T IPA 1402878 Chapter1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
yang memiliki peran besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran IPA yang dimulai dari SD dan SMP hendaknya dapat
mengakomodasi kebutuhan akan pemahaman konsep terhadap IPA. IPA
mempelajari alam semesta, benda-benda yang terdapat di permukaan bumi, di
dalam perut bumi, dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati dengan indera
maupun yang tidak dapat diamat dengan indera (Trianto, 2014). Adapun
penjelasan lain yang mengatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Kemdikbud, 2014).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh karena itu, pendidikan IPA di
sekolah diharapkan menjadi wahana bagi perserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Banyak penelitian yang menjelaskan permasalahan dan kesulitan saat
menghadapi siswa dalam menjelaskan konsep sains (belajar sains). Penelitian
dalam bidang pendidikan sains, sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh
Gabel (1998) dalam bidang kimia menunjukkan bahwa siswa di semua tingkatan
kelas telah gagal dalam memahami konsep inti dalam ilmu kimia secara
konseptual, bahkan yang telah mengikuti pembelajaran kimia. Gabel (1998) pun
merangkum dari beberapa penelitian sebelumnya bahwa kesulitan utama siswa
yang sering muncul dalam memahami perubahan makroskopik adalah seperti
perubahan warna atau pembentukan endapan sebagai akibat dari perilaku partikel
yang dinamis.
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1
2
Pada bidang ilmu fisika di sekolah menengah hingga universitas, siswa
memiliki kesulitan dalam mengkoordinasikan pemahaman mereka tentang
fenomena ilmiah dan representasi dari fenomena tersebut (Mathewson, 1999).
Sebagai contoh siswa yang sedang belajar mengenai gas ideal, siswa jarang
mempelajari bagaimana mentranslasikan antara konsep makroskopik (misalnya,
tekanan, suhu) dengan persamaan matematika (misalnya, hukum gas ideal)
dengan baik. Terlebih dari hal tersebut, siswa mengalami kesulitan dalam
menjelaskan bagaimana diagram dan ilustrasi dari interaksi molekul dapat
digunakan untuk menjelaskan hubungan fenomena makroskopik yang diamati
dengan persamaan matematika. Kesulitan dalam penalaran siswa seperti ini perlu
menjadi perhatian khusus karena merupakan salah satu komponen kompentesi
ilmiah, yakni kemampuan untuk mengkoordinasikan diantara deskripsi dan
representasi yang berbeda dari fenomena tertentu. Pembelajaran sains bertujuan
untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan mereka dalam memilih
representasi yang tepat
untuk
mengkomunikasikan mengenai
fenomena
makroskopik dan mikroskopis (Kozma dan Russell, 1997).
Johnstone (1993) berpendapat bahwa kesulitan dalam menginterpretasi dan
menggunakan representasi untuk menjelaskan konsep-konsep ilmiah lebih umum
terjadi pada bidang kimia. Terdapat beragamnya modus representasi untuk
mewakili suatu konsep submikroskopik dan beberapa modus representasi
matematika dan simbolik untuk mewakili konsep makroskopik dalam ilmu kimia
merupakan tantangan bagi siswa pemula. Tantangan yang berkaitan dengan
memilih dan menginterpretasi representasi telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting dalam pembelajaran sains secara umum dan penghalang utama
untuk mempelajari kimia (Johnstone, 1993).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut
adalah dengan memiliki kompetensi ilmiah. Kompetensi ilmiah adalah prosedur,
proses, dan metode penting yang digunakan ilmuwan ketika mengkontruksi
pengetahuan dan memecahkan masalah-masalah eksperimental (Yusup, 2012).
Salah satu kompetensi ilmiah adalah keterampilan untuk merepresentasikan suatu
informasi dengan banyak cara (Etkina et al., 2006). Keterampilan representasi
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
adalah kemampuan untuk menginterpretasi dan menerapkan berbagai konsep
untuk memecahkan masalah (dalam hal ini adalah IPA) secara tepat (Kohl dan
Noah, 2006).
Pemecahan masalah merupakan bagian dari pembelajaran IPA. Berbagai
strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk
membantu siswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip IPA. Upaya yang
dapat
dilakukan
adalah
siswa
perlu
memiliki
keterampilan
dalam
merepresentasikan konsep dan prinsip IPA tersebut dalam banyak cara atau yang
dikenal dengan nama multi representasi. Penyampaian konsep dan prinsip IPA
melalui multi representasi dapat menggunakan berbagai modus representasi.
Pembelajaran yang menekankan pada penggunaan beberapa modus representasi
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan konsep dan proses saintifik dari
siswa. Setidaknya untuk siswa pada tingkat SMP sudah memiliki kemampuan
literasi sains yang cukup baik. Berdasar pandangan ini, menurut Ainsworth (1999)
metode dan konsep saintifik dalam pembelajaran mengharuskan pada pemahaman
dan secara konseptual menghubungkan beberapa bentuk modus yang dibuat
melalui multi representasi.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Berthold dan Renkl (2009), penggunaan
representasi dapat membantu pembentukan pemahaman yang lebih dalam ketika
siswa menggabungkan beberapa informasi dari representasi. Pembelajaran dengan
penggunaan
representasi
menuntut
siswa
untuk
dapat
menghubungkan
representasi yang satu dengan yang lainnya, dan menginterpretasikan persamaan
dan perbedaan dari dua atau lebih representasi. Hal ini didukung juga dengan
pendapat dari Ainsworth (dalam Adadan, Trundle, dan Irving 2010) yang
mengemukakan bahwa multi representasi memberikan beberapa kesempatan
kepada siswa untuk membangun pengetahuan yang sama dari perspektif yang
berbeda.
Ainsworth (dalam Prain dan Waldrip, 2008) menegaskan bahwa belajar
yang melibatkan beberapa representasi dari konsep ilmu pengetahuan, siswa harus
mampu untuk (a) memahami jenis bentuk dalam representasi, (b) memahami
hubungan antara representasi dan konsep, (c) menerjemahkan konsep ke dalam
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
representasi, dan (d) mengetahui fungsi bentuk representasi untuk menjelaskan
dalam membuat representasi mereka sendiri. Dalam hal ini, menerjemahkan
berarti mampu mengenali hubungan antara konsep dan representasi. Ainsworth
(1999) mengemukakan bahwa keterlibatan siswa dengan representasi dapat
mendukung pembelajaran dalam tiga cara, yaitu (a) representasi sebagai
pelengkap, (b) representasi sebagai pembatas interpretasi, dan (c) representasi
sebagai pembentuk pengetahuan. Representasi sebagai pelengkap dalam proses
berfikir dan kognitif siswa dalam mendapatkan konsep-konsep yang lebih
sempurna. Selain itu dengan representasi dapat digunakan untuk membatasi
kemungkinan-kemungkinan kesalahan dalam meginterpretasikan sebuah konsep,
prinsip, dan hukum-hukum IPA. Yang ketiga, representasi digunakan untuk
mendorong siswa membangun pemahaman terhadap situasi secara lebih
mendalam.
Kemampuan siswa dalam merepresentasikan merupakan hal yang perlu
diketahui, karena dapat menjadi bahan evaluasi terhadap keberhasilan seorang
guru dalam mengelola pembelajaran (Erlich, 2002). Berdasar hasil evaluasi
tersebut, seoang guru dapat merencanakan strategi pembelajaran lain yang lebih
tepat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Kohl dan Noah (2006) bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan dari pendekatan pembelajaran guru terhadap
representasi siswa.
Secara umum, untuk meningkatkan kompetensi ilmiah berupa representasi
siswa dapat didukung dengan representasi yang diaplikasikan pada bahan ajar dan
langkah-langkah pembelajaran yang sistematis. Pemanfaatan gambar, skema, atau
diagram dalam mentransfer ilmu IPA perlu dilakukan agar siswa yang belum
memiliki ilmu dan wawasan yang cukup pada bidang IPA dapat memahami
fenomena IPA lebih mudah meskipun terkadang modus visual tidak selalu
mendukung pemahaman siswa terhadap modus verbal (Cheng dan Gilbert, 2009).
Ketidaksesuaian ini dapat terjadi akibat representasi yang diberikan tidak sesuai
dengan representasi internal siswa (Gkitzia, Salta, dan Tzougraki, 2010).
Sirhan (2007) dalam penelitiannya melaporkan bahwa hal penting yang
harus diperhatikan guru sebelum mengajar adalah guru harus mengetahui
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
pengetahuan awal siswa terlebih dahulu dan bagaimana cara siswa memperoleh
pengetahuan tersebut. Dengan demikian, perlu adanya suatu informasi bagi guru
mengenai representasi awal siswa yang dapat menjadi bahan masukan dalam
merancang stratgei pembelajaran selanjutnya. Hasil akhirnya, diharapkan
pembelajaran dapat mencakup multi representasi.
Selain melalui pembelajaran guru, salah satu cara untuk mengakomodasi
representasi kepada siswa adalah melalui buku teks pelajaran. Buku teks pelajaran
merupakan buku yang umum digunakan dalam pembelajaran dan guru
menggunakannya dalam menentukan apa dan bagaimana materi pelajaran akan
diajarkan pada siswa (Osterlund , Berg, dan Ekborg., 2009). Buku teks pelajaran
memegang peran penting sebagai sumber materi pembelajaran, mempengaruhi
strategi pembelajaran, hingga ke penyusunan RPP.
Adanya representasi dalam buku teks pelajaran dapat digunakan secara
individu maupun lembaga yang tidak terfasilitasi oleh sarana penunjang
multimedia, meskipun penelitian mengenai representasi saat ini lebih ditekankan
pada multimedia (Kozma et al., 2000). Selanjutnya Chandrasegaran,Treagust, dan
Mocerino (2007) berpendapat bahwa saat ini buku teks pelajaran kurang
menekankan perbedaan antara tiga level representasi kimia. Oleh karena itu, agar
buku teks dapat mengakomodasi siswa maupun guru dalam pemahaman konsepkonsep IPA diperlukan adanya pengembangan multi representasi dalam buku teks
pelajaran dan perlu disesuaikan dengan modus representasi siswa. Untuk itu,
dengan meningkatnya kemampuan multi representasi serta mengaitkan konsep
yang akan dipelajari dengan telah dipelajari maka pemahaman siswa terkait
konsep dapat lebih mendalam (Treagust dan Chandrasegaran, 2009).
Berbagai penelitian mengenai upaya untuk meningkatkan representasi telah
dilakukan diantaranya oleh Maulana, R.H. (2014) berfokus pada pembelajaran
berbasis multimedia. Penelitian yang dilakukan adalah mengenai pengaruh
pembelajaran berbasis multimedia interaktif untuk meningkatkan representasi
kimia (makroskopik, submikroskopik, dan simbolik) siswa pada materi sel volta.
Dalam penelitiannya melaporkan bahwa melalui pembelajaran
berbantuan
multimedia interaktif sel volta hanya berpengaruh secara signifikan pada
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
representasi submikroskopik saja. Hasil penelitian selanjutnya dilakukan oleh
Coradi, Elen, dan Clarebout (2012) adalah bagi siswa dengan tingkat pengetahuan
sebelumnya yang rendah, konten materi yang disampaikan melalui kombinasi teks
dan simbol sudah cukup untuk meningkatkan pemahaman siswa secara
konseptual.
Selanjutnya terdapat beberapa penelitian mengenai pengembangan bahan
ajar berupa buku maupun software pembelajaran. Metafisika (2014) telah
melakukan penelitian mengenai pengembangan model buku teks pelajaran
berbasis representasi kimia pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa buku lebih dominan menampilkan
deskripsi konsep pada representasi simbolik, dan representasi makroskopik, dan
yang paling sedikit adalah deskripsi pada representasi submikroskopik.
Selanjutnya Mahardika (2011) telah berhasil mengembangkan bahan ajar
mekanika (BAM) untuk meningkatkan representasi verbal, matematis, gambar,
dan grafik dari mahasiswa calon guru fisika. Penggunaan bahan ajar mekanika
dapat meningkatkan representasi verbal, gambar, dan grafik mahasiswa calon guru
fisika pada kategori sedang, dan dapat meningkatkan representasi matematik
mahasiswa calon guru fisika pada kategori tinggi. Hal serupa dilakukan oleh Hadi
(2014) melakukan penelitian mengenai pengembangan software pembelajaran
multimedia representasi kimia dengan tujuan untuk mengakomodasi representasi
kimia kepada siswa. Hasil penelitiannya yaitu software pembelajaran berbasis
representasi kimia yang dikembangkan memiliki kualitas baik. Berdasar beberapa
penelitian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kajian penelitian
representasi lebih kepada keterlibatan dua arah yaitu antara siswa dengan guru,
atau antara siswa dengan buku atau media pembelajaran.
Penelitian yang mengkaji representasi dapat diaplikasikan pada seluruh jenis
materi IPA, terutama konten materi yang bersifat abstrak. Materi IPA di tingkat
SMP/MTs meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa,
makhluk hidup dan proses kehidupannya, dan materi dan sifatnya. Secara umum,
materi IPA dapat disajikan atau dipahami melalui beberapa bentuk modus
representasi. Salah satunya adalah tema perubahan wujud zat. Secara konten, tema
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
perubahan wujud zat dapat direpresentasikan dengan modus bentuk verbal (teks),
visual (gambar, diagram), maupun simbolik (simbol-simbol IPA, persamaan
matematika).
Materi perubahan wujud zat ini melibatkan konsep yang abstrak sehingga
siswa terkadang sulit untuk memahami proses yang menyertai dalam perubahan
wujud zat. Hal tersebut terlihat dari hasil dari penelitian Prain, et al., (2009)
mengenai multi representasi pada topik evaporasi untuk menjelaskan kesulitan
dan miskonsepsi siswa, serta mengidentifikasi tahapan kesiapan siswa untuk
memahami topik tersebut secara konseptual. Kesulitan tersebut terjadi dalam
mentransfer dari sifat makroskopik (seperti ekspansi pada proses pemanasan),
menuju
sifat mikroskopis. Bukti lainnya adalah kesulitan mengenai partikel
(Scott dalam Prain, et al., 2009) yakni, siswa menggambarkan idenya berdasarkan
pada pemahaman mereka sehari-hari, berusaha untuk memahami hubungan antara
bau dengan senyawa, adanya perubahan bentuk zat, dan hubungan antara molekul
dengan sifat senyawa.
Bar, et al. (dalam Prain, et al., 2009) telah mengidentifikasi empat tahap
yang berbeda dalam perkembangan siswa memahami topik penguapan dan
kondensasi yaitu, air menghilang, air diserap ke permukaan, air berpindah ke atas,
dan menyebar ke udara. Pada penelitian tersebut, perkembangan konseptual siswa
secara empiris dibentuk, dan sebagian besar dijelaskan melalui konsep abstrak
(seperti kesulitan membayangkan air yang menghilang, tak terlihat, dalam udara).
Penelitian yag dilakukan oleh Bucat dan Fenshman (1995) menunjukkan
bahwa siswa cenderung mengalami kesulitan dalam memahami konsep perubahan
wujud dan sifat materi pada tingkat makroskopis dan mikroskopis. Padahal
konsep perubahan wujud zat ini adalah konsep yang telah dipelajari lebih awal
sebelum mempelajari konsep kimia yang lebih kompleks. Ini adalah salah satu
contoh kesulitan siswa, lebih karena pengaruh “konsepsi siswa” yang rancu dan
mengganggu proses konstruksi pemahaman konsep yang sesuai dengan konsep
kimiawan.
Secara konten, tema perubahan wujud zat tidak terlepas dengan konsep
partikel dan karakteristik zat yang harus diajarkan secara benar kepada siswa sejak
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
dini agar tidak terjadi miskonsepsi kedepannya. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Johnson, Novak dan Musonda (dalam Prain, et al., 2009) bahwa teori partikel
sangat penting dalam mendukung representasi fenomena penguapan seperti air
mendidih, karena tanpa ide mengenai partikel maka konsep ide perubahan wujud
gas - cair tidak dapat berhasil dibayangkan. Novak dan Musonda (dalam Prain, et
al., 2009) memberikan bukti bahwa pengenalan konsep partikel pada usia dini
adalah hal yang penting untuk kedepannya. Papageorgiou dan Johnson (dalam
Prain et al., 2009) mengemukakan bahwa siswa sekolah dasar bisa belajar dari
keterlibatannya dengan konsep partikel dalam memahami proses mencair dan
pelarutan, dan ide sebelumnya yang tertanam dalam memori siswa bisa membantu
siswa dalam memahami karakteristik zat yang berwujud gas.
Konsep partikel materi ini sangat berkaitan dengan fenomena yang sering
ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Konsep partikel materi sebagai bagian
dari konten ilmu fisika memegang peran penting dalam kurikulum pembelajaran
sains di sekolah-sekolah USA (Adadan, Trundle, dan Irving, 2009). Hal ini
dikarenakan dengan
mengembangkan pemahaman
mengenai partikel materi
secara menyeluruh sangat diperlukan dalam mempelajari berbagai topik di bidang
kimia, fisika, dan biologi. Terutama pada bidang kimia, misalnya untuk
menjelaskan topik larutan, ikatan kimia, reaksi kimia, kesetimbangan kimia
(Haidar dan Abraham, 1991). Snir, Raz, dan Smith (2003) menyatakan bahwa
guru harus memberikan kesempatan siswa untuk belajar mengemukakan ideidenya mengenai partikel materi karena kegagalan atau kesalahan siswa dalam
mempelajari konsep partikel akan mengganggu siswa dalam mempelajari ilmu
pengetahuan di masa mendatang.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa melalui analisis
representasi siswa dapat menggambarkan konsepsi siswa pada suatu konsep.
Terkait dengan hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis
kemampuan siswa dalam menggunakan modus representasi pada tema kalor
dalam perubahan wujud zat. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, kajian
representasi hanya menjelaskan dan menganalisis hubungan dua arah, yakni siswa
dengan guru, atau siswa dengan buku/media pembelajaran. Bahasan pada
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
penelitian ini lebih meluas dengan melibatkan tiga domain yaitu siswa, guru, dan
buku pegangan siswa untuk dianalisis keterkaitan di antara ketiga domain
tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan representasi pada buku pegangan
siswa terhadap konstruksi pemahaman siswa melalui representasi.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran
deskriptif kemampuan siswa dalam menggunakan modus representasi (baik
tunggal maupun multirepresentasi) pada tema kalor dalam perubahan wujud zat
untuk kemudian pada penelitian lanjutan dapat dikembangkan suatu pembelajaran
yang dapat membantu siswa memahami tema perubahan wujud zat melalui
multirepresentasi dan pengembangan buku ajar berbasis multirepresentasi. Untuk
itu, dalam penelitian akan dikaji mengenai “Analisis Representasi Siswa SMP
pada Tema Kalor dalam Perubahan Wujud Zat”.
B.
Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, secara umum
rumusan masalah yang diambil yaitu: “Bagaimanakah profil representasi siswa
pada tema kalor dalam perubahan wujud zat?”. Dari rumusan masalah tersebut
dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana profil representasi siswa sebelum dan setelah pembelajaran pada
tema kalor dalam perubahan wujud zat?
2. Bagaimana representasi pada buku IPA pegangan siswa dan representasi siswa
pada tema kalor dalam perubahan wujud zat?
C.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran tentang
representasi siswa pada tema kalor dalam perubahan wujud zat. Tujuan penelitian
secara khusus yaitu untuk:
1. Mendapat gambaran tentang representasi siswa sebelum dan setelah
pembelajaran ditinjau dari pembelajaran guru pada tema kalor dalam
perubahan wujud zat.
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
2. Mendapat gambaran tentang representasi pada buku IPA pegangan siswa yang
kemudian dikaitkan dengan representasi siswa pada tema kalor dalam
perubahan wujud zat.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai salah satu
bahan masukan, informasi, dan bukti empiris mengenai representasi siswa SMP
pada pembelajaran IPA. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
tambahan referensi dalam mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan
representasi siswa untuk digunakan dan dikembangkan pada penelitian lanjutan
oleh peneliti lain dibidang pendidikan, guru IPA, dan mahasiswa.
E.
Struktur Organisasi Tesis
Pada bab I dipaparkan mengenai latar belakang dari penelitian yang
meliputi alasan menganalisis representasi siswa ditinjau dari tindakan guru dalam
pembelajaran dan buku IPA pegangan siswa, serta pemilihan tema kalor dalam
perubahan wujud zat. Selain itu dipaparkan juga mengenai rumusan masalah,
tujuan penelitian, dan manfaat dari penelitian yang dilakukan.
Pada bab II dipaparkan mengenai kajian pustaka yang berkaitan dengan
representasi, multi representasi, dan modus representasi. Selain itu dijelaskan juga
peran buku IPA pegangan siswa dalam memfasilitasi siswa belajar IPA. Tema
kalor dalam perubahan wujud zat juga dijelaskan ditinjau dari analisis kompetensi
dasar, dilanjutkan dengan uraian materi yang seharusnya dipahami oleh siswa
kelas VII.
Pada bab III dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan yaitu
dengan desain penelitian berupa metode deskriptif. Selain itu dijelaskan juga
secara rinci mengenai subyek penelitian, instrumen penelitan, prosedur penelitian,
teknik pengumpulan data serta teknik analisis data hasil penelitian.
Pada bab IV dijelaskan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
Pemaparannya meliputi penjelasan hasil analisis profil representasi siswa sebelum
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
dan setelah pembelajaran, dan analisis representasi pada buku IPA pegangan
siswa yang dikaitkan dengan representasi siswa.
Pada bab V dipaparkan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang
telah dilakukan. Selain itu dipaparkan juga mengenai implikasi dan rekomendasi
yang dapat digunakan untuk kepentingan penelitian selanjutnya.
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
yang memiliki peran besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran IPA yang dimulai dari SD dan SMP hendaknya dapat
mengakomodasi kebutuhan akan pemahaman konsep terhadap IPA. IPA
mempelajari alam semesta, benda-benda yang terdapat di permukaan bumi, di
dalam perut bumi, dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati dengan indera
maupun yang tidak dapat diamat dengan indera (Trianto, 2014). Adapun
penjelasan lain yang mengatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Kemdikbud, 2014).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh karena itu, pendidikan IPA di
sekolah diharapkan menjadi wahana bagi perserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Banyak penelitian yang menjelaskan permasalahan dan kesulitan saat
menghadapi siswa dalam menjelaskan konsep sains (belajar sains). Penelitian
dalam bidang pendidikan sains, sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh
Gabel (1998) dalam bidang kimia menunjukkan bahwa siswa di semua tingkatan
kelas telah gagal dalam memahami konsep inti dalam ilmu kimia secara
konseptual, bahkan yang telah mengikuti pembelajaran kimia. Gabel (1998) pun
merangkum dari beberapa penelitian sebelumnya bahwa kesulitan utama siswa
yang sering muncul dalam memahami perubahan makroskopik adalah seperti
perubahan warna atau pembentukan endapan sebagai akibat dari perilaku partikel
yang dinamis.
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1
2
Pada bidang ilmu fisika di sekolah menengah hingga universitas, siswa
memiliki kesulitan dalam mengkoordinasikan pemahaman mereka tentang
fenomena ilmiah dan representasi dari fenomena tersebut (Mathewson, 1999).
Sebagai contoh siswa yang sedang belajar mengenai gas ideal, siswa jarang
mempelajari bagaimana mentranslasikan antara konsep makroskopik (misalnya,
tekanan, suhu) dengan persamaan matematika (misalnya, hukum gas ideal)
dengan baik. Terlebih dari hal tersebut, siswa mengalami kesulitan dalam
menjelaskan bagaimana diagram dan ilustrasi dari interaksi molekul dapat
digunakan untuk menjelaskan hubungan fenomena makroskopik yang diamati
dengan persamaan matematika. Kesulitan dalam penalaran siswa seperti ini perlu
menjadi perhatian khusus karena merupakan salah satu komponen kompentesi
ilmiah, yakni kemampuan untuk mengkoordinasikan diantara deskripsi dan
representasi yang berbeda dari fenomena tertentu. Pembelajaran sains bertujuan
untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan mereka dalam memilih
representasi yang tepat
untuk
mengkomunikasikan mengenai
fenomena
makroskopik dan mikroskopis (Kozma dan Russell, 1997).
Johnstone (1993) berpendapat bahwa kesulitan dalam menginterpretasi dan
menggunakan representasi untuk menjelaskan konsep-konsep ilmiah lebih umum
terjadi pada bidang kimia. Terdapat beragamnya modus representasi untuk
mewakili suatu konsep submikroskopik dan beberapa modus representasi
matematika dan simbolik untuk mewakili konsep makroskopik dalam ilmu kimia
merupakan tantangan bagi siswa pemula. Tantangan yang berkaitan dengan
memilih dan menginterpretasi representasi telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting dalam pembelajaran sains secara umum dan penghalang utama
untuk mempelajari kimia (Johnstone, 1993).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut
adalah dengan memiliki kompetensi ilmiah. Kompetensi ilmiah adalah prosedur,
proses, dan metode penting yang digunakan ilmuwan ketika mengkontruksi
pengetahuan dan memecahkan masalah-masalah eksperimental (Yusup, 2012).
Salah satu kompetensi ilmiah adalah keterampilan untuk merepresentasikan suatu
informasi dengan banyak cara (Etkina et al., 2006). Keterampilan representasi
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
adalah kemampuan untuk menginterpretasi dan menerapkan berbagai konsep
untuk memecahkan masalah (dalam hal ini adalah IPA) secara tepat (Kohl dan
Noah, 2006).
Pemecahan masalah merupakan bagian dari pembelajaran IPA. Berbagai
strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk
membantu siswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip IPA. Upaya yang
dapat
dilakukan
adalah
siswa
perlu
memiliki
keterampilan
dalam
merepresentasikan konsep dan prinsip IPA tersebut dalam banyak cara atau yang
dikenal dengan nama multi representasi. Penyampaian konsep dan prinsip IPA
melalui multi representasi dapat menggunakan berbagai modus representasi.
Pembelajaran yang menekankan pada penggunaan beberapa modus representasi
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan konsep dan proses saintifik dari
siswa. Setidaknya untuk siswa pada tingkat SMP sudah memiliki kemampuan
literasi sains yang cukup baik. Berdasar pandangan ini, menurut Ainsworth (1999)
metode dan konsep saintifik dalam pembelajaran mengharuskan pada pemahaman
dan secara konseptual menghubungkan beberapa bentuk modus yang dibuat
melalui multi representasi.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Berthold dan Renkl (2009), penggunaan
representasi dapat membantu pembentukan pemahaman yang lebih dalam ketika
siswa menggabungkan beberapa informasi dari representasi. Pembelajaran dengan
penggunaan
representasi
menuntut
siswa
untuk
dapat
menghubungkan
representasi yang satu dengan yang lainnya, dan menginterpretasikan persamaan
dan perbedaan dari dua atau lebih representasi. Hal ini didukung juga dengan
pendapat dari Ainsworth (dalam Adadan, Trundle, dan Irving 2010) yang
mengemukakan bahwa multi representasi memberikan beberapa kesempatan
kepada siswa untuk membangun pengetahuan yang sama dari perspektif yang
berbeda.
Ainsworth (dalam Prain dan Waldrip, 2008) menegaskan bahwa belajar
yang melibatkan beberapa representasi dari konsep ilmu pengetahuan, siswa harus
mampu untuk (a) memahami jenis bentuk dalam representasi, (b) memahami
hubungan antara representasi dan konsep, (c) menerjemahkan konsep ke dalam
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
representasi, dan (d) mengetahui fungsi bentuk representasi untuk menjelaskan
dalam membuat representasi mereka sendiri. Dalam hal ini, menerjemahkan
berarti mampu mengenali hubungan antara konsep dan representasi. Ainsworth
(1999) mengemukakan bahwa keterlibatan siswa dengan representasi dapat
mendukung pembelajaran dalam tiga cara, yaitu (a) representasi sebagai
pelengkap, (b) representasi sebagai pembatas interpretasi, dan (c) representasi
sebagai pembentuk pengetahuan. Representasi sebagai pelengkap dalam proses
berfikir dan kognitif siswa dalam mendapatkan konsep-konsep yang lebih
sempurna. Selain itu dengan representasi dapat digunakan untuk membatasi
kemungkinan-kemungkinan kesalahan dalam meginterpretasikan sebuah konsep,
prinsip, dan hukum-hukum IPA. Yang ketiga, representasi digunakan untuk
mendorong siswa membangun pemahaman terhadap situasi secara lebih
mendalam.
Kemampuan siswa dalam merepresentasikan merupakan hal yang perlu
diketahui, karena dapat menjadi bahan evaluasi terhadap keberhasilan seorang
guru dalam mengelola pembelajaran (Erlich, 2002). Berdasar hasil evaluasi
tersebut, seoang guru dapat merencanakan strategi pembelajaran lain yang lebih
tepat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Kohl dan Noah (2006) bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan dari pendekatan pembelajaran guru terhadap
representasi siswa.
Secara umum, untuk meningkatkan kompetensi ilmiah berupa representasi
siswa dapat didukung dengan representasi yang diaplikasikan pada bahan ajar dan
langkah-langkah pembelajaran yang sistematis. Pemanfaatan gambar, skema, atau
diagram dalam mentransfer ilmu IPA perlu dilakukan agar siswa yang belum
memiliki ilmu dan wawasan yang cukup pada bidang IPA dapat memahami
fenomena IPA lebih mudah meskipun terkadang modus visual tidak selalu
mendukung pemahaman siswa terhadap modus verbal (Cheng dan Gilbert, 2009).
Ketidaksesuaian ini dapat terjadi akibat representasi yang diberikan tidak sesuai
dengan representasi internal siswa (Gkitzia, Salta, dan Tzougraki, 2010).
Sirhan (2007) dalam penelitiannya melaporkan bahwa hal penting yang
harus diperhatikan guru sebelum mengajar adalah guru harus mengetahui
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
pengetahuan awal siswa terlebih dahulu dan bagaimana cara siswa memperoleh
pengetahuan tersebut. Dengan demikian, perlu adanya suatu informasi bagi guru
mengenai representasi awal siswa yang dapat menjadi bahan masukan dalam
merancang stratgei pembelajaran selanjutnya. Hasil akhirnya, diharapkan
pembelajaran dapat mencakup multi representasi.
Selain melalui pembelajaran guru, salah satu cara untuk mengakomodasi
representasi kepada siswa adalah melalui buku teks pelajaran. Buku teks pelajaran
merupakan buku yang umum digunakan dalam pembelajaran dan guru
menggunakannya dalam menentukan apa dan bagaimana materi pelajaran akan
diajarkan pada siswa (Osterlund , Berg, dan Ekborg., 2009). Buku teks pelajaran
memegang peran penting sebagai sumber materi pembelajaran, mempengaruhi
strategi pembelajaran, hingga ke penyusunan RPP.
Adanya representasi dalam buku teks pelajaran dapat digunakan secara
individu maupun lembaga yang tidak terfasilitasi oleh sarana penunjang
multimedia, meskipun penelitian mengenai representasi saat ini lebih ditekankan
pada multimedia (Kozma et al., 2000). Selanjutnya Chandrasegaran,Treagust, dan
Mocerino (2007) berpendapat bahwa saat ini buku teks pelajaran kurang
menekankan perbedaan antara tiga level representasi kimia. Oleh karena itu, agar
buku teks dapat mengakomodasi siswa maupun guru dalam pemahaman konsepkonsep IPA diperlukan adanya pengembangan multi representasi dalam buku teks
pelajaran dan perlu disesuaikan dengan modus representasi siswa. Untuk itu,
dengan meningkatnya kemampuan multi representasi serta mengaitkan konsep
yang akan dipelajari dengan telah dipelajari maka pemahaman siswa terkait
konsep dapat lebih mendalam (Treagust dan Chandrasegaran, 2009).
Berbagai penelitian mengenai upaya untuk meningkatkan representasi telah
dilakukan diantaranya oleh Maulana, R.H. (2014) berfokus pada pembelajaran
berbasis multimedia. Penelitian yang dilakukan adalah mengenai pengaruh
pembelajaran berbasis multimedia interaktif untuk meningkatkan representasi
kimia (makroskopik, submikroskopik, dan simbolik) siswa pada materi sel volta.
Dalam penelitiannya melaporkan bahwa melalui pembelajaran
berbantuan
multimedia interaktif sel volta hanya berpengaruh secara signifikan pada
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
representasi submikroskopik saja. Hasil penelitian selanjutnya dilakukan oleh
Coradi, Elen, dan Clarebout (2012) adalah bagi siswa dengan tingkat pengetahuan
sebelumnya yang rendah, konten materi yang disampaikan melalui kombinasi teks
dan simbol sudah cukup untuk meningkatkan pemahaman siswa secara
konseptual.
Selanjutnya terdapat beberapa penelitian mengenai pengembangan bahan
ajar berupa buku maupun software pembelajaran. Metafisika (2014) telah
melakukan penelitian mengenai pengembangan model buku teks pelajaran
berbasis representasi kimia pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa buku lebih dominan menampilkan
deskripsi konsep pada representasi simbolik, dan representasi makroskopik, dan
yang paling sedikit adalah deskripsi pada representasi submikroskopik.
Selanjutnya Mahardika (2011) telah berhasil mengembangkan bahan ajar
mekanika (BAM) untuk meningkatkan representasi verbal, matematis, gambar,
dan grafik dari mahasiswa calon guru fisika. Penggunaan bahan ajar mekanika
dapat meningkatkan representasi verbal, gambar, dan grafik mahasiswa calon guru
fisika pada kategori sedang, dan dapat meningkatkan representasi matematik
mahasiswa calon guru fisika pada kategori tinggi. Hal serupa dilakukan oleh Hadi
(2014) melakukan penelitian mengenai pengembangan software pembelajaran
multimedia representasi kimia dengan tujuan untuk mengakomodasi representasi
kimia kepada siswa. Hasil penelitiannya yaitu software pembelajaran berbasis
representasi kimia yang dikembangkan memiliki kualitas baik. Berdasar beberapa
penelitian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kajian penelitian
representasi lebih kepada keterlibatan dua arah yaitu antara siswa dengan guru,
atau antara siswa dengan buku atau media pembelajaran.
Penelitian yang mengkaji representasi dapat diaplikasikan pada seluruh jenis
materi IPA, terutama konten materi yang bersifat abstrak. Materi IPA di tingkat
SMP/MTs meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa,
makhluk hidup dan proses kehidupannya, dan materi dan sifatnya. Secara umum,
materi IPA dapat disajikan atau dipahami melalui beberapa bentuk modus
representasi. Salah satunya adalah tema perubahan wujud zat. Secara konten, tema
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
perubahan wujud zat dapat direpresentasikan dengan modus bentuk verbal (teks),
visual (gambar, diagram), maupun simbolik (simbol-simbol IPA, persamaan
matematika).
Materi perubahan wujud zat ini melibatkan konsep yang abstrak sehingga
siswa terkadang sulit untuk memahami proses yang menyertai dalam perubahan
wujud zat. Hal tersebut terlihat dari hasil dari penelitian Prain, et al., (2009)
mengenai multi representasi pada topik evaporasi untuk menjelaskan kesulitan
dan miskonsepsi siswa, serta mengidentifikasi tahapan kesiapan siswa untuk
memahami topik tersebut secara konseptual. Kesulitan tersebut terjadi dalam
mentransfer dari sifat makroskopik (seperti ekspansi pada proses pemanasan),
menuju
sifat mikroskopis. Bukti lainnya adalah kesulitan mengenai partikel
(Scott dalam Prain, et al., 2009) yakni, siswa menggambarkan idenya berdasarkan
pada pemahaman mereka sehari-hari, berusaha untuk memahami hubungan antara
bau dengan senyawa, adanya perubahan bentuk zat, dan hubungan antara molekul
dengan sifat senyawa.
Bar, et al. (dalam Prain, et al., 2009) telah mengidentifikasi empat tahap
yang berbeda dalam perkembangan siswa memahami topik penguapan dan
kondensasi yaitu, air menghilang, air diserap ke permukaan, air berpindah ke atas,
dan menyebar ke udara. Pada penelitian tersebut, perkembangan konseptual siswa
secara empiris dibentuk, dan sebagian besar dijelaskan melalui konsep abstrak
(seperti kesulitan membayangkan air yang menghilang, tak terlihat, dalam udara).
Penelitian yag dilakukan oleh Bucat dan Fenshman (1995) menunjukkan
bahwa siswa cenderung mengalami kesulitan dalam memahami konsep perubahan
wujud dan sifat materi pada tingkat makroskopis dan mikroskopis. Padahal
konsep perubahan wujud zat ini adalah konsep yang telah dipelajari lebih awal
sebelum mempelajari konsep kimia yang lebih kompleks. Ini adalah salah satu
contoh kesulitan siswa, lebih karena pengaruh “konsepsi siswa” yang rancu dan
mengganggu proses konstruksi pemahaman konsep yang sesuai dengan konsep
kimiawan.
Secara konten, tema perubahan wujud zat tidak terlepas dengan konsep
partikel dan karakteristik zat yang harus diajarkan secara benar kepada siswa sejak
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
dini agar tidak terjadi miskonsepsi kedepannya. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Johnson, Novak dan Musonda (dalam Prain, et al., 2009) bahwa teori partikel
sangat penting dalam mendukung representasi fenomena penguapan seperti air
mendidih, karena tanpa ide mengenai partikel maka konsep ide perubahan wujud
gas - cair tidak dapat berhasil dibayangkan. Novak dan Musonda (dalam Prain, et
al., 2009) memberikan bukti bahwa pengenalan konsep partikel pada usia dini
adalah hal yang penting untuk kedepannya. Papageorgiou dan Johnson (dalam
Prain et al., 2009) mengemukakan bahwa siswa sekolah dasar bisa belajar dari
keterlibatannya dengan konsep partikel dalam memahami proses mencair dan
pelarutan, dan ide sebelumnya yang tertanam dalam memori siswa bisa membantu
siswa dalam memahami karakteristik zat yang berwujud gas.
Konsep partikel materi ini sangat berkaitan dengan fenomena yang sering
ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Konsep partikel materi sebagai bagian
dari konten ilmu fisika memegang peran penting dalam kurikulum pembelajaran
sains di sekolah-sekolah USA (Adadan, Trundle, dan Irving, 2009). Hal ini
dikarenakan dengan
mengembangkan pemahaman
mengenai partikel materi
secara menyeluruh sangat diperlukan dalam mempelajari berbagai topik di bidang
kimia, fisika, dan biologi. Terutama pada bidang kimia, misalnya untuk
menjelaskan topik larutan, ikatan kimia, reaksi kimia, kesetimbangan kimia
(Haidar dan Abraham, 1991). Snir, Raz, dan Smith (2003) menyatakan bahwa
guru harus memberikan kesempatan siswa untuk belajar mengemukakan ideidenya mengenai partikel materi karena kegagalan atau kesalahan siswa dalam
mempelajari konsep partikel akan mengganggu siswa dalam mempelajari ilmu
pengetahuan di masa mendatang.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa melalui analisis
representasi siswa dapat menggambarkan konsepsi siswa pada suatu konsep.
Terkait dengan hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis
kemampuan siswa dalam menggunakan modus representasi pada tema kalor
dalam perubahan wujud zat. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, kajian
representasi hanya menjelaskan dan menganalisis hubungan dua arah, yakni siswa
dengan guru, atau siswa dengan buku/media pembelajaran. Bahasan pada
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
penelitian ini lebih meluas dengan melibatkan tiga domain yaitu siswa, guru, dan
buku pegangan siswa untuk dianalisis keterkaitan di antara ketiga domain
tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan representasi pada buku pegangan
siswa terhadap konstruksi pemahaman siswa melalui representasi.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran
deskriptif kemampuan siswa dalam menggunakan modus representasi (baik
tunggal maupun multirepresentasi) pada tema kalor dalam perubahan wujud zat
untuk kemudian pada penelitian lanjutan dapat dikembangkan suatu pembelajaran
yang dapat membantu siswa memahami tema perubahan wujud zat melalui
multirepresentasi dan pengembangan buku ajar berbasis multirepresentasi. Untuk
itu, dalam penelitian akan dikaji mengenai “Analisis Representasi Siswa SMP
pada Tema Kalor dalam Perubahan Wujud Zat”.
B.
Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, secara umum
rumusan masalah yang diambil yaitu: “Bagaimanakah profil representasi siswa
pada tema kalor dalam perubahan wujud zat?”. Dari rumusan masalah tersebut
dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana profil representasi siswa sebelum dan setelah pembelajaran pada
tema kalor dalam perubahan wujud zat?
2. Bagaimana representasi pada buku IPA pegangan siswa dan representasi siswa
pada tema kalor dalam perubahan wujud zat?
C.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran tentang
representasi siswa pada tema kalor dalam perubahan wujud zat. Tujuan penelitian
secara khusus yaitu untuk:
1. Mendapat gambaran tentang representasi siswa sebelum dan setelah
pembelajaran ditinjau dari pembelajaran guru pada tema kalor dalam
perubahan wujud zat.
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
2. Mendapat gambaran tentang representasi pada buku IPA pegangan siswa yang
kemudian dikaitkan dengan representasi siswa pada tema kalor dalam
perubahan wujud zat.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai salah satu
bahan masukan, informasi, dan bukti empiris mengenai representasi siswa SMP
pada pembelajaran IPA. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
tambahan referensi dalam mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan
representasi siswa untuk digunakan dan dikembangkan pada penelitian lanjutan
oleh peneliti lain dibidang pendidikan, guru IPA, dan mahasiswa.
E.
Struktur Organisasi Tesis
Pada bab I dipaparkan mengenai latar belakang dari penelitian yang
meliputi alasan menganalisis representasi siswa ditinjau dari tindakan guru dalam
pembelajaran dan buku IPA pegangan siswa, serta pemilihan tema kalor dalam
perubahan wujud zat. Selain itu dipaparkan juga mengenai rumusan masalah,
tujuan penelitian, dan manfaat dari penelitian yang dilakukan.
Pada bab II dipaparkan mengenai kajian pustaka yang berkaitan dengan
representasi, multi representasi, dan modus representasi. Selain itu dijelaskan juga
peran buku IPA pegangan siswa dalam memfasilitasi siswa belajar IPA. Tema
kalor dalam perubahan wujud zat juga dijelaskan ditinjau dari analisis kompetensi
dasar, dilanjutkan dengan uraian materi yang seharusnya dipahami oleh siswa
kelas VII.
Pada bab III dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan yaitu
dengan desain penelitian berupa metode deskriptif. Selain itu dijelaskan juga
secara rinci mengenai subyek penelitian, instrumen penelitan, prosedur penelitian,
teknik pengumpulan data serta teknik analisis data hasil penelitian.
Pada bab IV dijelaskan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
Pemaparannya meliputi penjelasan hasil analisis profil representasi siswa sebelum
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
dan setelah pembelajaran, dan analisis representasi pada buku IPA pegangan
siswa yang dikaitkan dengan representasi siswa.
Pada bab V dipaparkan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang
telah dilakukan. Selain itu dipaparkan juga mengenai implikasi dan rekomendasi
yang dapat digunakan untuk kepentingan penelitian selanjutnya.
Rima Nurmalasari, 2016
ANALISIS REPRESENTASI SISWA SMP PADA TEMA KALOR DALAM PERUBAHAN WUJUD ZAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu