T1 802010703 Full text

3

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses yang sangat
unik. Artinya, kegiatan yang terjadi dalam komunikasi interpersonal tidak
seperti kegiatan lainnya, seperti misalnya menyelesaikan tugas pekerjaan
rumah, mengikuti perlombaan cerdas cermat, menulis artikel.Komunikasi
interpersonal melibatkan paling sedikit dua orang yang mempunyai sifat,
nilai-nilai, pendapat, sikap, pikiran, dan perilaku yang khas dan berbedabeda. Selain itu, komunikasi interpersonal juga menuntut adanya tindakan
saling memberi dan menerima di antara pelaku yang terlibat dalam
komunikasi, dengan kata lain para pelaku komunikasi saling bertukar
informasi, pikiran, gagasan dan sebagainya (Rakhmat, 2001). Komunikasi
interpersonal ini terus menerus terjadi selama proses kehidupan manusia.
Komunikasi interpersonal dapat diibaratkan sebagai urat nadi kehidupan
manusia. De Vito (1997) menjelaskan komunikasi interpersonal sebagai
pengiriman

pesan-pesan


dari

seorang

atau

sekelompok

orang

(komunikator) dan di terima oleh orang yang lain (komunikan) dengan
efek dan umpan balik yang langsung.
Berdasarkan pengamatan awal, penulis menemukan adanya metode
pembelajaran yang dilakukan di Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga seperti; bertanya kepada dosen dan sesama
mahasiswa, diskusi kelompok, dan mempresentasikan tugas adalah
beberapa proses pembelajaran yang di tempuh oleh mahasiswa. Dalam hal
ini, mahasiswa dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan komunikasi
dengan baik agar dapat menempuh proses pembelajaran tersebut. Namun
tidak jarang ditemukan mahasiswa yang sulit untuk mengungkapkan

pemikirannya

secara

lisan,

baik

dalam

diskusi

kelompok,

saat

mempresentasikan tugas, dan melewati ujian lisan. Kesulitan dalam
mengungkapkan pemikiran tersebut dapat berbeda-beda, misalnya;
ketidaksiapan mahasiswa dalam memahami materi, berdiskusi dengan


4

mahasiswa lain yang belum dikenalnya, berada dalam kelas yang baru,
atau kurangnya minat mahasiswa.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi
interpersonal.Menurut Bandura (1999), faktor tersebut diantaranya adalah
trust, perilaku sportif, sikap terbuka dan self efficacy.Di dalam penelitian
ini peneliti akan menggunakan satu faktor yaitu self efficacy, yaitu
keyakinan tentang sejauhmana individu untuk mampu mempertahankan
kemampuan dirinya dalam melaksanakan suatu tugas atau melakukan
suatu tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil
tertentu (Bandura, 1999). Self-efficacy merupakan keyakinan individu
bahwa ia dapat menguasai situasi dan memperoleh hasil yang positif.
Penilaian seseorang terhadap self-efficacy memainkan peran besar dalam
hal bagaimana seseorang melakukan pendekatan terhadap berbagai
sasaran, tugas, dan tantangan (Bandura, 1999).
Dalam penelitianya, Byers dan Weber (1995) menyatakan bahwa
seorang yang mempunyai kesulitan dalam berkomunikasi tidak dianggap
secara positf oleh orang lain. Mereka tidak dianggap responsif, tidak
komunikatif, sulit untuk mengerti, tidak memiliki ketertarikan sosial, tidak

kompeten, tidak dapat dipercaya, tidak berorientasi pada tugas, tidak suka
bergaul, tidak suka menjadi pemimpin dan tidak produktif dalam
kehidupan profesionalnya. Intinya bahwa kesulitan dalam berkomunikasi
menghasilkan pengaruh yang negatif terhadap kehidupan ekonomi,
akademis, politik dan sosial individu.
Nuraeni (2010) mengungkapkan dalam penelitianya berdasarkan
hasil korelasi analisis uji korelasi product moment antara self efficacy
dengan

komunikasi

interpersonal

siswa

SLTPN

1

Lumbang


Pasuruan.Analisis semakin tinggi kepercayaan diri siswa maka semakin
rendah komunikasi interpersonalnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengkaji
penelitian yaitu hubungan antara self-efficacy dengan komunikasi

5

interpersonal pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana (UKSW).

B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan signifikan dan positif antara self efficacy
dengan komunikasi interpersonal pada mahasiswa psikologi di Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.

C. Tujuan Penelitian
Menguji secara empirik hubungan yang signifikan dan positif
antara self efficacy dengan komunikasi interpersonal pada mahasiswa
psikologi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.


D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
pengetahuan dan bahan reverensi penelitian yang akan datang, khususnya
dalam bidang Psikologi Sosial dan Psikologi Komunikasi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara umum diharapkan dapat menjadi masukan bagi
mahasiswa psikologi, dan secara khusus bagi mahasiswa terkait dapat
dilakukan dengan mengambil langkah-langkah yang lebih bijak.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Interpersonal
1.

Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan
setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik

verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2004). Komunikasi interpersonal

6

atau komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan
pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orangorang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika
(Muhammad, 2004).
Komunikasi interpersonal menurut De Vito (1997) adalah suatu
proses mengirim dan menerima pesan antara dua individu atau lebih, atau
antara suatu kelompok kecil individu dengan beberapa efek dan umpan
balik segera.
Jadi dalam penelitian ini, yang dimaksud komunikasi interpersonal
adalah komunikasi interpersonal adalah suatu proses mengirim dan
menerima pesan antara dua individu atau lebih, atau antara suatu
kelompok kecil individu dengan beberapa efek dan umpan balik segera.
2.

Aspek-Aspek Komunikasi Interpersonal
Menurut Devito (1997) aspek komunikasi Interpersonal dimulai
dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan

(openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap
positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).
a. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga indikator dari
komunikasi interpersonal.Pertama, komunikator interpersonal yang
efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi.Ini
tidak berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua
riwayat hidupnya, sebaliknya harus ada kesediaan untuk membuka
diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan
pengungkapan diri ini patut.
Indikator keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang
datang.Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada
umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita
ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan.

7

Indikator ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran
(Bochner dan Kelly, 1974).Terbuka dalam pengertian ini adalah

mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan dapat
dipertanggung jawabkan.Cara terbaik untuk menyatakan tanggung
jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata
ganti orang pertama tunggal).
b. Empati (empathy)
Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa
yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut
pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Bersimpati, di
pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih,
sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang
mengalaminya dengan cara yang sama.
Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman
orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan
mereka untuk masa mendatang. Seseorang dapat mengkomunikasikan
empati baik secara verbal maupun non verbal.Secara nonverbal, kita
dapat

mengkomunikasikan

empati


dengan

memperlihatkan

keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerakgerik yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur
tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik, serta sentuhan atau
belaian yang sepantasnya.
c. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung (supportiveness).Suatu konsep yang
perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb.Komunikasi
yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang
tidak mendukung.Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan
bersikap deskriptif, bukan evaluatif; spontan, bukan strategis; dan
provisional, bukan sangat yakin.

8

d. Sikap positif (positiveness)

Seseorang mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi
interpersonal dengan sedikitnya dua cara: menyatakan sikap positif dan
secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.
Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi
interpersonal.Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang
memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri.Kedua, perasaan
positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk
interaksi yang efektif.
e. Kesetaraan (Equality)
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak
sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu
hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan,ketidaksependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk
memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan
untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita
menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan
nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau
menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta seseorang untuk
memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain.
Aspek-aspek komunikasi interpersonal dari Devito (1997) ini yang
akan digunakan sebagai pedoman pembuatan penyusunan angket dalam
penelitian.

B. Self Efficacy
1. Pengertian Self Efficacy
Bandura (dalam Feist & Feist, 2006) mendefinisikan self-efficacy
sebagai keyakinan manusia pada kemampuan mereka untuk melatih
sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-

9

kejadian di lingkungannya. Bandura (dalam Indarti & Rostiani, 2008)
mendefinisikan efikasi diri sebagai kepercayaan seseorang atas
kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Sedangkan Cromie (dalam Indarti & Rostiani, 2008) menjelaskan
bahwa efikasi diri mempengaruhi kepercayaan seseorang pada tercapai
atau tidaknya tujuan yang sudah ditetapkan. Mattenson dan Ivancevich
(dalam Innovani, 2002) menyatakan bahwa self-efficacy berhubungan
pada keyakinan individu mengenai kompetensi dan kemampuan. Lebih
lanjut secara khusus dikatakan pula bahwa self-efficacy menunjuk pada
keyakinan individu atas kemampuannya untuk menyelesaikan tugas
secara sukses. Individu-individu dengan tingkat self-efficacy yang tinggi
yakin terhadap kapabilitas performasi mereka.
Schunk (dalam Miskiyah, 2003) memberikan batasan mengenai
self-efficacy sebagai suatu perkiraan seseorang mengenai seberapa jauh
dirinya mampu mengorganisasikan dalam melakukan tindakan-tindakan
yang diperlukan untuk menghadapi situasi-situasi pada masa mendatang
yang mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan dan seringkali
penuh takaran.
Penelitian ini menggunakan definisi dari Bandura (2001), bahwa
self-efficacy

merupakan

keyakinan

tentang

kemampuan

dalam

melakukan tugas yang diberikan atau melakukan suatu tindakan yang
diperlukan dalam mencapai hasil tertentu.

1.

Aspek-aspek Self Efficacy
Gerrits(1999) dalam penelitiannya menggunakan 3 (tiga) aspekselfefficacy, yaitu:
a. Pengharapan hasil (out-come expectancy), yaitu harapan terhadap
kemungkinan hasil dari suatu perilaku. Dengan kata lain, out-come
expectancy merupakan hasil pikiran atau keyakinan individu bahwa
perilaku tertentu akan mengarah pada hasil tertentu.

10

b. Pengharapan efikasi (efficacy expectancy), yaitu keyakinan seseorang
bahwa dirinya akan mampu melakukan tindakan yang diperlukan
untuk mencapai hasil. Aspek ini menunjukkan bahwa harapan
individu berkaitan dengan kesanggupan melakukan suatu perilaku
yang dikehendaki.
c. Nilai hasil (out-come value), yaitu nilai kebermaknaan atas hasil yang
diperoleh individu. Nilai hasil (out-come value) sangat berarti
mempengaruhi secara kuat motif individu. Untuk memperolehnya
kembali, individu harus mempunyai out-come value yang tinggi untuk
mendukung out-come expectancy dan efficacy expectancy yang
dimiliki.
Selanjutnya aspek-aspek self-efficacy yang dikemukakan oleh Gerrits
tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun angket selfefficacy.

C. Hubungan Antara Self Efficacy Terhadap Komunikasi Interpersonal
Permasalahan utama dalam kemampuan komunikasi interpersonal adalah
adanya rasa khawatir tentang respon atau penilaian orang lain terhadap dirinya
(apa yang disampaikannya dan bagaimana ia menyampaikannya) akibat dari
rendahnya kepercayaan diri yang dimiliki. Jika seseorang memiliki
keterampilan dalam berkomunikasi maka itu akan menjadi dasar yang baik
bagi pembentukan sikap percaya diri (Bandura, 1997).
Keyakinan diri (self efficacy) mempunyai peranan yang penting dalam
kehidupan seseorang. Dengan keyakinan diri (self efficacy) seseorang akan
mengusahakan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap
diri sendiri maupun terhadap lingkungan dan situasi yang dihadapi. Keyakinan
diri (self efficacy) merupakan petunjuk bahwa seseorang tersebut merasa
memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa (Bandura,
1997).
Bandura (1997) menggunakan istilah keyakinan diri (self efficacy) dalam
menjelasakan tentang rasa percaya diri individu. Menurutnya keyakinan diri

11

(self efficacy) mengarah pada keyakinan individu bahwa dirinya mempunyai
kemampuan dalam batasan tertentu untuk melakukan suatu kegiatan. Selain
itu, Schwarzer (2001) menjelaskan bahwa keyakinan diri yang rendah akan
diasosiasikan dengan keadaan depresi, kecemasan serta ketidakberdayaan.
Dalam hal pemikiran keyakinan diri dapat mempengaruhi proses kognitif
seseorang termasuk didalamnya adalah kemampuan pengambilan keputusan
yang tepat serta pencapaian prestasi. Dalam hal tindakan keyakinan diri dapat
meningkatkan atau menghambat motivasi seseorang. Individu dengan
keyakinan diri tinggi akan memilih melakukan tugas-tugas yang lebih
menantang, dirinya akan menetapkan tujuan yang tinggi serta berusaha untuk
mencapainya sampai berhasil (Bandura, 1997).
Bandura (1997) berpendapat bahwa harapan mengenai kemampuan
untuk melakukan tindakan yang diperlukan itu menentukan apakah orang
yang bersangkutan akan berusaha untuk melakukannya, seberapa tekun
seseorang melakukannya, dan pada akhirnya akan menentukan seberapa
keberhasilan yang akan diperolehnya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Lent (1991) bahwa keyakinan yang kuat dalam diri untuk mencapai
performansi yang diharapkan akan memberi dorongan dan kekuatan pada diri
individu itu sendiri.

Selain itu, Myers (1996) menambahkan bahwa

individu dengan self efficacy yang tinggi tidak mudah mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi secara interpersonal serta memiliki pola hidup yang
terfokus, sehingga dapat hidup lebih sukses dalam bidang akademis.
Dari Uraian di atas menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki
keyakinan diri (Self efficacy) dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang
sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga,
mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya,
mempertimbangkan berbagai pilihan, serta membuat keputusan sendiri
merupakan perilaku yang mencerminkan keyakinan diri. Selain itu, dengan
seseorang memiliki keyakinan diri (Self efficacy) juga akan memiliki tingkat
berkomunikasi interpersonal yang baik.

12

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yg digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif.

B. Partisipan Penelitian
Dalam penelitian ini karakteristik partisipan yang ditetapkan peneliti
adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa psikologi UKSW
b. Angkatan aktif (2008-2013)
c. Melakukan registrasi kuliah

Tabel 1
Jumlah Populasi dan Sampel
Angkatan

Jumlah Mahasiswa

Jumlah Sampel

2008

81

17

2009

130

28

2010

115

18

2011

113

18

2012

133

30

Total

572

111

Untuk menganalisis antara self-efficacy dengan komunikasi interpersonal,
digunakan analisis korelasi. Metode analisa yang digunakan adalah korelasi
product moment.

C. Teknik Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan angket berisi skala likert dari 2 bentuk, yaitu angket
self efficacy dan angket komunikasi interpersonal.Untuk angket self-efficacy

13

peneliti menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Bandura (1997), dan
untuk angket komunikasi interpersonal peneliti menggunakan aspek yang
dikemukakan oleh Devito (1997).
a. Angket Self-Efficacy
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur self efficacy, adalah
skala self efficacy yang dirancang berdasarkan aspek-aspek yang selfefficacy

yang

digunakan

oleh

Gerrits

(2009)

yaitu

komponen

pengharapan hasil, pengharapan efikasi dan nilai hasil.

Tabel 2
Sebaran Item Angket Self-Efficacy
No

ASPEK

Indikator

.
 Harapan
terhadap

Item

Jumlah

Favorable

Unfavorable

Item

1, 7, 10,

4, 16, 22, 21,

10

13, 17

27

2, 5, 8, 14

11, 18, 23,

20

25, 28

kemungkinan

1.

Pengharapan
hasil

hasil dari
perilaku
 Perilaku tertentu
mengarah pada
hasil tertentu
 Harapan

2.

individu berbuat
dengan
Pengharapan

kesanggupan

efficacy

melalui suatu
perilaku yang
dikehendaki

10

14

3.

Nilai hasil

 Nilai

3, 9, 15,

kebermaknaan

6, 12, 24, 26

8

19

atas hasil yang
dicapai individu
 Nilai hasil
sangat berarti
mempengaruhi
secara kuat
motif individu
Total Item

28

b. Angket Komunikasi Interpersonal
Untuk mengukur komunikasi interpersonal, dalam penelitian ini
menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Devito (1997) yaitu
keterbukaan,

empati,

sikap

mendukung,

sikap

positif,

dan

kesetaraan.Model skala ini menggunakan skala likert.

Tabel 3
Sebaran Item Angket Komunikasi Interpersonal
No

ASPEK

Indikator
 Efektif, harus terbuka
kepada orang yang
diajak berinteraksi
 Kesediaan

1.

Keterbukaan

komunikator untuk
bereaksi secara jujur
terhadap stimulus
yang datang

Item

Jumlah

Favorable Unfavorable

Item

1, 13, 25

7, 19, 27

6

15

 Perasaan dan pikiran
yang dilontarkan dapat
dipertanggungjawabkan
 Mengetahui apa yang

2.

2, 14, 26

6, 8, 20

6

3, 9, 15

18, 21, 30

6

4, 16, 28

10, 12, 22

6

5, 17, 29

11, 23, 24

6

sedang dialami orang
lain pada suatu saat
Empati

tertentu, dari sudut
pandang orang itu,
melalui kacamata
orang lain

3.

Sikap
mendukung

 Sikap mendukung
dengan bersifat
deskriptif, bukan
evaluative; spontan,
bukan strategis; dan
propovisional, bukan
yakin

4.

Sikap positif  Memiliki sikap positif
terhadap diri sendiri
 Komunikasi pada
umumnya sangat
penting untuk
interaksi yang
efektif/pentingnya
komunikasi untuk
interaksi yang efektif

5.

Kesetaraan

 Upaya memahami
perbedaan
TOTAL

30

16

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Analisis Deskriptif
a.

Self-Efficacy
Dari hasil analisa deskriptif menunjukan bahwa variabel self-

efficacy memiliki nilai mean sebesar 72,8018 dan nilai standart deviasi
sebesar 8,81096. Kemudian dilakukan pengkatagorian terhadap skor
nilai dan rata-rata self-efficacy. Dari 24 item yang digunakan sebagai
alat ukur self-efficacy, diketahui skor terendah adalah 54 dan skor
tertinggi adalah 96 dengan 5 katagori yaitu sangat tinggi, tinggi,
sedang, rendah dan sangat rendah.
Berikut adalah pengkatagorian tinggi rendahnya atau interval
self-efficacy:
Interval Self - Efficacy 

Skor Maksimal - Skor Minimal
Jumlah Kategori

Interval Self - Efficacy 

96 - 24
5

Tabel 4
Interval self-efficacy
Skor

Kriteria

Frekuensi

Presentase

(F)

(%)

24≤ x