BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Ghufroni Anjar Susanti BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas

  tidak memproduksi insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan, hal ini menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat (WHO, 2014). Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang ditandai oleh tingginya kadar gula dalam darah (Kariadi, 2009).

  Terdapat 2 tipe Diabetes Mellitus menurut faktor penyebabnya yaitu diabetes melllitus tipe I yang disebabkan oleh faktor keturunan dan infeksi virus, diabetes mellitus tipe II yang disebabkan oleh faktor kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik. Jumlah penderita diabetes mellitus tipe

  II sebesar 90% dari total penderita diabetes di seluruh dunia (WHO, 2014).

  Diabetes adalah penyakit kronis yang memerlukan pengelolaan yang sangat hati-hati, termasuk pola makan yang khusus dan olahraga rutin.

  Diabetes menyebabkan orang memiliki berbagai keterbatasan fisik, namun penyakit ini juga diasosiasikan dengan tantangan dalam kesehatan mental.

  Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan diabetes. Namun dengan menurunkan berat badan yang berlebih, diet yang baik, berolahraga secara teratur, menjaga ketenangan pikiran, dan mengendalikan stres gula darah dapat kembali normal. Hal ini tidak berarti penderita telah

  

1 sembuh total dari diabetes. Bila penderita kembali gemuk, diet buruk, serta tidak berolahraga, gula darah akan meningkat kembali (Gunawan, 2012).

  WHO merilis kejadian Diabetes Mellitus di Indonesia mencapai 8,4 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat ke-7 dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus sebanyak 7,6 juta jiwa. Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 19 Januari 2016 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, prevalensi penderita Diabetes Mellitus tipe 2 pada 2011 sebanyak 383 pasien dan meningkat pada 2014 sebanyak 910 pasien.

  Sedangkan penderita Diabetes Mellitus tipe 1 pada 2011 sebanyak 23 pasien dan meningkat pada 2014 sebanyak 243 pasien. Hasil studi pendahuluan menunjukan bahwa populasi penderta Diabetes Mellitus tipe 2 lebih banyak dibandingkan Diabetes Mellitus tipe 1.

  Komplikasi Diabetes Mellitus yang dapat terjadi adalah masalah fisik dan psikologis. Masalah fisik meliputi gangguan makrovaskular dan gangguan mikrovaskular. Adapun masalah psikologis meliputi stres atau kecemasan yang dapat berujung pada masalah fisik. Stres pada penderita Diabetes Mellitus dapat terjadi karena kesalahan informasi mengenai Diabetes Mellitus, ketakutan terjadinya komplikasi fisik lainya, dan manajemen Diabetes Mellitus yang harus dilakukan terus menerus. Kondisi stres dapat mempengaruhi seluruh aspek manusia secara holistik meliputi biologis, psikologis, spiritual, budaya, dan sosial (Sunaryo, 2004).

  Kondisi stres atau depresi pasien Diabetes Mellitus antara satu individu dengan individu lainnya berbeda tergantung pada penilaian pribadi individu terhadap kemampuan yang dimilikinya yang disebut dengan self-efficacy (Sarafino, 1994). Bandura (1997) mendefiniskan self-efficacy sebagai keyakinan individu dapat menguasai situasi dan memperoleh hasil yang positif. Penilaian seseorang terhadap self efficacy memainkan peranan besar dalam hal bagaimana seseorang melakukan pendekatan terhadap berbagai sasaran, tugas, dan tantangan, termasuk penyakit yang diderita.

  Kondisi stres pada penderita Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi perilaku self efficacy. Secara definitif self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk menghadapi situasi-situasi tertentu yang relatif sulit. Terkait dengan penderita Diabetes Mellitus adalah keyakinan pasien bahwa dirinya akan sembuh dari penyakit tersebut. Tetapi selft efficacy penderita Diabetes Mellitus tidak mudah mengingat kategori Diabetes Mellitus sebagai penyakit yang mematikan. Selain itu menurut hasil pengamatan, diabetes mellitus dapat mewakili masalah pokok dalam penelitian ini. Adanya anggapan tersebut menyebabkan pasien dalam tekanan psikologis yang berat. Oleh karena itu perilaku self

  

efficacy terbatas pada kesanggupan dan tekad keras pasien mengijuti semua

  anjuran dokter dan perawat. Perilaku-perilaku tersebut diantaranya selalu tepat meminum obat, menjauhi pantangan yang diberikan dan bersifat terbuka atas segala keluhan.

  Self efficacy pada penderita Diabetes Mellitus sangat penting untuk

  menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi. Self efficacy terdiri dari diet (pola makan), latihan fisik, pengukuran kadar glukosa rutin, Obat Oral Anti-Diabetic (OAD) jika glukosa terus naik, serta perawatan kaki (Baughman, 2000; Sutedjo, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Herdiyadi (2013) mengenai profil penerapan self efficacy dan status depresi pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Kalirangkut Surabaya, self efficacy yang diteliti meliputi diet umum, diet khusus, latihan fisik, Self Monitoring

  

Blood Glucose (SMBG), pengunaan obat Oral Anti-Diabetic (OAD), dan

perawatan kaki.

  Pasien Diabetes Mellitus menghadapi situasi yang menekan misalnya tingkat keparahan penyakit, keyakinan individu terhadap kemampuan mereka (self-efficacy) akan mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi yang menekan (Bandura, 1997). Menurut Prakosa (1996) keyakinan terhadap diri sendiri sangat diperlukan oleh pasien untuk menjalani pengobatan. Keyakinan ini akan mengarahkan kepada pemilihan tindakan, pengerahan usaha, serta keuletan individu. Keyakinan yang didasari oleh batas-batas kemampuan yang dirasakan akan membawa pasien berperilaku secara mantap dan efektif.

  Tingginya self-efficacy yang dimiliki akan memotivasi pasien secara kognitif untuk bertindak lebih bertahan dan terarah terutama apabila pengobatan yang dijalaninya menujukkan perkembangan positif. Tidak mengherankan apabila ditemukan hubungan yang signifikan antara self-

  

efficacy dengan cepat tidaknya kesembuhan pasien Diabetus Melitus

(Bandura, 1997).

  Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Feist & Feist (2002), bahwa ketika seseorang mengalami ketakutan yang tinggi, kecemasan yang akut atau tingkat stress yang tinggi, maka biasanya mereka mempunyai self-

  

efficacy yang rendah. Sementara mereka yang memiliki self-efficacy yang

  tinggi merasa mampu dan yakin terhadap kesuksesan dalam mengatasi rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak perlu dihindari.

  Persoalannya kemudian adalah, bagaimana menjadikan pasien Diabetes Mellitus mempunyai self-efficacy yang memadai. Untuk memahami perilaku tersebut didasarkan pada teori pembelajaran sosial Bandura (1997). Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang tidak random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari teori pembelajaran social

  

modelling , dengan kata lain perilaku seseorang merefleksikan perilaku orang

lain.

  Menurut Bandura (1997) faktor esensi untuk menumbuhkan self

  

efficacy adalah keyakinan bahwa hanya orang yang bersangkutan yang

  mampu merubah nasib. Seseorang dengan keyakinan bahwa nasib dan kejadian-kejadian dalam hidupnya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan bahwa seorang tersebut memiliki locus of control. Dengan demikian dapat diketahui korelasi antara locus of control dengan sel efficacy, yaitu apabila seseorang dengan pembelajaran sosialnya yang baik dapat mempunyai locus of control sehingga akan berperilaku self efficacy untuk segera sembuh.

  Efektif tidaknya locus of control mempengaruhi self eficacy pasien Diabetes Militus tergantung pada aspek self eficacy yang dimiliki individu yang bersangkutan. Aspek tersebut meiliputi tingkatan self efficacy individu, psikis pasien dan kekuatan untuk segera sembuh.

  Berdasarkan studi pendahuluan terhadap 8 orang pasien memperlihatkan hanya 6 orang yang mempunyai self efficacy yang baik.

  Sedangkan 2 orang memiliki self efficacy yang rendah. Disisi lain 8 pasien menunjukkan kecenderungan tingkat locus of control yang rendah seperti tidak taat dalam menjalani pengobatan dan pasrah dalam menerima kenyataan bahwa dirinya terkena Diabetus Mellitus.

  Beberapa penelitian tentang Diabetus Mellitus telah dilakukan, diantaranya Budiyani (2011) yang menemukan locus of control pasien Disbetus Mellitus kurang baik karena menganggap penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Namun dengan control gula darah yang baik, penderita Diabetus Mellitus dapat hidup sehat sebagaimana orang bukan penderita Diabetus Mellitus. Temuan tersebut diperkuat dengan penelitian Handayani (2013) yang mencatat hanya 64,9% pasien yang mempunyai self efficacy diri yang baik.

  Dari permasalahan yang ada tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan locus of control dengan self efficacy pada pasien penderita Diabetes Militus tipe 2 rawat jalan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: “Apakah ada hubungan locus of control dengan self efficacy pada pasien penderita Diabetes Militus tipe 2 rawat jalan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

  ?” C.

   Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan locus of

  control dengan self efficacy pada pasien penderita Diabetes Militus tipe 2 rawat jalan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

  Dari hasil penelitian ini secara teoritis dapat digunakan sebagai kajian dalam ilmu psikologi kesehatan dan juga sebagai dasar penelitian selanjutnya mengenai hubungan locus of control dengan self efficacy. Serta hasil penelitian ini dapat dikembangkan lagi dengan variabel-variabel lain maupun subjek lainnya.

2. Manfaat Praktis

  Hasil penelitian ini diharapkan memberikan acuan mengenai hubungan locus of control dengan self efficacy pada pasien penderita diabetes militus tipe 2 rawat jalan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto ataupun rumah sakit lainnya.