BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - BAB I SETIAWAN RIZKY AMRIZAL PSIKOLOGI'19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekayaan utama yang paling berharga bagi setiap bangsa adalah sumber
daya manusia. Nuansa pembangunan di masa mendatang terletak pada pembangunan sumber daya manusia, dimana filosofi pembangunan bangsa sudah lama menempatkan manusia sebagai subyek pembangunan dan bukan obyek pembangunan. Berpangkal pada peran sumber daya manusia yang sangat penting bagi perkembangan perusahaan. Menjaga dan meningkatkan peran aktif karyawan dalam pengoperasian perusahaan sebagai tim pelaksana, semuanya memang kembali pada keseriusan pihak pemimpin dalam mengantisipasi maupun mencari solusi pemecahan atas berbagai permasalahan yang menimpa karyawan.
Manusia merupakan aset yang paling berharga yang dimiliki organisasi atau perusahaan dalam mencapai tujuannya, sehingga perusahaan sudah seharusnya memperhatikan faktor manusia di dalam perusahaan agar karyawan dapat bekerja dengan kinerja yang baik. Tuntutan yang semakin tinggi ini akan menimbulkan rasa tertekan bagi para pekerja belum lagi ditambah dengan lingkungan kerja yang ada di dalam organisasi, sehingga hal ini akan rentan menimbulkan rasa stres bagi karyawan.
Pada tahun 1996, jauh sebelum stres kerja dan faktor psikososial menjadi ungkapan sehari-hari, suatu laporan khusus yang ber judul ”Perlindungan
Kesehatan dari Delapan Puluh Juta Pekerja Suatu Tujuan Nasional bagi
1 Kesehatan Kerja” telah diterbitkan. Laporan tersebut menyebutkan bahwa stres yang disebabkan oleh faktor psikologis meningkat secara nyata. Tiga puluh tahun kemudian, laporan ini telah membuktikan ramalan secara luar biasa. stres kerja telah menjadi penyebab kelainan terdepan di Amerika Utara dan Eropa.
Pada tahun 1990, 13 % dari seluruh kasus ketidakmampuan pekerja, disebabkan oleh gangguan yang berhubungan dengan stres kerja (Rahayu, 2003).
Pada tahun 2000 European Working Condition Survey (EWCS), stres kerja merupakan kasus nomor dua terbesar di Eropa yang berkaitan dengan pekerjaan, masalah kesehatan diantaranya yaitu, mengalami sakit punggung, penyakit jantung, dan gangguan musculoskeletal (European Foundation for the Improvement of Living and Working Conditions, 2005).
Dua penelitian stres di tempat kerja di Amerika yang dilaporkan oleh National Institue of Occupational Health and Safety (NIOSH, 2002). Pertama adalah sebuah survey yang dilakukan oleh Familier and Work Institute melaporkan bahwa 26% sering dan sangat stres akibat dari pekerjaannya. Sedangkan penelitian yang kedua dilakukan oleh Yale University melaporkan bahwa 20% pekerja mengalami stres saat bekerja.
Dengan besarnya masalah stres kerja, dapat memakan biaya yang sangat tinggi. Di Swedia, pekerjaan yang berhubungan dengan sakit punggung dan otot menghabiskan biaya yang lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan untuk Departemen Pertahanan Nasional. Dan penyakit tersebut sebagian besar disebabkan karena stres (ILO, 2003).
Berikut adalah pekerjaan yang dianggap paling dapat membuat stres menurut National Safety Council dikutip dari Gaffar (2012) yakni : pegawai pos, perawat, jurnalis, pilot pesawat, manajer tingkat menengah, sekretaris, polisi, petugas medis, paramedis, guru, pemadam kebakaran, petugas customer service dan pelayan. Apapun profesi seseorang dapat mengalami stres kerja.
Pada tahun 1995, sebuah peristiwa menimpa para polisi di Paris. Sekitar 60 orang anggota polisi melakukan bunuh diri masal beserta keluarganya (Suprapto, 2008). Hal ini terjadi karena para polisi di Paris menganggap pekerjaan mereka semakin berat setiap tahunnya. Penyebab lainnya adalah dukungan yang sangat kurang dari pemimpin mereka. Hal tersebut diperparah dengan image polisi yang buruk di masyarakat. Sedangkan di sekolah, anak- anak yang orang tuanya bekerja sebagai polisi sangat sering diejek dan diperlakukan kasar karena pekerjaan orang tuannya. Selain itu, gaji mereka juga dipotong tanpa adanya kesepakatan dan pemberitahuan kepada mereka. Kemudian dengan penghasilan yang sedikit, mereka harus bertahan hidup di kota yang memiliki biaya hidup yang tinggi. Sehingga berdasarkan hal tersebut, maka para polisi tersebut mengalami stres yang sangat berat dan terjadilah hal tersebut (New York Times, 1996 dalam Suprapto, 2008).
Profesi polisi oleh hampir seluruh peneliti dikategorikan sebagai jenis pekerjaan yang sangat rawan stres (Ahmad, 2004). Stres yang dialami oleh polisi dapat berasal dari stressor fisik, sosial, psikologis, politik dan ekonomi, juga dapat berupa stressor kerja seperti beban kerja yang berlebihan, rendahnya gaji, minimnya sarana, lingkungan kerja yang tidak kondusif, resiko nyawa pada saat bertugas, rutinitas kerja dan sebagainya.
Dengan berbagai keterbatasan internal dan eksternal tersebut maka tidak mudah menampilkan peran polisi dalam bentuk ideal. Pengabdian untuk menjaga keamanan dan menegakkan ketertiban menyebabkan polisi pengendali massa (DALMAS) setiap hari berada langsung di tengah-tengah masyarakat.
Masyarakat dapat melihat dan menilai secara langsung gerak tindak polisi pengendali massa. Jika ada cacat atau celanya maka akan segera tampak, begitu pula jika berprestasi akan cepat diketahui.
Ada berbagai penyebab yang memungkinkan karyawan menjadi stres sebagaimana dinyatakan oleh Nitisemito (1996) antara lain lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan keinginan karyawan, adapun lingkungan kerja tersebut antara lain, lingkungan sesama tenaga kerja; merupakan susana yang tercipta karena interaksi dengan sesama perkerja, lingkungan kerja dengan atasan; merupakan suasana kerja yang tercipta karena interaksi antara karyawan dengan atasan, serta lingkungan mesin dan peralatan; lingkungan mesin dan peralatan yang dihadapi oleh karyawan yang memungkinkan karyawan tidak berkonsentrasi pada perkerjaan.
Perusahaan dituntut untuk dapat membuat lingkungan kerja yang baik, dengan cara memperhatikan lingkungan kerja fisik dan non fisik. Lingkungan kerja fisik yang dimakud bisa berupa penerangan yang bagus, kantor yang bersih, tidak terganggu akan adanya kebisingan, atau sirkulasi udara yang nyaman dan sejuk bagi karyawan. Lingkungan kerja non fisik bisa berupa komunikasi yang baik dengan atasan, bawahan maupun sesama rekan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif ini akan berpengaruh terhadap karyawan dalam melaksanakan tugasnya dan secara bersamaan menurunkan tingkat stres karyawan, sebaliknya apabila lingkungan kerja tidak kondusif dan tidak baik maka akan berdampak pada tingginya stres kerja karyawan.
Stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, yang dipengaruhi oleh tanggapan masing-masing individu dan psikologi, yaitu konsekuensi dari setiap kegiatan di lingkungan kerja yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan. Karena dalam menjalankan pekerjaannya karyawan akan berinteraksi langsung dengan lingkungan kerja yang berada di setiap bagian perusahaanya. Jadi lingkungan kerja akan sangat berpengaruh terhadap stres yang akan diterima karyawan atau dapat diartikan juga bahwa lingkungan kerja merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat mengontrol atau meminimalkan stres yang diterima oleh karyawan. Apabila interaksi dengan lingkungan dapat berjalan baik maka akan dapat mengurangi tingkat stres, disamping itu lingkungan kerja yang baik akan dapat mengurangi keletihan dan kejenuhan dalam bekerja.
Sedarmayanti (2009) mengemukakan bahwa Lingkungan kerja non fisik merupakan semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Pendapat lain muncul mengenai lingkungan kerja non fisik dan serupa dengan pendapat Sedarmayanti di atas yaitu diungkapkan oleh Nitisemito (2000), perusahaan hendaknya mencerminkan kondisi yang mendukung kerjasama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki jabatan yang sama di perusahaan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja non fisik adalah kondisi yang berkaitan dengan hubungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
Penelitian yang di lakukan oleh Norianggono dkk (2014) dengan judul pengaruh lingkungan kerja fisik dan non fisik terhadap kinerja karyawan (studi pada karyawan pt. telkomsel area iii jawa-bali nusra di surabaya) menghasilkan Lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan yang berarti bahwa jika lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan yang berarti bahwa jika lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik secara bersamaan berjalan dengan baik, maka akan meningkatkan kinerja karyawan PT. Telkomsel Area III Jawa-Bali Nusra kota Surabaya. Kemudian penelitian yang di lakukan oleh Kasmarani (2012) dengan judul pengaruh beban kerja fisik dan mental terhadap stres kerja pada perawat di instalasi gawat darurat (IGD) RSUD Cianjur.
Menghasilkan ada pengaruh beban kerja mental (p=0,048) terhadap stres kerja perawat di (IGD) RSUD Cianjur.
Stres kerja penting di teliti karena berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah di lakukan kepada anggota dalmas di eks keresidenan banyumas di peroleh informasi mengenai masalah pekerjaan yang di hadapi seperti gaji yang minim, banyaknya anggaran yang belum tepat sasaran, jam kerja yang lebih dari 12 jam yang mengakibatkan stres kerja serta lingkungan kerja yang kurang mendukung dan emosional saat berinteraksi dengan masyarakat berkurang, penghasilan yang belum sesuai dengan pekerjaannya. Hal tersebut dapat menimbulkan stres kerja. Menurut Budianto (1997), lingkungan mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap perilaku seseorang. Sebagai gambaran yang menunjukkan bahwa lingkungan yang baik akan membawa dampak yang baik terhadap individu, demikian juga bila kondisi lingkungan buruk maka akan buruk pula dampaknya terhadap individu. Maka individu yang berkerja di tempat yang lingkungannya keras akan berpengaruh kuat terhadap kesehatan fisik dan mental individu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah stres kerja yang dialami anggota dalmas di eks keresidenan banyumas merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian khusus dan menjadi sebuah ketertarikan peneliti untuk meneliti mengenai
“Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Stres Kerja pada anggota DALMAS di Eks Keresidenan Banyumas”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis pada beberapa anggota polisi di wilayah POLRES se Eks Karisidenan Banyumas, maka peneliti merumuskan masalahnya sebagai berikut : Apakah ada Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Stres Kerja pada anggota DALMAS di Eks Keresidenan Banyumas? C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan kerja non fisik terhadap stres kerja pada anggota DALMAS di Eks Keresidenan Banyumas.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, terutama psikologi industri dan organisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan masukan terhadap instansi kepolisian terkait bagaimana mengatasi stres kerja khususnya pada anggota DALMAS.
b. Untuk memberikan masukan kepada anggota DALMAS akan pentingnya untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan kerja non fisik yang menyebabkan stres kerja.