Tradisi Nengget Pada Etnik Karo: Kajian Semiotik

Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka.
Kajian pustaka adalah hasil dari penelitian terdahulu yang memaparkan
pandangan dan analisis yang berhubung dengan penelitian yang akan diteliti.
Kajian pustaka merupakan hasil dari meninjau, pandangan, pendapat sesudah
mempelajari (KBBI, 1990:951).
Kajian pustaka ini menjelaskan tentang kepustakaan yang relevan dan
teori yang digunakan. Dalam kepustakaaan yang relevan dijelaskan tentang
pengertian tradisi nengget pada etnik Karo, kajian semiotik. Penelitian tentang
tradisi nengget ini sudah pernah diteliti oleh Erlina Sembiring dalam skripsi
Upacara Nengget Pada Masyarakat Suku Karo (2009). Dalam skripsi tersebut
hanya mendeskripsikan tentang tradisi nengget pada etnik Karo. Sedangkan dalam
skripsi proposal ini akan dikaji dengan teori semiotik untuk mengetahui simbol,
fungsi, makna, dan nilai yang terkandung dalam tradisi nengget pada etnik Karo.

2.1.1 Pengertian Tradisi
Tradisi (bahasa latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama
dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari
suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama . Hal yang paling
mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke
generasi baik tertulis maupun lisan. Tradisi berarti segala sesuatu yang salurkan

atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini (Shil, 1981:12 dalam buku Piotr
Sztompka, 2007:70).

Universitas Sumatera Utara

Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku,
baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal yang gaib atau
keagamaan.Di dalam suatu tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan
manusia

lain

atau

satu

kelompok

dengan


kelompok

lain,

bagaimana

manusiabertindak terhadap lingkungannya dan bagaimana manusia berperilaku
terhadap alam yang lain. Ia berkembang menjadi suatu sistem yang memiliki pola
dan norma dan sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap
pelanggaran dan penyimpangan.Sebagai sistem budaya, tradisi menyediakan
seperangkat model untuk bertingkah laku yang bersumber dari sistem nilai
dangagasan utama.
Tradisi juga merupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri
daricara aspek yang pemberian arti perilaku ajaran, perilaku ritual dan beberapa
jenis perilaku lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan
tindakan satu dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol.
Simbol meliputi simbol konstitutif (yang berbentuk kepercayaan), simbol
penilaian norma, dan sistem ekspresif (simbol yang menyangkut pengungkapan
perasaan).Jadi yang menjadi hal penting dalam memahami tradisi adalah sikap
atau orientasi pikiran atau benda material atau gagasan yang berasaldari masa lalu

yang dipungut orang dimasa kini. Sikap dan orientasi ini menempati bagian
khusus dari keseluruhan warisan historis dan mengangkatnya menjadi tradisi. Arti
penting penghormatan atau penerimaan Sesuatu yang secara sosial ditetapkan
sebagai tradisi menjelaskan betapa menariknya fenomena tradisi itu.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Pengertian Nengget
Nengget adalah salah satu jenis upacara realigi yang sampai sekarang ini
masih dilaksanakan atau masih diyakini oleh masyarakat Karo. Nengget itu
sendiri berarti mengadakan kejutan kepada keluarga yang sudah lama menikah
tetapi belum memiliki keturunan. Nengget secara harafiah berarti membuat
kejutan atau membuat orang terkejut.Tradisi Nengget, yaitu sebuah upacara yang
dilakukan oleh kelompok kerabat dalam rangka mengupayakan adanya keturunan
bagi pasangan suami-istri yang telah lama menikah, namun belum mempunyai
keturunan.

2.1.3 Pengertian Etnik Karo
Di dalam kamus besar Indonesia, etnik bertalian dengan kelompok sosial
dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan

tertentu, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Kelompok etnis adalah suatu
golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasi dirinya dengan
sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.
Etnik Karo merupakan etnik yang mendiamiwilayah Sumatera Utara dan
sebagian Aceh; meliputi Kabupaten Karo, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten
Langkat, Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Deli Serdang .
Etnik ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka
diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Etnik Karo memiliki bahasa
sendiri yang disebut Bahasa Karo, dan memiliki salam khas, yaitu Mejuah-juah.
Sementara pakaian adat etnik Karo didominasi dengan warna merah serta hitam

Universitas Sumatera Utara

dan penuh dengan perhiasan emas. Adapun keberadaan rumah adat etnik Karo
atau yang dikenal dengan nama Rumah Si Waluh Jabu yang berarti rumah untuk
delapan keluarga, yaitu Rumah yang terdiri dari delapan bilik yang masingmasing bilik dihuni oleh satu keluarga. Tiap keluarga yang menghuni rumah itu
memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan pola kekerabatan
masing-masing.
Etnik


Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal

dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Etnik Karo
mempunyai sistem marga (klan). Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga
tersebut disebut untuk laki-laki sedangkan untuk perempuan disebut beru. Merga
atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam etnik Karo
terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima yang berarti marga
yang lima. Kelima marga tersebut adalah Karo-karo, Tarigan, Ginting, Sembiring,
Perangin-angin. Kelima marga ini masih mempunyai submarga masing-masing.
Etnik Karo mengenal upacara-upacara adat seperti upacara kelahiran,
upacara perkawinan, dan upacara kematian. Etnik Karo juga memiliki berbagai
jenis upacara ritual-ritual yang harus dijalani selama hidupnya. Beberapa upacara
tersebut tetap dipertahankan hingga saat ini, namun ada beberapa juga yang sudah
jarang dilakukan bahkan tidak dilaksanakan lagi.
Dalam melakukan suatu upacara adat, ritual atau melakukan suatu
pekerjaan, maka harus ditentukan hari baik (wari si mehuli). Pemilihan waktu
yang tepat diyakini dapat membuat apa yang diinginkan dapat tercapai.
Sebaliknya pelaksanaan yang dilakukan tanpa memperhitungkna waktu bisa

Universitas Sumatera Utara


mendapatkan hasil yang tidak berarti apapun. Dalam mencari hari yang baik
menurut perhitunggan Karo dibantu dengan seorang dukun yang disebut guru
simeteh wari si telu puluh, orang ini dengan bantuan roh dapat menentukan hari
baik.

2.2 Teori yang Digunakaan
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang
berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis dalam
memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Berdasarkan judul penelitian ini
maka teori yang digunakan untuk mendeskripsikan makna simbol dan nilai dalam
tradisi nengget pada etnik Karo adalah teori semiotik. Semiotik atau (semiotika)
adalah ilmu tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomenal sosial atau masyarakat
dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.
Dalam analisis semiotik, Pierece (1839-1914) menawarkan sistem tanda
yang harus diungkap. Ada tiga faktor yang menentukan adanya tanda, yaitu: tanda
itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin
penerima

tanda.


Antara

tanda

yang

ditandai

ada

kaitan

representasi

(menghadirkan). Kedua tanda itu menghadirkan intrerpretasi di benak penerima.
Hasil intrepretasi ini merupakan tanda baru yang diciptakan oleh penerima pesan.
Berdasarkan objeknya, Peirce (Dalam Sobur: 2006) membagi tanda atas
ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).


Universitas Sumatera Utara

1. Ikon (Icon) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya
bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah
hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan;
misalnya, potret dan peta.
2. Indeks (Index) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat,
atau tanda yang langsung mengacu kepada kenyataan. Contoh yang paling
jelas adalah asap sebagai tanda adanya api.
3. Simbol (Symbol) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan
alamiah antar penanda dan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat
arbitrer atau semena , hubungan bedasarkan konvensi atau (perjanjian)
masyarakat. Simbol yang terdapat pada tradisi nengget, diantaranya
tercipta dan diciptakan atas dorongan pengaruh lingkungan seperti alam,
manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan.

2.2.1 Teori Semiotik
Kata semiotik berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Maka
semiotika berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan

dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda,
seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. Ilmu ini
menganggap bahwa fenomenal sosial atau masyarakat dan kebudayaan ini
merupakan tanda-tanda. Semiotik ini mempelajari sitem-sistem, aturan-aturan,
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti
dalam lapangan kritik sastra (Preminger dalam Pradopo:1995).

Universitas Sumatera Utara

Saussure (Sobur, 2003:12) mengatakan semiotik merupakan sebuah ilmu
yang mengkaji kehidupan tanda-tanda ditengah masyarakat. Sebuah tanda tidak
hanya mengandung sebuah hubungan internal antara aspek material (penanda) dan
konsep mental (penanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan
sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya.
Saussure juga membagi tanda bahasa menjadi dua bagian yaitu penanda
(signifier) dan petanda (signified). Yang perlu diperhatikan adalah bahwa tanda
bahasa yang konkret, kedua unsur diatas tidak boleh dilepaskan. Suatu penanda
tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena tidak merupakan tanda. Sebaliknya
suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkaplepas dari penanda,
petanda atau ditandakan itu termasuk tanda sendiri.

Peirce (dalam Zoest, 1978:1) mengatakan semiotik adalah setiap gagasan
yang berupa tanda. Peirce juga mengatakan bahwa semiotik adalah studi tentang
tanda. Semiotik baginya adalah doktrin dari sifat esensial dan variasi fundamental
semiosis.
Morris (dalam Sally 1996:3) mengatakan semiotik adalah ilmu mengenai
tanda, baik itu bersifat manusiawi maupun hewani, berhubungan dengan suatu
bahasa tertentu atau tidak , mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan, bersifat
sesuai atau tidak sesuai, bersifat wajar atau mengandung unsur yang dibuat-buat.

2.2.2 Makna

Universitas Sumatera Utara

Peirce (dalam Hoed, 2011:46) mengemukakan bahwa pemaknaan suatu
tanda bertahap-tahap. Tahap pertama, yakni saat tanda dipahami secara prinsip
saja; tahap kedua saat tanda dimaknai secara individual, dan kemudian tahap
ketiga saat tanda dimaknai secara tetap sebagai suatu konvensi. Konsep tiga tahap
ini penting untuk memahami bahwa dalam suatu kebudayaan kadar pemahaman
tanda tidak sepenuhnya sama pada semua anggota kebudayaan tersebut.
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang

terdiri dari tiga elemen utama, yakni representamen, object, dan interpretant.
representamen adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh
panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan)
hal lain di luar tanda itu sendiri. Sedangkan acuan representamen ini disebut
objek.Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal
yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari
sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.

2.2.3 Fungsi

Universitas Sumatera Utara

Menurut Koentjaraningrat (1984:29) fungsi merupakan sesuatu yang dapat
bermanfaat dan berguna bagi kehidupan suatu masyarakat dimana keberadaan
sesuatu tersebut mempunyai arti penting dalam kehidupan sosial. Fungsi
merupakan sesuatu yang dapat bermanfaat dan berguna bagi kehidupan suatu
masyarakat dimana keberadaan sesuatu tersebut mempunyai arti penting dalam
kehidupan masyarakat tersebut.
Koentjaraningrat juga menyebutkan bahwa konsep fungsi mempunyai 3 arti
penting dalam penggunaannya, yaitu:
1. Menerangkan adanya hubungan sesuatu hal dengan tujuan tertentu.
2. Dalam pengertian korelasi adanya hubungan antara suatu hal dengan
lainya.
3. Menerangkan adanya hubungan yang terjadi antara satu hal dengan yang
lainnya dalam suatu interaksi.

2.2.4 Nilai
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) nilai budaya terdiri dari konsepsi–konsepsi
yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai
hal–hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu
masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak.Oleh karena itu, nilai
budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif,
cara-cara, alat-alat, dan tujuan -tujuan pembuatan yang tersedia.

Universitas Sumatera Utara

Setiap individu dalam melaksanakan aktifitas sosialnya selalu berdasarkan
serta berpedoman kepada nilai- nilai atau sistem nilai yang ada dan hidup dalam
masyarakat itu sendiri. Artinya nilai-nilai itu sangat banyak mempengaruhi
tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam
dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang
mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku
dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.3
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi
misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau
organisasi.Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi.Sistem budaya
merupakan tingkatan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dalam adat istiadat.
Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep
mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari dari warga suatu
masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai , berharga, dan penting
dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah
dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara