukan dalam rangka penegakan Hukum Hak Cipta adalah penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan atau melalui jalur Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian sengketa.

  Untuk upaya pemulihan atas pelanggaran melalui jalur pengadilan, ada dua jalur yang dapat digunakan yaitu jalur keperdataan yang mengajukan gugatan perdata dan jalur kriminalitas dengan tuntutan pidana. Kedua jalur ini dapat digunakan sekaligus, dalam arti disamping melakukan gugatan perdata oleh pihak yang merasa dirugikan dan melakukan tuntutan pidana oleh penegak hukum untuk

  48 kepentingan negara / masyarakat .

a. Gugatan Keperdataan

  Upaya Pemulihan dari aspek perdata adalah untuk ganti kerugian ekonomi

  49

  dari si pemilik Hak . Pada dasarnya efek jera dan penghentian pelanggaran merupakan tujuan utama dari jalur litigasi dalam bidang HKI, termasuk Hak Cipta. upaya tersebut termasuk upaya penghancuran barang yang diduga hasil pelanggaran termasuk alat

  • – alat yang digunakan untuk memproduksi barang

  50 tersebut .

  Dasar gugatan ganti rugi dalam UUHC adalah pasal 96 ayat (1) UUHC. Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa pihak Pencipta, Pemegang Hak Cipta 48 dan/atau pemegang hak terkait atau ahli waris adalah pihak yang berhak 49 Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, h.60.

  Rahmi Jened I, OP.Cit., h.224

  51

  memperoleh ganti rugi atas kerugian hak ekonomi yang dideritanya. Dalam hal adanya kepemilikan bersama dari Hak Cipta maka pihak yang dapat mengajukan gugatan pelanggaran Hak Cipta adalah salah satu dari pemegang hak. Pemegang lisensi eksklusif juga berhak mengajukan gugatan, sedangkan pemegang lisensi

  52 biasanya membutuhkan adanya kuasa dari pemegang hak .

  Karena Hak Cipta yang timbul secara otomatis, maka segala alat bukti dapat didayagunakan, mengingat tidak semua pencipta mendaftarkan ciptaannya dan

  53

  memperoleh surat pendaftaran Hak Cipta . aturan tentang pembuktian kasus hak cipta sama seperti pembuktian dalam kasus perdata biasa yang merujuk pada pasal 1865 BW yang menyatakan bahwa:

  “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri ataupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”

  Kemudian Alat bukti diatur dalam pasal 1866 BW yang terdiri atas: “bukti tulisan, bukti dengan sanksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.

  Segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan

  • – aturan yang ditetapkan dalam bab
  • 51 – bab yang berikut.”

      Ganti rugi menurut pasal 1 angka 25 UUHC adalah “pembayaran sejumlah uang yang dibebankan kepada pelaku pelanggaran hak ekonomi pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait berdasarkan putusan pengadilan perkara perdata atau pidana yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian yang diderita pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak 52 terkait.” Rahmi Jened I, Op.Cit., h.225.

      Dalam UUHC, Perihal gugatan keperdataan diatur dalam pasal 99 sampai dengan pasal 101 UUHC. Tidak hanya hak ekonomi saja yang dapat perlindungan hukum dalam UUHC, pada pasal 98 ayat (1) UUHC mengatur tentang upaya pemulihan terhadap hak moral dari pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat orang yang melanggar hak moral pencipta sebagaimana yang dimaksud pasal 5 ayat (1) UUHC.

      Namun perlu diingat bahwa pasal 105 UUHC mengatur bahwa “Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait tidak mengurangi Hak Pencipta dan/atau Pemilik Hak Terkait untuk menuntut secara pidana.”

    b. Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa UUHC memberikan alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan.

      Terkait masalah ini Pasal 95 UUHC memberikan pilihan untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur Arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

      Berdasarkan Undang

    • – undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Selanjutnya disebut UU Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa) pada Pasal 1 angka 1 disebutkan mengenai definisi dari Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.sedangkan menurut penjelasan pasal 95 UUHC yang dimaksud alternatif penyelesaian sengketa adalah proses penyelesaian sengketa melalui mediasi, negosiasi, atau konsiliasi.
    UU Arbitrase dan Alternatif penyeesaian sengketa mengatur tentang proses penyelesaian sengketa melalui Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa, sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan menurut peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

      Tentang ruang lingkup hukum perdagangan dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan pasal 66 huruf b UU Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa.

      Dalam penjelasan pasal tersebut kegiatan

    • – kegiatan yang dimaksud ruang lingkup hukum perdagangan antara lain:

      a. Perniagaan;

      b. Perbankan;

      c. Keuangan;

      d. Penanaman modal;

      e. Industri; f. Hak kekayaan intelektual.

      Penjelasan pasal tersebut menunjukan bahwa Hak kekayaan intelektual yang didalamnya termasuk Hak Cipta adalah Obyek arbitrase menurut UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

      Dalam alternatif penyelesaian sengketa penyelesaiannya di dasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan

      54

      negeri . Penyelesaian sengketa tersebut diselesaikan pertemuan langsung oleh para pihak dalam hal ini pencipta atau pemegang hak cipta desain karakter dan pembuat Kostum Cosplay dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan

      55 hasilnya dituangkan dalam kesepakatan tertulis .

      Untuk dapat mengadakan Arbitrase berdasarkan pasal 8 ayat (2) huruf c UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, para pihak harus terlebih dahulu menunjukan adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase yang berlaku.

      Sedangkan dalam pelanggaran yang dilakukan oleh pembuat Kostum Cosplay tidak terdapat perjanjian apapun. Karena pelanggaran tersebut dilakukan dengan tanpa izin maupun lisensi dari Pemilik Desain Karakter yang bersangkutan, sehingga tidak terdapat klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase apapun antara para pihak dalam kasus semacam ini.

      Namun meskipun tidak ada perjanjian sebelumnya tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase. Pasal 9 ayat (1) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa dalam hal penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi dapat dilakukan dengan persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditanda tangani. Apabila para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tersebut, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam akta notaris sesuai dengan

      pasal 9 ayat (2) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Perjanjian tertulis tersebut harus memenuhi syarat yang di cantumkan dalam pasal 9 ayat (3) 55 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang antara lain isinya: Pasal 6 ayat (2) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. a. Masalah yang dipersengketakan;

      b. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;

      c. Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;

      d. Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;

      e. Nama lengkap sekretaris;

      f. Jangka waktu penyelesaian sengketa;

      g. Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan

      h. Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

    c. Tuntutan Pidana

      Seperti yang telah dibahas penulis sebelumnya, dengan diajukannya gugatan perdata terhadap pelanggaran Hak Cipta tidak mengurangi dalam hal dapat dilakukannya Tuntutan Pidana oleh Pencipta dan/atau pemilik Hak Terkait sesuai

      pasal 105 UUHC. Tindak Pidana dalam Hak Cipta merupakan delik aduan sebagaimana yang diatur pasal 120 UUHC. Ketentuan pidana dalam UUHC diatur dalam pasal 112 UUHC sampai pasal 120 UUHC. Pelanggaran hak moral seperti menghilangkan, merubah, atau merusak informasi manajemen Hak Cipta dan/atau informasi elektronik Hak Cipta dapat dipidana dengan pidana paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Ketentuan ini diatur pasal 112 UUHC.

      Sedangkan Pasal 113 ayat (2) UUHC mengatur Pelanggaran hak ekonomi dalam bentuk pengadaptasian seperti Pembuatan Kostum Cosplay tanpa hak dan/atau izin Pencipta atau pemegang hak cipta untuk penggunaan secara komersial dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

      Pemberlakuan hukuman pidana penjara dan denda secara kumulatif dimaksudkan untuk meningkatkan efek jera kepada pelanggar dan untuk memperkuat posisi UUHC sebagai salah satu instrument hukum yang dimiliki oleh negara sebagai sarana kontrol dan pengendalian masyarakat.

    d. Penetapan Sementara Pengadilan

      Selain jalur jalur diatas Upaya Pemulihan pertama yang sering digunakan sebagai penyelesaian akhir untuk Hak Cipta adalah penetapan sementara

      56

      57

      pengadilan . Penetapan sementara bertujuan untuk :

      1. Pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta.

      2. Penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta tersebut.

      Pengadilan dapat menetapkan agar pihak yang melanggar untuk menghentikan perbuatannya lebih jauh atas pelanggaran tersebut dalam jalur pemasaran. Aturan lebih lanjut tentang penetapan sementara pengadilan merujuk 56 pada Pasal 106 sampai Pasal 109 UUHC. Berdasarkan pasal 107 ayat (1) UUHC, Rahmi Jened I, Op.Cit., h.222. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, atau kuasa hukum nya dapat mengajukan permohonan penetapan sementara secara tertulis dengan syarat: a. Melampirkan bukti kepemilikan Hak Cipta atau Hak Terkait;

      b. Melampirkan petunjuk awal terjadinya pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait;

      c. Melampirkan keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan atau diamankan untuk keperluan pembuktian;

      d. Melampirkan pernyataan adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait akan menghilangkan barang bukti; dan

      e. Membayar jaminan yang besaran jumlahnya sebanding dengan nilai barang yang akan dikenai penetapan semenatara.

Dokumen yang terkait

TIK PELANGGARAN HAK CIPTA SMA

0 0 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA A. Sejarah Hak Cipta 1. Sejarah Perkembangan Perlindungan Hak Cipta di Dunia - Pewarisan Hak Cipta Menurut KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

0 0 31

PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA

0 0 10

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK CIPTA ATAS GAMBAR ARTWORK Mohammad Faturrahman Suarlan Datupalinge Adfiyanti Fadjar Abstrak - PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK CIPTA ATAS GAMBAR ARTWORK

0 1 13

PERANAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA

0 0 5

BAB II HAK CIPTA DAN HAK TERKAIT DENGAN HAK CIPTA BAGI PESERTA, PEMENANG, DAN PENYELENGGARA KONTES KECANTIKAN 1. Mekanisme Pendaftaran Seleksi dan Audisi Kontes Kecantikan - PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK BAGI PESERTA, PEMENANG, PENYELENGGARA, DAN PIHAK

0 0 27

BAB III BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DAN HAK TERKAIT DENGAN HAK CIPTA DAN UPAYA PEMULIHAN DALAM KERANGKA KONTES KECANTIKAN 1. Hubungan Hukum antara Peserta, Pemenang, Penyelenggara Kontes Kecantikan, dan Pihak Ketiga - PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK BAGI

0 0 20

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI PELAKU PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS 3.1. Konsep Pertanggungjawaban Pidana - PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TERHADAP PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - PERLINDUNGAN DESAIN KARAKTER TERHADAP KOSTUM COSPLAY DALAM HAK CIPTA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 13

BAB II HAK CIPTA ATAS KOSTUM SEBAGAI KARYA DERIVATIF 1. Ruang Lingkup Hak Cipta - PERLINDUNGAN DESAIN KARAKTER TERHADAP KOSTUM COSPLAY DALAM HAK CIPTA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 22