FORDA - Jurnal

SEBARAN POPULASI DAN SELEKSI HABITAT MACAN TUTUL JAWA,
Panthera pardus melas Cuvier 1809 DI PROVINSI JAWA TENGAH
(Distribution and Habitat Selection of Javan Leopard, Panthera pardus melas Cuvier
1809 in Central Java Province)*
Hendra Gunawan1, Lilik B. Prasetyo2, Ani Mardiastuti2 dan/and Agus P. Kartono2
1

Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor
Email : p3hka_pp@yahoo.co.id; hendragunawan1964@yahoo.com
2
Departemen Konservasi Biodiversitas Tropika
Fakultas Kehutanan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Jl. Raya Darmaga, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680; Telp. 0251-8628448/8622961
lbpras@indo.net.id; aniipb@indo.net.id; apkartono@yahoo.com
*Diterima : 1 Desember 2009; Disetujui : 12 Desember 2012

i
ABSTRACT
Distribution of javan leopard population in Central Java has not been monitored in the last two decades.
Since the deforestation rate in this province is quietly high, the distrbution of javan leopard is predicted

decrease and some population extinct locally. The objective of this research was to investigate the
distribution and habitat selection of javan leopard in Central Java Province. Data of leopard distribution
was collected through questionair, interview and ground check to record the geographic position of the
leopard. GPS’s points of leopard distribution were plotted on forest area map. Index of habitat selection
was calculated using Neu’s Index formlua. The research showed 48 locations of javan leopards that
distributed in five forest types i.e pines plantation forest (43.8%), teak plantation forest (27.1%), natural
mountain forest (14.5%), mix plantation forest (8.3%), and natural lowland forest (6.3%). Javan leopard
distributued from 0 m up to more than 1,000 m above sea level. There were 15 locations of javan leopards
that have extinc locally. Javan leopard selected their habitat (P=0.01). The highest selection index was
natural lowland forest (8.5560) followed by mix plantation forest (5.8911), natural mountain forests
(2.9795), pines plantation forests (1.1758), and teak plantation forests (0.4769).
Keywords: Javan leopard, population, habitat, distribution, selection
ABSTRAK
Lebih dari dua dekade sebaran macan tutul jawa di Jawa Tengah tidak termonitor. Dengan laju deforestasi
yang cukup tinggi dikhawatirkan sebaran populasi macan tutul jawa di provinsi ini telah banyak berkurang
dan terjadi kepunahan di beberapa lokasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran populasi dan
seleksi habitat macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah. Pengumpulan data keberadaan macan tutul
dilakukan melalui kuesioner, wawancara, dan pengecekan lapangan untuk mencatat pposisi GPS macan tutul.
Titik-titik GPS lokasi macan tutul diplotkan ke peta kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah. Penghitungan
indeks seleksi habitat menggunakan rumus indeks Neu. Penelitian ini menemukan 48 titik lokasi macan tutul

yang tersebar di lima tipe hutan yaitu di hutan pinus (43,8%), hutan jati (27,1%), hutan alam pegunungan
(14,5%), hutan tanaman campuran (8,3%), dan hutan alam dataran rendah (6,3%). Daerah sebaran macan
tutul jawa meliputi ketinggian 0 m hingga lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut. Terdapat 15 lokasi
macan tutul yang diduga sudah mengalami kepunahan lokal. Macan tutul melakukan seleksi terhadap
habitatnya (P = 0,01). Hutan alam dataran rendah memiliki nilai indeks seleksi tertinggi (8,5560) diikuti
oleh hutan tanaman campuran (5,8911), hutan alam pegunungan (2,9795), hutan tanaman pinus (1,1758), dan
hutan jati (0,4769).
Kata kunci: Macan tutul jawa, populasi, habitat, sebaran, seleksi

323

Vol. 9 No. 4 : 323-339, 2012

I. PENDAHULUAN
Macan tutul (Panthera pardus Linnaeus, 1758) memiliki daerah penyebaran
yang paling luas di antara jenis kucing
(Guggisberg, 1975; Lekagul & McNeely,
1977). Dari Afrika (melampaui Sahara
Tengah), macan tutul menyebar ke Asia
Kecil, Afganistan, Turki, Iran, India, Srilanka, Jawa, China termasuk China Utara

(Manchuria), hingga Amar Ussuri (Grzimek, 1975; Nowak, 1997; Sanderson,
1972). Ke arah utara macan tutul menyebar ke Rusia Timur Jauh1.
Salah satu sub spesies macan tutul yaitu macan tutul jawa (Panthera pardus
melas Cuvier, 1809) hanya ditemukan di
Pulau Jawa dan Pulau Kangean (Anonim,
1978, 1982). Pada tahun 1996 ekspedisi
yang dilakukan oleh Konservasi Satwa
Bagi Kehidupan (KSBK) di Cagar Alam
Pulau Sempu (Kabupaten Malang) menemukan macan tutul di pulau seluas 877 ha
tersebut (Surabaya Post Hot News, Selasa, 17/09/1996).
Di Jawa Tengah macan tutul terdapat
di Randublatung, Pati, Kendal, Semarang, Telawa, Gunung Muria, dan Gunung Lawu (Hoogerwerf, 1970). Daerah
penyebaran macan tutul di Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah
sebagai berikut: Pulau Nusa Kambangan,
Batang, Banjarnegara, Kendal, Cepu, Sragen, Kebasen, Notog, Jatilawang, Gunung Slamet, Gunung Muria, Gunung Kidul, Gunung Merapi, dan Kulon Progo
(Anonim, 1987). Gunawan (1988) menemukan bukti keberadaan macan tutul di
Cagar Alam (CA) Pringombo (Kabupaten
Banjarnegara), hutan jati BKPH Subah
(Kabupaten Batang), Serang (Kabupaten

Purbalingga), dan CA Nusa Kambangan
Timur (Kabupaten Cilacap).
Setelah gerakan reformasi tahun 1998
dan otonomi daerah diimplementasikan
tahun 1999, kondisi hutan di Pulau Jawa
mengalami banyak deforestasi. Provinsi
Jawa Tengah memiliki laju deforestasi
yang tinggi, yaitu pada periode 20001

http://www.felidtag.org/

324

2005 rata-rata 142.560 ha per tahun. Dari
segi luasan, deforestasi di Jawa Tengah
(2003-2006) merupakan yang terbesar yaitu 5.073,2 ha atau 80,6% dari total deforestasi di Pulau Jawa (Departemen Kehuanan, 2007a). Hal ini tentu saja berdampak negatif pada populasi dan sebaran
satwaliar besar yang bersifat teritorial seperti macan tutul jawa karena satwa ini
memerlukan luasan habitat minimal untuk bertahan hidup (minimum dynamic
area for viable population) dan konektivitas habitat (habitat connectivity) untuk
mendukung aktivitas harian dan perkembangbiakannya.

Di sisi lain, dalam 20 tahun terakhir,
penelitian sebaran populasi macan tutul
di Pulau Jawa umumnya dan di Jawa Tengah khususnya tidak pernah dilakukan.
Penelitian sebaran populasi macan tutul
terakhir di wilayah Provinsi Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan oleh Gunawan (1988). Dengan berubahnya kondisi hutan di wilayah ini, diperkirakan sebaran populasi macan tutul
juga megalami perubahan yang signifikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan peta baru tentang sebaran populasi
macan tutul di Provinsi Jawa Tengah menurut wilayah unit pengelolaan hutan dan
menurut tipe hutan. Melalui penelitian ini
juga dipelajari kemungkinan adanya preferensi macan tutul terahadap tipe hutan
tertentu dan faktor-faktor penyebabnya.
II. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2009 berlokasi di wilayah
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
yang meliputi 20 Kesatuan Pemangkuan
Hutan (KPH) (Gambar 1), wilayah Balai
Konservasi
Sumber

Daya
Alam
(BKSDA) Jawa Tengah, Taman Nasional
Gunung Merapi, dan Taman Nasional
Gunung Merbabu.

Sebaran Populasi dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa.…(H. Gunawan, dkk.)

Peta
Pembagian Wilayah
Kesatuan Pemangkuan Hutan
Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah

Keterangan :

Gambar (Figure) 1. Wilayah penelitian di 20 KPH (Research area in 20 forest management units)

B. Bahan dan Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan antara lain

GPS, altimeter, komputer untuk pengolahan data dan kamera untuk dokumentasi. Bahan-bahan yang digunakan antara lain kuesioner, laporan bulanan margasatwa dari Resort Pemangkuan Hutan
(RPH), laporan triwulan margasatwa dari
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan
(BKPH), profil KPH, peta wilayah kerja
20 KPH Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dan laporan tahunan BKSDA Jawa
Tengah, plaster cast (dental gypsum) untuk pembuatan cetakan jejak satwa guna
keperluan koleksi.
C. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimulai dengan
menyortir laporan triwulan margasatwa
dari BKPH, jika dalam laporan tersebut
dilaporkan keberadaan macan tutul di suatu wilayah RPH maka pelacakan dilanjutkan dengan memeriksa laporan bulanan margasatwa dari RPH untuk mengetahui waktu dan tempat penemuan keberadaan macan tutul. Laporan dari RPH ini
dikelompokkan menurut tingkat kepastian atau kebenaran laporan berdasarkan

kriteria sebagaimana tercantum pada Tabel 1.
Pengecekan ke lapangan untuk mencari bukti keberadaan macan tutul, baik
langsung maupun tidak langsung melalui
keberadaan sarang (breeding site), suara
(calls), kotoran (feces), tanda pada mangsa (feeding signs, carrion), jejak (footprints), bekas cakaran (van Lavieren,

1982; Alikodra, 1990; Sutherland, 2004).
Laporan bulanan margasatwa dan
kuesioner memuat informasi utama: lokasi (nomor petak, RPH, BKPH dan KPH;
kelompok hutan; desa, kecamatan, dan
Kabupaten); indikasi keberadaan (perjumpaan langsung, suara, sarang, jejak,
feces, dan tanda pada sisa mangsa serta
bekas cakaran); waktu ditemukan (jam,
tanggal, bulan, tahun); aktivitas waktu dijumpai; fase (tutul atau kumbang), dan jenis mangsa yang ada di sekitar temuan
macan tutul.
Kuesioner digunakan sebagai pembanding (cross check) terhadap laporan
bulanan margasatwa RPH dan informasi
tambahan bagi lokasi-lokasi yang tidak
pernah dilaporkan adanya macan tutul tetapi diduga masih ada berdasarkan literatur, laporan maupun berita koran. Sasaran
kuesioner adalah masyarakat sekitar hutan serta petugas BKSDA dan Perum Perhutani.
325

Vol. 9 No. 4 : 323-339, 2012

Tabel (Table) 1. Kriteria tingkat kepercayaan kebenaran laporan keberadaan macan tutul jawa berdasarkan
laporan bulanan margasatwa Resort Pemangkuan Hutan (Criteria of validity of information

about the existence of javan leopard based on monthly wildlife report from smallest forest
management unit)
No.
1
2
3

Indikasi keberadaan macan tutul jawa berdasarkan
laporan bulanan margasatwa (Indications of the
existence of javan leopard based on monthly wildlife
report)
Pejumpaan langsung, mendengar suara oleh petugas
Perhutani atau BKSDA; cetakan jejak atau sampel
feces yang dapat dicek oleh peneliti.
Sisa mangsa (ungulata/primata), jejak, cakaran, feces
yang ditemukan oleh petugas Perhutani atau KSDA
Informasi dari masyarakat

2. Analisis Data
Setelah semua informasi lokasi keberadaan macan tutul terkumpul, baik dari

Perum Perhutani, BKSDA maupun kuesioner dan diyakini kebenarannya, baik dengan atau tanpa melalui pengecekan silang maupun pengecekan lapangan maka
kemudian diplotkan ke dalam peta kawasan hutan wilayah kerja Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Setelah data terkumpul maka ditabulasi untuk mendapatkan informasi sebaran populasi berdasarkan wilayah unit pengelolaan hutan
(KPH) dan tipe hutan.
Seleksi habitat oleh macan tutul diukur
menggunakan fungsi-fungsi seleksi sumberdaya (Manly et al., 2002) untuk memperkirakan peluang suatu unit contoh digunakan oleh seekor satwa, sebagai fungsi dari variabel vegetasi habitat (Sawyer
et al., 2009). Pengujian signifikansi
menggunakan uji Chi-square (2) (Fleiss,
1981). Hipotesis nol (Ho) yang akan diuji
adalah: macan tutul tidak melakukan seleksi dalam menempati suatu habitat.
Kaidah keputusannya adalah menolak Ho
jika nilai 2hitung lebih besar daripada
2tabel pada taraf kepecayaan 95% (P =
0,05).
Untuk mengetahui habitat yang paling
disukai maka dilakukan penghitungan indeks seleksi habitat menggunakan Neu’s
326

Tingkat kepercayaan kebenaran laporan
(Validity of the report)
Sangat dapat dipercaya tanpa perlu dicek

ke lapangan.
Dapat dipercaya tapi perlu pengecekan
silang (cross check) dengan sumber
informasi lain di lokasi yang sama
Kurang dapat dipercaya, perlu pengecekan
ke lapangan dan konfirmasi kepada
beberapa sumber informasi untuk
pembuktian

index dengan formula (Neu et al., 1974;
Bibby et al., 1998) sebagai berikut:
r
Selection index w 
a
w
Standardised index B 
w
Jika selection index >1 maka habitat
yang bersangkutan disukai karena penggunaan (usage) lebih besar daripada ketersediaan (availability). Standardised index memberikan perbandingan antar studi kerena jumlahnya selalu satu.
Seleksi habitat dapat dilihat dari beberapa tingkat yaitu antara lain: (1) sebaran
geografis; (2) daerah jelajah (home
range); (3) komponen habitat di dalam
home range; dan (4) tingkat substansi
yang dimakan (Johnson, 1980). Dalam
penelitian ini hanya akan dilihat pada level daerah jelajah.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Hutan di Provinsi
Jawa Tengah
Provinsi Jawa Tengah memiliki luas
wilayah 3.254.412 ha yang terbagi dalam
29 kabupaten dan enam kota dengan jumlah penduduk 32.380.279 jiwa dan kepadatan 995 jiwa/km2 (Dinas Kehutanan

Sebaran Populasi dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa.…(H. Gunawan, dkk.)

Tabel (Table) 2. Indeks seleksi Neu (Neu’s selection index)
Tipe Hutan
(Forest types)

Ketersediaan hutan
(Forest availability)
Luas
Proporsi
(Extent) (Proportion)
(Ha)
(a)

Lokasi macan tutul (Location
of leopard)
Proporsi
Tercatat
(Proportion)
(Records)
( r)

Indeks (Index)
Seleksi
(Selection)
(w)

Terstandar
(Standardised)

Jumlah (Total)

Sumber (Source): http://www.unit1-perumperhutani.com

Gambar (Figure) 2. Distribusi hutan di wilayah kerja Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (Distribution of
forest in the region of Perum Perhutani Unit I management area in Central Java)

Provinsi Jawa Tengah, 2008). Provinsi
Jawa Tengah memiliki kawasan hutan seluas 656.193,89 ha (20,16% dari wilayah
provinsi) di mana 83,84% di antaranya
adalah hutan produksi (550.134,19 ha),
16,16% sisanya merupakan hutan lindung
(94.397,19 ha) dan hutan konservasi
(11.661,93 ha) (Perum Perhutani, 2006).
Hutan produksi di Jawa Tengah dikelola sepenuhnya oleh Perum Perhutani
Unit I Jawa Tengah yang dibagi ke dalam
20 KPH dengan dua kelompok besar tanaman yaitu jati (Tectona grandis)
337.692,38 ha (56,30%) dan non jati
212.441,81 ha (44,60%). Tanaman non
jati terluas adalah pinus (Pinus merkusii
dan P. oocarpa) yang memiliki luasan
terbesar kedua setalah jati yaitu

182.053,59 ha (38%). Sementara tanaman damar (Agathis alba) 10.738,82 ha
(2,97%), mahoni (Swietenia macrophylla) 3.569,55 (0,82%), dan hutan mangrove 12.235,66 (1,90%) (Perum Perhutani, 2006). Peta distribusi hutan di wilayah kerja 20 KPH di Perum Perhutani
Unit I Jawa Tengah disajikan pada Gambar 2.
Dari tahun ke tahun, kawasan berhutan di Jawa Tengah mengalami degradasi
kuantitas dan kualitas, baik yang disebabkan oleh kegiatan legal maupun illegal.
Kerusakan hutan terparah terjadi setelah
gerakan reformasi yaitu antara tahun
1998-2001, di mana hutan Perum Perhutani dijarah habis-habisan sehingga negara dirugikan milyaran rupiah. Tahun 1998
327

Vol. 9 No. 4 : 323-339, 2012

pohon jati yang dijarah 888.595 pohon,
tahun 1999 sebanyak 3.179.973 pohon
dengan kerugian Rp 55.851.084.000, tahun 2000 sebanyak 2.574.948 pohon dengan kerugian Rp 569.757.232.000, dan
tahun 2001 sebanyak 2.675.161 pohon
yang merugikan negara sebesar Rp
613.924.367.000
(Perum Perhutani,
2004).
Departemen Kehutanan (2007a) mencatat bahwa deforestasi hutan di Jawa
meningkat pesat antara tahun 2000-2003
kemudian menurun pada tahun 2004 dan
2005, namun secara umum laju deforestasi di Jawa dalam lima tahun (20002005) rata-rata 142.560 ha per tahun
(Gambar 3).
B. Sebaran Populasi Macan Tutul
1. Sebaran Menurut Wilayah KPH
Dari 20 KPH yang diteliti terdapat 15
KPH yang wilayahnya masih menjadi daerah sebaran macan tutul jawa. Dari 15
KPH tersebut terdapat 48 titik indikasi
keberadaan macan tutul jawa. Beberapa
titik mungkin overlap atau sebenarnya
merupakan satu populasi, misalnya jika
dalam satu hamparan hutan yang kompak
ditemukan beberapa titik indikasi keberadaan macan tutul seperti di KPH Pekalongan Timur, Pekalongan Barat, dan Pe-

malang. Beberapa titik lainnya tampak
secara jelas merupakan satu populasi tersendiri. Populasi ini bisa menjadi bagian
dari meta populasi di suatu wilayah (region) atau populasi yang terisolasi dan tidak menjadi bagian meta populasi karena
tidak ada peluang berinteraksi satu sama
lain karena adanya penghalang (barrier)
yang tidak dapat dilewati.
Contoh populasi terisolasi antara lain
adalah populasi macan tutul di Pulau Nusakambangan yang tidak terhubung dengan populasi macan tutul lain, di mana
populasi terdekatnya adalah populasi macan tutul di Majenang, Pesahangan, Cimanggu, dan Kebasen yang ada di daratan Pulau Jawa. Demikian juga populasipopulasi di puncak-puncak gunung yang
di sekeliling kaki gunungnya telah berubah menjadi lahan pertanian dan pemukiman, maka menjadi populasi yang terisolasi.
Sebaran populasi macan tutul menurut wilayah pengelolaan hutan Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah disajikan
pada Tabel 3. Sebaran populasi macan tutul jawa berdasarkan lokasi ditemukannya
pada unit area pengelolaan hutan terkecil
yaitu Resort Pemangkuan Hutan dan ketinggian dari permukaan laut disajikan
pada Tabel 4.

Sumber (Sources): Departemen Kehutanan (2007a)

Gambar (Figure) 3. Deforestasi di Pulau Jawa antara tahun 2001-2005 (Deforestation in Java Island during
2001-2005)

328

Sebaran Populasi dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa.…(H. Gunawan, dkk.)

Tabel (Table) 3. Sebaran populasi macan tutul jawa menurut wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan di
Provinsi Jawa Tengah (Distribution of javan leopard’s population based on forest
management unit region in Central Java Province)

1

Kesatuan
Pemangkuan Hutan
(Forest
Management Unit)
Banyumas Barat

2

Banyumas Timur

3

Kedu Selatan

4

Kedu Utara

No.

39.466,30

Tanaman
utama
(Principal tree
species)
Pinus1

12.776,00
2.947,90
29.792,00
10.665,80
4.263,90
25.079,00
11.274,39
10.799,90
22.350,10
29.119,40
18.272,70
30.049,50
19.636,50
15.105,00
32.464,10
33.047,30
17.801,36
16.746,13
38.544,20

Pinus
Damar2
Pinus
Damar
Jati3
Pinus
Mahoni4
Jati
Pinus
Jati
Jati
Jati
Jati
Jati
Jati
Jati
Jati
Jati
Jati

Luas
(Extent)
(Ha)

Vegetasi habitat macan
tutul (Vegetation of
leopard’s habitat)
Campuran, pinus, hutan
alam dataran rendah
Pinus, hutan alam pegunungan
Campuran, hutan alam
dataran rendah, jati

Jumlah lokasi
(Number of
location of
leopards)
4
2
2

Hutan alam pegunung6
an
5
Surakarta
Hutan alam pegunung1
an
6
Semarang
Jati
0
7
Telawah
Jati
1
8
Gundih
Jati
0
9
Purwodadi
Jati
1
10 Blora
Jati
0
11 Randublatung
Jati
1
12 Cepu
Jati
1
13 Kebunharjo
Jati
1
14 Mantingan
Jati
0
15 Pati
Hutan alam dataran ren1
dah
16 Kendal
20.389,70
Jati
Jati, campuran, hutan
3
alam dataran rendah
17 Pekalongan Timur
52.791,40
Pinus
Pinus
6
18 Pekalongan Barat
40.797,76
Pinus
Pinus
12
19 Pemalang
24.423,40
Jati
Jati
6
20 Balapulang
29.790,13
Jati
Jati
0
Jumlah (Total)
588.393,87
Jumlah (Total)
48
Keterangan (Remark): 1Pinus merkusii 2Agathis alba 3Tectona grandis 4Swietenia macrophylla
Tabel (Table) 4. Sebaran populasi macan tutul jawa menurut unit areal pengelolaan hutan terkecil dan
ketinggian tempat di Provinsi Jawa Tengah (Distribution of javan leopard’s population
based on smallest forest management unit area and altitude in Central Java Province)
Wilayah KPH
(Forest
Management Unit)
Banyumas Timur
Banyumas Barat

Unit areal manajemen hutan
terkecil (Smallest forest
management unit area)1
1. RPH Mandirancan –
RPH Kebasen*
2. RPH Tunjungmuli *
3. RPH Pesahangan*
4. RPH Mejenang*
5. RPH Cimanggu*
6.

Kedu Selatan
Kedu Utara

Cagar Alam
Nusakambangan*
7. RPH Pringombo*
8. RPH Karangsambung
9. RPH Kwadungan
10. RPH Kemloko - RPH
Kecepit

Satuan ekosistem kompak
(Unit of compact ecosystem)2

Ketinggian dpl
(Alatitude) (m)

RPH Mandirancan –RPH
Kebasen (kecil terisolasi)
Gunung Slamet
RPH Majenang-RPH
Pesahangan-RPH Dayeuhluhur
RPH Cimanggu (kecil terisolasi)
Pulau Nusakambangan (kecil
terisolasi)
BKPH Banjarnegara
BKPH Kebumen
Gunung Sindoro
Gunung Sumbing

200-350
750-1.000
600-950
200-400
0-200
530-930
300-770
2.000-3.300
2.000-3.000

329

Vol. 9 No. 4 : 323-339, 2012

Tabel (Table) 4. Lanjutan (Continued)
Wilayah KPH
(Forest
Management Unit)

Surakarta
Telawa
Purwodadi
Randublatung
Cepu
Kebonharjo
Pati
Kendal

Unit areal manajemen hutan
terkecil (Smallest forest
management unit area)1
11. RPH Gempol
12. Taman Nasional Merapi
13. Taman Nasional
Merbabu*
14. RPH Kenjuran
15. BKPH Lawu Utara BKPH Lawu Selatan
16. RPH Karangwinong*
17. BKPH Sambirejo*
18. RPH Soko*
19. RPH Cabak
20. BKPH Ngandang-BKPH
Sale*
21. Bagian Hutan Muria
22. RPH Darupono*
23. RPH Besokor*
24. RPH Jatisari Utara*

Pekalongan Timur

Pekalongan Barat

25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.

RPH Brondong*
RPH Pedagung*
RPH Paninggaran*
RPHWinduaji*
RPH Jolotigo*
RPH Lemah Abang
RPH Winduasri*
RPH Indrajaya
RPH Cikuning*
RPH Kretek*
RPH Sirampok*
RPH Kalikidang*
RPH Igiriklanceng*
RPH Dukuh Tengah*

39. RPH Guci*
40. RPH Karangsari*
41. RPH Kalibakung*
Pemalang

42. RPH Moga*
43. RPH Cipero – RPH
Dukuhrandu*
44. RPH Mangunsari*
45. RPH Kenyere*
46. RPH Lobongkok
47. RPH Kejene*
48. RPH Karangasem*

Satuan ekosistem kompak
(Unit of compact ecosystem)2

Ketinggian dpl
(Alatitude) (m)

Gununug Ungaran
Gunung Merapi
Gunung Merbabu

800-2.050
1.000-2.900
1.200-3.142

Gunung Prahu
Gunung Lawu

2.000-2.500
880-3.265

BH Karangsono
BKPH Sambirejo
BH Ngliron
BKPH Cabak
BKPH Ngandang-Sale
Gunung Muria
BKPH Boja-MangkangKalibodri
RPH Besokor (kecil terisolasi)
BKPH Subah- Plelen (terfragmentasi jalan provinsi)
Bagian Hutan Paninggaran –
Bagian Hutan Bandar

Bagian Hutan Bantarkawung
Hutan tanaman BH Bumijawa
dan hutan alam Gunung Slamet
Hutan tanaman BH Bumijawa
dan hutan alam Gunung Slamet
Hutan tanaman BH Bumijawa
dan hutan alam Gunung Slamet
Hutan tanaman BH Bumijawa
dan hutan alam Gunung Slamet
RPH Kalibakung (kecil terisolasi)
RPH Moga (kecil terisolasi)
Bagian Hutan BantarbolangJatinegara-Comal

100-300
60-560
100-300
100-300
100-300
800-1.600
100-200
200-300
50-200
300-2.210

500 – 1.050
500-700
900-1.000
900
1.000 - 1.250
600
500-900
50-250

Keterangan (Remark):
Satuan areal terkecil yang dapat diidentifikasi sebagai habitat macan tutul jawa (Smallest unit area that can be identified as habitat of javan leopard)
2
Unit area hutan yang masih menyambung atau kompak menjadi kesatuan ekosistem integral (Unit of forested area that
have continuity or compactness so can be defined as unity of an integrated ecosystem)
* Dikonfirmasi melalui survei lapangan. (confirmed through field survey); Selainnya berdasarkan laporan petugas yang
dapat dipercaya (The others are based on trusted official reports)
1

330

Sebaran Populasi dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa.…(H. Gunawan, dkk.)

2. Sebaran Menurut Tipe Hutan
Dari 48 lokasi keberadaan macan tutul, 36 lokasi dicek kembali untuk mendapatkan kepastian keberadaannya. Sementara 12 Lokasi tidak dicek kembali
karena berdasarkan keterangan informan
dan bukti diyakini secara pasti macan tutul masih terdapat di lokasi tersebut.
Populasi macan tutul jawa tersebar di
berbagai tipe hutan di Provinsi Jawa Tengah. Macan tutul jawa dapat hidup di
habitat dengan hutan tanaman sejenis, hutan tanaman campuran, dan hutan alam,
baik dataran rendah maupun pegunungan.
Sebagai daerah sebaran macan tutul jawa,
hutan tanaman jati memiliki proporsi luas
paling besar yaitu mencakup 55,3% dari
total kawasan hutan, diikuti hutan tanam-

an pinus 36,3%, hutan alam pegunungan
6,1%, hutan tanaman campuran 1,5%,
dan hutan alam dataran rendah 0,7%
(Gambar 4).
Meskipun hutan jati memiliki luasan
terbesar, tidak otomatis macan tutul jawa
paling banyak ditemukan di hutan jati.
Dari 48 titik lokasi sebaran macan tutul,
frekuensi terbanyak ditemukan di hutan
pinus (43,8%) diikuti hutan jati (27,1%),
hutan alam pegunungan (14,5%), hutan
tanaman campuran (8,3%), dan hutan
alam dataran rendah (6,3%) (Tabel 5 dan
Gambar 5).
Frekuensi keberadaan macan tutul di
hutan pinus yang lebih banyak dibandingkan di hutan jati diduga disebabkan hutan
pinus memiliki karakteristik habitat yang

Gambar (Figure) 4. Proporsi luas lima tipe hutan yang menjadi daerah sebaran macan tutul jawa (Proportion
of five forest types of distribution range of javan leopard)
Table (Table) 5. Sebaran populasi macan tutul jawa menurut tipe hutan di Provinsi Jawa Tengah
(Distribution of javan leopard’s population based on forest types in Central Java Province)
No.
1
2
3
4
5

Tipe hutan
(Type of forest)

Luas (Extent)
(Ha)

Persentase
(Percentage)

Tanaman campuran1
Tanaman jati
Tanaman pinus
Hutan alam dataran
rendah
Hutan alam pegunungan
Jumlah (Total)

9.633,1
340.453,2
223.052,6
4.379,1

1,57
55,34
36,25
0,71

Jumlah lokasi macan
tutul (Number of
location of leopard)
4
13
21
3

37.725,6
615.243,6

6,13
100,00

7
48

Persentase
(Percentage)
8,33
27,08
43,75
6,25
14,58
100,00

Keterangan (Remark) :
Campuran dari dua atau lebih jenis-jenis: jati (T. grandis), mahoni (S. macrophylla), puspa (Schima noronhoe), pinus (P.
merkusii), damar (Agathis alba), sengon (Paraseriantes falcataria), dan lain-lain (Mix plantation consist of two or more
species such as T. grandis, S. macrophylla, S. noronhoe, P. merkusii, A. alba, P. falcataria, etc).

331

Vol. 9 No. 4 : 323-339, 2012

Gambar (Figure) 5. Lokasi sebaran populasi macan tutul jawa di lima tipe hutan di Provinsi Jawa Tengah
(Distribution of javan leopard’s population in five forest types in Central Java
Province)

sesuai dengan kebutuhan hidup macan tutul. Salah satu karakteristik habitat yang
disukai macan tutul adalah topografi yang
curam dengan lereng-lereng yang lebih
dari 40% dan patahan tebing. Sementara
dataran yang dihuni macan tutul umumnya merupakan dataran di puncak atau
punggung bukit yang dekat dengan patahan tebing (Chundawat, 1990). Chundawat (1990) mendapati dari 52 lokasi macan tutul salju (Panthera uncia) di Hemis
National Park, India, 40% berlereng curam, bahkan dari 52 lokasi tersebut, 57%
berada di patahan tebing dan 32% berada
di dekat patahan tebing.
Preferensi terhadap tempat berlereng
curam tampaknya juga dimiliki oleh macan tutul jawa, hal ini terlihat dari tujuh
KPH hutan pinus yang menjadi sebaran
macan tutul jawa (Banyumas Timur, Banyumas Barat, Kedu Selatan, Kedu Utara,
Surakarta, Pekalongan Timur, Pekalongan Barat), enam di antaranya memiliki
wilayah dominan (>65%) dengan topografi bergelombang samai curam. Sementara hanya satu KPH (Banyumas Barat)
48,62% wilayahnya memiliki topografi
bergelombang sampai curam.
Dari 48 lokasi ditemukannya macan
tutul, terdapat sembilan lokasi yang memiliki ketinggian 1.000 m atau lebih dari
permukaan laut dan umumnya merupakan
332

gunung-gunung yang hutannya telah ditetapkan sebagai hutan lindung atau kawasan konservasi, yaitu Gunung Slamet, G.
Prahu, G. Sindoro, G. Sumbing, G. Merapi, G. Merbabu, G. Lawu, G. Ungaran,
dan. G. Muria. Gunung Merapi dan G.
Merbabu telah ditetapkan sebagai taman
nasional sejak tahun 2004 (Departemen
Kehutanan, 2007b), sedangkan gununggunung lainnya merupakan hutan lindung. Peta sebaran indikatif macan tutul
jawa di Provinsi Jawa Tengah disajikan
pada Lampiran 1.
Karena status kawasan hutannya
yang merupakan hutan lindung atau kawasan konservasi, maka populasi macan
tutul jawa di kawasan tersebut relatif lebih aman dibandingkan populasi di hutan
produksi. Hal ini karena di hutan lindung
dan hutan konservasi tidak ada kegiatan
eksploitasi dan kegiatan manusia di dalamnya tidak intensif. Perburuan satwa
juga tidak dilakukan di hutan lindung dan
hutan konservasi. Oleh karena itu, populasi macan tutul jawa di gunung-gunung
di Jawa Tengah relatif masih terjaga dan
tidak ada kepunahan lokal dalam 20 tahun terakhir. Meskipun demikian, populasi-populasi yang terisolasi tersebut dikhawatirkan akan mengalami kepunahan
dalam jangka panjang karena erosi genetik akibat inbreeding.

Sebaran Populasi dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa.…(H. Gunawan, dkk.)

3. Populasi Kecil dan Terisolasi
Beberapa lokasi sebaran macan tutul
jawa merupakan kawasan berhutan dengan luasan relatif kecil dan terisolasi dari kawasan berhutan di sekitarnya (Tabel
6). Hutan-hutan habitat macan tutul jawa
tersebut terpisahkan dari hutan di sekitarnya oleh kondisi alam seperti sungai atau
berada di pulau dan akibat kegiatan manusia seperti terpotong oleh jalan raya, rel
kereta api, lahan pertanian, dan pemukiman. Akibat isolasi ini, diperkirakan
populasi macan tutul di lokasi-lokasi tersebut sulit atau tidak dapat berinteraksi
dengan populasi macan tutul lain di sekitarnya.
Secara umum, habitat macan tutul jawa yang terisolasi berada di dataran rendah. Hal ini disebabkan daerah dataran
rendah umumnya mendapatkan tekanan
pertumbuhan penduduk dan pembangunan paling tinggi. Pemukiman dan lahan
pertanian umumnya lebih cepat berkembang di dataran rendah dibandingkan dataran tinggi. Oleh karena itu populasi macan tutul di dataran rendah cenderung semakin terancam.
4. Populasi yang Punah
Jika dibandingkan dengan sebaran populasi macan tutul pada 10-20 tahun sebelumnya yang diperoleh dari berbagai
sumber literatur, maka ada beberapa lokasi yang sebelumnya pernah menjadi sebaran populasi macan tutul, sekarang tidak lagi menjadi lokasi sebarannya. Lokasi-lokasi sebaran populasi macan tutul
yang telah hilang disajikan pada Tabel 7.

Sebagian besar lokasi yang kehilangan macan tutul merupakan hutan jati dan
umumnya terjadi setelah tahun 2000. Hal
ini diduga ada kaitannya dengan degradasi hutan di Jawa yang terjadi setelah gerakan reformasi tahun 1998-1999 yang
menghasilkan euforia berlebihan dalam
bentuk penebangan liar dan perambahan
hutan untuk bercocok tanam secara besarbesaran.
Hutan tanaman jati tampaknya lebih
rentan terhadap gangguan yang mengancam keberadaan macan tutul karena beberapa karakteristik hutan tanaman jati yang
memungkinkan lebih mudah terancam dibandingkan hutan tanaman pinus seperti
dideskripsikan pada Tabel 8.
C. Seleksi Habitat
Seleksi habitat merupakan proses atau
tingkah laku di mana satwa menyeleksi
atau memilih suatu habitat untuk hidupnya (McClary, 2008). Analisis seleksi habitat merupakan salah satu aspek penting
dalam penelitian satwaliar (McClean et
al., 1998). Pengetahuan tentang seleksi
habitat (sering juga disebut preferensi habitat) dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas habitat dan memprediksi
pengaruh perubahan habitat terhadap populasi satwaliar (Rilsback et al., 2003).
Asumsi yang digunakan dalam mempelajari seleksi habitat adalah: (1) habitat
dengan kepadatan satwa tinggi (paling
banyak dipilih) memiliki kualitas yang
tinggi, sedangkan yang kepadatannya
rendah berarti kualitas habitatnya rendah,
dan (2) populasi satwa merespon positif

Tabel (Table) 6. Populasi-populasi macan tutul jawa dengan luasan kecil dan terisolasi (Javan leopard’s
populations with small extent and isolated)
Ketinggian dpl (Altitude) Perkiraan luas (Estimation of extent)
(m)
(Ha)
1. RPH Mandirancan –RPH Kebasen
200-350
1.228,4
2. RPH Cimanggu
200-400
1.750,8
3. Pulau Nusakambangan*
0-200
952,0
4. RPH Besokor
200-300
692.1
5. RPH Kalibakung
600
620,0
6. RPH Moga
500-900
2.514,0
*Area yang masuk kawasan cagar alam (Area that included in nature reserve)
Lokasi (Location)

333

Vol. 9 No. 4 : 323-339, 2012

Tabel (Table) 7. Lokasi yang pernah dilaporkan ada populasi macan tutul jawa tetapi sekarang telah
mengalami kepunahan lokal (Location that have been reported as a distribution range of
Javan leopard but recently have extinct locally)
No.

Lokasi/wilayah
(Location/region)

Tipe hutan
(Types of
forest)
Jati

1.

KPH Blora

2.

RPH Segorogunung, BKPH Segorogunung, KPH Gundih

Jati

3.

Gunung Lasem, KPH Mantingan

Jati

4.

RPH Pasedan, BKPH Medang,
RPH Mantingan
Gunung Surojoyo, RPH Ngiri, KPH
Mantingan
KPH Semarang
BH Sragen, KPH Telawa
RPH Pagersari, BKPH Baturetno
(Kab. Wonogiri), KPH Surakarta
BKPH Notog, KPH Banyumas Timur
Jatilawang, KPH Banyumas Timur
Karangkobar, KPH Banyumas Timur
Gunung Kidul, Dinas Kehutanan
DIY
Kulonprogo, KPH Kedu Selatan
RPH Bruno, BKPH Purwareja,
KPH Kedu Selatan

Jati

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Jati
Jati
Jati
Jati
Jati
Pinus
Pinus

KPH Balapulang

Jati
Jati
Jati
Jati

Sumber informasi
(Sources of information)
Wakil KKPH/KSKPH
Blora (Pers comm., 2009)
KSS Perencanaan KPH
Gundih (Pers comm.,
2009)
Wakil KKPH Mantingan
(Pers comm., 2009)
Wakil KKPH Mantingan
(Pers comm., 2009)
Wakil KKPH Mantingan
(Pers comm., 2009)
Hoogerwerf (1970)
Anonim (1987)
BKSDA (Pers comm.,
2008)
Anonim (1987)

Perkiraan punah
(Prediction of
extinction)
2002*
2006*
2003*
2002
2002
?
2000-2005
2002-2003
?

Anonim (1987)
KBKPH Banjarnegara
(Pers comm., 2009)
Anonim (1987)

?
1990-1995
2001*
2000*

Anonim (1987)
KSS Perencanaan KPH
Kedu Selatan (Pers
comm., 2009)
Kasi PSDAH KPH Balapulang (Pers comm.,
2009)

?
1995-2000
?

Keterangan (Remark):
? Tidak ada informasi, bisa jadi masih ada (no information,may be exist).
* Temuan terakhir berdasarkan informasi Didik Raharyono, Ketua Peduli Karnivora Jawa (Based on
information from Didik Raharyono, Head of Peduli Karnivora Jawa)

terhadap ketersediaan (availability) habitat dengan indeks seleksi yang tinggi
(McClean et al., 1998). Habitat yang paling banyak dipilih diasumsikan yang paling menguntungkan oleh karena itu kegiatan pengelolaan diarahkan untuk menciptakan dan memelihara habitat-habitat
seperti ini (McClean et al., 1998).
Untuk mengetahui apakah macan tutul melakukan seleksi habitat terhadap tipe hutan tertentu maka dilakukan uji Chi
Square (2) dari rekapitulasi pada Tabel 5
dan diperoleh nilai 2hitung = 47,98. Karena nilai 2hitung lebih besar dari 2(4; 0,01)
maka Ho ditolak (P = 0,01) dan kesim334

pulannya macan tutul menyeleksi suatu
lokasi sebagai habitatnya.
Untuk mengetahui tipe hutan yang
paling disukai oleh macan tutul maka dilakukan penghitungan indeks seleksi Neu
sebagaimana disajikan pada Tabel 9. Dari Tabel 9 tampak bahwa hutan alam dataran rendah memiliki nilai indeks seleksi
tertinggi (8,5560) diikuti oleh hutan tanaman campuran (5,8911), hutan alam
pegunungan (2,9795), dan hutan tanaman
pinus (1,1758). Ternyata, walaupun hutan jati memiliki proporsi luas paling besar tetapi tidak disukai oleh macan tutul
yang ditunjukkan oleh nilai indeks seleksinya yang di bawah satu (0,4769).

Sebaran Populasi dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa.…(H. Gunawan, dkk.)

Tabel (Table) 8. Perbedaan umum antara hutan tanaman jati dan tanaman pinus berkaitan dengan habitat
macan tutul jawa (General differences between teak plantation and pine plantation dealing
with habitat of Javan leopard)
Hutan tanaman jati (Teak plantation)
Umumnya di daerah dataran rendah
dengan topografi relatif datar dan landai.
Akibatnya kebanyakan dekat dengan
pemukiman; lebih menarik sebagai lahan
pertanian; akses lebih mudah
Umum terjadi dan bisa dilaksanakan
selama daur dengan pilihan jenis tanaman yang lebih banyak
Tidak ada hasil yang dapat diambil secara
harian oleh masyarakat dari pohon jati
bisa mendorong mereka untuk tidak
peduli dan bahkan mencuri kayu jati.
Kayu jati bernilai ekonomis tinggi dengan
akses jalan sampai ke pasar yang sangat
mudah (jaringan jalan Perhutani
terhubung dengan jalan umum)
Umumnya di daerah kering dengan musim kemarau yang panjang sehingga ada
masanya tidak ada air dan tumbuhan
bawah pakan herbivora mangsa macan
tutul. Pada akhir daur pohonnya relatif
jarang (10 m x10 m) sehingga tidak baik
sebagai tempat berlindung
Karena bernilai tinggi maka pohon jati
ditanam untuk tujuan ditebang, oleh karena itu tidak ditanam di hutan lindung,
tetapi di hutan produksi yang memang
ditujukan untuk eksploitasi.

Karakteristik
(Characteristics)
Topografi,
ketinggian dan
aksesibilitas
Pola tumpangsari

Sifat ketergantungan masyarakat
Potensi untuk dicuri
Kondisi ekologis

Status kawasan

Hutan tanaman pinus (Pines plantation)
Umumnya di daearh dataran tinggi atau
mendekati pegunungan dengan topografi
relatif lebih berbukit dan curam. Akibatnya
jauh dari pemukiman; kurang menarik untuk
lahan pertanian; akses lebih sulit
Mungkin bisa pada awal umur tanaman dan
hanya untuk jenis-jenis tanaman tertentu karena sifat alelopati pohon pinus dan tanah
yang masam.
Getahnya disadap setiap hari oleh masyarakat
sehingga ketergantungan masyarakat pada
keutuhan hutan sangat tinggi dan masyarakat
merasa perlu ikut menjaga.
Kayu pinus bernilai ekonomis rendah dan
akses jalan sampai ke pasar lebih sulit
(umumnya jalan patroli setapak dan jauh dari
jalan umum)
Umumnya di daerah yang relatif basah dengan musim hujan yang panjang sehingga
selalu tersedia air dan tumbuhan pakan
herbivora mangsa macan tutul. Struktur
tegakannya relatif rapat sehingga relatif baik
sebagai tempat berlindung.
Banyak hutan pinus ditanam di daerah pegunungan yang berstatus hutan lindung sehingga relatif aman dari eksploitasi dan
perambahan.

Tabel (Table) 9. Indeks seleksi Neu untuk habitat macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah (Neu’s
selection index for javan leopard’s habitats in Central Java Province)
Tipe hutan
(Types of forest)
Tanaman jati (Teak
plantation)
Tanaman pinus (Pine
plantation)
Hutan alam dataran
rendah (Lowland
natural forest)
Hutan alam
pegunungan (Mountain
natural forest)
Hutan tanaman
campuran (Mix tree
species plantation) 1
Jumlah (Total)

Ketersediaan hutan
(Forest availability)
Luas
Proporsi
(Extent)
(Proportion)
(Ha)
(a)
340.453,2
0,56

Lokasi macan tutul
(Location of leopard)

Indeks
(Index)

Seleksi
Tercatat
Proporsi
(Selection)
(Records) (Proportion) (r)
(w)
13
0,27
0,4769

Terstandar
(Stadardised)
0,0250

223.052,6

0,36

21

0,43

1,1758

0,0616

4.379,1

0,01

3

0,06

8,5560

0,4484

37.725,6

0,06

9

0,18

2,9795

0,1562

6.360,0

0,01

3

0,06

5,8911

0,3088

611.970,5

1,00

49

1,00

19,0793

1,0000

Keterangan (Remark) :
Campuran dari dua atau lebih jenis-jenis: jati (T. grandis), mahoni (S. macrophylla), puspa (S. noronhoe), pinus (P.
merkusii), damar (A. alba), sengon (P. falcataria), dan lain-lain (Mix plantation consist of two or more species such as T.
grandis, S. macrophylla, S. noronhoe, P. merkusii, A. alba, P. falcataria, etc).

335

Vol. 9 No. 4 : 323-339, 2012

Mengapa hutan jati memiliki indeks
seleksi yang rendah dapat dijelaskan dengan deskripsi pada Tabel 8. Sementara
hutan alam dataran rendah memiliki nilai
indeks seleksi tertinggi disebabkan oleh
banyak faktor, antara lain:
1. Hutan alam dataran rendah yang tersisa di Jawa Tengah semuanya merupakan kawasan konservasi dan hutan lindung sehingga relatif tidak terganggu
oleh eksploitasi dan aktivitas manusia.
2. Hutan alam dataran rendah memiliki
keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa yang relatif tinggi sehingga potensi mangsa juga relatif lebih tinggi.
3. Memiliki struktur vegetasi yang lengkap yaitu strata vertikal dan struktur
horisontal (kerapatan dan komposisi
jenis) yang lebih bervariasi sehingga
menciptakan keragaman komponen
habitat (tempat berlindung, istirahat,
mengintai, berburu, dan berkembangbiak) atau habitat availability-nya
tinggi.
Hutan alam pegunungan dan hutan tanaman campuran memiliki karakteristik
yang tidak jauh berbeda dengan hutan
alam dataran rendah dalam hal keanekaragaman komponen habitat (habitat
availability), tetapi memiliki beberapa
perbedaan, misalnya hutan tanaman campuran relatif lebih rentan terhadap gangguan manusia, sedangkan hutan alam pegunungan biasanya memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang lebih rendah daripada hutan alam dataran
rendah. Faktor lainnya dapat dijelaskan
dengan deskripsi karakteristik pada Tabel
8.
Meskipun tipe hutan tertentu lebih disukai dan memiliki frekuensi penggunaan
yang tinggi oleh macan tutul, tetapi tidak
berarti tipe hutan tersebut menjadi habitat
ekslusif macan tutul. Satwaliar menggunakan berbagai tipe hutan untuk aktivitas
yang berbeda atau musim yang berbeda.
Demikian juga macan tutul menggunakan
berbagai tipe hutan dan struktur vegetasi
yang bervariasi untuk aktivitasnya (Gunawan et al., 2009).
336

D. Implikasi Pengelolaan
Provinsi Jawa Tengah, meskipun miskin kawasan konservasi dan mengalami
deforestasi yang cukup parah pada rentang waktu tahun 1998-2005 namun masih menjadi daerah sebaran macan tutul
yang hampir merata di sebagian besar wilayah yang berhutan. Kelestarian macan
tutul di provinsi ini terselamatkan oleh
adanya kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi yang tersebar secara
mosaik di antara hutan produksi. Kawasan konservasi dan hutan lindung, karena
statusnya tidak dibolehkan adanya eksploitasi dan aktivitas manusia intensif
menyebabkan kawasan ini menjadi daerah perlindungan yang aman bagi macan
tutul.
Kepunahan macan tutul secara lokal
diduga disebabkan oleh hilangnya vegetasi hutan secara besar-besaran akibat perambahan dan meningkatnya intensitas
kegiatan manusia di dalam hutan sejak
era reformasi. Hilangnya vegetasi hutan
menyebabkan hilangnya satwa pemakan
tumbuhan (herbivora) seperti jenis-jenis
ungulata dan primata yang merupakan
mangsa utama macan tutul. Dengan demikian hilangnya vegetasi hutan memberikan efek berantai pada hilangnya populasi macan tutul di areal tersebut. Hilangnya vegetasi hutan sampai batas tertentu
juga dapat mengakibatkan fragmentasi
habitat yang dapat menyebabkan kepunahan lokal dalam jangka panjang karena
erosi genetik atau kegagalan perkembangbiakan karena terisolasi.
Lokasi macan tutul yang hilang dalam
10 tahun terahir sebanyak 15 lokasi merupakan jumlah yang signifikan yaitu mencapai 24% dari populasi sebelumnya.
Untuk itu, di masa mendatang perlu adanya upaya perlindungan yang konsisten
terhadap macan tutul, terutama di habitathabitat yang masih tersisa namun potensial terancam oleh eksploitasi hutan dan
aktivitas manusia.
Meskipun tersebar di berbagai tipe
habitat, tetapi macan tutul jawa lebih

Sebaran Populasi dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa.…(H. Gunawan, dkk.)

menyukai tipe habitat hutan dataran rendah atau tipe hutan lainnya yang memiliki
komponen habitat bervariasi seperti hutan
dataran randah. Macan tutul jawa juga lebih menyukai habitat dengan intensitas
aktivitas manusia yang rendah dan relatif
tidak ada kegiatan eksploitasi kayu. Oleh
karena itu, dalam rangka pembinaan habitat dan populasi macan tutul, maka hutanhutan produksi yang saat ini merupakan
habitat macan tutul, khususnya yang
menjadi teritorinya harus diperlakukan
seperti hutan lindung atau suaka margasatwa, di mana intensitas kegiatan manusia diminimalkan dan dihindarkan dari
kegiatan tebang habis.
Untuk menjaga kesehatan populasi
dan menghindarkan kepunahan lokal akibat erosi genetik maka perlu dilakukan
upaya sebagai berikut:
1. Populasi-populasi yang terisolasi diusahakan terhubungkan dengan cara
memelihara eksistensi hutan di antara
kantong-kantong populasi macan tutul atau melalui pembuatan koridor
baru.
2. Kantong-kantong habitat yang kecil
perlu dibuat zona penyangga sebagai
barrier tekanan penduduk dan perluasan habitat satwa.

tan tanaman campuran (8,3%), dan
hutan alam dataran rendah (6,3%).
3. Terdapat 15 lokasi macan tutul yang
diduga sudah mengalami kepunahan
lokal.
4. Macan tutul melakukan seleksi terhadap habitatnya (P = 0,01). Hutan alam
dataran rendah memiliki nilai indeks
seleksi tertinggi (8,5560) diikuti oleh
hutan tanaman campuran (5,8911),
hutan alam pegunungan (2,9795), hutan tanaman pinus (1,1758), dan hutan jati (0,4769).
B. Saran
1. Hutan-hutan produksi yang menjadi
teritori macan tutul, perlu diperlakukan sebagai hutan lindung atau suaka
margasatwa, di mana intensitas kegiatan manusia diminimalkan dan dihindarkan dari kegiatan tebang habis.
2. Populasi-populasi yang terisolasi diusahakan terhubungkan dengan cara
memelihara eksistensi hutan di antara
kantong-kantong populasi macan tutul atau melalui pembuatan koridor
baru.
3. Kantong-kantong habitat yang kecil
perlu dibuat zona penyangga sebagai
barrier tekanan penduduk dan perluasan habitat satwa.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Macan tutul jawa masih tersebar di
sebagian besar wilayah berhutan di
Provinsi Jawa Tengah dari ketinggian
0 m hingga lebih dari 1.000 m di atas
permukaan laut.
2. Berdasarkan 12 laporan yang dapat
dipercaya dan pengecekan lapangan
terhadap 36 lokasi, diketahui masih
ada 48 lokasi populasi macan tutul di
Provinsi Jawa Tengah. Dari 48 titik
lokasi sebaran macan tutul, frekuensi
terbanyak ditemukan di hutan pinus
(43,8%) diikuti hutan jati (27,1%),
hutan alam pegunungan (14,5%), hu-

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan. (1978). Mamalia di Indonesia. Bogor: Direktorat
PPA, Direktorat Jenderal Kehutanan.
______. (1982). Pedoman Teknik Inventarisasi Mamalia (Dasar-dasar
Umum). Bogor: Direktorat PPA, Direktorat Jenderal Kehutanan.
______. (1987). Studi penyebaran keluarga Felidae di Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. (Laporan). Bogor: Direktorat Jenderal
PHPA, Departemen Kehutanan.
Alikodra, H.S. (1990). Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor: IPB.
337

Vol. 9 No. 4 : 323-339, 2012

Bibby, C., Marsden, S., & Fielding, A.
(1998). Bird-habitat studies (pp.
99-114). In: C. Bibby, M. Jones, &
S. Marsden (Eds). Expedition Field
Techniques:Bird Surveys. London:
The Expedition Advisory Centre,
Royal Geographical Society.
Chundawat, R.S. (1990). Habitat selection by a snow leopard in Hemis
National Park, India. Int. Ped. Book
of Snow leopards 6,85-92. Diunduh
30 Juli 2009 dari http://www
.snowleopardnetwork.org.pdf.
Departemen Kehutanan. (2007). Data
strategis kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. (2007). 50 Taman Nasional di Indonesia. Jakarta:
Publikasi bersama Departemen Kehutanan dengan Lestari Hutan Indonesia (LHI) dan JICA.
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.
(2008). Statistik kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2007. Semarang:
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.
Fleiss, J. L. (1981). Statistical methods
for rates and proportions, (2nd ed.)
New York, USA: John Wiley &
Sons.
Grzimek, B. (1975). Animal life encyclopedia Vol. 12, Mammal III. London, England: Van Nostrand Reinhold Company.
Guggisberg, C. (1975). Wild cats of the
world. New York: Taplinger Publishing Company.
Gunawan, H. (1988). Studi karakteristik
habitat dan daerah penyebaran macan tutul (Panthera pardus melas
Cuvier, 1809) di Jawa Tengah dan
Yogyakarta. (Skripsi S1). Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. Tidak dipublikasikan.
Gunawan, H., Prasetyo, L.B., Mardiatuti,
A., & Kartono, A.P. (2009). Habitat macan tutul Jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) di lanskap
hutan produksi yang terfragmentasi.
338

Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam,VI (2), 95-114.
Hoogerwerf, A. (1970). Ujung Kulon,
the land of the last Javan Rhinoceros. Leiden : E.J. Brill.
Johnson, D. H. (1980). The comparison
of usage and availability measurements for evaluating resource preference. Ecology, 61, 65-71. Diunduh 28 Juli 2009 dari www.absc
.usgs.gov/ 1002/section3part3.htm.
Lekagul, B., & McNeely, J.A. (1977).
Mammals of Thailand. Bangkok:
Kurusapha Ladprao Press.
Manly, B. F., McDonald, L., Thomas, D.,
McDonald, T., & Erickson, W.
(2002). Resource selection by animals: statistical design and analysis
for field studies. (2nd ed.). Boston,
Massachusetts, USA: Kluwer Academic Publishers.
Mc.Clary, M. (Eds.). (2008). Habitat
selection. Cutler J. Cleveland In:
Encyclopedia of Earth. Retrieved
2009, July 29, from http:
//www.eoearth.org/article/ Habitat
selection.
Mc.Clean, S.A., Rumble, M.A., King,
R.M., & Baker, W.L. (1998).
Evaluation Of resource selection
methods with different definitions
of availability. Journal Of Wildlife
Management, 62(2),793-801.
Neu, C. W., Byers, C. R., & Peek, J. M.
(1974). A technique for analysis of
utilization-availability data. Journal of Wildlife Management, 38,
541- 545.
Nowak, R. (1997). Mammals of the
World. Diunduh 1 Februari 2007
dari http://animaldiversity.ummz.
umich.edu/local/redirect.php.
Perum Perhutani. (2004). Statistik Perum Perhutani 1999-2003. Jakarta: Perum Perhutani.
Perum Perhutani. (2006). Buku Statistik
Perum Perhutani Tahun 20012006. Jakarta : Perum Perhutani.
Rilsback, S. F. R., Stauffer, H.B., & Harvey, B. C. (2003). What can

Sebaran Populasi dan Seleksi Habitat Macan Tutul Jawa.…(H. Gunawan, dkk.)

habitat preference models tell us?
Tests using a virtual trout population.
Ecological Applications,
13(6),1580-1594. Diakses 28 Juli
2009 dari http://www.humboldt
.edu/~ecomodel/documents/
RailsStaufHarv.pdf.
Sanderson, J., & Harris, L. D. (Eds.).
(2000). Landscape ecology: A topdown approach. Boca Raton, Florida, USA: Lewis Publishers.
Sawyer, H., Nielson, R., & Hicks, M.
(2009). Distribution and habitat
selection patterns of mountain
sheep in the Laramie Range.
Cheyenne, Wyoming: Western
Ecosystems Technology Inc.

Hot News. (17 September 1996). Perburuan liar ancam kelestarian Pulau
Sempu dan satwa langka. Surabaya Post. Diunduh 01 Feruari 2007
dari
http://www.wp.com/64257/
170996/05 sempu.htm.
Sutherland, W.J. (2004). Ecological
Census Techniques: Mammals.
(pp.260-280). Sambridge, UK:
Cambridge University Press.
van Lavieren, L.P. (1982). Wildlife management in the tropics with special emphasis on South East Asia.
School of Environmental Conservation Management (ATA-190).
Ciawi, Bogor.

Lampiran (Appendix) 1. Peta indikasi sebaran populasi macan tutul jawa Panthera pardus melas di Provinsi
Jawa Tengah (Map of indication population distribution of javan leopard in Central
Java Province)

339