BAB%20I%20Pendahuluan%20G08jan 3

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Topik seputar kimia air hujan, termasuk
diantaranya hujan asam, kian mendapat
perhatian khusus dan merupakan suatu topik
utama dalam isu lingkungan. Hujan asam
merupakan masalah lingkungan yang serius
karena dapat menyebabkan korositas pada
bangunan/gedung atau bersifat korosif
terhadap bahan bangunan, merusak tanaman
dan hasil produksinya dan merusak kehidupan
biota di danau-danau/aliran sungai, sehingga
hujan asam perlu diprediksi, dan dikontrol.
Hujan dikatakan bersifat asam apabila
memiliki pH di bawah 5,6. Batas rata-rata pH
air hujan adalah 5,6 dan merupakan nilai yang
dianggap normal atau hujan alami seperti yang
telah disepakati secara internasional oleh
badan dunia WMO (BMG, 2003). Air hujan
alami bersifat asam karena besarnya
konsentrasi CO2 di udara, yang apabila

bereaksi dengan uap air akan membentuk
asam.
Penambahan gas SO2 di atmosfer dapat
menambah keasaman air hujan, karena
walaupun konsentrasinya di udara lebih kecil
daripada CO2, namun kelarutan dan konstanta
kesetimbangan SO2 lebih besar daripada CO2.
Selain itu H2SO3 merupakan asam yang lebih
kuat daripada H2CO3 sehingga dalam
konsentrasi yang kecil sekalipun SO2
mempengaruhi
keasaman
air
hujan
(Brimblecombe, 1986). Hal ini didukung oleh
hasil penelitian Nurhayati dan Hara (2000)
yang menyatakan bahwa ion SO42- merupakan
kontributor yang memiliki pengaruh dalam
pengasaman air hujan di Indonesia.
Nilai pH air hujan merupakan salah satu

indikator terjadinya hujan asam, sehingga nilai
ini perlu diketahui. Analisa mengenai tingkat
konsentrasi unsur-unsur kimia yang terlarut
dalam air hujan, termasuk derajat keasamannya
(pH) telah dilakukan oleh BMG yaitu dengan
melakukan pengukuran air hujan di beberapa
kota di Indonesia dan menganalisisnya, namun
jumlah stasiun pemantau kualitas air hujan
hanya satu untuk setiap kota dan umumnya
terletak pada daerah rural sehingga kurang
mewakili kondisi sebenarnya di lapang. Selain
itu metode sampling dilakukan seminggu
sekali,
sehingga
dikhawatirkan
akan
mempengaruhi nilai pH air hujan karena
kemungkinan air hujan yang tertampung bukan
merupakan air pada hujan pertama melainkan
beberapa kejadian hujan. Akumulasi dari

partikel debu yang tercampur dalam air hujan

selama waktu sampling
juga dapat
mempengaruhi pH.
Berdasarkan hasil penelitian Tuti
Budiwati et al (2005) beberapa kota besar di
Indonesia telah mengalami hujan asam. Hal ini
diindikasikan dengan pH air hujan yang
rendah, yaitu berkisar antara 4,5 – 5,0. Salah
satu kota yang telah mengalami hujan asam
adalah kota Bandung. Bandung adalah salah
satu kota yang mengalami perkembangan
dalam segala bidang. Semakin pesatnya
kemajuan ekonomi mendorong semakin
bertambahnya kebutuhan akan transportasi.
Perkembangan pusat bisnis dan industri
memacu penggunaan bahan bakar dan emisi.
Selain itu topografi Bandung yang unik ikut
mempengaruhi potensi polusi udara di kota ini.

Topografi dapat mengubah arah dan kecepatan
angin secara tiba-tiba dan profil kota besar
yang cukup kasap merupakan peredam energi
kinetik dan melemahkan angin, sehingga
dengan kombinasi yang dimiliki kota
Bandung, menyebabkan potensi polusi udara
di kota ini cukup tinggi. Konsekuensi
peningkatan polutan-polutan di atmosfer inilah
yang dapat menyebabkan terjadinya hujan
asam.
Untuk memudahkan analisa kualitas air
hujan diperlukan suatu pendekatan yang dapat
menduga pH air hujan secara langsung. Salah
satu pendekatan yang dapat digunakan adalah
Hukum Henry dan kesetimbangan fase cair,
yang
menyatakan
bahwa
pada
saat

kesetimbangan tekanan parsial gas di atas
suatu campuran sama dengan konsentrasi gas
dalam campuran tersebut (Brimblecombe,
1986). Hukum Henry telah banyak digunakan
di negara lain baik sebagai metode perhitungan
maupun dalam bentuk software sebagai
pendekatan dalam memprediksi jumlah gas
yang terlarut dalam air hujan atau droplet awan
dan pH air hujan.

1.2 Tujuan
1. Menduga pH air hujan di beberapa
stasiun pengukuran kualitas udara kota
Bandung berdasarkan konsentrasi SO2
dengan
menggunakan
pendekatan
hukum Henry.
2. Menggambarkan penyebaran pH air
hujan dan SO2 di Kota Bandung baik

secara spasial maupun secara temporal.

1