BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori Tuberkulosis (TBC) 1. Pengertian - DIAH PUTRI PUSPITARINI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori Tuberkulosis (TBC)

1. Pengertian

  Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Somantri, 2007).

  Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksimenular langsung yang disebabkan oleh Mycobacteriumtuberculosis.Kuman ini paling sering menyerangorgan paru dengan sumber penularan adalah pasienTB BTA positif.(Bagiada &Putri, 2010).

  Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

  

Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh

  organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut.(Price dalam Nurarif & Kusuma, 2015).

2. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru

  a. Anatomi dalam rongga dada (mediastinum), dilindungi oleh struktur tulang selangka.Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu skat yang disebut diafragma.Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh besar serta struktur-struktur lain di dalam rongga dada. Selaput yang membungkus yang disebut pleura.Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleura itu sendiri. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-paru kembang kempis, dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan napas.

  Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan terdiri atas tiga gambar (lobus) yaitu gelambir atas (lobus superior), gelambir tengah (lobus medius), dan gelambir bawah (lobus inverior).Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir yaitu gelambir atas (lobus superior) dan gelambir bawah (lobus inverior).Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada lobus inverior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada superior, 2 buah segmen pada lobus medial, dan 3 buah belahan-belahan yang bernama lobulus.Diantara lobulus satu dan lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan syaraf dalam pada tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus.Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus alveolus.Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0.2 sampai 0.3 mm.

  b. Fisiologi Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis.Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada.Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).

  Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagijaringan dan mengeluarkan karbondioksida.Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubahsesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut (West, 2004).

  Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru- paru utama (trachea).Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir.Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis.Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis (McArdle,2006).Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empamekanisme dasar, yaitu:

  1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer

  2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah

  3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan darisel

  4. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2007) Pada waktu menarik nafasdalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan nafasmelalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula.Aktivitas bernafasmerupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafasdalam dan volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).

  Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume intratoraks.Selama bernafastenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai 6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru.Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang.Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Syaifuddin, 2001).

  Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru.Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,2005).

  5. Etiologi

  Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis.Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet (Jong dalam Huda &Kusuma, 2015).

  Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun (Davey dalam Huda &Kusuma, 2015).

  6. Klasifikasi

  Menurut Kemenkes RI (2011) bahwa klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadaan ini terutama ditujukan pada TB Paru: a. Tuberkulosis paru BTA positif 1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif 2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dadamenunjukkan gambaran tuberkulosis 3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif 4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimendahak

  SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

  b. Tuberkulosis paru BTA negative diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

  b. Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberculosis

  c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV negative d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

7. Manifestasi Klinis

  Menurut Kemenkes(2011) bahwa manifestasi klinis tuberculosis yaitu:

  a. Gejala utama pasien tuberculosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah/batuk darah, hal ini dikarenakan pembuluh darah yang pecah pada kavitas atau bisa juga terjadi pada ulkus dinding bronkus; b. Sesak napas, penderita yang sesak napas sering kali tampak sakit dan berat badannya turun. Kadang-kadang terdengar mengi setempat, hal ini disebabkan bronchitis tuberculosis atau akibat tekanan darah kelenjar getah bening pada broncus; c. Nyeri dada, bukan hal yang jarang ditemukan pada tuberculosis. Kadang- kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan yang disebabkan regangan otot karena batuk, kadang-kadang lebih sakit sewaktu menarik napas. Hal ini timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura hingga menimbulkan pleuritis;

  o

  mencapai 40-41

  C. Panas menjadi lebih tinggi bila proses penyakitnya berkembang (pogresif); e. Malaise (rasa kurang enak badan), TB paru bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan disertai anoreksia. Badan semakin kurus

  (BB turun), sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam. Hal ini terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

  Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai puka pada penyakit paru selain tuberculosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagai seorang “suspek tuberculosis”, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikrokopis langsung (Kemenkes, 2011).

8. Patofisiologi Infeksi diawali karena seseorang menghirupbasil M. tuberculosis.

  Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat tertumpuk. Perkembangan M. tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke arah lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.Neurotrofl dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan basil dan jaringan normal.Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia.Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Soemantri, 2007).

  Bila bakteri Tuberkulosis terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagaian terminal saluran pernapasan.

  Jika pada proses ini, bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancur bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfoksin yang dihasilkan limfosit T. Bakteri Tuberkulosis menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma.Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler terhadap bakteri Tuberkulosis. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan makrofag.(Muttaqin, 2008).

  Peradangan terjadi di dalam alveoli (parenkim) paru, dan pertahanan tubuh alami berusaha melawan infeksi itu. Makrofag menangkap organism itu, lalu dibawa ke sel T. proses radang dan reaksi sel menghasilkan sebuah nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Dibagian tengah nodul kekurangan makanan, mengalami nekrosis. Proses terakhir ini dikenal sebagai perkijuan. Bagian nekrotik tengah ini dapat mengapur atau mencair.(Tambayong, 2000).

  Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif.Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel. (Somantri, 2007).

9. Pathway

  Sumber : Aplikasi NANDA NIC-NOC (2015)

Gambar 2.2. Pathway

  Microbacterium tuberculosis Dihirup individu rentan

  Masuk paru Menempel alveoli

  Reaksi inflamasi/peradangan Penumpukan eksudat dalam alveoli

  Hipertemia Sekret sukar

  Produksi sekret Batuk produktif (batuk terus menerus)

  Ketidakefektifan bersihan jalan napas Terhirup orang sehat

  Distensi abdomen Mual, muntah

  Sesak Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

  Intake nutrisi Risiko infeksi

  Ketidakefektifan pola napas

  10. Pemeriksaan Penunjang

  Pemeriksaan penunjang menurut Huda & Kusuma (2015):

  a. Laboratorium darah rutin: Laju Endap Darah (LED) meningkat, limfositosis; b. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostic TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70 % pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini;

  c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase): merupakan uji serologi imunoperioksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB;

  d. Teknik Polymerase Chain Reaction: deteksi kuman secara spesifik specimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi; e. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pda lesi awal dibagian atas paru-paru. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa;

  f. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru-paru karena TB.

  11. Penatalaksanaan

  Menurut Huda & Kusuma (2015):

  a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT): Rifampisin, INH, Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol; b. Pengobatan Suportif/Simptomatik: pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan;

  c. Terapi pembedahan 1) Indikasi mutlak

  a) Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif b) Penderita batuk darah yang massif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

  2) Indikasi relative

  a) Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

  c) Sisa kaviti yang menetap

  d. Tindakan invasif (selain pembedahan) 1) Bronkoskopi 2) Punksi pleura 3) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage).

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

  a. Identitas 1) Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, nomer register, dan diagnosa medis. 2) Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, alamat, hubungan dengan pasien, dan pekerjaan.

  b. Status Kesehatan 1) Keluhan utama

  Keluhan yang paling dirasakan pasien pada saat pengkajian biasanya keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise.

  (Muttaqin, 2008) 2) Riwayat kesehatan sekarang

  Mengutip dari Muttaqin (2008)keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan, mula- mula nonproduktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan.

  Jika keluhan utama adalah sesak napas, maka pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST yaitu: a) ProvokingIncident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?

  b) Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien. Sifat keluhan (karakter), dalam hal ini perlu ditanyakan kepada klien apa maksud dari keluhan-keluhannya. Apa rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?

  c) Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan? Harus ditunjukkan dengan tepat oleh klien; bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermiten).

  3) Riwayat kesehatan dahulu Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

  4) Riwayat kesehatan keluarga Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah. (Muttaqin, 2008)

  5) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pada pasien tuberculosis seperti dikutip dari Muttaqin(2008) adalah:

  a) B1 (Breathing) (1) Inspeksi: Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). menunjukkan-meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura massif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trachea ke arah berlawanan dari sisi sakit.

  (3) Perkusi: Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.

  (4) Auskultasi: Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.

  b) B2 (Blood) (1) Inspeksi: Inspeksi tentang adanya perut dan kelemahan fisik (2) Palpasi: denyut nadi perifer melemah (3) Perkusi: batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura massif mendorong kesisi sehat (4) Auskultasi: tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung

  c) B3 (Brain) Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif dan kronis, dan sclera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati. d) B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal syok.

  e) B5 (Bowel) Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu diinspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

  Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah edema peritiabel, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat fungsi perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill

  time.Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk kemudian dibandingkan antara bagian kiri dan kanan.

2. Analisa Data

  Data yang terdapat berdasarkan data subyektif dan data obyektif yang tidak normal dari suatu pengkajian

  3. Diagnosa Keperawatan

  Diagnosa keperawatan pada pasien tuberkulosis seperti dikutip dari Muttaqin (2008) adalah:

  a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal;

  b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura;

  c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler; dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan metabolisme tubuh.

  4. Perencanaan Keperawatan

  a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan perubahan pola napas Tujuan:Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif.

  Kriteria hasil: 1) Klien mampu melakukan batuk efektif;

  2) Pernapasan klien normal(16-20 kali per menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas, bunyi napas normal, dan pergerakan pernapasan normal. Intervensi: 1) Kaji fungsi respirasi antara lain suara, jumlah, irama, dan ke dalaman napas serta catatan pula mengenai penggunaan otot napas tambahan;

  2) Kaji kemampuan untuk mengeluarkan sekret/batuk secara efektif; 3) Berikan posisi tidur semi atau high fowler. Membantu pasien untuk berlatih batuk secara efektif dan menarik napas dalam; 4) Bersihkan sekret dari dalam mulut dan trakhea, suction jika 5) Berikan minum kurang lebih 2500 ml/hari, menganjurkan untuk minum dalam kondisi hangat jika tidak ada kontra indikasi; 6) Berikan O

2 udara inspirasi yang lembab (kolaborasi).

  b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola napas efektif.

  Kriteria hasil:

  a) Klien mampu melakukan batuk efektif; b) Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal, pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas terdengar jelas. Intervensi: 1) Identifikasi faktor penyebab; 2) Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dipsnea, sianosis, dan perubahan tanda vital; 3) Berikan posisi fowler/semi fowlertinggi dan miring pada sisi yang sakit, bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektif; 4) Auskultasi bunyi napas; 5) Kaji pengembangan dada dan posisi trachea. efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial.

  Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi.

  Kriteria hasil: 1) Melaporkan tidak adanya/penurunan dipsnea; 2) Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernapasan; 3) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal.

  Intervensi:

  1. Kaji dipsnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan kelemahan;

  2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku;

  3. Tunjukkan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru;

  4. Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan klien;

  5. Kolaborasi pemeriksaan AGD;

  d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keletihan, anoreksia atau dipsnea, dan peningkatan metabolisme tubuh. Tujuan:Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindaan keperawatan, intake nutrisi klien terpenuhi.

  Kriteria hasil:

  a) Klien mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang menjadi adekuat; b) Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi nutrisinya; c) Berat badan pasien tidak mengalami penurunan drastis dan cenderung stabil; d) Pasien terlihat dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan;

  e) Hasil analisis laboratorium menyatakan protein darah/albumin darah dalam rentang normal.

  Intervensi: 1) Kaji status nutrisi pasien, serta mencatat turgor kulit, berat badan saat ini, tingkat kehilangan berat badan, integritas mukosa mulut, tonus perut, dan riwayat nausea/vomit atau diare;

  2) Monitor intake-outputdan berat badan secara terjadwal; 3) Berikan oral care sebelum dan sesudah penatalaksanaan 4) Anjurkan makan sedikit, tapi sering dengan diet TKTP; 5) Anjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang disukai oleh pasien dan kemudian makan bersama pasien jika tidak ada kontra indikasi.

5. Implementasi Keperawatan

  a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan perubahan pola napas.

  Implementasi:

  1) Mengkaji fungsi respirasi antara lain suara, jumlah, irama, dan ke dalaman napas serta catatan pula mengenai penggunaan otot napas tambahan;

  2) Mengkaji kemampuan untuk mengeluarkan sekret/batuk secara efektif; 3) Memberikan posisi tidur semi atau high fowler. Membantu pasien untuk berlatih batuk secara efektif dan menarik napas dalam; 4) Membersihkan sekret dari dalam mulut dan trakhea, suction jika memungkinkan; 5) Memberikan minum kurang lebih 2500 ml/hari, menganjurkan untuk minum dalam kondisi hangat jika tidak ada kontra indikasi;

  2

  b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Implementasi: 1) Mengidentifikasi faktor penyebab; 2) Mengkaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dipsnea, sianosis, dan perubahan tanda vital; 3) Memberikan posisi fowler/semi fowlertinggi dan miring pada sisi yang sakit, bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektif; 4) Mengauskultasi bunyi napas;

  5) Mengkaji pengembangan dada dan posisi trachea.

  c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial. Implementasi: 1) Mengkaji dipsnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan kelemaha; 2) Mengevaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku; 3) Menunjukkan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim 4) Meningkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan klien; 5) Melakukan kolaborasi pemeriksaan AGD; 6) Memberikan oksigen sesuai kebutuhan tambahan.

  d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keletihan, anoreksia atau dipsnea, dan peningkatan metabolisme tubuh. Implementasi:

  1) Mengkaji status nutrisi pasien, serta mencatat turgor kulit, berat badan saat ini, tingkat kehilangan berat badan, integritas mukosa mulut, tonus perut, dan riwayat nausea/vomit atau diare;

  2) Memonitor intake-outputdan berat badan secara terjadwal; 3) Memberikan oral care sebelum dan sesudah penatalaksanaan respiratori; 4) Menganjurkan makan sedikit, tapi sering dengan diet TKTP; 5) Menganjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang disukai oleh pasien dan kemudian makan bersama pasien jika tidak ada kontra indikasi.

6. Evaluasi

  didefinisikan sebagai keputusan dari efekvitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respons perilaku klien yang tampil.Sementara itu, menurut Potter dan Perry (2005)evaluasi keperawatan adalahkategori perilaku keperawatan dalam menentukan pembuatan dan pencatatan hasil ndakan keperawatan yang telah dicapai.

  a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan perubahan pola napas: 1) Klien mampu melakukan batuk efektif;

  2) Pernapasan klien normal (16-20 kali per menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas, bunyi napas normal, dan pergerakan pernapasan normal.

  b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura: 1) Klien mampu melakukan batuk efektif; 2) Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal, pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas terdengar jelas.

  c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan edema bronchial: 1) Tidak adanya/penurunan dipsnea; 2) Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernapasan; 3) Perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal.

  d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keletihan, anoreksia atau dipsnea, dan peningkatan metabolisme tubuh: 1) Klien mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang menjadi adekuat;

  2) Berat badan pasien tidak mengalami penurunan drastis dan cenderung stabil; 3) Hasil analisis laboratorium menyatakan protein darah/albumin darah dalam rentang normal.

C. Posisi Semi Fowler

  1. Pengertian

  Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan.Posisi ini untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien (Aziz, 2008 dalam Indah, 2014).

  Posisi semi fowler adalah posisi yang bertujuan untuk meningkatkan

  o

  dalam posisi ini tempat tidur ditinggikan 45-60 dan lutut klien agak diangkat agar tidak ada hambatan sirkulasi pada ekstremitas (Perry dan Grifin, 2005 dalam Indah, 2014).

  2. Tujuan

  Tujuan pemberian posisi semi fowleradalah untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pernapasan dan pasien dengan gangguan jantung (Suparmi, 2008).

  3. Manfaat

  Posisi semi fowler dapat meningkatkan oksigen yang ada di dalam paru-paru sehingga memperingan kesukaran jalan napas (Faizal, 2015).

  4. Indikasi

  Menurut Ari (2017), indikasi posisi semi fowler yaitu:

  a. Pasien dengan sesak napas;

  b. Pasien pasca operasi trauma, hidung, thorak;

  c. Pasien dengan gangguan tenggorokan yang memproduksi sputum, aliran gelembung dan kotoran pada saluran pernapasan; d. Pasien imobilisasi, penyakit jantung, asma bronkhial, post partum.

  5. Kontraindikasi

  Menurut Ari (2017), kontraindikasi posisi semi fowler yaitu:

  a. Pasien dengan post operasi servikalis vertebra;

  b. Contusion serebriatau gagar otak;

  6. Mekanisme Semi Fowler

  Salah satu tindakan mandiri keperawatan guna mempertahankan pertukaran gas adalah mengatur posisi klien. Pengaturan posisi ini dapat membantu paru mengembang secara maksimal sehingga membantu meningkatkan pertukaran gas (Black & Hawks, 2005).

  Posisi yang tepat juga dapat meningkatkan relaksasi otot-otot tambahan sehingga dapat mengurangi usaha bernafas/dispnea (Monahan &Neighbors,2000 dalam Ritianingsih, 2011).

  Penelitian Supadi, Nurachmah, dan Mamnuah, (2008) dalam Indah (2014), menyatakan bahwa posisi semi fowler membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran napas. Posisi iniakan mengurangi kerusakan membrane alveolus yang di akibatkan tertimbunnya banyak cairan.Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga oksigen menjadi lebih optimal, sesak nafas akan berkurang dan akhirnya proses perbaikan kondisi pasien akan lebih cepat.

7. Prosedur

  Menurut Kozier dan Erb (2009) dalam Indah (2014),prosedur dalam memberikan posisi semi fowler yaitu: a. Posisikan pasien terlentang dengan kepalanya dekat dengan bagian kepala tempat tidur; b. Elevasi bagian kepala tempat tidur sekitar 45-60˚;

  d. Gunakan bantal sebagai penyokong lengan dan tangan pasien jika pasien tidak dapat mengontrol secara sadar; e. Posisikan bantal pada bagian punggung bawah pasien;

  f. Letakan bantal kecil atau gulungan pada bagian paha pasien;

  g. Letakan bantal kecil atau gulungan kain di bawah mata kaki pasien;

  h. Letakan papan penyangga kaki di dasar kaki pasien;